epidemiologer epid 07.01 epidemiologi Tidak ada komentar
Demam berdarah dengue atau DHF pertama kali ditemukan di Filipina (Manila) pada tahun 1953. Daerah inilah merupakan lokasi Kejadian Luar Biasa (KLB) demam berdarah dengue pertama di Asia. Pada tahun-tahun berikutnya DBD menyebar dibeberapa negara di Asia. Tahun 1958 terjadi KLB DBD di Bangkok,Thailand. Tahun 1960 di Singapura ditemukan kasus DBD dewasa muda dalam jumlah yang lebih banyak dengan hasil isolasi virus dengue menunjukkan tipe 1 dan 2. KLB juga terjadi di Kamboja pada tahun 1961. Di Penang Malaysia Barat, penyakit DBD ini pertama kali ditemukan pada tahun 1962. Negara lain di Asia Barat yang meliputi Bangladesh, India, Srilangka dan Maladewa juga melaporkan adanya kasus1. DBD pada dekade yang sama (Soegijanto, 2006). WHO regional Asia Barat dan Tenggara juga melaporkan hingga tahun 2007 terdapat 10 negara dari 11 negara yang merupakan daerah endemis DBD. Selain itu dari total penduduk wilayah Asia Barat dan Tenggara sebanyak 1,5 milliar jiwa, 87% diantaranya berisiko untuk terkena demam berdarah dengue1 . Setelah 14 tahun sejak KLB pertama di Manila, yaitu tahun 1968 kasus DBD untuk pertama kalinya dilaporkan di Indonesia. KLB pertama terjadi di Jakarta dan Surabaya. Kasus yang tercatat sebanyak 58 kasus DBD, 24 diantaranya mengalami kematian (CFR=41,5%). Setelah kejadian itu DBD menyebar ke kota-kota lainnya, khususnya kota-kota besar dengan kepadatan penduduk dan mobilitas yang tinggi 2. Penyakit DBD sampai sekarang belum mampu dikendalikan. Insidensi DBD meningkat dari tahun ke tahun sejak ditemukan. Siklus epidemik terjadi setiap sembilan-sepuluh tahunan, hal ini terjadi kemungkinan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor, di luar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Menurut McMichael (2006) perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya3. Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga epidemiologi. Faktor tersebut adalah agent (agen), host (manusia), Environment (lingkungan) dan keberadaan vektor. Timbulnya penyakit DBD bisa disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor host (manusia) dengan segala sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis), adanya agent sebagai penyebab dan environment (lingkungan) yang mendukung. Serta didukung oleh keberadaan vektor dengue yaitu Ae.aegypti dan Ae.albopictus 4. Dalam teori keseimbangan, interaksi ketiga unsur tersebut harus dipertahankan. Bila terjadi gangguan keseimbangan maka akan menimbulkan penyakit. Pada kondisi normal, keseimbangan interaksi tersebut dapat dipertahankan, melalui intervensi alamiah terhadap salah satu unsur tersebut, atau melalui intervensi buatan manusia dalam bidang pencegahan maupun dalam bidang meningkatkan derajat kesehatan5. a. Agent (Penyebab) Penyebab demam berdarah dengue (DBD) adalah virus dengue. Virus ini merupakan virus RNA berantai tunggal yang positif sense. Secara taksonomi virus ini termasuk kelompok arbovirus yang sekarang lebih dikenal sebagai genus Flavivirus famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe yang semuanya terdapat di Indonesia yaitu Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, dan Dengue-4. Dari ke empat virus tersebut, dengue 3 merupakan serotipe yang dominan dan berpotensi membentuk genotipe baru6. Hasil analisis genetik, secara umum dapat dikatakan bahwa virus dengue yang beredar di Indonesia baik serotipe 1,2, 3, dan 4 terkelompok dalam kluster tersendiri terpisah dari strain dengue yang beredar di negara-negara tetangga 6. b. Vektor DBD Penularan penyakit melalui perantara gigitan serangga biasa dikenal sebagai vectorborne disease (Chandra, 2007). Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama penularan penyakit DBD di Indonesia. Namun dalam keadaan KLB spesies Aedes scutellaris dan Aedes polynesiensis juga turut berperan sebagai vektor penular penyakit DBD 7.