Ibu Jeane
Ibu Jeane
1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit perdarahan adalah hemophili. Kata hemofilia pertama kali
muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun
1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama
kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas
Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928. Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan
warna kulit ataupun suku bangsa. Namun mayoritas penderita hemofilia adalah pria
karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya
hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat.
Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun
ternyata sebanyak 30 persen tak diketahui penyebabnya. Sehingga perlu ada
2
penjelasan lanjut mengenai hemophilia agar profesi keperawatan dapat memberikan
asuhan keperawatan yang baik.
1.2 Permasalahan
1. Bagaimana Konsep Medis dari Hemofilia ?
2. Bagaimana Konsep Keperawatan dari Hemofilia ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata
yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.
Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu
kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.
Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius
yang berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI. Biasanya hanya
terdapat pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif. (Kapita
Selekta Kedokteran, 2000)
Hemofilia merupakan gangguan mengenai faktor pembekuan yang diturunkan
melalui gen resesif pada kromosom x dari kromosom sex. Dialami oleh pria dengan
ibu karier hemofilia dan sering pada bayi dan anak-anak.
Klasifikasi berdasarkan faktor pembekuan:
a. Hemophilia A
Merupakan hemophilia klasik dan terjadi karena defisiensi faktor VIII. Sekitar 80%
kasus adalah hemophilia A.
b. Hemophilia B
Terjadi karena defisiensi faktor IX. Faktor IX diproduksi di hati dan merupakan salah
satu faktor pemebekuan dependent vitamin K. Hemophilia B merupakan 12-15%
kasus hemophilia.
Klasifikasi hemophilia berdasarkan kadar konsentrasi faktor pembekuan:
a. Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang
dari 1 %.
b. Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.
c. Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal.
2.1.2 Etiologi
a. Faktor Genetik
Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah memang menurun dari
generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya, yang
bisa secara langsung maupun tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiap sel tubuh
manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan bebagai macam fungsi dan
tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi,
penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah
sepasang kromosom di dalam inti sel yang menentukan jenis kelamin makhluk
4
tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y,
sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan
terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari
keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar pembeku darah
(fibrin). (Price & Wilson, 2003.)
b. Faktor Epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan
kekurangan faktor IX.
2.1.3 Patofisiologi
Pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di jalur intrinsiknya.
Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan faktor VIII, yaitu Anti
Hemophiliac Faktor (AHF) atau faktor IX. AHF dalam mekanisme pembekuan darah
intrinsik, membantu dalam poses aktivasi faktor X manjadi faktor X teraktivasi.
Faktor X teraktivasi inilah yang akan membentuk aktivator protrombin, di mana
aktivator protrombin yang akan membantu proses pengubahan protrombin menjadi
trombin. Trombin inilah yang bekerja pada fibrinogen yang akan membantu
terbentuknya molekul fibrinogen monomer. Molekul fibrinogen monomer inilah yang
akan membentuk benang-benang fibrin yang panjang yang merupakan reticulum
bekuan darah .
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII atau IX, maka tidak akan terbentuk benang-
benang fibrin yang merupakan reticulum bekuan darah sehingga darah sulit
membeku (hemofila) karena malalui defisiensi faktor VIII maupun IX, tidak akan
terbenatuk faktor X teraktivasi yang membantu pembentukan aktivator protrombin.
Karena aktivator protrombin tidak terbentuk, maka trombin juga tidak terbentuk. Hal
ini akan mengakibatkan tidak terbentuknya benang-benang fibrin sehingga
pemebekuan darah sulit terjadi. Perdarahan di bagian dalam dapat mengganggu
fungsi sendi yakni mengakibatkan otot sendi menjadi kaku dan lumpuh, bahkan
kalau perdarahan berlanjut dapat mengakibatkan kematian pada usia dini (Sylvia,
2006).
5
Kebanyakan pasien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum
mereka dewasa.
Perdarahan hebat karena luka potong yang kecil.
Hematuri spontan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi.
Sebelum tersedia konsentrat faktor VIII, kebanyakan pasien meninggal akibat
komplikasi hemofilia sebelum mereka mencapai usia dewasa. Ada juga penderita
hemofilia dengan defisiensi yang ringan, mempunyai sekitar 5% dan 25% kadar
faktor VIII dan IX normal. Pasien seperti ini tidak mengalami nyeri dan kecacatan
pada otot maupun pendarahan sendi, namun mengalami perdarahan ketika cabut
gigi atau operasi. Namun demikian, perdarahan tersebut dapat berakibat fatal
apabila penyebabnya tidak diketahui dengan segera.
2.1.8 Komplikasi
1. Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda
asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh
akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu inhibitor terjadi jika sistem
kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing
dan menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap
konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan.
Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan
pedarahan.Pada sekitar dua pertiga kasus, inhibitor menghilang sendiri atau dengan
pengobatan yang dikenal sebagai terapi toleransi imun (ITT) atau induksi toleransi
imun (ITI). Pada kasus hemofilia A berat dengan inhibitor menetap, konsentrat faktor
lainnya, seperti berkonsentrasi protrombin diaktifkan faktor kompleks atau VIIA
rekombinan, yang diberikan untuk upaya membantu kontrol pendarahan. 7,10
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang
di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan
oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal,
kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama
selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan
makin besar kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti
:10
a. Lutut
b. Pergelangan kaki
c. Siku
Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan dari
samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru yang mempunyai
penunjang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti :
a. Panggul
b. Bahu
Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang kadang mengalami
perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi
yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang
tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma,
cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan membuat
hidup mereka normal.
8
2.2 Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Aktivitas
Tanda : Kelemahan otot
Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas.
b. Sirkulasi
Tanda : kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda perdarahan
serebral
Gejala : Palpitasi
c. Eliminasi
Gejala : Hematuria
d. Integritas Ego
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, marah.
Gejala : Perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya.
e. Nutrisi
Gejala : Anoreksia, penurunan berat badan.
f. Nyeri
Tanda :.Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.
Gejala : Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
g. Keamanan
Tanda : Hematom
Gejala : Riwayat trauma ringan.\
Terjadi perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang disertai dengan rasa
nyeri dan terjadi bengkak.
Perdarahan sendi yang berulang menyebabkan menimbulkan Atropati hemofilia
dengan menyempitnya ruang sendi, krista tulang dan gerakan sendi yang terbatas.
Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal, hematuria yang
berlebihan, dan juga perdarahan otak.
Terjadi Hematoma pada Extrimitas.
Keterbatasan dan nyeri sendi yang berkelanjutan pada perdarahan.
10
Cairan masuk dan cairan keluar seimbang
TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60 100 kali per menit, RR: 16
20 kali per menit, Suhu: 36 - 370C
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji tingkat perdarahan dan1. Dengan mengetahui penyebab
pembekuan perdarahn klien kurangnya volume cairan maka
perawat dapat menghilangkan
penyebabnya, mengetahui tingkat
perdarahan untuk pemberian
intevensi selanjutnya. Pembekuan
darah yang abnormal berubungan
2. Pertahankan istirahat di tempat dengan penyakit klien.
tidur selama perdarahan aktif 2. Istirahat yang teratur di tempat
tidur, diharapkan membuat keadaan
klien rileks dan dapat menurunkan
ketegangan. Perdarahanpun
3. Hindarkan klien dari trauma yang diharapkan dapat diatasi.
dapat menyebabkan terjadinya3. Trauma atau penyebab lain yang
perdarahan dapat menimbulkan perdarahan
dapat memperburuk kondisi klien
4. Ajari klien untuk mengkonsumsi dari kekurangan volume cairan.
makanan/meningkatkan intake4. Vitamin K adalah asupan bagi
makanan yang kaya dengan vit K tubuh yang dapat meningkatkan
proses koagulasi sehingga
perdarahan pada klien dapat
berkurang, dengan adanya proses
koagulasi yang normal serta hanya
5. Awasi tingkat intake output klien sedikit darah yang berbuang dan
dan tingkatkan intake bila terjadi keluar dari tubuh.
perdarahan hebat pada klien 5. Peningkatan intake yang diberikan
pada klien diharapkan dapat
kolaborasi: menyeimbangkan cairan yang keluar
6. Pemberian tranfusi produk-produk dari perdarahan.
darah yang kurang pada
komponen darah klien yang
mengganggu proses koagulasi6. Tranfusi produk-produk darah yang
seperti tranfusi plasma, faktor kurang pada komponen darah klien
VIII/IX dapat melengkapi komponen darah
yang kurang, mencegah perdarahan
yang hebat, dan proses pembekuan
darah dapat terjadi dengan normal.
11
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan
nyeri klien terkontrol
Kriteria Hasil :
Adanya laporan rasa nyeri klien berkurang
Ekspresi wajah klien tidak meringis
Klien tidak tampak gelisah
TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60 100 kali per menit, RR: 16
20 kali pe menit, Suhu: 36 - 370C
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan1. Perubahan lokasi atau karakter atau
lokasi atau karakter dan intensitas intensitas nyeri dapat
(skala 0-10) mengindikasikan
2. Berikan tindakan kenyamanan terjadinya komplikasi atau
dasar contoh tekhnik relaksasi, perbaikan.
perubahan posisi dengan sering. 2. Meningkatkan relaksasi.
3. Berikan lingkungan yang tenang
sesuai indikasi
3. Menurunkan reaksi terhadap
stimulasi dari luar atau sensivitas
4. Dorong ekspresi perasaan pada suara suara bising dan
tentang nyeri meningkatkan istirahat/relaksasi.
4. Pernyataan memungkinkan
5. Berikan kompres hangat pada pengungkapan emosi dan dapat
lokasi nyeri meningkatkan mekanisme koping.
5. Meningkatkan vasokontriksi,
penumpukan resepsi sensori yang
Kolaborasi selanjutnya akan menurunkan nyeri
6. Berikan analgetik, sesuai di lokasi yang paling dirasakan.
indikasi.
6. Mungkin diperlukan untuk
menghilangkan nyeri yang berat
serta meningkatkan kenyamanan dan
istirahat. Catatan : Narkotik mungkin
merupakan kontraindikasi sehingga
menimbulkan ketidak-akuratan dalam
pemeriksaan neurologis.
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji kekuatan motorik, 1. Menentukan perkembangan/
kemampuan secara fungsional munculnya kembali tanda yang
menghambat tercapainya tujuan
pasien
2. Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit2. Tingkat aktivitas/latihan tergantung
pada sendi dari perkembangan/resolusi dari
proses inflamasi.
3. Pertahankan istirahat tirah 3. Istirahat sistemik dianjurkan
baring/duduk jika diperlukan. selama eksaserbasi akut dan seluruh
Jadwal aktivitas untuk memberikan fase penyakit yang penting untuk
periode istirahat yang terus mencegah kelelahan,
menerus dan tidur malam hari yang mempertahankan kekuatan.
tidak terganggu. 4. Mempertahankan/meningkatkan
4. Bantu dengan rentang gerak fungsi sendi, kekuatan otot, dan
aktif/pasif, demikian juga latihan stamina umum. Latihan yang tidak
resisif dan isometric jika adekuat menimbulkan kekuatan
memungkinkan. sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi.
5. Menghilangkan tekanan pada
5. Ubah posisi dengan sering jaringan dan meningkatkan sirkulasi.
dengan jumlah personel cukup. Mempermudah perawatan diri dan
Bantu teknik pemindahan dan kemandirian pasien. Teknik
penggunaan bantuan mobilitas. pemindahan yang tepat dapat
mencegah robekan abrasi kulit.
6. Meningkatkan stabilitas jaringan
6. Posisikan dengan bantal, (mengurangi risiko cedera) dan
mempertahankan posisi sendi yang
diperlukan dan kesejajaran tubuh,
mengurangi kontraktur.
7. Mencegah fleksi leher
7. Gunakan bahan kecil/tipis di
bawah leher 8. Memaksimalkan fungsi sendi,
8. Dorong pasien mempertahankan mempertahankan mobilitas.
postur tegak dan duduk tinggi,
berdiri, berjalan.
9. Menghindari cedera akibat
9. Berikan lingkungan yang aman. kecelakaan/jatuh.
2.2.4 Evaluasi
1. Tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran, pengisian kapiler berjalan normal,
perdarahan dapat teratasi.
2. Menunjukkan perfusi yang adekuat misalnya:
b. Membran mukosa berwarna merah muda.
c. Mental kembali seperti biasa
3. Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat dibuktikan oleh haluaran urine
individu tepat dengan berat jenis mendekati normal, tanda vital stabil, membran
mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler normal
4. Nyeri dapat teratasi
5. Dapat melakukan mobilisasi fisik secara normal
6. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
7. Ansietas dapat teratasi
8. Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak terjadi.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan mengenai faktor pembekuan yang diturunkan
melalui gen resesif pada kromosom x dari kromosom sex. Dialami oleh pria dengan
ibu karier hemofilia dan sering pada bayi dan anak-anak. Tindakan keperawatan
dilakukan dengan tujuan meminimalkan komplikasi. Salah satu upayanya dengan
memberikan infromasi pada keluarga tentang perawatan di rumah
3.2 Saran
Diharapkan perawat lebih mengerti tentang hemofilia,dan disarankan
perawat lebih banyak lagi mencari informasi tentang hemofilia sehingga lebih bisa
menambah wawasannya sehingga dalam aplikasi pada pasien hemofilia lebih
maksimal.
17
DAFTAR PUSTAKA
18