Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 2

1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................................................................... 2


1.2 PERMASALAHAN ......................................................................................................................................... 3
1.3 TUJUAN PENULISAN ................................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 4

2.1 KONSEP MEDIS ....................................................................................................................................... 4


2.1.1 Pengertian .................................................................................................................................. 4
2.1.2 Etiologi......................................................................................................................................... 4
2.1.3 Patofisiologi ................................................................................................................................ 5
2.1.4 Manifestasi Klinik ....................................................................................................................... 5
2.1.5 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................................................... 6
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................................... 6
2.1.7 Penatalaksanaan ....................................................................................................................... 7
2.1.8 Komplikasi .................................................................................................................................. 8
2.2 KONSEP KEPERAWATAN ......................................................................................................................... 9
2.2.1 Pengkajian .................................................................................................................................. 9
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................................................ 9
2.2.3 Intervensi Keperawatan .......................................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ....................................................................................................................................... 17

3.1 KESIMPULAN ...................................................................................................................................... 17


3.2 SARAN ................................................................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... 18

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hematologi ialah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah, organ


pembentuk darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan-kelainan yang timbul
darinya. Hematologi mempelajari baik keadaan fisiologik maupun patologik organ-
organ tersebut di atas sehingga hematologi meliputi bidang ilmu kedokteran dasar
maupun bidang kedokteran klinik.

Di bidang ilmu penyakit dalam, hematologi merupakan divisi tersendiri yang


bergabung dengan subdisiplin onkologi medik. Perkembangan bidang hematologi
demikian cepat terutama akibat perkembangan imunologi, biologi molekuler, dan
genetika. Oleh karena itu, timbul pengkhususan mengenai anemia, keganasan
hematologi, penyakit perdarahan (hemorrhagic diathesis) dan transfusi darah, yang
banyak menyangkut imunohematologi.

Salah satu penyakit perdarahan adalah hemophili. Kata hemofilia pertama kali
muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun
1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama
kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas
Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928. Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan
warna kulit ataupun suku bangsa. Namun mayoritas penderita hemofilia adalah pria
karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya
hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat.
Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun
ternyata sebanyak 30 persen tak diketahui penyebabnya. Sehingga perlu ada

2
penjelasan lanjut mengenai hemophilia agar profesi keperawatan dapat memberikan
asuhan keperawatan yang baik.
1.2 Permasalahan
1. Bagaimana Konsep Medis dari Hemofilia ?
2. Bagaimana Konsep Keperawatan dari Hemofilia ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Konsep Medis dari Hemofilia
2. Mengetahui Konsep Keperawatan dari Hemofilia

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Medis

2.1.1 Pengertian
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata
yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.
Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu
kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.
Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius
yang berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI. Biasanya hanya
terdapat pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif. (Kapita
Selekta Kedokteran, 2000)
Hemofilia merupakan gangguan mengenai faktor pembekuan yang diturunkan
melalui gen resesif pada kromosom x dari kromosom sex. Dialami oleh pria dengan
ibu karier hemofilia dan sering pada bayi dan anak-anak.
Klasifikasi berdasarkan faktor pembekuan:
a. Hemophilia A
Merupakan hemophilia klasik dan terjadi karena defisiensi faktor VIII. Sekitar 80%
kasus adalah hemophilia A.
b. Hemophilia B
Terjadi karena defisiensi faktor IX. Faktor IX diproduksi di hati dan merupakan salah
satu faktor pemebekuan dependent vitamin K. Hemophilia B merupakan 12-15%
kasus hemophilia.
Klasifikasi hemophilia berdasarkan kadar konsentrasi faktor pembekuan:
a. Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang
dari 1 %.
b. Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.
c. Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal.

2.1.2 Etiologi
a. Faktor Genetik
Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah memang menurun dari
generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya, yang
bisa secara langsung maupun tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiap sel tubuh
manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan bebagai macam fungsi dan
tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi,
penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah
sepasang kromosom di dalam inti sel yang menentukan jenis kelamin makhluk
4
tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y,
sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan
terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari
keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar pembeku darah
(fibrin). (Price & Wilson, 2003.)

b. Faktor Epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan
kekurangan faktor IX.

2.1.3 Patofisiologi
Pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di jalur intrinsiknya.
Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan faktor VIII, yaitu Anti
Hemophiliac Faktor (AHF) atau faktor IX. AHF dalam mekanisme pembekuan darah
intrinsik, membantu dalam poses aktivasi faktor X manjadi faktor X teraktivasi.
Faktor X teraktivasi inilah yang akan membentuk aktivator protrombin, di mana
aktivator protrombin yang akan membantu proses pengubahan protrombin menjadi
trombin. Trombin inilah yang bekerja pada fibrinogen yang akan membantu
terbentuknya molekul fibrinogen monomer. Molekul fibrinogen monomer inilah yang
akan membentuk benang-benang fibrin yang panjang yang merupakan reticulum
bekuan darah .
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII atau IX, maka tidak akan terbentuk benang-
benang fibrin yang merupakan reticulum bekuan darah sehingga darah sulit
membeku (hemofila) karena malalui defisiensi faktor VIII maupun IX, tidak akan
terbenatuk faktor X teraktivasi yang membantu pembentukan aktivator protrombin.
Karena aktivator protrombin tidak terbentuk, maka trombin juga tidak terbentuk. Hal
ini akan mengakibatkan tidak terbentuknya benang-benang fibrin sehingga
pemebekuan darah sulit terjadi. Perdarahan di bagian dalam dapat mengganggu
fungsi sendi yakni mengakibatkan otot sendi menjadi kaku dan lumpuh, bahkan
kalau perdarahan berlanjut dapat mengakibatkan kematian pada usia dini (Sylvia,
2006).

2.1.4 Manifestasi Klinik


Gejala khasnya : hematrosis (perdarahan sendi) yang nyeri dan menimbulkan
keterbatasan gerak. Pendarahan sendi berulang dapat mengakibatkan kerusakan
berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi) sendi.
Memar besar dan meluas dan pendarahan ke dalam otot, sendi, dan jaringan
lunak meskipun hanya akibat trauma kecil.
Persendian yang bengkak, nyeri atau pembengkakan pada tungkai atau lengan
(terutama lutut atau siku) bila perdarahan terjadi.

5
Kebanyakan pasien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum
mereka dewasa.
Perdarahan hebat karena luka potong yang kecil.
Hematuri spontan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi.
Sebelum tersedia konsentrat faktor VIII, kebanyakan pasien meninggal akibat
komplikasi hemofilia sebelum mereka mencapai usia dewasa. Ada juga penderita
hemofilia dengan defisiensi yang ringan, mempunyai sekitar 5% dan 25% kadar
faktor VIII dan IX normal. Pasien seperti ini tidak mengalami nyeri dan kecacatan
pada otot maupun pendarahan sendi, namun mengalami perdarahan ketika cabut
gigi atau operasi. Namun demikian, perdarahan tersebut dapat berakibat fatal
apabila penyebabnya tidak diketahui dengan segera.

2.1.5 Pemeriksaan Fisik


- Inspeksi : adanya pendarahan akut maupun kronik, ada terlihatnya bengkak, memar,
membran mukasa dan kulit pucat, kelemahan, stomatitis.
- Palpasi: Terasa adanya benjolan, pada bagian tertentu yang disentuh akan terasa
sakit.
NB : Gejala dapat terlihat jika mengalami kecelakaan, trauma yang mengakibatkan
perdarahan.
- Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan perdarahan selama periode eksaserbasi:
- Pembentukan hematoma (subkutan atau intramuscular)
- Neuropati perifer karena kompresi saraf perifer dan hemoragi intramuscular
- Hemoragi intracranial- sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan pada tingkat
kesadaran, peningkatan TD dan penurunan frekuensi nadi, serta ketidaksamaan
pupil
- Hematrosis- perdarahan pada sendi
- Hematuria
- Epitaksis

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Lab. darah
Hemofilia A :
Defisiensi faktor VIII
PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
PT (Protrombin Time/ waktu protombin) memanjang
TGT (Thromboplastin Generation Test) / diferential APTT dengan plasma
abnormal
Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal
Hemofilia B :
Defisiensi faktor IX
PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
PT (Protrombin Time)/ waktu protombin dan waktu perdarahan normal
TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan serum abnormal
6
2. Uji skrinning untuk koagulasi darah.
Jumlah thrombosit (normal)
Masa protrombin (normal)
Masa thromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan factor koagulasi
intrinsic)
Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan thrombosit dalam
kapiler)
Assys fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
Masa pembekuan thrombin
3. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
4. Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati
penyakit hati. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), Serum Glutamic
Oxaloacetic Tansaminase (SGOT), Fosfatase alkali, bilirubin.
5. Venogram (menunjukkan sisi actual dari thrombus)
6. Ultrasonograph Dopples / Pletismografi (menandakan aliran darah lambat melalui
pembuluh darah)
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang lazim dilakukan pada klien ini adalah sbb:
Transfusi periodic dari plasma beku segar (PBS)
Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami perdarahan
aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan pembedahan
Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
Terapi Suportif yangDdiberikan Pada Klien dengan Hemofilia
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor anti
hemophilia yang kurang.Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%
Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama
seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
Kortikosteroid, pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan
proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis.
Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi(artrosis) yang menggangu aktivitas harian
serta menurunkan kualitas hidup pasien hemophilia
Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan
nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi
trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan)
Rehabilitasi medik
Terapi Pengganti Faktor pembekuan
Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari
kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemophilia dapat melakukan
aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tsb dibutuhkan faktor anti
hemophilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
7
Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemophilia dilakukan dengan
memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah
yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tsb. Pemberian biasanya
dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik, serta
khususnya selama fisioterapi.

2.1.8 Komplikasi
1. Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda
asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh
akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu inhibitor terjadi jika sistem
kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing
dan menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap
konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan.
Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan
pedarahan.Pada sekitar dua pertiga kasus, inhibitor menghilang sendiri atau dengan
pengobatan yang dikenal sebagai terapi toleransi imun (ITT) atau induksi toleransi
imun (ITI). Pada kasus hemofilia A berat dengan inhibitor menetap, konsentrat faktor
lainnya, seperti berkonsentrasi protrombin diaktifkan faktor kompleks atau VIIA
rekombinan, yang diberikan untuk upaya membantu kontrol pendarahan. 7,10
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang
di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan
oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal,
kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama
selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan
makin besar kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti
:10
a. Lutut
b. Pergelangan kaki
c. Siku
Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan dari
samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru yang mempunyai
penunjang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti :
a. Panggul
b. Bahu
Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang kadang mengalami
perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi
yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang
tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma,
cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan membuat
hidup mereka normal.

8
2.2 Konsep Keperawatan

2.2.1 Pengkajian
a. Aktivitas
Tanda : Kelemahan otot
Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas.
b. Sirkulasi
Tanda : kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda perdarahan
serebral
Gejala : Palpitasi
c. Eliminasi
Gejala : Hematuria
d. Integritas Ego
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, marah.
Gejala : Perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya.
e. Nutrisi
Gejala : Anoreksia, penurunan berat badan.
f. Nyeri
Tanda :.Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.
Gejala : Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
g. Keamanan
Tanda : Hematom
Gejala : Riwayat trauma ringan.\
Terjadi perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang disertai dengan rasa
nyeri dan terjadi bengkak.
Perdarahan sendi yang berulang menyebabkan menimbulkan Atropati hemofilia
dengan menyempitnya ruang sendi, krista tulang dan gerakan sendi yang terbatas.
Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal, hematuria yang
berlebihan, dan juga perdarahan otak.
Terjadi Hematoma pada Extrimitas.
Keterbatasan dan nyeri sendi yang berkelanjutan pada perdarahan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
akibat perdarahan
3. Nyeri berhubungan dengan pendarahan dalam jaringan sendi
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan sendi
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi tubuh kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
9
7. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat
hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cedera

2.2.3 Intervensi Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan
perfusi jaringan perifer kembali efektif
Kriteria hasil : Tidak terjadi penurunan kesadaran, pengisian kapiler baik,
perdarahan dapat teratasi
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji pasien untuk menemukan1. Untuk mengetahui tingkat
bukti-bukti perdarahan atau keparahan perdarahan pada klien
hemoragi sehingga dapat menentukan
intervensi selanjutnya
2. Kaji yang mendasari dan2. Dengan mengetahui penyebab
banyaknya darah yang keluar perawat dapat mengkaji dan
menghilangkan penyebab.
Banyaknya darah yang dikeluarkan
dapat diberikan intervensi yang tepat
3. Kaji TTV 3. Untuk menentukan intervensi
selanjutnya
4. Bantu klien untuk meninggikan4. Posisi kepala lebih tinggi kira-kira
posisi kepala lebih tinggi daripada 30 450 dapat mempertahankan
badan masukan O2 yang adekuat, agar
kebutuhan tubuh terhadap O2 dapat
Kolaborasi: terpenuhi
5. Pemberian tranfusi darah.
5. Memperbaiki / menormalkan jumlah
sel darah merah dan meningkatkan
kapasitas pembawa oksigen
6. Pemberian O2 sesuai indikasi sehingga perfusi jaringan menjadi
adekuat.
6. Pemberian O2 sesuai indikasi dapat
memenuhi kebutuhan O2 klien

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan


aktif akibat perdarahan
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan tidak terjadi
kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil :
Membrane mukosa lembab
Turgor kulit baik

10
Cairan masuk dan cairan keluar seimbang
TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60 100 kali per menit, RR: 16
20 kali per menit, Suhu: 36 - 370C
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji tingkat perdarahan dan1. Dengan mengetahui penyebab
pembekuan perdarahn klien kurangnya volume cairan maka
perawat dapat menghilangkan
penyebabnya, mengetahui tingkat
perdarahan untuk pemberian
intevensi selanjutnya. Pembekuan
darah yang abnormal berubungan
2. Pertahankan istirahat di tempat dengan penyakit klien.
tidur selama perdarahan aktif 2. Istirahat yang teratur di tempat
tidur, diharapkan membuat keadaan
klien rileks dan dapat menurunkan
ketegangan. Perdarahanpun
3. Hindarkan klien dari trauma yang diharapkan dapat diatasi.
dapat menyebabkan terjadinya3. Trauma atau penyebab lain yang
perdarahan dapat menimbulkan perdarahan
dapat memperburuk kondisi klien
4. Ajari klien untuk mengkonsumsi dari kekurangan volume cairan.
makanan/meningkatkan intake4. Vitamin K adalah asupan bagi
makanan yang kaya dengan vit K tubuh yang dapat meningkatkan
proses koagulasi sehingga
perdarahan pada klien dapat
berkurang, dengan adanya proses
koagulasi yang normal serta hanya
5. Awasi tingkat intake output klien sedikit darah yang berbuang dan
dan tingkatkan intake bila terjadi keluar dari tubuh.
perdarahan hebat pada klien 5. Peningkatan intake yang diberikan
pada klien diharapkan dapat
kolaborasi: menyeimbangkan cairan yang keluar
6. Pemberian tranfusi produk-produk dari perdarahan.
darah yang kurang pada
komponen darah klien yang
mengganggu proses koagulasi6. Tranfusi produk-produk darah yang
seperti tranfusi plasma, faktor kurang pada komponen darah klien
VIII/IX dapat melengkapi komponen darah
yang kurang, mencegah perdarahan
yang hebat, dan proses pembekuan
darah dapat terjadi dengan normal.

3. Nyeri berhubungan dengan pendarahan dalam jaringan sendi

11
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan
nyeri klien terkontrol
Kriteria Hasil :
Adanya laporan rasa nyeri klien berkurang
Ekspresi wajah klien tidak meringis
Klien tidak tampak gelisah
TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60 100 kali per menit, RR: 16
20 kali pe menit, Suhu: 36 - 370C
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan1. Perubahan lokasi atau karakter atau
lokasi atau karakter dan intensitas intensitas nyeri dapat
(skala 0-10) mengindikasikan
2. Berikan tindakan kenyamanan terjadinya komplikasi atau
dasar contoh tekhnik relaksasi, perbaikan.
perubahan posisi dengan sering. 2. Meningkatkan relaksasi.
3. Berikan lingkungan yang tenang
sesuai indikasi
3. Menurunkan reaksi terhadap
stimulasi dari luar atau sensivitas
4. Dorong ekspresi perasaan pada suara suara bising dan
tentang nyeri meningkatkan istirahat/relaksasi.
4. Pernyataan memungkinkan
5. Berikan kompres hangat pada pengungkapan emosi dan dapat
lokasi nyeri meningkatkan mekanisme koping.
5. Meningkatkan vasokontriksi,
penumpukan resepsi sensori yang
Kolaborasi selanjutnya akan menurunkan nyeri
6. Berikan analgetik, sesuai di lokasi yang paling dirasakan.
indikasi.
6. Mungkin diperlukan untuk
menghilangkan nyeri yang berat
serta meningkatkan kenyamanan dan
istirahat. Catatan : Narkotik mungkin
merupakan kontraindikasi sehingga
menimbulkan ketidak-akuratan dalam
pemeriksaan neurologis.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan sendi


Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan tidak terjadi
gangguan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil :
Klien mampu beradaptasi dengan keterbatasan fungsional tubuhnya
Tonus otot klien kuat
12
Klien mampu berpindah posisi dengan mandiri

Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji kekuatan motorik, 1. Menentukan perkembangan/
kemampuan secara fungsional munculnya kembali tanda yang
menghambat tercapainya tujuan
pasien
2. Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit2. Tingkat aktivitas/latihan tergantung
pada sendi dari perkembangan/resolusi dari
proses inflamasi.
3. Pertahankan istirahat tirah 3. Istirahat sistemik dianjurkan
baring/duduk jika diperlukan. selama eksaserbasi akut dan seluruh
Jadwal aktivitas untuk memberikan fase penyakit yang penting untuk
periode istirahat yang terus mencegah kelelahan,
menerus dan tidur malam hari yang mempertahankan kekuatan.
tidak terganggu. 4. Mempertahankan/meningkatkan
4. Bantu dengan rentang gerak fungsi sendi, kekuatan otot, dan
aktif/pasif, demikian juga latihan stamina umum. Latihan yang tidak
resisif dan isometric jika adekuat menimbulkan kekuatan
memungkinkan. sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi.
5. Menghilangkan tekanan pada
5. Ubah posisi dengan sering jaringan dan meningkatkan sirkulasi.
dengan jumlah personel cukup. Mempermudah perawatan diri dan
Bantu teknik pemindahan dan kemandirian pasien. Teknik
penggunaan bantuan mobilitas. pemindahan yang tepat dapat
mencegah robekan abrasi kulit.
6. Meningkatkan stabilitas jaringan
6. Posisikan dengan bantal, (mengurangi risiko cedera) dan
mempertahankan posisi sendi yang
diperlukan dan kesejajaran tubuh,
mengurangi kontraktur.
7. Mencegah fleksi leher
7. Gunakan bahan kecil/tipis di
bawah leher 8. Memaksimalkan fungsi sendi,
8. Dorong pasien mempertahankan mempertahankan mobilitas.
postur tegak dan duduk tinggi,
berdiri, berjalan.
9. Menghindari cedera akibat
9. Berikan lingkungan yang aman. kecelakaan/jatuh.

Kolaborasi: 10. Berguna dalam memformulasi


10. Konsul dengan ahli program latihan/aktivitas yang
terapi fisik/okupasi dan spesialis berdasarkan pada kebutuhan
13
vokasional. individual dan dalam
mengidentifikasikan alat/bantuan
mobilitas.
11. Menurunkan tekanan pada jaringan
yang udah pecah untuk mengurangi
11. Berikan matras risiko imobilitas.
busa/pengubah tekanan 12. Mungkin dibutuhkan untuk menekan
inflamasi sistemik akut.
12. Berikan obat-obatan
sesuai indikasi seperti steroid

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi tubuh kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan x 24 jam anak mampu
mempertahankan berat badan yang stabil
Kriteria hasil :
Asupan nutrisi adekuat
Berat badan normal
Intervensi Rasional
Mengawasi masukan kalori atau
1. Observasi dan catat masukan
kualitas kekurangan konsumsi
makanan anak
makanan
Berikan nutrisi yang adekuat secara Mencukupi kebutuhan kalori setiap
kualitas maupun kuantitas. hari.
Berikan makanan dalam porsi kecil Porsi lebih kecil dapat meningkatkan
tapi sering. masukan yang sesuai dengan kalori
Pantau pemasukan makanan dan Anoreksia dan kelemahan dapat
timbang berat badan setiap hari. mengakibatkan penurunan berat
badan dan malnutrisi yang serius.
Lakukan konsultasi dengan ahli diet. Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien.
Libatkan keluarga pasien dalam Meningkatkan rasa keterlibatannya,
perencanaan makan sesuai dengan memberikan informasi pada keluarga
indikasi untuk memahami kebutuhan nutrisi
pasien.

6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x24 jam diharapkan klien tidak
mengalami ansietas.
Kriteria Hasil :
Klien mengatakan ansietasnya berkurang
Klien mengatakan mampu mengontrol ansietas
14
Klien mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada klien
Klien menunjukkan penurunan respon stress
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Catat adnaya, kegelisahan,1. Mengatahui drajat kecemasan klien
menolak, dan/ atau menyangkal
(afek tak tepat atau menolak
mengikuti program medis)
2. Bina hubungan saling percaya 2. Dapat mengurangi kecemasan klen
3. Dorong pasien/ orang terdekat3. Berbagi informasi membentuk
untuk mengkomunikasikan dengan dukungan/ kenyamanan dan dapat
seseorang, berbagi pertanyaan dan menghilangkan ketegangan terhadap
masalah. khekawatiran yang tidak
4. Berikan privasi untuk pasien dan diekspresikan
orang terdekat 4. Memungkinkan waktu untuk
mengekspresikan perasan,
menghilangkan cemas dan prilaku
Kolaborasi: adaptif
5. Berikan anticemas/ hipnotik sesuai
indikasi, contoh: diazepam (valium),5. Meningkatkan relaksasi/ istirahat
flurazepam (dalmane), lorazepam dan menurunkan rasa cemas
(ativan)

7. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder


akibat hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cedera
Tujuan/Kriteria hasil : Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak terjadi.
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Pertahankan keamanan tempat1. Jaringan rapuh dan gangguan
tidur klien, pasang pengaman pada mekanisme pembekuan
tempat tidur menigkatkan resiko perdarahan
meskipun cidera /trauma ringan
2. Hindarkan dari cedera, ringan 2. Pasien hemofilia mempunyai
berat resiko perdarhan spontan tak
terkontrol sehingga diperlukan
pengawasan setiap gerakan yang
memungkinkan terjadinya cidera
3. Identifikasi dini dan pengobatan
3. Awasi setiap gerakan yang dapat membatasi beratnya
memungkinkan terjadinya cedera komplikasi
4. Anjurkan pada keluarga untuk4. Keluarga dapat mengetahui
segera membawa pasien ke RS jika manfaat dari pencegahan cidera/
terjadi injuri resiko perdarahan dan menghindari
injuri dan komplikasi.
5. Jelaskan pada keluarga5. Menurunkan resiko cidera /trauma
15
pentingnya menghindari cedera.

2.2.4 Evaluasi
1. Tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran, pengisian kapiler berjalan normal,
perdarahan dapat teratasi.
2. Menunjukkan perfusi yang adekuat misalnya:
b. Membran mukosa berwarna merah muda.
c. Mental kembali seperti biasa
3. Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat dibuktikan oleh haluaran urine
individu tepat dengan berat jenis mendekati normal, tanda vital stabil, membran
mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler normal
4. Nyeri dapat teratasi
5. Dapat melakukan mobilisasi fisik secara normal
6. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
7. Ansietas dapat teratasi
8. Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak terjadi.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan mengenai faktor pembekuan yang diturunkan
melalui gen resesif pada kromosom x dari kromosom sex. Dialami oleh pria dengan
ibu karier hemofilia dan sering pada bayi dan anak-anak. Tindakan keperawatan
dilakukan dengan tujuan meminimalkan komplikasi. Salah satu upayanya dengan
memberikan infromasi pada keluarga tentang perawatan di rumah

3.2 Saran
Diharapkan perawat lebih mengerti tentang hemofilia,dan disarankan
perawat lebih banyak lagi mencari informasi tentang hemofilia sehingga lebih bisa
menambah wawasannya sehingga dalam aplikasi pada pasien hemofilia lebih
maksimal.

17
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A, 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,


Ed4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Anonim. 2011. Hemofilia. http://medlinux.blogspot.com/2011/03/ hemofilia.html.
(diakses : 27 Maret 2012).
Betz,Cecily Lynn.2009.Buku Saku Keperawatan Pediatri.Jakarta : ECG
Hidayat,Aziz Alimul.2006.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Jakarta : Salemba
medika.
Permono,Bambang.2005.Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.Ikatan dokter
anak.
Anonim. 2011. Hemofilia. http://www.hemofilia.or.id/hemofilia.php. (diakses : 27
Maret 2012).
Doenges,Marillyn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kamus Kedokteran Dorland. 1994. Ed.26. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Mansjoer, Arif. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed3. Media Aesculapius. FK UI.
2000.

18

Anda mungkin juga menyukai