Penyusun:
2016.04.2.0183
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .............................................................................................................. 1
BAB II........................................................................................................................................ 3
2.1 Definisi infeksi nosokomial .......................................................................................... 3
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena atas rahmat-Nya penulisan
Makalah yang berjudul Peran Dokter Muda dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial
Selama Bertugas di Bagian Bedah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
program pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr.
dr. Bambang Arianto, Sp.B, FINACS yang selalu membimbing dan memberikan saran pada
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini
sehingga penulis sangat mengharapkan masukan dari berbagai pihak. Semoga makalah ini
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
menjalankan profesi disarana kesehatan yang telah ditetapkan. Rumah sakit menjadi
sarana pasien untuk mencari kesembuhan, namun rumah sakit juga merupakan depot
bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung
yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan
rumah sakit, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non
medis.
dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini
menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Infeksi nosokomial itu
sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah
sakit.
Selama 10-20 tahun belakang ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk
akibat resistensi kuman, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itu di
1
mempengaruhi lebih dari 2 juta pasien setiap tahunnya di Amerika Serikat. Di
Indonesia sendiri, suatu penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta
pada tahun 2004, menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang
baru selama dirawat. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh
dunia.
Banyak faktor yang mendorong terjadinya infeksi di antara pasien rumah
sakit, seperti penurunan imunitas pasien, peningkatan prosedur medis dan teknik
invasif, dan transmisi terhadap bakteri resisten obat di antara pasien rumah sakit yang
penuh, serta pengendalian infeksi yang buruk akan mempermudah penularan. Hal ini
akan menyebabkan waktu atau perawatan yang lebih lama atau bahkan kematian
penderita. Rumah sakit juga akan merugi karena masa perawatan menjadi lebih
panjang sehingga hunian rumah sakit. Perusahaan atau orang yang menanggung biaya
perawatan penderita merugi karena kehilangan waktunya yang produktif selama
dirawat di rumah sakit.
Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak
ukur mutu pelayanan rumah sakit. Inti dari pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial adalah mencegah penyebaran mikroba patogen, di antaranya melalui
perilaku atau kebiasaan petugas yang terakit dengan layanan medis, termasuk dokter
muda. Peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat penting,
terutama di rumah sakit pendidikan, mengingat dokter muda berinteraksi langsung
dengan pasien dalam melaksanakan kegiatan sehari hari, termasuk tindakan medis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.3 Etiologi infeksi nosokomial
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur, dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme
yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari
pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah
sakit disebabkan karena faktor eksternal, yaitu melalui makanan, udara, dan benda
atau bahan tidak steril.
a. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang
sehat, seperti Escherichia coli yang paling banyak dijumpai sebagai penyebab
infeksi saluran kemih. Bakteri lain seperti bakteri patogen lebih berbahaya dan
menyebabkan infeksi bai secara sporadik maupun endemik. Contohnya adalah
sebagai berikut :
Anaerobik gram positif : Clostridium pada gangrene
Bakteri gram positif : Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di
kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, tulang,
jantung, dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten
terhadap antibiotika.
Bakteri gram negatif : Enterobacteriaceae, seperti Escherichia coli,
Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering kali ditemukan
di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran
pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif bertanggug
jawab sekitar setegah dari semua infeksi di rumah sakit.
Serratia marcescens menyebabkan infeksi serius pada luka bekas
jahitan, paru, dan peritoenum.
b. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial oleh berbagai macam virus, seperti
virus hepatitis B dan virus hepatitis C dengan media penularan tranfusi, dialisis,
suntikan, dan endoskopi. RSV, rotavirus, dan enterovirus ditularkan dari kontak
tangan ke mulut atau rute fecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui
pemakaian jarum, suntik, dan tranfusi darah. Virus lain yang menyebabkan
4
infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, ebola, influenza, virus herpes
simpleks, dan virus varicella-zoster.
c. Parasit dan jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dari orang dewasa ke
anak anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat
antibiotika bakteri dan obat imunosupresan, seperti Candida albicans, Aspergillus
spp, Cryptococcus neoformans, dan Cryptosporidium.
5
immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi,
kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
4. Resistensi antibiotika
Banyak mikroorganisme yang kini menjadi resisten. Meningkatnya
resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien
yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisikan antar pasien dan
faktor resistensinya dipindahkan antara bakteri. Penyebab utamanya karena
penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika
yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu
singkat, dan kesalahan diagnosa.
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen
yang resisten terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya multiresistensi
kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-
besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi.
5. Faktor alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi
dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi
dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang
tidak diganti-ganti. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan
mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa ekstravasasi infiltrat,
penyumbatan, flebitis, trombosis, kolonisasi kanul, septikemia, dan supurasi.
Beberapa faktor di bawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi
kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui
6
venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada
tungkai bawah, tidak mengindahkan prinsip anti sepsis, cairan infus yang
hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan
mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes
obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter
merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
7
Airborne : partikel kecil ukuran < 5 m, bertahan lama di udara,
jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium
tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur
8
universal kesehatan adalah menjaga higiene sanitasi individu, ruangan, dan streilisasi
peralatan. Kegiatan pokok kewaspadaan universal adalah :
1. Cuci tangan
Mencuci tangan adalah prosedur kesehatan yang paling penting yang
dapat dilakukan oleh semua orang untuk mencegah penyebaran kuman.
Mencuci tangan adalah tindakan aktif, singkat dengan menggosok
bersamaan semua permukaan tangan dengan memakai sabun, yang
kemudian diikuti dengan membasuhnya dibawah air hangat yang mengalir.
Tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang
menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba pada saat
itu. Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah
melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat
pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme
yang ada ditangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan
lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah
memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh
pemakaian sarung tangan. Aspek terpenting dari mencuci tangan adalah
pergesekan yang ditimbulkan dengan menggosok tangan bersamaan
mencuci tangan dengan sabun, dengan air mengalir dan pergesekan yang
dilakukan secara rutin.
Ada beberapa sarana cuci tangan yaitu sebagai berikut:
a. Air Mengalir Sarana utama untuk cuci tangan adalah ketersediaan
air mengalir dengan saluran pembuangan atau bak penampung
yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut maka
mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis atau
kimiawi saat cuci tangan akan bersih dan tidak menempel lagi di
permukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau
dengan cara mengguyur dengan gayung. Namun cara mengguyur
dengan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadinya
pencemaran, baik melalui gagang gayung ataupun percikan air
bekas cucian kembali ke bak penampungan air bersih. Air kran
bukan berarti harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara
sederhana degan tangki berkran di ruang pelayanan atau perawatan
9
kesehatan agar mudah dijangkau oleh para petugas kesehatan yang
memerlukannya.
b. Sabun dan Deterjen Bahan ini tidak membunuh mikroorganisme
tetapi menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme
dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga
mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terhalau
oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan
meningkatnya frekuensi cuci tangan. Namun dilain pihak, dengan
seringnya menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan lemak
akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah.
Hilangnya lapisan lemak akan memberi peluang untuk tumbuhnya
kembali mikroorganisme.
c. Larutan Antiseptik Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba
topikal yang dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk
menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit.
Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk
digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki
keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada
kulit setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik
tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu. Kulit manusia
tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah
penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal
terutama kuman transien.
10
d. Bilas kembali dengan air sampai bersih.
e. Keringkan tangan dengan handuk atau kertas yang bersih atau tisu
atau handuk katun kain sekali pakai.
f. Matikan kran dengan kertas atau tisu.
g. Pada cuci tangan aseptik/ bedah diikuti larangan menyentuh
permukaan yang tidak steril.
11
Gambar 2.2 Lima Saat Mencuci Tangan
12
Gambar 2.3 Alat Perlindungan Diri Tenaga Medis
13
Akhirnya, dengan sumbat yang sekarang ini menutup ujung
jarum sepenuhnya, peganglah spuit ke arah atas dengan
pangkal dekat pusat (dimana jarum itu bersatu dengan spuit
dengan satu tangan, dan gunakan tangan lainnya untuk
menyegel tutup itu dengan baik).
d. Sterilisasi Alat
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam mensterilkan instrumen
bedah/tindakan, sarung tangan dan peralatan lainnya yang kotor
(terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan dengan tangan misalnya,
merendam barang-barang yang terkontaminasi dalam larutan klorin 0,5 %
atau disinfektan lainnya yang tersedia dengan cepat dapat membunuh HBV
dan HIV. Dengan demikian, menjadikan instrumen lebih aman ditangani
sewaktu pembersihan. Setelah instrumen dan barang-barang lain
didekontaminasi, kemudian perlu dibersihkan, dan akhirnya dapat
disterilisasi atau didisinfeksi tingkat tinggi. Proses yang dipilih untuk
pemrosesan akhir bergantung pada apakah instrumen ini akan
bersinggungan dengan selaput lendir yang utuh atau kulit yang terkelupas
atau jaringan di bawah kulit yang biasanya steril.
e. Isolasi pasien
Tempatkan pasien yang mengkontaminasi lingkungan atau yang tidak
dapat menjaga higiene lingkungan dalam ruangan tersendiri. Bila fasilitas
isolasi tidak memadai, berikut ini petunjuk pokok yang bisa digunakan :
14
Cucilah tangan dengan baik sebelum dan sesudah setiap
kontak dengan pasien
Buanglah pembalut, sputum dan cairan tubuh dengan cara yang
aman
3) Untuk mengontrol kontak tak langsung :
Jauhkanlah benda-benda yang berhubungan dengan pasien
isolasi dari pasien-pasien lain.
Cuci semua peralatan dan linen dengan baik
Cucilah tangan dengan baik sebelum dan sesudah setiap kontak
dengan pasien
4) Untuk mengontrol kontak melalui vektor :
Pakailah kelambu atau kawat nyamuk untuk kamar pasien pada
musim nyamuk.
Cegah adanya air tergenang di seluruh fasilitas medis
15
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Pengertian dari infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang didapat atau
timbul pada waktu pasien dirawat di rumah sakit. Terjadinya infeksi nosokomial akan
menimbulkan banyak kerugian bagi penderita, seperti semakin lamanya perawatan,
rasa sakit yang dirasakan lebih lama, dan masalah biaya pengobatan.
Peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat penting,
mengingat dokter muda berinteraksi langsung setiap hari dengan pasien saat
melakukan pemeriksaan dan tindakan medis. Upaya yang dapat dilakukan dokter
muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah menerapkan kewaspadaan universal
dalam semua tindakan, yang meliputi cuci tangan, penggunaan APD (Alat
Perlindungan Diri), manajemen keselamatan penggunaan jarum suntik, sterilisasi alat,
dan isolasi pasien. Selain itu, dokter muda juga sebaiknya melakukan imunisasi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, bekerja secara profesionalisme dalam menerapkan
prinsip septik dan aseptik, sterilisasi, dan desinfeksi, serta manajemen setelah terpapar
sumber infeksi.
Dengan upaya tersebut, diharapkan infeksi nosokomial dapat dicegah dan
peningkatan pelayanan kesehatan dapat tercapai sesuai tujuan mencapai kesehatan
yang optimal.
3.2 Saran
1. Perlu pembelajaran lebih lanjut mengenai infeksi nosokomial kepada dokter muda
sebelum memulai tugasnya di rumah sakit.
2. Perlu pelatihan tindakan septik, aseptik, sterilisasi, dan desinfeksi.
3. Penerapan kewaspadaan universal dalam semua tindakan medis.
4. Imunisasi bagi dokter muda sebelum memulai tugas di rumah sakit.
16
DAFTAR PUSTAKA
Babb, JR. Liffe, AJ. Pocket Reference to Hospital Acquired infection. Science Press
limited, Cleveland Street, London; 2000
Soeroso dr. H Santoso, SpA (K), 2010, Kewaspadaan Universal Pencegahan Infeksi
Nosokomial, http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=16, diakses
tanggal 20 November 2015
17