Anda di halaman 1dari 15

CLINICAL SCIENCE SESSION

OSTEOMYELITIS

Oleh :

Neneng Halimatusadiah 12100116002

Raesita Soleman 12100116278

Resi Hanawati 12100116237

Shoofii Dzakiyyah Ulhaq 12100116175

Preceptor :

Rullia Rudayat, drg.

Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut


Program Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung
Rumah Sakit Al Islam Bandung
2017
OSTEOMYELITIS

1.1. Definisi

Osteomielitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi reaksi radang yang disebabkan

infeksi tulang dan sumsum tulang. Secara umum, osteomyelitis dinyatakan sebagai

peradangan dari seluruh struktur pembentuk tulang yaitu bagian korteks, medulla,

periosteum, pembuluh darah, serabut saraf dan epifise. Infeksi pada tulang dapat terjadi

melalui aliran darah, trauma dan fiksasi interna (implant).

1.2. Epidemiologi

Penyakit ini terjadi pada semua umur, baik pada anak-anak maupun dewasa.

Insidensi terbanyak terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Insidensi kasus

osteomyelitis terjadi pada 3-4 per 100.000 orang. Sekitar 20% kejadian osteomyelitis terjadi

akibat penyebaran secara hematogen dan paling banyak diakibatkan karena infeksi

odontogenik. Tulang bagian mandibula lebih banyak terkena osteomyelitis dibandingkan

dengan tulang maksila.

1.3. Klasifikasi

1. Berdasarkan perjalanan penyakit

Osteomyelitis akut (2 minggu setelah onset)

Osteomyelitis subakut (2 minggu sampai beberapa bulan)

Osteomyelitis kronis (lebih dari beberapa bulan)

2. Berdasarkan bakteri penyebab

Osteomyelitis spesifik

Osteomyelitis aspesifik
3. Berdasarkan luas daerah yang terkena

Lokal, mengenai sebagian kecil tulang

Difuse, menyebar dan mengenai sebagian besar tulang

Difuse fulminating type, osteomyelitis akut dimana terjadi kerusakan tulang yang

cepat dan meliputi daerah yang luas

4. Berdasarkan golongan umur

Osteomyelitis pada bayi

Osteomyelitis pada anak-anak

Osteomyelitis pada dewasa

5. Berdasarkan golongan pus

Osteomyelitis intramedulare

Osteomyelitis subperiostal

6. Berdasarkan etiologi

Osteomyelitis odontogenik

Osteomyelitis non odontogenik

7. Klasifikasi khusus

Osteomyelitis supuratis akut

Osteomyelitis supuratif kronik

Osteomyelitis sclerosis fokal kronik

Osteomyelitis kronik dengan periostitis proliferatif

8. Klasifikasi lainnya

Osteomyelitis khemis

Osteomyelitis radiasi

Osteomyelitis Garre
1.4. Faktor Predisposisi

1. Faktor Lokal (penurunan vaskularisasi/vitalitas tulang)

- Virulensi mikroorganisme

- Trauma

- Radiation injury

- Pagets disease

- Osteoporosis

- Major vessel disease

- Alkoholisme kronis

- Fibrous displasia

- Mlaignansi tulang

- Nekrosis tulang akibat merkuri, bismuth dan arsenik

2. Faktor Sistemik (gangguan pertahanan tubuh host)

- Status imunologi menurun

- Immunosupression

- Diabetes Melitus

- Agranulositosis

- Leukemia

- Anemia

- Sickle cell disease

- Malnutrisi

- Usia tua

1.5. Etiologi

Pada 80% - 90% kasus disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Staphylococcus

epidermis (albus). Dari kultur bakteri akin ditemukan Streptococci hemolitic, Pneumococci,
Thypoid acid, Fast bacilli, Escheria coli dan Actinomycetes. Bakteri anaerob antara lain

Bacteriodes, Fusobacterium, Peptostrep-tococcus, Peptococcus, Veillonella, Eubacterium

dan Actinomyces. Pada osteomyelitis yang khas menunjukkan adanya Mycobacterium

tuberculosis, Treponema pallidum dan Actinomyces israelii.

Terdapat adanya dua faktor yang berperan dalam terjadinya osteomyelitis, antara lain:

1. Faktor odontogenik

- Infeksi periapikal

- Penyakit periodontal

- Infeksi perikoronal gigi yang sedang erupsi dan gigi impaksi

- Infeksi dalam socket gigi setelah akstraksi

- Infeksi dari kista atau tumor odontogenik

2. Faktor non ododntogenik

- Trauma pada rahang yang mengakibatkan compound fracture

- Tonsilitis yang menyebar secara hematogen ke tulang rahang

- Selulitis pada sekitar rahang yang berlanjut menyerang periosteum tulang

1.6. Patogenesis & Patofisiologi

Secara klinis, osteomielitis merupakan suatu infeksi pada tulang yang berawal dari

kavitas medulla, lalu melibatkan tulang kanselous dan meluas serta menyebar ke tulang

kortikal bahkan terkadang mencapai periosteum. Invasi bakteri ke dalam tulang kanselous,

yang menyebabkan inflamasi dan edema pada rongga sumsum sehingga akan berakibat

terjadinya kompresi pembuluh darah dalam tulang yang menyebabkan aliran darah menjadi

terganggu. Kegagalan mikrosirkulasi didalam tulang kanselous merupakan faktor kritis

terjadinya osteomielitis, karena area yang terlibat menjadi iskemik dan tulang menjadi

nekrotik. Bakteri akan berproliferasi, karena mekanisme pertahanan tubuh (blood-borne


defense) tidak mencapai jaringan, dan akhirnya osteomielitis akan menyebar luas hingga ia

dihentikan melalui penanganan medical dan pembedahan.

Walaupun maksila juga dapat mengalami osteomielitis, namun kasusnya lebih jarang

dijumpai dibandingkan dengan region mandibula. Penyebab utamanya adalah suplai darah

daerah maksila lebih banyak dan berasal dari beberapa arteri, sehingga menghasilkan jaringan

pembuluh darah yang kompleks. Sedangkan tulang mandibula hanya memiliki aliran

pembuluh darah dari arteri alveolaris inferior dan karena kepadatan tulang yang menutupi

tulang kortikal yang melindungi penetrasi pembuluh darah periosteal, tulang kanselous

mandibula lebih mudah iskemik dan akhirnya terinfeksi.

Faktor pendukung utama terjadinya osteomielitis pada rahang adalah adanya infeksi

odontogenik yang berasal dari jaringan pulpa atau periapikal. Trauma, khususnya fraktur tipe

compound mandibula yang tidak dirawat merupakan faktor penyebab kedua. Kedua kejadian

tersebut sebenarnya jarang menimbulkan infeksi pada tulang kecuali mekanisme pertahanan

tubuh penderita yang mengalami supresi oleh karena syndrome malnutrisi alcoholism,

diabetes, penyakit-penyakit myeloproliferatif seperti leukemia, penyakit sikle cell dan kanker

yang dikemoterapi.
Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui

periosteum, korteks, sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi

berdasarkan pada umur pasien dan mekanisme dari infeksi itu sendiri.

Terdapat dua kategori dari osteomyelitis akut:

1. Hematogenous osteomyelitis, infeksi disebabkan bakteri melalui darah. Acute

hematogenous osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan bekteri yang berasal dari

sumber infeksi lain. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Bagian yang sering terkena

infeksi adalah bagian yang sedang bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi

dari metaphysis. Pembuluh darah yang membelok dengan sudut yang tajam pada distal

metaphysis membuat aliran darah melambat dan menimbulkan endapan dan trombus, tulang

itu sendiri akan mengalami nekrosis lokal dan akan menjadi tempat berkembang biaknya

bakteri. Mula-mula terdapat fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan
udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang ini

menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.

Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan menyebar

menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah

kebagian tulang diafisis melalui kanalis medularis.

Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh darah yang kearah diafisis,

sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk

tulang baru yang menyelubungi tulang baru yang disebut involukrum (pembungkus). Tulang

yang sering terkena adalah tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti oleh tibia, humerus

,radius , ulna, dan fibula.

2. Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung antara

jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan

pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dari pada hematogenous osteomyelitis.

Kategori tambahan lainnya adalah chronic osteomyelitis dan osteomyelitis sekunder yang

disebabkan oleh penyakit vaskular perifer.

Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell disease,

AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan,

immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu

faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.

1.7.Manifestasi klinis

Gejala umumnya sama tetapi osteomyelitis akut timbul nyeri dan bengkak yang lebih

progresif dibandingkan dengan osteomyelitis kronis.

- Nyeri
- Bengkak lokal dan edema (karena pembentukan abses) yang dapat menyebabkan

trismus dan fungsi rahang terbatas

- Hiperemis dan tenderness

- Malaise karena pengaruh demam tinggi yang dapat mencapai 390 400

- Limfadenopati

- Paresthesia / anesthesia bibir bawah (indikasi inferior alveolar nerve telah terkena)

- Fistula formation

- Myofacial, temporomandibular joint pain.

Osteomyelitis akut :

- umumnya keluhan didahului oleh sakit gigi yang berlanjut dengan pembengkakan pada

muka disertai dengan trismus,

- Rasa sakit yang dalam, menyebar sampai ke telinga disertai parestesi bibir,

- Gigi geligi yang terkena goyang dan sakit waktu oklusi, gingival bengkak, pus keluar

dari marginal gusi,

- Kadang-kadang demam tinggi dan malaise,

- Adanya limadenopati regional.

Osteomyelitis kronis :

- Dapat terjadi setelah fase akut merteda atau langsung dari infeksi gigi

- Gigi yang semula goyang, terasa kokoh lagi,

- Trismus dan parestesi bibir perlahan-lahan berkurang atau menhilang sehingga penderita

merasa lebih enak,

- Supurasi dan abses local tetap ada dengan membentuk fistula yang multiple pada mukosa

dan kulit sebagai tempat keluarnya pus dan tulang nekrotik,


- Eksaserbasi akut dapat terjadi secara periodic dengan gejala-gejala sama seperti

osteomyelitis supuratif akut

1.8. Diagnosis Banding

- Galles osteomyelitis

- Fibrous dysplasia

- Chronic diffuse sclerosing osteomyelitis

1.9. Diagnosis

- Anamnesis

- Pemeriksaan fisik

- Penunjang :

lab (akut : leukositosis),

needle aspirasi / biopsi tulang,

X-Ray (terdapat dekstruksi tulang dan reaksi periosteum pembentukan tulang

baru)

CT Scan, MRI
1.10. Manajemen

1. Osteomyelitis Supuratif Akut

Pengelolaannya terdiri dari :

a. Pengobatan antibiotika yang efektif

Obat harus diberikan secepat mungkin dengan dosis massif secara parenteral.

Mikroorganisma penyebab diperiksa sensitifitasnya. Sebelum ada hasil tes, Penisilin

dapat diberikan sebagai obat pilihan pertama. Lama pemberian antibiotika

tidak terbatas, waktu yang definitive biasanya selama 2 minggu dan diteruskan sesuai

dengan keparahan penyakitnya.

b. Drainase

Pada fase akut dilakukan pengompresan panas dapat mempercepat

terlokalisasinya infeksi. Sebaliknya kompres dingin merupakan kontraindikasi.

Drainase harus segera dibuat untuk mengeluarkan pus sehinga mengurangi rasa

sakit,mengurangi absorbsi bahan-bahan toksik dan mencegah penyebaran infeksi.

Tindakan ini tidak diperkenankan tanpa perlindungan antibiotika, bila mungkin

antibiotik diberikan selama 3 hari sebelum dilakukan tindakan drainase. Drainase

dapat berupa pencabutan gigi yang terlibat, insisi pada daerah yang tidak bergigi

diikuti dengan pemasangan drain karet untuk memberikan jalan pus. Perawatan

selanjutnya adalah irigasi dengan larutan garam fisiologis hangat dan penggantian

drain setiap hari.

c. Pengobatan Suportif

Sebaiknya penderita dirawat inap agar dapat istirahat cukup, diet makanan tinggi

kalori, protein dan polivitamin yang memadai. Pemberian infuse NaCl dan dektrose

serta transfusi darah bila diperlukan.


d. Sequesterektomi

Tindakan ini dilakukan bila sequester telah benar-benar tampak pada gambaran

radiologi atau penyakit ini sudah menjadi kronis.

2. Osteomyelitis supuratif kronis

Pada osteomyelitis supuratif kronis yang menjadi masalah adalah adanya sequester di dalam

tulang yang persisten dan tidak bisa dicapai antibiotik secara sistemik. Karena itu harus

dilakukan tindakan sequesterektomi, kadang-kadang diikuti tindakan sauserisasi atau bone

graft. Pengobatan dan pengelolaanya sebagai berikut :

a. Perawatan prabedah

Biasanya keadaan umum penderita sudah jauh lebih baik daripada waktu dalam

keadaan akut. Pengobatan umum sebelumnya sudah diberikan menjelang dilakukan

pembedahan. Antibiotik diberikan sebelumnya untuk mencegah penyebaran penyakit.

b. Prosedur pembedahan

Pada rahang bawah insisi intraoral dapat dilakukan dan cukup memadai bila

penyakit hanya mengenai tulang alveolar saja. Insisi dibuat pada gingival kemudian

gingival dipisahnkan dari tulang, jaringan tulang yang nekrotik diangkat bersama gigi

yang terlibat, bekas luka dibersihkan dan diirigasi kemudian ditutup jahitan. Fistula

yang ada mulai dari muara sampai seluruh salurannya dieksisi. Penutupan luka operasi

bisa dijahit rapat bila sequester kecil dan tidak memerlukan drainase. Bila luka besar

diperlukan drainase dengan karet yang dimasukkan ke dalam bekas sequester untuk

keluarnya pus.

Bila penyakit melibatkan tepi bawah korpus mandibula insisi ekstra oral diperlukan,

diatas kulit, 1 cm dibawah tepi tulang. Jaringan granulasi dan jaringan nekrotik

dibersihkan dengan kuret sampai tulang sehat terasa dan terlihat. Tindakan lainya yang
mungkin adalah sausarisasi yaitu tindakan untuk menghilangkan kavitas yang besar

dengan jalan membuang dinding kavitas bekas sequester yang overhang sehinga pada

penutupan luka, periosteum dan jaringan lunak dapat berkontak dengan tulang untuk

mempercepat penyembuhan. Luka operasi ditutup lapis demi lapis secara anatomis

dengan jahitan primer. Pemasangan drain diperlukan pada luka yang besar dimana

masih ada supurasi, dan jaringan nekrotik

c. Perawatan pasca bedah

Pemberian antibiotik diteruskan paling sedikit 10 hari sampai 2 mingu atau lebih lama

bila ternyata tanda-tanda infeksi masih ada. Pada pembedahan mandibular ini, rahang

diimobilisasi dengan elastic bandage dan dihindari makanan padat. Bila dipasang drain

karet, drain ini diambil pada hari ke dua jika hanya terdapat cairan serosanguinus.

Tetapi jika cairan pus, drain dipertahankan sampai cairan berhenti keluar.

3. Osteomyelitis sclerosis fokal kronis

Pada osteomyelitis tipe ini, gigi yang merupakan sumber infeksi dapat dipertahankan

dengan perawatan endodontik atau dicabut. Pada waktu gigi dicabut,tulang yang sklerotik

biasanya ikut terangkat. Bagian tulang ini tidak perlu diangkat bila tidak ada keluhan dari

penderita.

4. Osteomyelitis difus kronis

Pengobatan osteomyelitis jenis ini merupakan maslah sulit. Lesinya terlalu luas untuk

diambil dengan pembedahan, sedangkan dipihak lain seringkali menimbulkan eksaserbasi

akut. Lesi ini tidak membahayakan karena tidak destruktif dan jarang menimbulkan

komplikasi. Jika pada daerah sklerotik ini terdapat gigi yangharus dicabut, hendaknya

diperhitungkan kemungkinan terjadinya infeksi dan lamanya penyembuhan luka bekas

ekstraksi, karena bagian tulang ini avaskuler sertakurang beraksi. Pada kasus dengan
pengambilan tulang yang banyak, defeknya diperbaiki dengan bone grafting.

Pengobatan ini didukung pemberian antibiotik berspektrum luas.

5. Osteomyelitis kronis dengan periostitis proliferatif

Pada osteomyelitis tipe ini pengobatan yang terbaik adalah ekstraksi gigi yang menjadi

sumber infeksi. Untuk lesi periosteumnya tidak perlu dilakukan tindakan bedah apapun.

Setelah ekstraksi gigi akan terjadi remodelisasi dari tulang perlahan-lahan, sehingga tulang

kembali terbentuk normal.

1.11. Prognosis

Prognosa osteomyelitis tergantung dari diagnosa yang tepat, daya tahan tubuh

penderita, pemberian antibiotic yang tepat, perawatan yang sempurna serta luasnya

penjalaran penyakit.

1.12. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi karena osteomyelitis rahang bawah antara

lain:

a. Parestesi bibir bawah unilateral karena penyebaran infeksi pada nervus alveolar

inferior

b. Fraktur patologis, karena kerusakan tuang sudah sedemikian besarnya.

c. Bila penyakit mengenai ramus ascendens dan melibatkan kondilus, akan terjadi

deviasi kearah sisi yang terkena.

d. Komplikasi yang lebih parah adalah terbentuknya thrombus yang sepsis, sehingga

dapat mengakibatkan septicemia, dan penderita dapat meninggal.


DAFTAR PUSTAKA

Baltensperger, M.: Eyrich, G. K. 2009. Osteomyelitis of the Jaws: Definition and

Classification. XXII, 315 p.

Carek P.J., Dickerson L.M., dan Sack J.L., 2001, Diagnosis and Management of

Osteomyelitis, American Academy of Family Physicians.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Edisi 7, Vol. 1. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1.

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-4. Alih

Bahasa : Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in Emergency

Medicine. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-

overview#showall

Anda mungkin juga menyukai