Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN DENGAN CHOLANGITIS DI RUANGAN 19


RS Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh:
SITI FAISZATUR ROHMAH
1601031071

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
CHOLANGITIS

A. Pengertian
Kolangitis adalah peradangan akut dinding saluran empedu, hampir selalu
disebabkan infeksi bakteri pada lumen steril. Cholangitis merupakan infeksi
bakteri dari sistem duktus bilier, yang bervariasi tingkat keparahannya dari
ringan dan dapat sembuh sendiri sampai berat dan dapat mengancam nyawa.
Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada
obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun
dapat pula ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu.
Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis,
sebagai trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas,
yang dikenal dengan Charcot triad. Charcot mendalilkan bahwa empedu
stagnan karena obstruksi saluran empedu menyebabkan perkembangan
kolangitis.
Kolangitis adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran empedu yang
tersumbat baik secara parsial atau total; sumbatan dapat disebabkan oleh
penyebab dari dalam lumen saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris
yang memasuki duktus koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma
caput pankreas yang menekan duktus koledokus, atau dari dinding saluran
empedu misalnya kolangio-karsinoma atau striktur saluran empedu.

B. Anatomi Fisiologi
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat
dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus,
infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari
kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu.
Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu (Brunicardi, 2005).
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk
dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus
hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus.
1. DUKTUS SISTIKUS
Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta
hepatis yang mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis
duktus sistikus mulai dari kollum vesika fellea, kemudian berjalan ke
postero-kaudal di sebelah kiri kollum vesika fellea. Lalu bersatu dengan
duktus hepatikus kommunis membentuk duktus koledokus. Mukosa duktus
ini berlipat-lipat terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk spiral yang pada
penampang longitudinal terlihat sebagai valvula disebut valvula spiralis
(Heisteri).
2. DUKTUS HEPATIKUS
Duktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada
processus papillaris lobus kaudatus. Panjang duktus hepatikus kommunis
kurang lebih 3 cm terletak disebelah ventral arteri hepatika propria dexter
dan ramus dexter vena portae. Bersatu dengan duktus sistikus menjadi
duktus koledokus
3. DUKTUS KOLEDOKUS
Duktus koledokus mempunyai panjang kira kira 7 cm dibentuk oleh
persatuan duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta
hepatis, dimana dalam perjalanannya dapat dibagi menjadi tiga bagian.
Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior
pars desenden duodeni membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut
papilla duodeni major.
C. Etiologi & Faktor Risiko
Kolangitis dapat disebabkan oleh berbagai keadaan patologis yang semuanya
akan berakhir dengan statis aliran empedu dan akhirnya terjadi infeksi,
diantaranya :
1. Choledocholitiasis
Terjadi akibat obstruksi saluran empedu, terutama koledokolitiasis, dan
penyebab jarang seperti tumor, kateter, indwelling stents, pancreatitis
akut, dan striktur ringan. Bakteri (E. coli, klebsiella, clostridium,
bacteroides, enterobacter, streptococcus grup D) kemungkinan besar
masuk ke sfingter oddi. Sebagian pula, kolangitis parasit, misal, fasciola
hepatica, skistosomiasis, dll.
2. Neoplasma pada sistem bilier
3. Parasit cacing Ascaris
4. Pankreatitis kronis
5. Tumor pankreas
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi
struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun
berat penyebab obstruksi, kolangitis tidak akan terjadi tanpa cairan empedu
yang terinfeksi. Kasus obstruksi akibat keganasan hanya 25-40% yang hasil
kultur empedunya positif. Koledokolitiasis menjadi penyebab tersering
kolangitis.
Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian
manipulasi saluran biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk
terapi penyakit saluran biliaris telah menyebabkan pergeseran penyebab
kolangitis. Selain itu pemakaian jangka panjang stent biliaris seringkali
disertai obstruksi stent oleh cairan biliaris yang kental dan debris biliaris yang
menyebabkan kolangitis
D. Manifestasi Klinis
1. Penyakit ini biasanya dimulai secara bertahap dengan kelelahan yang amat
sangat, gatal-gatal dan jaudince.
2. Seringkali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas
karena adanya batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke
belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan
3. Terdapat pembesaran hati dan limpa, atau gejala-gejala sirosis.
4. Bisa juga terjadi hipertensi portal, asites dan kegagalan hati, yang bisa
berakibat fatal.
5. Pada sebagian kecil kasus ini tidak didapatkan ikterus, hal ini dapat
diterangkan karena batu di dalam duktus koledokus tersebut masih mudah
bergerak sehingga kadang-kadang aliran cairan empedu lancar, sehingga
bilirubin normal atau sedikit saja meningkat
6. Kadang-kadang tidak jelas adanya demam, tetapi ditemukan lekositosis.
7. Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni peningkatan yang
menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat,
pada beberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyerupai
menyerupai hepatitis virus akut.
E. Patofisiologi
Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis
cairan empedu dan apabila berlangsung lama maka akan terjadi kolonisasi
bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Bakteri ini berasal dari
flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga dari
penyebaran limfogen dari kandung empedu yang meradang akut.
Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada cholangitis akut yang sering
dijumpai adalah bakteri gram (-) enterik E. Coli, Klebsiella, Streptococcus
faecalis dan bakteri anaerob. Bakteri seperti Proteus, Pseudomonas dan
Enterobacter enterococci juga tidak jarang ditemukan.
Cholangitis terjadi akibat kombinasi dari adanya hambatan dari aliran
cairan empedu yang berlangsung lama dan terjadi kolonisasi dan proliferasi
bakteri. Adanya tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat,
bakteri akan kembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan
dapat mengakibatkan sepsis. Selain itu, beberapa dari efek serius cholangitis
dapat disebabkan oleh endotoksemia yang dihasilkan oleh produk pemecahan
bakteri gram negatif.
Endotoksin diserap di usus lebih mudah bila terdapat obstruksi bilier,
karena ketiadaan garam empedu yang biasanya mengeluarkan endotoksin
sehingga mencegah penyerapannya. Selanjutnya kegagalan garam empedu
mencapai intestin dapat menyebabkan perubahan flora usus. Selain itu fungsi
sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk
mengekstraksi endotoksin dari darah portal. Bilamana cholangitis tidak
diobati, dapat timbul bakteremia sistemik yang dapat menimbulkan abses
hati.
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi
(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut:
1. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada
anak dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada
orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis.
Infeksi pada saluran empedu intrahepatik menyebabkan kolangitis yang
menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multiple.
2. Bakteremia, sepsis bakteri gram negatif
Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%).
Komplikasi bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi
utama penyebab terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam
merupakan keluhan utama sekitar 10-15% (Josh, 2006).
3. Peritonitis sistem bilier
Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan
peritonitis. Jika empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan
peritonitis dan sepsis yang mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal.
4. Kerusakan duktus empedu
Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi
atau pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya.
Kesalahan yang sangat fatal adalah tidak mengetahui cara melakukan
transeksi atau ligasi pada duktus.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium darah
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada
sebagian besar pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000.
Lekopeni atau trombositopenia kadang kadang dapat ditemukan,
biasanya jika terjadi sepsis parah. Sebagian besar penderita mengalami
hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi
pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan
transaminase serum juga meningkat yang menggambarkan proses
kolestatik (Shojamanes, 2006)
2. Foto polos abdomen
Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos
abdomen jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar
15% batu saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi dengan
gambaran radioopak yang dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar hidrops, kandung empedu kadang juga
dapat terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang
menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu
yang menebal karena fibrosis atau edema karena peradangan maupun
sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit
dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi
lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya
gravitasi (Brunicardi, 2005)
4. CT Scan
CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis
batu kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada
kandung empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90
persen.
5. ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang
menggunakan lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro
intestinal. Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP)
dapat lebih akurat menentukan penyebab dan letak sumbatan serta
keuntungannya juga dapat mengobati penyebab obstruksi dengan
mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.
6. Skintigrafi
Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi
hati dan kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan
sensitifitas dan spesifitas sekita 90% sampai 97%. Meskipun test ini paling
bagus untuk melihat duktus empedu dan duktus sistikus, namun skintigrafi
bilier tidak dapat mengidentifikasi batu saluran empedu atau hanya dapat
memberikan informasi sesuai dengan letak anatominya. Agent yang
digunakan untuk melakukan test skintigrafi adalah derivat asam
99m
iminodiasetik dengan label Tc.
7. Kolesistografi oral
Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui
prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan
informasi yang lebih jelas. Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam
sebelum dilakukan tes. Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh usus kecil,
lalu dibersihkan oleh hepar dan di ekskresi ke dalam empedu dan dikirim
ke kandung empedu.
8. Kolangiografi
Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien
dengan kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan
untuk menentukan patologi biliaris dan penyebab obstruksi saluran
empedu sebelum terapi definitif. Jadi, kolangiografi jarang diperlukan
pada awal perjalanan kolangitis dan dengan demikian harus ditunda
sampai menghilangnya sepsi. Kekecualian utama adalah pasien yang
datang dengan kolangitis supuratif, yang tidak berespon terhadap
antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi segera mungkin
diperlukan untuk menegakkan drainase biliaris. Kolangiografi retrograd
endoskopik ataupun kolangiografi transhepatik perkutan dapat digunakan
untuk menentukan anatomi atau patologi billiaris. Tetapi, kedua teknik
tersebut dapat menyebabkan kolangitis pada sekitar 5 persen pasien.
Dengan demikian perlindungan antibiotik yang tepat harus diberikan
sebelum instrumentasi pada semua kasus.
H. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal
adalah konservatif. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi
dan perlindungan antiobiok dimulai. Pasien yang sakit ringan dapat
diterapi sebagai pasien rawat dengan antibiotik oral. Dengan kolangitis
supuratif dan syok septik mungkin memerlukan terapi di unit perawatan
insentif dengan monitoring invasif dan dukungan vasopresor.
Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan
bakteriologi yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan
penicillin telah dianjurkan. Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik
untuk melawan basil gram negatif yang sering ditemukan dan memberikan
antivitas sinergistik melawan enterokokus. Penambahan metronidazole
atau clindamycin memberikan perlindungan antibakterial terhadap anaerob
bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan antibiotik.
Perlindungan antibiotik jelas diubah jika hasil biakan spesifik dan
kepekaan telah tersedia.
Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan
antibiotik untuk terapi kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat
dalam empedu. Secara teoritis antibiotik saluran biliaris yang ideal harus
merupakan antibiotik yang bukan saja mencakup organisme yang
ditemukan dengan infeksi saluran biliaris, tetapi juga yang dieksresikan
dalam konsentrasi tinggi ke dalam cairan empedu.
2. Dekompresi Biliaris
Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akan
berespon terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam
menghilang dan tes fungsi hati kembali ke normal seringkali dalam 24
sampai 48 jam. Jika pasien tidak menunjukkan perbaikan atau malahan
memburuk dalam 12 sampai 24 jam pertama, dekompresi biliaris darurat
harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar kasus, dekompresi biliaris
segera paling baik dilakukan secara non operatif baik dengan jalur
endoskopik maupun perkutan. Yaitu:
a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik
Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau
malah semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik,
untuk pengaliran empedu dan nanah serta membersihkan duktus
koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa nasobilier. Apabila batu
duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm,
sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini.
Pada penderita ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu
b. Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin
berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita
dengan pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak
melalui kateter perkutan kedalam kandung empedu dengan metil eter
berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif
walaupun kerap disertai dengan penyulit.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Pada penderita kolangitis, klien mengeluh nyeri perut kanan atas nyeri
tidak menjalar /menetap, nyeri pada saat menarik nafas dan nyeri seperti
ditusuk tusuk
c. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu contohnya riwayat
dari keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis, seperti :
1) Batu kandung empedu atau batu saluran empedu
2) Pasca cholecystectomy
3) Manipulasi endoskopik atau ERCP cholangiogram
4) Riwayat cholangitis sebelumnya
5) Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids
memliki cirri edema bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi
bilier
Riwayat penyakit sekarang
Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak
memiliki gejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluh nyeri
abdomen kuadran lateral atas. Gejala lain yang dapat terjadi meliputi:
jaundice, demam, menggigil dan kekakuan, nyeri abdomen tinja yang
acholis.
Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apabila klien mempunyai penyakit keturunan seperti
diabetes mellitus, hipertensi, anemia.
d. Pemeriksaan fisik
System pernafasan
Inspeksi : dada tampak, pernafasan dangkal klien tampak gelisah
Palpasi : vocal vremitus teraba merata
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing)
System kardiovaskuler
Terdapat takikardi dan diaphoresis
System neurologi
Tidak terdapat gangguan pada system neurologi
Sistem pencernaan
Inspeksi : tampak ad distensi abdomen diperut kanan atas klien
mengeluh mual muntah
Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi
Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas
nyeri tekan epigastrium
System eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat
System integument
Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal
System musculoskeletal
Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP

2. Diagnose keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi
c. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan iritasi lumen
e. Dehidrasi berhubungan dengan mual muntah

3. Intervensi keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam nyeri
berkurang
Criteria hasil :
1) Keadaan umum normal pasien tampak nyaman
2) Nyeri berkurang pasien tampak rileks ditunjukkan dengan skala
nyeri 1-3
3) Pasien melakukan managemen nyeri saat nyeri kembali datang
4) TTV dalam batas normal
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperwatan
2. Observasi, catat lokasi dan skala nyeri dan karakter nyeri
R/ membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan / perbaikan penyakit
3. Anjurkan pasien dalam posisi nyaman
R/ pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen
4. Anjurkan managemen nyeri distraksi relaksasi nafas dalam
R/ untuk melakukan koping pasien terhadap nyeri
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
R/ untuk mengatasi nyeri
6. Observasi tanda tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
7. Kaji respon pasien
R/ wajah menunjukkan perasaan yang dirasakan klien

2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam suhu
tubuh kembali normal
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh kembali normal pasien nyaman
b. Tanda vital dalam bats normal
c. Pasien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi suhu tubuh
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubunga saling percaya mempermudah proses
keperawatan
2. Observasi tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3. Anjurkan menggunakan pakaian tipis dan minum air putih
R/ menggunakan pakaian tipis dan minum air putih yang bnaya dapat
menurunkan panas
4. Anjurkan untuk melakukan kompres dingin pada daerah dada dan
ketiak
R/ kompres dapat membantu menurunkan panas
5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/ antripiretik unutk menurunkan suhu
6. Kaji respon pasien
R/ wajah dapat menggambarkan apa yang dirasakan klien

3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam
keseimbangan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Asupan nutrisi kembali seimbang
b. Pasien menunjukkan energy yang adekuat
c. Ttv dalam batas normal
d. Mual muntah berkurang
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses
keperawatan
2. Observasi tanda tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3. Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
R/ untuk mencegah mual muntah
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian program diet
R/ setiap pasien mempunyai diet yang berbeda
5. Monitoring asupan gizi pasien
R/ mengetahui perkembangan nutrisi pasien
6. Kaji respon pasien
R/ menggambarkan apa yang dirasakan pasien

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan iritasi lumen


Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam pasien
dapat tidur dengan nyaman
Kriteria hasil :
a. Klien dapat tidur dengan nyaman
b. TTV dalam batas normal
c. Klien tidak pucat
d. Kebutuhan tidur terpenuhi
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses
keperawatan
2. Observasi tanda vital
3. R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
4. Anjurkan untuk mengatur posisi nyaman
5. R/ dengan posisi nyaman dapat membantu tidur
6. Anjurkan untuk relaksasi nafas dalam
7. R/ untuk merilekskan tubuh
8. Kaji respon pasien

DAFTAR PUSTAKA

Luhulima, JW, dr, Prof, Abdomen, Anatomi II, Bagian Antomi FKUH,
Makassar, 2001. hal : 28-29
Brunicardi FC et al. Schwartzs principles of surgery. 8th edition.United
StatesAmerica : McGraw Hill, 2005.826-42.
Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.
Connors, P.J., and Carr-Locke, D.L. 1991 Endoscopic Retrograde
Cholangiography - Findings and Endoscopic Sphincterotomy for Cholangitis and
Pancreatitis, dari Gastrointestinal Endoscopy Clinics of North America, 1-1: 27-
50, W.B. Saunders, Philadelphia
De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997 hal : 776-778
Josh, J. Adams, Cholangitus, in http://www.emidiche.com 2006, p : 1-11

Anda mungkin juga menyukai