I. Pendahuluan
Pada sistem imun bawaan (innate), terdapat banyak molekul yang bekerja bersamaan
sebagai bentuk mekanisme pertahanan dalam melindungi tubuh. Tiga molekul yang utama
adalah sistem komplemen, acute phase protein (APP), dan interferon.
Mekanisme pertahanan antiviral yang paling penting adalah interferon. Interferon
adalah nama yang diberikan karena sifatnya mengganggu (interfere) atau menghambat
replikasi virus saat dirilis oleh sel inang yang terinfeksi. Interferon dikeluarkan dari sel yang
terinfeksi virus dalam hitungan jam setelah serangan virus terjadi, dan konsentrasi tinggi
interferon dapat dicapai dalam beberapa hari secara in vivo, pada saat respon imun primer
masih relaktif tidak efektif (Tizard, 2004).
Interferon merupakan molekul sitokin berupa protein berjenis glikoprotein yang disekresi
oleh sel vertebrata karena akibat rangsangan biologis, seperti virus, bakteri, protozoa,
mycoplasma, mitogen, dan senyawa lainnya. Sitokin (bahasa Yunani: cyto, sel; dan -kinos,
gerakan) adalah sejumlah senyawa organik hasil sekresi sel yang berpengaruh pada sel lain
atau berfungsi sebagai sinyal komunikasi. Sitokin dapat berupa protein, peptida atau
glikoprotein. Kata sitokin biasa digunakan untuk merujuk regulator polipeptida yang
disekresi oleh sel pada semua jenis makhluk hasil embryogenesis (Gilman at al., 2001).
Sejarah penemuan interferon dimulai pada tahun 1954 ketika Nagano dan Kojima
menemukannya pada virus di kelinci. Tiga tahun kemudian Isaacs dan Lindenmann berhasil
mengisolasi molekul yang serupa dari sel ayam dan molekul tersebut disebut interferon
(Gilman at al., 2001).
II. Tujuan
Tujuan disusunnya paper ini adalah untuk mengetahui mekanisme kerja interferon alfa,
beta dan gamma.
III. Pembahasan
Definisi
Interferon adalah sitokin antivirus dari jenis glikoprotein yang disintesis oleh sel
sebagai respon dari infeksi virus, penggertakan sistem imun atau dari berbagai stimulator
kimiawi lainnya. Protein ini dapat menghambat replikasi virus dengan mengganggu
(interfere) sintesis protein dan RNA virus. Hal tersebut memungkinkan untuk komunikasi
antara sel-sel untuk memicu pertahanan pelindung dari sistem kekebalan tubuh yang
membasmi penyakit patogen atau tumor (Tizard, 2004).
Interferon merupakan antiviral antibiotik dengan spectrum luas, bersifat spesies spesifik
dimana IFNs manusia bekerja pada manusia dan tidak pada kebanyakan spesies vertebrata.
IFNs tikus bekerja pada tikus. Merupakan pengecualian IFNs manusia mempunyai aktivitas
pada kelinci dan tikus (Klein, 1982).
Tiga tipe utama dari interferon yaitu interferon alfa (IFN- ), interferon beta (IFN- ),
dan interferon gamma (IFN- ).
Interferon alfa (IFN- ), merupakan grup dari setidaknya 16 molekul yang berbeda
yang diproduksi dari leukosit yang terinfeksi virus;
Interferon beta (IFN- ), protein tunggal yang diproduksi dari fibroblast yang
terinfeksi virus;
Interferon gamma (IFN- ), lymphokine yang diproduksi dari sel T dan sel NK
(natural killer cells) setelah terekspos IL-2. Sel T juga dapat memproduksi IFN-
jika terinfeksi virus.
Berat molekul dari interferon pada umumnya ada di kisaran 16,000 25,000 daltons.
IFN- terdapat dalam dua bentuk, dengan berat molekul 20,000 dan 25,000 daltons. IFN-
dan IFN- stabil pada pH 2, sedangkan IFN- bersifat labil pada pH rendah. Semua tipe
interferon tahan terhadap panas (Tabel 1) (Tizard, 2004).
Tabel 1 Interferon
Berat
Jumlah Kestabilan
Tipe Sumber Molekular Penginduksi
Protein pada pH 2
(Daltons)
Virus
IFN- 16 Leukosit 16,000 25,000 Stabil
Polinukleatida
Virus
IFN- 1 Fibroblast 20,000 Stabil
Polinukleatida
Mitogen
IFN- 1 Limfosit 20,000 25,000 Labil
Antigen
Kesimpulan
1. Interferon adalah sitokin antivirus dari jenis glikoprotein yang disintesis oleh sel sebagai
respon dari infeksi virus, penggertakan sistem imun atau dari berbagai stimulator kimiawi
lainnya.
2. Tiga tipe utama dari interferon: interferon alfa (IFN- ), interferon beta (IFN- ), dan
interferon gamma (IFN- ).
3. Mekanisme interferon dalam resistensi antiviral:
- Meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik, sel B, makrofag dan sel NK (natural killer)
sehingga memperlambat pembelahan dan pertumbuhan sel tumor dan sel virus
- Meningkatkan fagositosis makrofag dan merangsang produksi antibody
DAFTAR PUSTAKA
Gilman A, Goodman LS, Hardman JG, Limbird LE. (2001). Goodman & Gilmans The
Pharmacological Basis of Therapeutics. New York: McGraw-Hill. ISBN 0-07-135469-7.
Klein J., 1982, Immunology, The Science of Self-nonself Discrimination, A Wiley-Interscience Publ.,
New York, 597-598, 600.
Moreland L.W. 2004. Rheumatology and immunology therapy: A to Z essentials. Springer. ISBN 978-
3-540-20625-5.Page.473-476.
Nurhayati, D. 2001. Imunomodulator Pada Infeksi Bakteri. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 3.
Tizard, I. R. 2004. Immunology An Introduction. Cytokins and The Immune System. Seventh Edition.
Elsevier USA. Page 133.