Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi1


Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan uretra.
Sistem urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh. Ginjal berfungsi
untuk membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih lainnya berfungsi untuk
mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh memproduksi zat-zat sisa seperti
urea, kreatinin dan ammonia yang harus diekskresikan dari tubuh sebelum terakumulasi
dan menyebabkan toksik bagi tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk regulasi
volume darah tubuh, regulasi elekterolit yang terkandung dalam darah, regulasi
keseimbangan asam basa, dan regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran kemih
bagian atas adalah ginjal, sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra
merupakan saluran kemih bagian bawah.

Gambar 1. Struktur Saluran Kemih Manusia

Sumber: www.kidney.org

Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan pelvis renal.
Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak bergranula. Di sebelah
dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal. Ujung ureter yang
berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar disebut pelvis renal. Pelvis renal bercabang
dua atau tiga, disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang membentuk beberapa
kaliks minor. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renal kemudian ke
ureter, sampai akhirnya ditampung di dalam kandung kemih.

Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung dari
ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kira-kira 25-30 cm, dengan
penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian
terletak dalam rongga pelvis.

Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin mengalir
dari ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium).

Gambar 2. Struktur Anatomi Ginjal

Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition, 2007, Hal. 422.

Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih


denganluar tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita. Pada laki-
laki, sperma berjalan melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada laki-laki merupakan
tuba dengan panjang kira-kira 17-20 cm dan memanjang dari kandung kemih ke ujung
penis.
Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika, uretra
membranosa dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada pria, karena
hanya 2,5-4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah ostium diantara
labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris.
.

Gambar 3. Vesika Urinaria dan Uretra pada perempuan & laki laki

Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition,2007, Hal. 432

2. Definisi
Beberapa istilah yang perlu dipahami:
Bakteriuria bermakna (significant backteriuri) adalah keberadaan mikroorganisme
murni (tidak terkontaminasi flora normal dari uretra) lebih dari 105 colony forming
units per mL (cfu/ml) biakan urin dan tanpa lekosituria2,3
Bakteriuria simtomatik adalah bakteriuria bermakna dengan manifestasi klinik2,3
Bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria) adalah bakteriuria bermakna tanpa
manifestasi klinik2,3.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
bakteriuria patogen dengan colony forming units per mL CFU/ ml urin > 101, dan
lekositouria >10 per lapangan pandang besar, disertai manifestasi klinik3.
ISK akhir-akhir ini juga didefinisikan sebagai suatu respon inflamasi tubuh terhadap
invasi mikroorganisme pada urothelium4,5.
3. Epidemilogi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering
ditemukan di praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia,
gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan perubahan
struktur saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai
factor predisposisi2.
Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK
selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 %
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi2.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat
praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif
secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK pada laki-laki yang
belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah
disirkumsisi (0,11%)4.

Tabel 1. Epidemiologi ISK berdasarkan Umur & Jenis Kelamin

Sumber: Smiths General urology 17th edition, 2008, halaman 194


4. Etiologi
Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme (MO) tunggal seperti:2
Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan ISK
simtomatik maupun asimtomatik
Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK anak
laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan koagulase negatif
Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali
pasca kateterisasi

Gambar 4. Bakteri E.Coli, berbentuk basil dan ada


fimbrae

Tabel 2. Bakteri Penyebab ISK


Sumber: Nefrologi Klinik, edisi III. 2006, hal.33

5. Patogenesis
Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik tergantung dari
patogenitas bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan cara bakteri masuk ke
saluran kemih (bacterial entry) 2,4.
Peranan Patogenisitas Bakteri (agent)
Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran kemih.
Bakteri tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat
uropathogen.2,4,6,7.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia.
Beberapa strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke vesika
urinaria. Strain E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan gejala klinis
memiliki strain yang sama dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli), sedangkan strain
E. coli yang masuk ke saluran kemih manusia dan mengakibatkan timbulnya manifestasi
klinis adalah beberapa strain bakteri E. coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari
sebagian besar E.coli di usus manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan
uropatogenik E.coli (UPEC) yang memiliki faktor virulensi7. Penelitian intensif berhasil
menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence determinalis2.

Gambar 5. Penampang permukaan E.Coli


Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal.

Tabel 3. Faktor virulensi E. coli

Penentu virulensi Alur


Fimbriae Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)

Kapsul antigen K Resistensi terhadap pertahanan tubuh


Perlengketan (attachment)

Lipopolysaccharide side Resistensi terhadap fagositosis


chains (O antigen)

Lipid A (endotoksin) Inhibisi peristalsis ureter


Proinflamatori

Membran protein lainnya


Kelasi besi
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan

Hemolysin
Inhibisi fungsi fagosit
Sekuestrasi besi
Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, hal.1010

Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung pada
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi2.

Peranan Perlengketan Mukosa oleh Bakteri (Bacterial attachment of mucosa)


Menurut penelitian, fimbriae (proteinaceous hair-like projection from bacterial
surface) merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai kemampuan
untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih2.
Fimbriae atau pili memiliki ligand di permukaannya yang berfungsi untuk
berikatan dengan reseptor glikoprotein dan glikolipid pada permukaan membran sel
uroepithelial. Fimbriae atau pili dibagi berdasarkan kemampuan hemaaglutinasi dan tipe
sugar yang berada pada permukaan sel. Pada umumnya P fimbriae yang dapat
menaglutinasi darah, berikatan dengan reseptor glikolipid antigen pada sel uroepithelial,
eritrosit (antigen terhadap P blood group) dan sel-sel tubulus renalis. Sedangkan fimbriae
tipe 1 berikatan dengan sisa mannoside pada sel uroepithelial4.
Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang
menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan ISK
bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk melekat
pada mukosa vesika urinaria4.
Peranan Faktor Virulensi
Setelah fimbrae atau pili berhasil melekat pada sel uroepithelial (sel epitel saluran
kemih), maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya. Sebagian besar
uropatogenik E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang befungsi untuk menginisiasi
invasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi bagi kuman patogen (sekuestrasi
besi). Keberadaan kaspsul K antigen dan O antigen pada bakteri yang menginvasi
jaringan saluran kemih melindungi bakteri dari proses fagositosis oleh neutrofil. Keadaan
ini mengakibatkan UPEC dapat lolos dari berbagai mekanisme pertahanan tubuh host.
Beberapa penelitian terakhir juga mengatakan bahwa banyak bakteri seperti E.coli
memiliki kemampuan untuk menginvasi sel host sebagai patogen oportunistik
intraseluler2,4,5.
Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa toksin
seperti -haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake system
(aerobactin dan enterobactin). Hampr 95% sifat -haemolysin ini terikat pada kromosom
dan berhubungan dengan phatogenicity island (PAIS) dan hanya 5 % terikat pada gen
plasmid5.
Peranan Variasi Fase Faktor Virulensi
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung dari respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan
beberapa penentu virulensi yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih.
Oleh karena itu ketahanan hidup bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan ginjal2.
Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
Faktor Predisposisi Pencetus ISK
Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus ISK. faktor
bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi
bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi)
bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih
termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses
klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi2.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin,
konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan kolonisasi
bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga mengandung faktor
penghambat perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa
bakteriuria dan tingkat inflamasi di saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG
membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah
satu mekanisme pertahanan tubuh4.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi dan
fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan
kerentanan host terhadap ISK2,4. Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter,
stent dapat membantu bakteri untuk bersembunyi dari mekanisme pertahanan host4,8

Tabel 4. Faktor Predisposisi (pencetus) ISK

Faktor predisposisi (pencetus) ISK


Litiasis
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Nekrosis papilar
DM pasca transplantasi ginjal
Nefropati analgesik
Penyakit Sickle-cell
Senggama
Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
Kateterisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman 1009

Status Imunologi Pasien


Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang
melindungi jaringan dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan
mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan toll-like
receptors (TLRs) yang dapat mengikat komponen spesifik dari bakteri sehingga
menghasilkan mediator inflamasi. Respon tubuh dengan mengsekresikan kemotraktan
seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang terinvasi. Selain itu,
ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan fagositosis bakteri serta untuk
mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas seluler dan humoral ini berperan
dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas host berperan penting dalam kejadian
ISK4,5
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status
secretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga
meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae
bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis2.
Cara Bakteri Menginvasi Saluran Kemih (bacterial entry)
Terdapat beberapa rute masuk bakteri ke saluran kemih. Pada umumnya, bakteri
di area periuretra naik atau secara ascending masuk ke saluran genitourinaria dan
menyebabkan ISK2,,3 Sebagian besar kasus pielonefritis disebabkan oleh naiknya bakteri
dari kandung kemih, melalui ureter dan masuk ke parenkim ginjal. Kejadian ISK oleh
karena invasi MO secara ascending juga dipermudah oleh refluks vesikoureter.
Pendeknya uretra wanita dikombinasikan dengan kedekatannya dengan ruang depan
vagina dan rektum merupakan predisposisi yang menyebabkan perempuan lebih sering
terkena ISK dibandingkan laki-laki3,4
Penyebaran secara hematogen umumnya jarang, namun dapat terjadi pada pasien
dengan immunocompromised dan neonatus. Staphylococcus aureus, Spesies Candida,
dan Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang melakukan perjalanan
melalui darah untuk menginfeksi saluran kemih2,3,4,9.
Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine juga
dapat menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK. Selain itu,
invasi langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran kemih seperti pada
abses intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau vesikovaginal dapat menyebabkan
ISK3.

6. Klasifikasi
Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:
Infeksi Saluran Kemih Atas
Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis. Pielonefritis
terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah
pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis)
yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik5.
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh
radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai
kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan
kelainan radiologik4,5. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis kelamin
walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-laki usia
lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat5.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan
sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi
bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai
kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase
inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari
pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan penyebab dari
pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang sebenarnya tidak
memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus
mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan
anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai hubungan dengan infeksi
bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK, nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter
lebih memegang peranan penting dalam patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik
mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa
kecil. Pada PNK juga sering ditemukan pembentukan jaringan ikat parenkim2.
Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan epidimitis,
uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung dari gender. Pada
perempuan biasanya berupa sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada laki-laki
berupa sistitis, prostatitis, epidimitis, dan uretritis2.
Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah radang
selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya mendadak, biasanya
ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai penyulit ISKA
(pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe sederhana (uncomplicated type).
Sebaliknya sistitis akut yang sering kambuh (recurrent urinary tract infection) termasuk
ISK tipe berkomplikasi (complicated type), ISK jenis ini perlu perhatian khusus dalam
pengelolaannya5.
Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulang-ulang
(recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau penyulit dari
saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB tipe berkomplikas,
dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor predisposisi5.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak dapat diisolasi
mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA disebabkan
oleh MO anaerobik2,5.

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala lokal,
sistemik dan perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal seperti
disuria, polakisuria, dan urgensi sering ditemukan pada hampir 90% pasien rawat jalan
dengan ISK akut5.
Tabel 5. Simtomatologi ISK

Lokal Sistemik
Disuria Panas badan sampai
Polakisuria menggigil
Stranguria Septicemia dan syok
Tenesmus
Nokturia
Enuresis nocturnal Perubahan urinalisis

Prostatismus Hematuria

Inkontinesia Piuria

Nyeri uretra Chylusuria

Nyeri kandung kemih Pneumaturia

Nyeri kolik
Nyeri ginjal
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah pada
pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 6. Hubungan antara lokasi ISK dan keluhan


Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 85

Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5C-40,5C),


disertai menggigil dan sakit pinggang2. Pada pemeriksaan fisik diagnostik tampak sakit
berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi nadi pada infeksi
E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman staphylococcus dan
streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140 kali per menit. Ginjal sulit
teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen sangat nyata dan rebound tenderness
mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan adanya proses dalam perut, intra
peritoneal. Pada PNA tipe sederhana (uncomplicated) lebih sering pada wanita usia subur
dengan riwayat ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank pain), panas menggigil, mual,
dan muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti obastruksi, refluks
vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai komplikasi bakteriemia dan syok,
kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena alkalosis respiratorik
kadang-kadang asidosis metabolik5.
Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari keluhan-
keluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada pemeriksaan urin rutin.
Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria asimtomatik, infeksi eksaserbasi akut,
hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK)5.
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik seperti
polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang dengan
hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan, kecuali bila
disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam setelah
melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki, prostatitis yang
terselubung setelah senggama atau minum alkohol dapat menyebabkan sistitis
sekunder2,5.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena
rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin
ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari
hidronefrosis dan distensi vesika urinaria5.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis.
Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing2.
8. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis
a. Analisis urin rutin5
Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria
(albuminuria), dan pemeriksaan mikroskopik urin.
Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin
masih segar dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
yang berhubungan dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting
organism). Albuminuria hanya ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang dari 1
gram per 24 jam.
Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100
x) dan sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan
mikroskopik dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml.
Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien
dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >105). Kadang-kadang masih
ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40% pasien-pasien dengan piuria
mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >101. Analisa ini menunjukkan
bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.
Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100%
untuk >50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20
leukosit, 44 % untuk 6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak
disentrifuge dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk
melihat bakteri gram negatif dan gram positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan
spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau mikroorganisme per HPF. Namun
pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif palsu sebesar 10%11.
b. Uji Biokimia5
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi nitrit
dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya
sebagai uji saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak dapat
menentukan tipe bakteriuria.
c. Mikrobiologi5
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml
urin. Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak
lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring
bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin
harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau disimpan pada lemari
pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah kencing (UTK), aspirasi
suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml
>105 (2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai
lekositouria > 10 per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai
gejala klinis ISK, atau CFU per ml >105 dari aspirasi supra pubik. Menurut
kriteria Kunin yakni CFU per ml >105 (3x) berturut-turut dari UTK
d. Renal Imaging Procedures2
Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor predisposisi
ISK, yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen, pielografi intravena,
micturating cystogram dan isotop scanning. Investigasi lanjutan tidak boleh rutin
tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK kambuh, pasien laki-laki, gejala
urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria persisten, mikroorganisme
jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp), serta ISK berulang dengan interval
6 minggu.
9. Terapi
a. Infeksi saluran kemih atas (ISKA) 2
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat
inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48
jam. Indikasi rawat inap pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan
hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan
terapi antibiotik saat rawat jalan, diperlukan investigasi lanjutan, faktor
predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas seperti kehamilan, diabetes
mellitus dan usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternative terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum
adanya hasil kepekaan biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau
tanpa ampisilin dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
b. Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)
Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan,
pemberian antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk
alkanisasi urin dengan natrium bikarbonat 16-20 gram per hari2,5
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin,
ampisilin, penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid
cukup efektif tetapi tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan
nitrofurantoin dan sulfonamid sebagai pengobatan permulaan sebelum diketahui
hasil bakteriogram5.

10. Komplikasi2
Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan ISK
tipe berkomplikasi (complicated).
a. ISK sederhana (uncomplicated)
ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan
hamil pada umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak
menyebablan akibat lanjut jangka lama.
b. ISK tipe berkomplikasi (complicated)
ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan pasien
dengan diabetes mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS) merupakan
risiko untuk pielonefritis diikuti penurun laju filtrasi glomerulus (LFG).

Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida dan infeksi
gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis emfisematosa
disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan klostridium tidak
jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas sangant intensif pada parenkim ginjal
dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering
disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor.
Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis
(41%), dan obstruksi ureter (20%).

Tabel 6. Morbiditas ISK selama kehamilan

Kondisi Risiko Potensial


BAS tidak diobati Pielonefritis
Bayi prematur
Anemia
Pregnancy-induced hypertension

Bayi mengalami retardasi mental


ISK trimester III Pertumbuhan bayi lambat
Cerebral palsy
Fetal death
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012

11. Prognosis5
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang
diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit
dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien
Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah mengisut,
pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal
yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali
bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat infeksi
yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik
bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal
dan diberantas.

Anda mungkin juga menyukai