Anda di halaman 1dari 58

REFERAT

KANKER SERVIKS

SINTA NUR APRILIYANI


12100116296

Dokter Pembimbing:
dr. Dhanny PJ Santoso, Sp.OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. SLAMET GARUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
BANDUNG

1
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan proliferasi sel yang

tidak terkontrol atau abnormal. Ketika sel-sel di bagian tubuh membelah tanpa

kontrol, kelebihan jaringan yang berkembang disebut tumor atau neoplasma. 1

Kanker Serviks adalah keganasan primer yang terjadi pada serviks uteri yang

berasal dari metaplasia epitel di daerah SCJ. Kanker serviks berkembang secara

bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang

mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi

kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia

sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian

berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal

juga sebagai tingkat pra-kanker/ preinvasif.2

Menurut WHO pada tahun 2015 Kanker serviks adalah kanker kedua yang

paling umum terjadi pada wanita di seluruh dunia. Secara global setiap tahunnya,

sekitar 500.000 wanita terdiagnosis kanker serviks, dan sekitar 275.000 wanita

meninggal karena penyakit ini. Dalam hal prevalensi, diperkirakan 1,4 juta wanita

di seluruh dunia hidup dengan kanker serviks. Pada tahun 2008, ada hampir

200.000 kasus baru kanker serviks di Negara-negara Anggota Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) Wilayah Asia Tenggara, yang memberikan insidensi

hampir 25 per 100.000 dan tingkat kematian hampir 14 per 100.000.3

Di Indonesia dari tahun 2010-2013 kanker serviks menduduki urutan

kedua dari 10 kanker terbanyak berdasarkan data dari Patologi Anatomi dengan

insidens sebesar 12,7%.4

2
Kanker serviks adalah penyakit yang dapat dicegah melalui deteksi perubahan

prakanker pada serviks dengan tes skrining serviks (Papanicolaou smear juga

disebut Pap smear). Perubahan prekanker ini jika diobati dapat mencegah

kemajuan kanker. Ada masa transisi yang panjang dari tahap prekanker hingga

kanker serviks yang terus terang, yang memungkinkan waktu yang cukup untuk

skrining, deteksi dan pengobatan penyakit prakanker.5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI SERVIKS
2.1.1 ANATOMI

3
Serviks merupakan 1/3 bagian inferior dari uterus berbentuk silindris dan

menonjol, terletak diantara urinary bladder dan rectum. yang terbagi menjadi 2

bagian yaitu :

1. Supravaginal part, yang merupakan bagian antara isthmus dan vagina.

2. Vaginal part (portio), yang merupakan bagian serviks Yang menjorok

(protrudes) ke arah vagina. 6

Vaskularisasi

Originnya pertama nya abdominal aorta kemudian bercabang menjadi

common iliac artery, lalu bercabang lagi menjadi internal iliac artery dan

eksternal iliac artery.

Dimana internal iliac artery akan bercabang menjadi uterine artery, yang

kemudian bercabang menjadi vaginal branch yang akan memperdarahi

bagian cervix.

Selanjutnya bagian cervix akan didrainase melalui vaginal vein.

Cervix mengalirkan ke external iliac, internal iliac nodes, dan sacral

nodes.6

4
2.1.2 HISTOLOGI

Serviks dibagi menjadi :

1. Ectocervix : dilapisi oleh Stratified non-keratinizing squamous epithelium.

2. Endocevix : dilapisi oleh columnar mucus secreting epithelium.

Sel sekretori mukosa serviks menghasilkan sekresi yang disebut lendir

serviks, campuran air, glikoprotein, lipid, enzim, dan garam anorganik.

Selama masa reproduksi wanita mengeluarkan 20-60 mL lendir serviks per

hari. Lendir serviks lebih ramah terhadap sperma atau mendekati masa

ovulasi karena kurang kental dan lebih basa (pH 8,5). Di lain waktu, lendir

yang lebih kental membentuk steker serviks yang secara fisik menghambat

penetrasi sperma. Lendir serviks melengkapi kebutuhan energi sperma,

melindungi sperma dari fagosit dan lingkungan yang buruk pada vagina

dan rahim.

5
Pada epitel cervix terdapat squamocolumnar junction yang merupakan

titik pertemuan antara epitel squamous dengan columnar epithelium yang dapat

berubah seiring dengan pubertas, kehamilan, menopause, dan stimulasi hormonal.

Proses perubahan SCJ

Perubahan letak squamocolumnar juction terutama dimediasi oleh

perubahan hormonal, terutama estrogen.

Pada waktu menarche, produksi estrogen menyebabkan epitel vagina

dipenuhi oleh glycogen.

Lactobacili kemudian akan memetabolisme glycogen dan menyebabkan

penurunan pH vagina yang menyebabkan stress pada sel-sel columnar di

ectocervix, sehingga menstimulasi subcolumnar reserve (cadangan) cell

mengalami metaplasia (perubahan tipe sel), sehingga reserve cell

berproliferasi mengangkat columnar epithelium.

Metaplasia berasal dari original squamocolumnar junction (dari

ectocervix) ke dalam (ke arah endocervix), melalui external os dan

columnar villi.

Ketika sel yang mengalami metaplasia ini matang, sel-sel tersebut mulai

memproduksi glycogen dan akhirnya menyebabkan sel-sel tersebut

menyerupai original squamous epithelium yang akan membentuk 4 lapisan

sel, disebut juga transformasi zone.

Zona transforamasi normal

6
Original squamous epithelium dari vagina dan ectocervix memiliki 4 lapisan,

yaitu:

1. Basal layer, merupakan lapisan tunggal dari sel-sel immature dengan

nuclei yang besar dan jumlah sitoplasma yang sedikit.

2. Parabasal layer, meliputi 2-4 lapisan sel immature yang mempunyai

mitotic figure yang normal yang menyediakan penggantian untuk sel epitel

di atasnya.

3. Intermediate layer, meliputi 4-6 lapisan sel dengan jumlah sitoplasma yang

lebih banyak dalam bentuk polyhedral yang dipisahkan oleh intercellular

space.

4. Superficial layer, meliputi 5-8 lapisan sel pipih dengan nuclei uniform

kecil dan sitoplasma yang dipenuhi oleh glycogen. Nucleus menjadi

pyknotic dan sel terpisah/terkelupas dari permukaan (exfoliation).7

2.2 KANKER SERVIKS

7
Kanker Serviks adalah keganasan primer yang terjadi pada serviks uteri

yang berasal dari metaplasia epitel di daerah SCJ. Kanker serviks berkembang

secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel

yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi

kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia

sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian

berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal

juga sebagai tingkat pra-kanker/ preinvasif, dari displasia menjadi karsinoma in-

situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma

invasif berkisar 3-20 tahun. 2

2.2.1 EPIDEMIOLOGI

Menurut WHO pada tahun 2015 Kanker serviks adalah kanker kedua yang

paling umum terjadi pada wanita di seluruh dunia, dan di beberapa negara

berkembang, penyebab utama kematian akibat kanker. Secara global setiap

tahunnya, sekitar setengah juta wanita terdiagnosis kanker serviks, dan sekitar

275.000 wanita meninggal karena penyakit ini. Dalam hal prevalensi,

8
diperkirakan 1,4 juta wanita di seluruh dunia hidup dengan kanker serviks. Pada

tahun 2008, ada hampir 200.000 kasus baru kanker serviks di Negara-negara

Anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Wilayah Asia Tenggara, yang

memberikan insidensi hampir 25 per 100.000 dan tingkat kematian hampir 14 per

100.000.3

Di Indonesia tahun 2010-2013 kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10

kanker terbanyak berdasarkan data dari Patologi Anatomi dengan insidens sebesar

12,7%. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I.

Yogyakarta memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5. 4

2.2.2 KLASIFIKASI DAN STAGING

Klasifikasi kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi

berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi

serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO.8

a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :

CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal

lebih kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia

yang dibatasi pada dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium

(dahulu disebut dysplasia ringan). Ini dipertimbangkan sebagai low-

grade lesion (luka derajat rendah).

CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,

dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia

merujuk pada perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada

dasar duapertiga dari jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang

atau moderat).

9
CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka

derajat tinggi (high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-

perubahan prakanker pada sel-sel yang mencakup lebih besar dari

duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-luka ketebalan

penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma yang

parah ditempat asal.

b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks

ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined

Significance) Kata "squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan

rata yang terletak pada permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-

pilihan ditambahkan pada akhir dari ASC: ASC-US, yang berarti

undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti tidak dapat

meniadakan HSIL (lihat bawah).

LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-

perubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel

cervical.

10
HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada

fakta bahwa sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.

c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis

Federation Internationale de Gynecologie et dObstetrique (FIGO) dan

American Joint Committe on Cancer telah meyusun pembagian stage kanker

serviks, namun yang paling bayak di gunakan adalah FIGO.

Table 1. Definisi Stage FIGO

Stage Description Illustration

I Proses terbatas pada serviks walaupun

ada perluasan ke korpus uteri

IA Kanker preklinik, hanya bisa di

identifikasi dengan mikroskop.

IA1 Pengukuran stroma invasi 3 mm dan

kedalaman 7

IA2 Pengukuran stroma invasi >3 mm dan

< 5mm, kedalaman 7 mm

IB Lesi terbatas pada cervix, ukuran lesi

lebih besar dari stage 1A

IB1 Lesi klinik <4 cm

11
IB2 Lesi klinik >4 cm

II Proses keganasan sudah keluar dari

serviks dan menjalar ke2/3 bagian atas

vagina dan ke parametrium, tetapi

tidak sampai dinding panggul.

IIA Penyebaran hanya ke vagina,

parametrium masih bebas dari infiltrat

tumor.

IIA1 Lesi klinis 4.0 cm.

IIA2 Lesi klinis >4.0 cm.

IIB Penyebaran ke parametrium

uni/bilateral tetapi belum sampai ke

dinding panggul.

III Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian

distal vagina / ke parametrium sampai

12
dinding panggul.

IIIA Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian

distal vagina, sedang ke parametrium

tidak dipersoalkan asal tidak sampai

dinding panggul.

IIIB Penyebaran sudah sampai ke dinding

panggul, tidak ditemukan daerah bebas

infiltrasi antara tumor dengan dinding

panggul (frozen pelvic)/ proses pada tk

klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan

faal ginjal.

IV Proses keganasan telah keluar dari

panggul kecil dan melibatkan mukosa

rektum dan atau kandung kemih.

IVA Proses sudah keluar dari panggul kecil,

atau sudah menginfiltrasi mukosa

rektum dan atau kandung kemih.

13
IVB Telah terjadi penyebaran organ jauh.

Tabel 2. Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM

Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai
1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul
(tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas
sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)

14
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan
celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio
arrteri iliaka komunis.

Berdasarkan tipe Histopatologi WHO 2014, terbagi menjadi:

1. Berasal Supravaginal part/ canalis cervicalis disebut adenocarcinoma,

10-15% dari semua kanker serviks dan timbul dari sel kelenjar

penghasil lendir endoserviks. Adenokarsinoma seringkali bersifat

okultisme dan mungkin akan berlanjut sebelum terbukti secara klinis.

Adenokarsinoma endometrioid adalah kelenjar yang paling sering

diidentifikasi dan terlihat paling mirip dengan endometrium. Mereka

mengandung peningkatan jumlah kelenjar yang berada pada tingkat yang

lebih dalam daripada kelenjar endoserviks normal.

2. Berasal Vaginal part disebut squamous cell atau epidermoid ca.

Terdiri dari 85% dari semua kanker serviks, dan timbul dari

ektoserviks. Perubahan ini dapat dikaitkan dengan metode penyaringan

yang diperbaiki untuk lesi skuamosa awal serviks dan peningkatan

prevalensi HPV (Vizcaino, 2000) Laporan tahunan International

Federation of Obstetricians and Gynecologists (FIGO), yang melaporkan

lebih dari 10.000 karsinoma skuamosa dan 1.138 adenokarsinoma,

mencatat tidak ada perbedaan dalam kelangsungan hidup pada kanker

stadium I. Namun, dengan penyakit stadium lanjut, bukti menunjukkan

15
bahwa adenokarsinoma serviks (stadium IIB sampai IVA) dapat

menyebabkan risiko kelangsungan hidup yang lebih buruk dibandingkan

dengan karsinoma sel skuamosa (Eifel, 1990; Lea, 2002)

3. Mixed cervical carcinoma

Keganasan serviks ini jarang dan secara histologis dikelompokkan

sebagai adenosquamous, adenoid cystic, epithelioma basal adenoid, dan

karsinoma sel gelas. Karsinoma Adenosquamous tidak berbeda secara

mencolok dengan adenokarsinoma serviks. Komponen skuamosa kurang

terdiferensiasi dan menunjukkan sedikit keratinisasi. Karsinoma glassy sel

menggambarkan bentuk adenokarsinoma yang tidak terdiferensiasi dengan

jelas di mana sel menampilkan sitoplasma dengan permukaan kaca dan

nukleus menonjol dengan nukleolat bulat. Karsinoma kistik Adenoid

biasanya muncul sebagai massa gembur keras. Secara histologis tumor ini

menyerupai adenokarsinoma dengan diferensiasi adenokistik. Terakhir,

dari kelompok campuran tumor langka ini, epitelioma basal adenoid

biasanya berperilaku tidak berbahaya. Secara histologis, tumor ini ditandai

oleh sarang dan tali sel oval kecil dengan susunan palisading perifer.

4. Neuroendocrine Tumor pada Serviks

Keganasan ini termasuk sel besar dan tumor sel kecil pada serviks.

Tumor neuroendokrin sel besar sangat agresif dan bahkan kanker stadium

awal memiliki tingkat kelangsungan hidup bebas penyakit yang relatif

rendah meski diobati dengan histerektomi radikal dan kemoterapi adjuvant

(Albores-Saavedra, 1997). Sebaliknya, karsinoma neuroendokrin sel kecil

mengandung populasi sel kecil yang seragam dengan rasio cytoplasm yang

16
tinggi dan menyerupai karsinoma sel kecil pada paru-paru. Tumor

endokrin dan paraaseokrin yang tidak biasa dikaitkan dengan tumor

neuroendokrin ini.

5. Tumor ganas lainnya.

Jarang, serviks mungkin merupakan tempat sarkoma dan limfoma

ganas. Sebagian besar tumor ini hadir sebagai massa serviks yang

berdarah. Awalnya, diferensiasi sarkoma serviks dari sarkoma uterus

primer memerlukan pemeriksaan patologis yang hati-hati dan lokalisasi

primer utama tumor. Leiomiosarcoma dan sarkoma stroma serviks

memiliki prognosis buruk, mirip dengan sarkoma uterus. Karena tumor ini

jarang terjadi, pernyataan mengenai pengobatan sarkoma serviks terbatas.

Sebagian besar kasus dikelola dengan perawatan multimodal.9

2.2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

A. Etiologi

Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human

Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel.

HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi

kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma

akuminata sedangkan tumor ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva,

vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6

dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre

kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker.

Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili

papillomaviridae. HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm,

17
mempunyai kapsid ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8

kb, mempunyai 8 open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E)

dan late (L). Gen E mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7,

yang banyak terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L

mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan

kapsid. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan

selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.

Tabel 3. Peranan protein virus HPV

E Protein Perananya
E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal
E2 E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi
E4 Mengikat sitokeratin
E5 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor,

platelet derivat growth factor, p123)


E6 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol

transkripsi
E7 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130
L Protein Peranannya
L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein
L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-

risk (resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.

1. HPV tipe low-risk (resiko rendah).

Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat

menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54,

61, 70, 72, dan 81.

2. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)

Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih

dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk)

18
sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39,

45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan

sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan 58. 6

Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan kanker

serviks.9

B. Faktor Predisposisi

Pola hubungan seksual

Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks

meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai

pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun, juga dapat dijadikan sebagai faktor

resiko terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum

matangnya daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi

hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia

tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua.

Paritas

Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin

sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks.

Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan

multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.

Merokok

Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok

dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding

seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin

pada cairan serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan

19
bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong

pertumbuhan ke arah kanker.

Kontrasepsi oral

Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983

(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks

dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga

mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada

pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker

setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna

kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk

menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat

kaitannya dengan hal tersebut.

WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan

kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa

sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama

penggunaan kontrasepsi oral berinteraksi dengan faktor lain khususnya pola

kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya

kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering

melakukan pemeriksaan serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak

lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam

menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan

resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.

Infeksi Human Papillomavirus

20
HPV adalah agen infeksi etiologi primer. Meskipun faktor penularan seksual lainnya,

termasuk virus herpes simpleks 2, dapat memainkan peran kausatif bersamaan, 95% kanker serviks

dikaitkan dengan subtipe HPV onkogenik (Brinton, 1992).

Sosial ekonomi

Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat

antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini

juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih

prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor

defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan

dengan masalah tersebut.

Pasangan seksual

Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi

bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata

memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya

kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan

panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga

merupakan factor resiko yang lain.9

21
2.2.4 PATOGENESIS

Karsinoma sel skuamosa serviks biasanya muncul di persimpangan

squamocolumnar dari lesi displastik yang sudah ada sebelumnya, yang pada

kebanyakan kasus mengikuti infeksi HPV (Bosch, 2002). Secara umum,

perkembangan dari displasia ke kanker invasif memerlukan beberapa tahun,

namun ada variasi yang luas. Perubahan molekuler yang terlibat dengan

22
karsinogenesis serviks bersifat kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami.

Karsinogenesis diduga dihasilkan dari efek interaktif antara faktor lingkungan,

kekebalan hospes, dan variasi genom sel somatik.9

Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi

jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel

basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian

atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan

keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama

protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker serviks adalah

melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6

mengikat p53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan

kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb

yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem

kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis

yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan

protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein

virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti

deferensiasi sel.

Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja.

Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang

menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman

invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau

darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm

tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah

23
invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara

klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai

ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran

secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum

(menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih,

yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau

kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa

regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,

hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut

melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-

paru, hati , ginjal, tulang dan otak.

Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi

memerlukan waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya

ditemukan pada wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun.

2.2.5 DIAGNOSIS

A. Anamnesis

Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini.

Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:

a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. cairan yang keluar dari

vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan

nekrosis jaringan.

b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian

berlanjut ke perdarahan yang abnormal.

24
c. Perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid

atau timbulnya perdarah setelah masa menopause

Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas untuk kanker serviks:

a. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan,

berbau dan dapat bercampur dengan darah

b. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal.

c. Timbul nyeri pada daerah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian

bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari

daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu

masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.

d. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,

edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar

bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau

timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker

serviks itu sendiri. 9

B. Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar wanita dengan kanker serviks memiliki temuan

pemeriksaan fisik umum yang normal. Namun, dengan penyakit yang meningkat,

pembesaran supraklavikula atau limfadenopati inguinalis, edema ekstremitas

bawah, asites, atau suara nafas yang menurun dengan auskultasi paru mungkin

mengindikasikan metastase. Pada orang dengan kanker serviks yang dicurigai,

pemeriksaan genital dan vagina menyeluruh harus dilakukan, mencari lesi yang

bersamaan. Human papillomavirus adalah faktor risiko yang umum terjadi pada

kanker serviks, vagina, dan vulva.

25
Dengan pemeriksaan spekulum, serviks mungkin tampak sangat normal

jika kanker bersifat mikroinvasif. Penyakit yang terlihat menampilkan beragam

penampilan:

- Lesi dapat tampak sebagai pertumbuhan: eksofitik atau endofitik.

- Massa: polipoid, jaringan papiler, atau serviks berbentuk tong.

- Ulserasi serviks: massa granular; Atau sebagai jaringan nekrotik.

- Cairan: berair, purulen, atau berdarah.

Untuk alasan ini, kanker serviks mungkin mencerminkan munculnya berbagai

penyakit. Ini termasuk leiomioma serviks, polip serviks, sarkoma uterus prolaps,

vaginitis, eversi serviks, cervicitis, aborsi terancam, plasenta previa, kehamilan

serviks, condyloma acuminata, ulkus herpetik, dan chancre.9

2.2.6 PENCEGAHAN

Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi

pra-kanker, maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.

A. Pencegahan Primer

- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya:

Tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan

kondom (untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu

menjaga kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari

paparan bahan kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang

memperkuat munculnya penyakit kanker ini). 10

- Vaksinasi

26
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman

bagi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan

kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus

ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan

teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan

hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat.

Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:

1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat

terlindung dari infeksi HPV.

2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel

yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.

Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji

klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :

1. Cervarix

Adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi

oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini,

Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan

VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga

menghasilkan suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun. Preparat ini

diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0,

kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml.

2. Gardasil

27
Adalah vaksin quadrivalent 40 g protein HPV 11 L1 HPV ( GARDASIL yang

diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan

lewat suatu rekombinant vektor Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc

mengandung 20g protein HPV 6 L1, 40 gprotein HPV 11 L1, 20 g protein

HPV18 L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225 amorph aluminium hidroksiphosphatase

sulfat. Formula tersebut juga mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak

mengandung timerasol dan antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu

20 80 C.

Rekomendasi pemberian vaksin:

Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan

sebelum individu terpapar infeksi HPV. Berdasarkan pustaka vaksin dapt

diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian

memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun. 11

Dosis dan cara pemberian vaksin:

Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix

diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan

pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan),

respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas

vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak

mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster. Vaksin

dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak

0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot deltoid) .

28
Contoh :

1. Penyuntikan 1 : Januari

2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret

3. Penyuntikan 3 : Juli

B. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan

skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker

serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.

Bila diobati dengan baik, karsinoma prakanker mempunyai tingkat

penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasif hanya

memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan

pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di

Negara-negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu

menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun

waktu 20 tahun.

29
Test Pap / Pap Smear

Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau

sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-

sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada

infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur

melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.

Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas:

sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%).10,11

Rekomendasi skrining

30
Syarat:

- Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20 setelah

hari pertama menstruasi.

- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon,

spermisida foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina

- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum dilakukan

tes Pap smear

Indikasi:

- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi umur

21 tahun.

- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan peralatan

liquid-based.

- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.

- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual

yang banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang

terganggu seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau

pengobatan lama kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.

Alat-alat dan Bahan:

- spekulum cocor bebek

- spatula ayre

- cytobrush

- kaca objek

31
- alcohol 95%

Metode pengambilan Pap smear:

- Beri label nama pada ujung kaca objek

- Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.

- Lihat adanya abnormalitas serviks

- Identifikasi zone transformasi

- Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona

transformasi.

- Putar spatula 360 disekitar mulut serviks sambil mempertahankan kontak

dengan permukaan epithelial.

- Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil yang

terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya ketika

instrument dikeluarkan.

32
- Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang spatula

antara jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara sample dari

cytobrush dikumpulkan.

- Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan

seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.

- Cytobrush hanya perlu diputar putaran searah jarum jam.

- Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.

- Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan memutar

gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.

- Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar

sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel,

pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa detik.

- Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena pengeringan

dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang berisi larutan

ethanol 95% selama 20 menit.

- Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.

- Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.

Evaluasi sitologi:

Klasifikasi Papanicolaou

- Kelas I : sel-sel normal

- Kelas II : sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan

kelainan ringan biasanya disebabkan oleh infeksi

33
- Kelas III : mencurigakan kearah keganasan

- Kelas IV : sangat mencurigakan adanya keganasan

- Kelas V : pasti ganas

Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi

- Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi. Jika

reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi diatasi

dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian

- Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat dievaluasi,

harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian

- Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV),

selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis

definitif.

- Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang

pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya 2-3

tahun sekali sampai usia 65 tahun.

IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

34
IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan

asam asetat 35% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang

terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada

serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau

abnormal.

Program Skrining Oleh WHO :

- Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun

- Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55

tahun

- Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun

- Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia

25-60 tahun.

- Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup

memiliki dampak yang cukup signifikan.

- Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1

tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun

Syarat:

- Sudah pernah melakukan hubungan seksual

- Tidak sedang datang bulan/haid

- Tidak sedang hamil

- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

35
Klasifikasi IVA:

Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang

dapat dipergunakan adalah:

- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.

- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya

(polip serviks).

- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini

yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena

temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-

sedang-berat atau kanker serviks in situ).

- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan

stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat

kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).

Pelaksanaan IVA :

- Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang

telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau

tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative.

Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih,

maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.

- Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati

dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau

N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40%

dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit

36
tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera

ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.

- Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari

adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya

perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa

dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian,

penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi

berkembang dan merusak organ tubuh yang lain. 12

HPV TES

Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes

Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa

atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan

tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi. 12,13

Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara

mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui

golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan

metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-

HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV

Genotyping Test.

Metode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa

mengetahui genotipe secara spesifik.

Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan HPV

dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya.

37
Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe

HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21 genotipe HPV.

Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe

HPV.

Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society,

the American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for

Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force

menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut :

- Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan

hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan

umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada

karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan

dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang

lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada

wanita di bawah usia 19 tahun.

- Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan

Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala

besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif

mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi

pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena

prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29

tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat

sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat

38
sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda

seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan

kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada

wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker

serviks.

- Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan

Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.

- Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan

pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun

kemudian.

- Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali

pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

KOLPOSKOPI

Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu

alat yang dapat disamakan dengan mikroskop pembesaran rendah dengan sumber

cahaya di dalam.12
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Kolposkopi

b) Forsep biopsi punch

Tersedia banyak jenis forsep punch

dan masing-masing hanya beda sedikit

39
bentuknya (Tischler, Burke, Kevorkian dan Effendorfer). Forsep biopsi memiliki

gagang dan ujung atau kepala.

c) Kuret endoserviks

Kuret endoserviks berbentuk batang panjang tahan karat terdiri dari tempat

memegang atau ujung dengan sedikit lengkungan tajam.

d) Spekulum
e) Pengait serviks (tenakulum)
f) Spekulum endoserviks
g) Retraktor dinding vagina
2. Bahan
a) Asam asetat terlarut atau cuka

Kolposkopi serviks dikerjakan setelah di oleskan asam asetat 3-5 % atau

vinegar. Hasil acetowhiteness dari epitel dapat menunjukkan suatu proses jinak atau

neoplastik.

b) Lugol

Larutan ini membuat epitel squamous tidak bertanduk menjadi gelap

menunjukkan adanya glikogen didalam sel. Tidak adanya pewarnaan tersebut

menunjukkan keadaan tanpa glikogen atau permukaannya bertanduk (tebal). Pada

40
kondisi metaplasia pewarnaan yang timbul bervariasi, sedangkan epitel kolumnar

berwarna kuning mustard.

c) Larutan Monsel

Larutan monsel (ferric subsulfat) digunakan untuk mendapatkan haemostasis

setelah biopsi serviks.

d) Perak nitrat

Batang perak nitrat dapat digunakan untuk tujuan hemostasis. Bahan ini berguna bila

langsung diletakkan ditempat biopsi. Iritasi lebih berat dibandingkan larutan

monsel. Sama halnya dengan larutan monsel perak nitrat akan mengganggu

interpretasi biopsi sehingga hanya digunakan setelah semua biopsi selesai.

B. Indikasi dan kontraindikasi

C. Teknik pemeriksaan

- Bahan dan alat diperiksa sebelum pemeriksaan dimulai


- Dokumentasi yang baik
- Pasien dalam posisi litotomi dan dipasang duk steril
- Ahli kolposkopi duduk pada alat kolposkopi, jarak binokular di atur dan

kolposkopi dinyalakan

41
- Tergantung pada indikasi kolposkopi, vulva dapat dilihat dengan kolposkopi.

Asam aseat 3-5 % dapat digunakan untuk mempermudah melihat epitel. Bila

terlihat daerah abnormal, maka segera dilakukan biopsi vulva. Beberapa ahli

kolposkopi menunda kolposkopi dan biopsi sampai semua pemeriksaan

selesai.
- Dimasukkan spekulum ukuran paling besar
- Servik harus dapat dilihat sempurna, kadang perlu dilakukan usapan mukus

yang menutupi serviks. Bila posisi serviks kurang pas maka dapat diselipkan

kasa basah di fornik dengan memakai forsep


- Diambil sampel untuk pemeriksaan sitologi, bila ada perdarahan cukup

ditekan biasanya akan berhenti


- Serviks disinari dengan cahaya putih dengan perbesaran 4-8 x. dicatat temuan

makroskopis
- Pola pembuluh darah dinilai dengan tabir/saringan berwarna hijau dengan

perbesaran rendah dan tinggi. Asam asetat sebaiknya baru digunakan setelah

pembuluh darah dilihat


- Kemudian digunakan asam asetat 3-5 % secara hati-hati sampai semua bagian

serviks basah, diikuti asam asetat terlarut untuk menjamin terjadinya reaksi

memutih karena asetat (acetowhite reaction)


- Epitel serviks dinilai dengan perbesaran rendah, sedang dan tinggi. Acetowhite

reaction pelan-pelan akan hilang tergantung pada parahnya abnormalitas epitel.

Dengan menghilangnya reaksi ini maka gambaran mosaik pembuluh darah akan

menjadi lebih jelas karena kontras dengan jaringan sekitarnya. Bila terlihat

pembuluh darah maka harus dilihat dengan perbesaran tinggi


- Epitel normal dan abnormal serta pola pembuluh darah di ingat dengan baik

karena akan diperlukan saat mengisi data

42
- Bila memungkinkan di ambil sampel endoserviks dengan kuret endoserviks atau

dengan cytobrush. Kuret dipegang seperti memegang pensil dan di masukkan

kedalam os servikalis dan seluruh kanalis dikuret dengan tarikan definitif. Sampel

difiksasi dan ditempatkan dalam botol sampel serta diberi label


- Dilakukan biopsi yang dipandu kolposkopi. Tempat biopsi dipilih dan sampel di

ambil dengan tang biopsi. Perdarahan dirawat


- Vagina dilihat kembali bersamaan dengan dikeluarkannya spekulum
- Bila diperlukan dapat dilanjutkan dengan biopsi vulva
- Pasien diberi tahu tentang kesan hasil pemeriksaan awal kolposkopi
- Spesimen diperiksa kelengkapannya, dilakukan dokumentasi serta kolposkopi

dibersihkan dan alat-alat yang digunakan disterilkan kembali.


- Keuntungan: dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk

melakukan biopsy.
- Kelemahan: hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja, yaitu portio. Sedang

kelainan pada SJC dan intracervical tidak terlihat.

D. Hasil Pemeriksaan Kolposkopi:

a. Benign:

1. Epitel gepeng yang normal

2. Ectopi

3. Zona transformasi

4. Perubahan peradangan

b. Suspek:

1. Leukoplakia

2. Punctation: daerah bertitik merah

3. Papillary punctation

4. Mosaik

43
5. Transformasi yang atypia

2.2.7 PENATALAKSANAAN

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara

histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup

melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi).

Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker serviks saat

didiagnosis.

Dikenal beberapa tindakan dalam tata laksana kanker serviks antara lain:

I. Terapi Lesi Prakanker Serviks

Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umumnya tergolong NIS

(Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja,

medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi.

Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1

yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi nis

dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial serviks

derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT.

Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak

mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.

44
Terapi NIS dengan destruksi lokal

Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang

mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel skuamosa

yang baru. 11

Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan

bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu sekurang-kurangnya 250C

sel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari

pembekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1.

sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel

terganggu; 3. Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status umum

sistem mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggunakan N20.

Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2-

3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya

dapat disembuhkan dengan efektif.

Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas (sampai

kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus dilakukan dengan

anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas

pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.

45
CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium, nitrogen dan gas

CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u. Perbedaan patologis

dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan nekrosis.

Terapi NIS dengan eksisi

Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada

serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa

ataupun pengobatan pra-kanker serviks. 12

Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil

jaringan serviks. 12

46
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang

dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks. 11

Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter mengambil serviks, bagian

dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk wanita

dengan tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari. 12

47
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat

uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).

Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,

dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga

harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,

ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi : 12

1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks

2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur,

tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya

48
2. Terapi Kanker Serviks Invasif

A. Pembedahan

B. Radioterapi

Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan

parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV

49
diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu

tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel

kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar

getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan

jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.

Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B.

Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat

paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi,

yaitu :

a. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar

Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak

5 hari/minggu selama 5-6 minggu. 11

b. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan

langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu

penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-

2 minggu. 12

Efek samping dari terapi penyinaran adalah :

a. Iritasi rektum dan vagina

b. Kerusakan kandung kemih dan rektum

c. Ovarium berhenti berfungsi.

50
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan

hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan

kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan

seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan

pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering

berkemih.

C. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui

infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk

membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan

kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa

kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh

dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya

diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.

Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit

dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker

menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk

memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan

untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum

memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus

kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB

(Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain. Cara pemberian kemoterapi dapat

secara oral, disuntikkan dan diinfus.

51
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama

terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah cisplatin, flurouracil.

Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks

stage IVB / recurrent adalah : mitomycin. pacitaxel, ifosamide, topotecan telah

disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage

lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak

menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain.

Kemoterapi dapat digunakan sebagai :

1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut.

2. Terapi adjuvant/tambahan sampai setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil

pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan

mengurangi resiko kekambuhan kanker.

3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor.

4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan

memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh).

5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh) 12

D. Terapi paliatif

Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan

kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi,

52
pengontrol sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan

obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,

OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)

b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid

ringan seperti kodein dan tramadol

c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat

seperti morfin dan fentanil

2.2.8. PROGNOSIS

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :

a. Umur penderita

b. Keadaan umum

c. Tingkat klinik keganasan

d. Sitopatologi sel tumor

e. Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya

f. Sarana pengobatan yang ada12

Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5


Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi meluas 60
ke dinding pelvis

53
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih 7
atau rektum atau meluas keluar
pelvis sebenarnya

Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons

terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul

gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya

rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan

radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.

54
BAB III

KESIMPULAN

Kanker Serviks adalah keganasan primer yang terjadi pada serviks uteri yang

berasal dari metaplasia epitel di daerah SCJ. Kanker serviks berkembang secara

bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang

mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan

epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia

berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi

menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat

pra-kanker/ preinvasif. Di Indonesia dari tahun 2010-2013 kanker serviks menduduki

urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasarkan data dari Patologi Anatomi

dengan insidens sebesar 12,7%.

Klasifikasi kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan

histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3)

klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO. Penyebab utama

kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma (HPV). HPV tersebar

luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. Faktor predisposisi: pola hubungan

seksual, paritas, merokok, kontrasepsi oral, defisiensi gizi, pasangan seksual.

Diagnosis kanker serviks dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis definitif harus didasarkan pada

konfirmasi histopatologi dari hasil biopsi lesi sebelum sebelum pemeriksaan dan

55
tatalaksana lebih lanjut dilakukan. Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah

perlindungan paling aman bagi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan

meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan

menghancurkan virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Terapi

karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik

dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan

rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi). Tindakan

pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker serviks saat

didiagnosis. Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :

a. Umur penderita

b. Keadaan umum

c. Tingkat klinik keganasan

d. Sitopatologi sel tumor

e. Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya

f. Sarana pengobatan yang ada.

Kanker serviks adalah penyakit yang dapat dicegah melalui deteksi perubahan

prakanker pada serviks dengan tes skrining serviks (Papanicolaou smear juga disebut

Pap smear). Perubahan prekanker ini jika diobati dapat mencegah kemajuan kanker.

Ada masa transisi yang panjang dari tahap prekanker hingga kanker serviks yang

terus terang, yang memungkinkan waktu yang cukup untuk skrining, deteksi dan

pengobatan penyakit prakanker.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Pathological Basic of Disease. 9th edition.

Philadelphia: Elsevier Inc.

2. Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, et al.: GLOBOCAN 2012, Cancer Incidence

and Mortality Worldwide: IARC CancerBase No. 11. Lyon, France: International

Agency for Research on Cancer, 2013. Available at :

http://globocan.iarc.fr/default.aspx accessed January 10nd 2017.

3. World Health Organization. 2015. Strategic framework for the comprehensive

control of cancer cervix in South-East Asia Region. New Delhi: Regional Of ce

for South-East Asia.

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pusat Data dan Informasi

Kementrian Kesehatan (INFODATIN) STOP KANKER. Jakarta Selatan:

Kemenkes RI

5. Naidu Sl, et al. 2015. Knowledge, Attitude, Practice, and Barriers regarding

cervical cancer its screening using Pap smear, in rural women of Ba, Nadi, Fiji.

Pasific Journal of Reproductive Health. Pasific Journal of Reproductive Health.

Fiji : Departement of Obstetric and Gynecology, Fiji national University.

6. Moore, K.L., Dalley, A.I. 2009. Clinically Oriented Anatomy. 6th edition.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

7. Junquiera L, Carneiro J, Kelley O. 2009. Teks dan atlas histologi dasar. Edisi

ke12. Jakarta: EGC.

57
8. FIGO Committee on Gynecologic Oncology: FIGO staging for carcinoma of the

vulva, cervix, and corpus uteri. Int J Gynaecol Obstet 125 (2): 97-8,

2014. [PUBMED Abstract].


9. Cunningham, Mac Donald, Gant. 2005. William Obstetri, Edisi 22. Jakarta: EGC.
10. Wikjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.

Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009. p. 380-387.


11. Debbie Saslow, Carolyn D. Runowicz, Diane Solomon, et al. American Cancer

Society Guideline for the Early Detection of Cervical Neoplasia and Cancer. CA

Cancer J Clin. 2002;52;342-362.


12. Medline Plus. Pap Smear. Available at :

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003911.htm Accesed Mei 5th

2015.
13. American Cancer Society. New Screening Guidlines for Cervical Cancer. 2012.

Available at : http://www.cancer.org/cancer/news/new-screening-guidelines-for-

cervical-cancer Accesed January 10th 2017.

58

Anda mungkin juga menyukai