Bruner mengusulkan teorinya yang disebut discovery learning. Menurut
teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Dalyono (2009) yang menjadikan dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif saat belajar di kelas. Pada discovery learning siswa mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan reception learning atau expository teaching, dimana guru menerangkan semua informal dan siswa harus mempelajari semua bahan atau informasi tersebut. Oemar Hamalik menyatakan bahwa dalam Pendidikan discovery merupakan proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang diterapkan di kelas. Dengan kata lain, kemampuan mental intelektual merupakan faktor yang menentukan keberhasilan mereka dalam menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi, termasuk persoalan belajar yang membuat mereka sering kehilangan semangat dan gairah ketika mengikuti mata pelajaran. Metode pembelajaran yang dikembangkan pertama kali oleh Bruner ini menitikberatkan pada kemampuan peserta didik dalam menemukan sesuatu melalui proses inquiry (penelitian) secara terstruktur dan terorganisir dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Masarudin Siregar bahwa discovery by learning adalah proses pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang baru dalam kegiatan belajar mengajar. Proses belajar dapat menemukan sesuatu apabila pendidik menyusun terlebih dahulu beragam materi yang akan disampaikan, selanjutnya mereka dapat menemukan sendiri berbagai hal penting terkait dengan kesulitan dalam pembelajaran. Dalam mengaplikasikan metode discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented (Kemendikbud, 2013). Yang menjadi tujuan dalam discovery learning menurut Bruner adalah seorang guru memberikan kesempatan kepada siswanya untuk menjadi seorang probem solver, seorang scientist, historian, atau ahli matematika. Melalui kegitan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya (Kemendikbud, 2013). Karakteristik yang paling jelas mengenai discovery learning ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah leebih berkurang dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan kepada siswa. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri (Kemendikbud, 2013). Menurut Cahyo, dalam mengaplikasikan discovery learning, setidaknya dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan aplikasi tersebut dan tahap kedua memperhatikan prosedur aplikasinya (Amalia, 2015). 1. Tahap Persiapan dalam Aplikasi Discovery Learning a. Menentukan tujuan pembelajaran. b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya). c. Memilih materi pelajaran. d. Menentukan topic-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi). e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa. f. Mengatur topic-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai simboik. g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. 2. Prosedur Aplikasi Discovery Learning Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilakukan daam kegiatan beajar mengajar secara umum menurut Kemendikbud, (2013): a. Stimulation (Stimuasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini belajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan proses belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarahkan pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi beajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini memberikan stimulasi dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai. b. Problem Statement (pernyataan/identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutnya adalah guru member kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atau pertanyaan masalah), sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. c. Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untik mengumpulkan informasi sebanyak- banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (colection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak sengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. d. Data Processing (Pengolahan Data) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi dan sebagainya semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila peru dihitung dengan cara tertentu serta diklasifikasikan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternative jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. e. Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternative, dihubungkan dengan hasil data processing. Verification bertujuan agar proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. f. Generalization (Menarik kesimpuan/generalisasi) Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau pprinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
Menurut Ilahi (Amalia, 2015) implikasi mendasar Discovery Learning dapat
dijabarkan sebagai berikut: 1. Melalui pembelajaran Discovery Learning, potesi intelektual para siswa akan semakin meningkat sehingga menimbulkan harapan baru untuk menuju kesuksesan. Dengan perkembangan itu, mereka menjadi cakap dalam mengembangkan strategi lingkungan yang teratur maupun tidak teratur. 2. Dengan menekankan Discovery Learning siswa akan belajar mengorganisasikan dan menghadapi problem dengan metode hit dan miss. Mereka akan berusaha mencari pemecahan masalah sendiri yang sesuai dengan kapasitas mereka sebagai pembelajar (learners). Jika mengalami kesulitan, mereka bisa bertanya dan berkonsultasi dengan guru yang berkompeten dalam hal tersebut, yang akan member keyakinan mendalam bagi pengembangan diri mereka di masa depan. Itulah sebabnya, mereka harus bisa mengatur kegiatan belajar dengan organisasi yang matang dan terstruktur. 3. Siswa akan mencapai kepuasan karena telah menemukan pemecahan sendiri, dan dengan pengalaman memecahkan masalah itulah ia bisa meningkatkan skill dan teknik dalam pengerjaannya melalui problem- problem riil di lingkungan ia tinggal.
Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, Kemendikbud (2013) penerapan
model Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki kelebihan- kelebihan dan kelemahan-kelemahan. 1. Kelebihan penerapan Discovery Learning a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. b. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. d. Discovery Learning memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan meibatkan akalnya dan motivasi sendiri. f. Discovery Learning dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, Karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak sebagai siswa dan sebagai peneiti dalam situasi diskusi. h. Membantu siswa menghilangkan keragu-raguan karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti. i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. j. Membantu dan mengembangkan ingatan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru. k. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. l. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang. o. Proses belajar meliputi semua aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2. Kelemahan penerapan Discovery Learning
a. Discovery Learning menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi pada diri siswa tersebut. b. Discovery Learning tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. c. Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang sama. d. Pengajaran Discovery Learning lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. e. Discovery Learning tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.