Anda di halaman 1dari 6

Dopamin

Bayangkan, anda memasuki ruangan dokter sambil membawa kartu


cerdas berisi seluruh informasi genetik tubuh anda yang telah dikode dan diamankan dengan
nomor PIN seperti anda membuka ATM. Dengan melihat data-data informasi genetik anda
yang unik, dokter dapat menentukan obat yang tepat dalam dosis yang akurat secara efisien
sesuai dengan kondisi anda tanpa khawatir akan terjadinya ADR (Adverse Drug Reaction),
efek samping maupun ketidaktepatan pemilihan obat. Keadaan tersebut merupakan impian
para ilmuwan yang bergerak di bidang farmakogenetik, suatu ilmu yang menghantarkan
manusia pada pengobatan individual/pengobatan butik berdasarkan pemetaan lengkap
seluruh gen yang dimiliki tubuh manusia. Para ilmuwan di bidang biologi molekuler yang
tergabung dalam Human Genome Project (HGP) telah mengumumkan hasil sekuensing
sekitar 100.000 gen manusia tertanggal 26 juni 2000. Farmakogenomik mencari korelasi
yang belum terungkap antara pola-pola genom dengan manifestasi klinis. Sebuah korelasi
yang jika terungkap akan dapat memberikan kemudahan bagi para dokter dan ahli farmasi
untuk membuat keputusan yang tepat, rasional serta menurunkan angka probabilitas
kesalahan pemberian obat, kesalahan dosis, maupun resiko efek samping karena penggunaan
metode trial-and-error.

Tak ingin jauh berbeda dari impian para pharmacogenomist, para neuroscientist yang
meneliti dopamin -zat kimia otak yang secara alami disintesis terutama dalam jaringan saraf
dan kelenjar adrenal- semakin gencar menelusuri mekanisme dan jalur-jalur biokimia yang
terkait dengan si penghantar signal antar saraf sekaligus neurohormon itu. Sebagai
neurotransmitter, dopamin menghantarkan pesan dari satu sel saraf ke sel saraf yang lain
sedangkan sebagai neurohormon, dopamin bekerja menghambat pelepasan prolaktin dari
lobus interior pituitary.

Para neurophysiologist, computer scientist, psychologist dan economist yang berkolaborasi


dalam studi interdisiplin di jurnal Nature vol. 9, Agustus 2006, mengemukakan hipotesa
mengenai sel saraf dopamin otak tengah sebagai pengkode dalam menentukan pengambilan
keputusan. Menggunakan monyet macaque (Macaca fasicularis) sebagai binatang percobaan,
G. Morris et al. melaporkan analisis hasil penelitian mereka yang menunjukkan bahwa sel
saraf dopamin dalam perilaku primata membawa sinyal yang berguna untuk mempelajari
kemungkinan reward dan probabilitas pengambilan keputusan atas adanya reward tersebut.
Lebih lanjut dikatakan bahwa sel saraf dopamin mengkode aksi yang akan dilakukan ketika
suatu reward diberikan. Peran utama dopamin sebagai pusat reward reinforcement dan
motivasi perilaku adalah daya pikat utama molekul ini sehingga membuat para ilmuwan
tertarik untuk bergabung dalam studi interdisiplin untuk mempelajari lebih dalam mengenai
jalur-jalur dopamin.

Secara sederhana, reward adalah segala sesuatu dimana makhluk hidup akan berusaha
melakukan kerja untuk mendapatkannya. Contohnya: makanan dan seks. Fenomenanya
dinamakan brain stimulation reward (BSR). Hal yang menarik dalam eksperimen BSR ialah
bahwa reward itu sendiri tidak akan memberikan rasa kepuasan. Penelitian BSR digalakkan
untuk menghantarkan pemahaman mengenai bagaimana otak secara keseluruhan mengatur
dirinya sendiri untuk membentuk sebuah perilaku. Terkait dengan ini, sel saraf dopamin akan
diaktivasi ketika suatu rangsangan reward muncul. Dopamin dipercaya oleh para ilmuwan
sebagai zat kimia yang ikut bertanggung jawab menentukan perilaku pengambilan keputusan
oleh otak. Ketika suatu rangsangan reward yang sama muncul kembali, ada sebuah
keterulangan perilaku untuk merespon. Hal ini menyebabkan penelitian dopamin dianggap
sebagai salah satu kunci dalam mengungkapkan proses learning and memory. Dapat anda
bayangkan, bahwa sesungguhnya sebuah keinginan, sebuah pemikiran, bahkan sebuah
perilaku, dapat ditebak dan dipetakan dengan mempelajari rangkaian molekul-molekul dalam
otak.

Menelusuri fungsi dopamin selanjutnya, molekul ini berperan dalam banyak perilaku
manusia dalam kehidupan. Mulai dari kecanduan, psikosis, kegelisahan, perubahan mood
sampai perilaku abnormal akibat ketidakseimbangan kadar dopamin dalam otak.

Cinta dan Dopamin

Jika anda jatuh cinta, maka rasa `pleasure feelings` yang anda rasakan adalah peran dopamin.
Bersama dengan meningkatnya kadar adrenalin yang mempercepat denyut jantung, serta
rendahnya kadar serotonin yang menyebabkan rasa obsesif (kepemilikan), dopamin
memberikan efek membahagiakan, meningkatan energi, menurunkan nafsu makan, dan
mengurangi konsentrasi.

Kolaborasi anthropologist, physiologist dan neuroscientist dalam The Journal of Comparative


Neurology vol. 493 Oktober 2005 melaporkan hasil riset mereka menggunakan functional

magnetic resonance imaging (fMRI) untuk memperhatikan otak 17


orang wanita dan pria saat mereka sedang memperhatikan foto lawan jenis yang disukainya.
Data hasil scan menunjukkan bahwa adanya peningkatan aliran darah dalam otak serta
adanya peningkatan kadar reseptor dopamin dalam area caudate nucleus dan ventral
tegmental area (VTA) sebelah kanan. Menurut Dr. Helen Fisher dari Rutgers University
dalam jurnal yang sama mengatakan bahwa apa yang nampak dalam alat scan tersebut adalah
suatu keinginan biologis untuk fokus terhadap satu objek. Tingginya kadar dopamin
diasosiasikan dengan meningkatnya perhatian, hiperaktivitas, keresahan dan perilaku goal-
oriented. Dengan kata lain, seseorang yang berada dalam situasi ini akan terfokus kepada
pasangannya dan kurang perhatian terhadap hal yang lainnya.

Dalam jangka waktu tertentu setelah hubungan intens/aktivitas seksual, oksitosin dan
vasopressin akan mempengaruhi jalur-jalur dopamin dan adrenalin, sehingga menyebabkan
kadar kedua molekul ini menurun. Mekanisme ini dipercaya menyebabkan `pleasure feelings`
memudar setelah beberapa lama hubungan intens atau terjadinya aktivitas seksual. Sebuah
tim kolaborasi ilmuwan dari Universitas Pisa di Italia menyebutkan bahwa, studi
menunjukkan `pleasure feelings` dan `passionate` akan memudar dan hampir-hampir hilang
setidak-tidaknya 2 tahun setelah hubungan intens antar pasangan terjadi. Perubahan kadar
`kimia cinta` berupa dopamin, adrenalin, norepinephrin, dan phenylethylamin adalah
penyebabnya sehingga suatu reward akan lebih ditanggapi secara rasional daripada
mengandalkan aktifitas hormonal.

Candu dan Dopamin

Love as addictive as cocaine` begitu komentar para neuroscientist yang memang bisa
dibuktikan oleh mekanisme molekuler. Diatas telah disebutkan bahwa `pleasure feelings` saat
jatuh cinta merupakan ulah dopamin. Begitu pula mekanisme kecanduan yang diberitakan
oleh Eric J. Nestler dalam Jurnal Nature Neuroscience oktober 2005. Mekanisme kecanduan
terkait erat dengan jalur mesolimbic dopamin yang meliputi dopaminergic sel saraf di VTA
serta daerah limbic forebrain, terutama nucleus accumbens (NAc). Jalur VTA-NAc ini adalah
jalur terpenting dalam efek akut sistem reward dalam semua jenis adiksi obat. Beberapa jenis
obat dan senyawa yang menyebabkan adiksi diantaranya ialah amfetamin, kokain, opiat,
alkohol dan nikotin. Senyawa seperti kokain misalnya, dapat menyebabkan beberapa ribu kali
peningkatan kadar dopamin dalam otak. Hal ini akan menyebabkan kecanduan dan perasaan
ingin mendapatkan `pengalaman rasa` yang sama. Gangguan pada ketersediaan dopamin
maupun jumlah reseptor dopamin akan dapat menyebabkan abnormalitas perilaku dan
aktifitas gerak.

Beberapa area otak yang terkait dengan jalur VTA-NAc juga essensial dalam mekanisme
reward dan perubahan reward secara kronik dalam kaitannya dengan adiksi. Area yang
dimaksud adalah amygdala, hippocampus, hipotalamus, dan beberapa wilayah di korteks
frontal. Beberapa area ini adalah bagian penting dari sistem penyimpanan memori di otak.
Hal ini menghantarkan kepada pemahaman bahwa aspek-aspek penting dalam mekanisme
adiksi sangat terkait dengan memori.

Selanjutnya ada suatu indikasi bahwa jalur VTA-NAc dan beberapa


wilayah sistem limbik tersebut juga memediasi efek `natural addiction` terhadap `natural
rewards` seperti makanan, seks dan interaksi sosial. Dalam jurnal Molecular Psychiatry,
Volkow, N. D et al. melaporkan bahwa ditemukannya abnormalitas yang serupa dari hasil
scan penampakan otak untuk kecanduan obat dan kecanduan alamiah (natural addiction).
Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut untuk mekanisme kecanduan alamiah ini masih
perlu dilakukan, mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi dan heterogennya sindrom
klinik yang muncul.

Eisch, A.J. dalam Progress in Brain Research melaporkan bahwa setelah pemakaian secara
kronik, beberapa obat yang memiliki efek candu berkecenderungan untuk mengurangi
neurogenesis (pembentukan sel saraf baru) di otak daerah dentate gyrus hippocampus orang
dewasa. Sampai saat ini fungsi neurogenesis hippocampal orang dewasa merupakan subjek
yang masih sangat kontroversial. Pembentukan sebuah sel saraf baru dipercaya merupakan
hal yang esensial dalam pembentukan sebuah memori baru. Penemuan selanjutnya untuk
memperkuat bukti bahwa penggunaan obat-obat tertentu secara kronik dapat mereduksi
neurogenesis masih dinantikan. Penemuan tersebut akan berguna untuk menjawab pertanyaan
mengenai mekanisme abnormalitas perilaku yang menyimpang dan ingatan yang berkurang
dari banyak kasus kecanduan.

Candy dan dopamin

Jika anda menginginkan sebuah permen yang pernah anda rasakan


sebelumnya, reward yang ditimbulkan ketika anda ingin merasakan nikmatnya pengalaman
mengunyah permen tersebut juga adalah peran dopamin. Ketika manusia lapar dan melihat
makanan, sel-sel dopamin akan teraktivasi. Kalau anda memakan makanan yang sangat lezat
dan pada waktu yang lain anda melihatnya kembali, sel-sel dopamin anda akan teraktivasi
hingga mengumpul dan menjenuh. Riset selanjutnya dalam kaitan antara dopamin dan
makanan dilaporkan oleh Volkow.N et al. dari Brookhaven National Laboratory yang
membawa kemungkinan baru dalam strategi pengobatan obesitas/ kegemukan. Ditemukan
adanya abnormalitas kadar reseptor dopamin dalam otak orang-orang yang kegemukan.
Dengan menggunakan PET (Positron Emission Topography) dan senyawa radioaktif,
dilakukan pengukuran kadar reseptor dopamin dalam otak 10 orang pasien obesitas dan 10
orang dengan berat normal. Hasilnya menunjukkan kadar reseptor dopamin yang lebih rendah
pada pasien obesitas dibandingkan dengan orang normal. Gene-Jack Wang dari laboratorium
yang sama mengemukakan bahwa cara memperbaiki kembali fungsi dopamin dimungkinkan
sebagai salah satu strategi dalam pengobatan pasien obesitas.

Crazy dan Dopamin

Ingatkah anda pada kegilaan nobelis DR. John Nash dengan tokoh halusinasinya yang di
abadikan dalam film `Beautiful mind`? Pada pasien schizophrenia, kadar dopamin meningkat
berlebihan, sehingga menyebabkan otak berhalusinasi. Schizophrenia adalah gangguan jiwa
psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan
menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan
yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Psikiater asal
Scandinavia, Dr. John Carlson, menyebutkan bahwa banyak ilmuwan top dunia dalam sejarah
ternyata mengidap Schizophrenia. Riset di laboratorium dengan menggunakan aneka macam
tehnik kedokteran nuklir diantaranya pemakaian radioisotop untuk menentukan bagian-
bagian pada otak yang berkaitan dengan schizophrenia semakin digalakkan. Riset dipusatkan
pada penelusuran mekanisme dan daya kemampuan otak untuk menimbulkan dopamin.
Menurut dugaan, abnormalitas pada schizophrenia terjadi dalam bentuk rantai panjang serta
komplek yang dimulai dengan perubahan pirosin menjadi dopa, dopa menjadi dopamin, dan
dopamin menjadi noradrenalin. Masing-masing mata rantai ini terjalin menggunakan enzim
yang spesifik. Ketika adanya gangguan saat proses konversi kritis ini berlangsung, maka
memungkinkan terbentuknya ketidakseimbangan kadar dopamine sehingga menimbulkan
gangguan perilaku dan mental.

Lain halnya dengan Parkinson, kadar dopamin pada pasien yang menderita penyakit ini
menurun berlebihan, sehingga menyebabkan otot motorik kehilangan fungsi normalnya.
Gejala yang ditimbulkan akan berupa tremor/dyskinesia (distorsi dalam menjalankan otot
volunter). Arvid Carlsson, ilmuwan asal Swedia, adalah orang yang mengarahkan
pemahaman mengenai dopamin dan penyakit parkinson. Ia membuktikan bahwa di dalam
daerah ganglia basalis otak manusia terdapat kadar yang tinggi dopamin. Sebelumnya, para
ilmuwan masih meyakini bahwa dopamin hanyalah suatu prekursor bagi neurotransmitter
noradrenalin. Carlsson berhasil mematahkan anggapan ini, karena ia menemukan bahwa
dopamin terkonsentrasi di daerah otak yang lain dari tempat noradrenalin, sehingga ia
berkesimpulan, dopamin adalah neurotransmitter tersendiri yang terpisah dari noradrenalin.
Atas penemuannya ini, ia dianugrahi nobel di bidang kedokteran tahun 2000.

Riset Carlsson mengenai dopamin meningkatkan pemahaman


mengenai obat-obat Parkinson dan beberapa obat lain. Ia berhasil menunjukkan obat-obat
antipsikotik yang banyak dipakai untuk mengobati pasien skizofrenia, mempengaruhi
transmisi sinaptik dengan memblok reseptor-reseptor dopamin. Temuan Carlsson juga
memiliki makna penting bagi pengobatan depresi, salah satu penyakit kejiwaan yang paling
banyak dialami manusia. Ia berkontribusi bagi pengembangan obat-obat antidepresi generasi
baru, yaitu kelompok SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) seperti Prozac
(flouxetine) yang sempat terlaris di Amerika (pada awal tahun 1990-an mencapai omzet 1
milyar dollar AS, walaupun kemudian popularitasnya mulai menurun karena diperdebatkan
sebagai kapsul kepribadian, yang membuat pasien yang meminumnya seolah-olah
mengalami perubahan kepribadian).

Selain Schizophrenia dan Parkinson, ketidakseimbangan kadar dopamin dalam otak juga
diduga mempunyai korelasi dengan penyakit Attention-Deficit/Hyperactivity Disorders
(ADHD) dan autisme, dimana keduanya memberikan gejala abnormalitas pada perilaku
pasien.

Memoriku Dopaminku

Bagaimana seorang pelukis handal dapat melukis wajah seorang gadis memikat hati yang
lama tak ditemuinya atau bagaimana seorang penulis merincikan kembali pemandangan
gunung Fuji dengan sentuhan emosi dan cuaca saat itu. Kedua kejadian tersebut berkaitan
erat dengan sistem reward dan memori.

Menulis seperti halnya melukis, dimana keduanya menaburkan ingatan-ingatan akan kata
maupun bentuk rupa. Ketika anda melukis, anda menggunakan banyak area di otak bagian
belakang tempat korteks visual dimana suatu gambar dibentuk. Baik dengan kuas maupun
pena, imagi-imagi akan keluar dari lokus-lokus memori.

Suatu memori mengkorelasikan anda tidak hanya kepada bentuk gambar masa lalu, namun
juga bentuk emosi masa lalu. Riset-riset untuk mengungkap misteri penyimpanan memori
menjadi topik bahasan yang menarik untuk para ilmuwan. Perlombaan mengkorelasikan
kimia otak seperti dopamin, noradrenalin, ratusan enzim dan ribuan gen-gen pengkode
menjadi tema-tema di laboratorium neuroscience tersebar di berbagai negara.
Pengungkapan tabir mekanisme dopamin bermanfaat untuk strategi penanggulangan penyakit
yang disebabkan oleh abnormalitas dopamin. Disamping berperan penting untuk mengenali
wilayah abu-abu misteri proses daya ingat, penyimpanan memori, penentuan sebuah
keputusan hingga membentuk suatu kebiasaan perilaku.

Andaikata mekanisme jalur-jalur dopamin dalam otak manusia terungkap transparan, bukan
tidak mungkin suatu saat nanti akan ada pasien meminta dokter untuk memberikan resep
meningkatkan `pleasure feelings` setelah 3-4 tahun usia pernikahan, dimana kadar `love
chemistry` saat itu telah menurun. Di lain sisi, bisa jadi masyarakat membutuhkan parameter
tambahan berupa pengukuran kadar dopamin sebagai salah satu syarat kandidat presiden.
Para pengusaha mempunyai cara yang lebih mudah untuk meningkatkan kinerja para anak
buahnya dalam mengambil keputusan, para psikolog harus berfikir lebih keras untuk menjadi
lebih cerdas menanggulangi berbagai masalah baru dalam perilaku manusia, dan para
sastrawan akan sibuk merekonstruksi kembali definisi dan makna cinta.

Anda mungkin juga menyukai