Anda di halaman 1dari 47

1

BAB I

LAPORAN KASUS

MEDICAL RECORD

I. ANAMNESIS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. Y

Umur : 36 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Metro

Datang di RS : Tanggal 20 Maret 2017

Tanggal periksa : Tanggal 24 Maret 2017

No.MR : 312304
2

B. DATA DASAR

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 Maret 2017

1. Keluhan Utama : sesak

2. Keluhan Tambahan : nyeri dada, batuk dan nyeri kepala

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RS.Ahmad Yani pada tanggal 20 Maret 2017 dengan

keluhan sesak yang dirasakan sejak dua minggu yang lalu. Sesak

bertambah jika batuk atau bersin disertai nyeri dada yang dirasakan hilang

timbul. Sesak dan nyeri dirasakan semakin memberat. Pasien juga saat ini

mengeluh batuk berdahak dan nyeri kepala. Saat ini pasien mengaku

sedang dalam pengobatan TB.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat pengobatan TB : positif TB 1 tahun lalu

b. Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

c. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

d. Riwayat alergi obat & makanan : amoxcilin

5. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat penyakit serupa : disangkal

b. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

c. Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

d. Riwayat sakit darah tinggi : disangkal


3

6. Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, olahraga tidak rutin, dan pola

makan pasien normal (3 kali sehari).

II. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

KU : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis (GCS 15 : E4 V5 M6)

Vital signs

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Respirasi rate : 20 x/menit

Suhu : 36,80C

Kepala

Bentuk : normocephal

Wajah : simetris

Rambut : warna hitam, mudah rontok (-)

Mata : konjungtiva tidak anemis, tidak ada ikterik. Pupil bulat

isokhor, refleks cahaya (+).


4

Leher

Trakea : di tengah, simetris

pembesaran tiroid : (-)

pembesaran KGB : (-)

JVP : tidak meningkat.

Kaku kuduk : positif

Thoraks

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis teraba

Palpasi : tidak ada kuat angkat, tidak ada thrill

Perkusi : batas jantung tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak ada suara tambahan.

Pulmo :

Inspeksi : Simetris

Palpasi : ekspansi simetris, vocal fremitus ka=ki

Perkusi : redup/sonor

Auskultasi : vesikuler (+/+). wheezing (-/-), ronki basah halus (+/-).


5

Abdomen

Inspeksi : Supel

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar (-), lien (-)

Perkusi : timpani (+), batas hepar dan lien tidak melebar

Genitourinaria

Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-), lendir (-), nanah (-).

Ekstremitas :

Superior : lengkap, edem (-), sianosis (-), CRT <2 detik

Inferior : lengkap, edem (-), sianosis (-), CRT <2 detik

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah rutin ( 29 Maret 2017)

No Parameter Hasil Nilai Normal Satuan

1. Leukosit 6,55 5,0-10,0 Ribu /UL

2. Eritrosit 5,96 3,08- 5,05 juta/UL

3. Hemoglobin 16,4 12 16,5 g/dl

4. Hematokrit 51,4 41 - 54 %
6

5. MCV 86,2 80-92 Fl

6. MCH 27,5 27-31 Pg

7. MCHC: 31,9 32-36 g/dl

8. Trombosit 260 150-450 Ribu/Ul

9. RDW 13,3 12,4- 14,4 %

10. Gds 100 <140

b. Pemeriksaan Radiologis

Ct scan kepala (24-3-2017)


7

Hasil pemeriksaan

- Soft tissue extracranial baik

- Batas white dan greymatter mengabur, sulci menyempit mengabur

- Linea mediana ditengah

- Tak tampak lesi isodens/hipodens/hiperdens di cerebellum dan cerebri

- Sistema ventrikel dan cystema menyempit

- Sinus paranasales dan aircellulae mastoidea normodens

- Sistema tulang baik

Kesan :

- Oedem cerebri

- Tak tampak tanda tanda perdarahan, infract maupun massa intracranial


8

Foto Thorax (24-3-2017)

Hasil pemeriksaan

- Tampak kalsifikasi amorf pada hemithorak dekstra aspek lateral.

- Sinus costovrenicus dekstra tertutup kalsifikasi diatas tersebut, sinistra

lancip

- Kedua diafragma licin

- Cor CTR <0,5

- Sistema tulang yang tervisualisasi intak

Kesan

- Pleuritis sicca dekstra

- Besar cor normal

DIAGNOSIS

Oedem Cerebri

Pleuritis sicca

TB paru on treatment
9

PENATALAKSANAAN

IVFD RL 20 tpm

Ketorolac 2 x 1 amp

Citicolin 2 x 100 mg

Dexametason 3 x 1 amp

Ranitidin 1 x 1 amp

Paracetamol 3 x 75 mg

Alprazolam 3x 25 mg

Lanjut OAT kategori 1, 2 FDC


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pleuritis

Pleuritis atau radang pleura (Pleurisy/Pleurisis/Pleuritic chest pain) adalah

suatu peradangan pada pleura (selaput yang menyelubungi permukaan paru-paru)

yang mengakibatkan rasa nyeri saat menarik napas maupun mengeluarkan napas.

Rasa nyeri dirasakan semakin bertambah saat menarik napas dalam ataupun saat

batuk.

Pleuritis dapat berlangsung secara akut, subakut, atau kronis, dengan

ditandai perubahan pola pernafasan yang intensitasnya tergantung pada berat

proses radang. Pada yang berlangsung akut pasien mengalami kesakitan saat

bernafas hingga pernafasan menjadi dangkal, cepat, serta bersifat abdominal. Pada

yang berlangsung subakut proses radang biasanya diikuti dengan empiema serta

mengakibatkan kolaps sebagian paru-paru, hingga pernafasan akan mengalami

kesulitan (dispnea). Sedangkan yang berlangsung kronis, pada waktu istirahat

tidak tampak adanya perubahan pada proses pernafasan karena telah terjadi

kompensasi.

Jika disertai dengan penimbunan cairan di rongga pleura maka disebut

efusi pleura tetapi jika tidak terjadi penimbunan cairan di rongga pleura, maka

disebut pleuritis kering.


11

2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus

dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma, yang tersusun dari

lapisan sel yang embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional. Lapisan

tipis ini mengandung kolagen dan jaringan elastik. Pleura terletak dibagian terluar

dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa

yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf

kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel terutama, fibroblast dan makrofag, dan

dilapisi oleh selapis mesotel.

Ada 2 macam pleura yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Pleura viseral

membatasi permukaan luar parenkim paru, termasuk fisura interlobaris.

Sedangkan pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada

dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum, dan struktur servikal. Pleura viseral

dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral

diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner,

sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus

serta mendapat aliran darah sistemik.

Gambar 1. Anatomi Pleura.


12

Diantara pleura viseral dan parietal terdapat sebuah ruang yang disebut

rongga pleura yang terisi sejumlah cairan.Rongga ini berfungsi untuk

memudahkan kedua permukaan pleura bergerak selama pernapasan dan

mencegah pemisahan toraks dengan paru. Ruang ini dapat dianalogikan seperti

dua buah kaca objek yang saling melekat jika ada air di antara kedua kaca

tersebut. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi

sulit dipisahkan.

Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang

interstitial paru, kelenjar getah bening intratoraks, pembuluh darah intratoraks,

dan rongga peritoneum.Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh perbedaan tekanan

antara pembuluh-pembuluh kapiler pleura dengan rongga pleura sesuai hukum

Starling serta kemampuan eliminasi cairan oleh sistem penyaliran limfatik pleura

parietal.Tekanan pleura merupakan cerminan tekanan di dalam rongga toraks.

Perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh pleura berperan penting dalam proses

respirasi.

Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam

pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura

viseralis. Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik

darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein

plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan

absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih

perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura

viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal

hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.


13

2.3 Klasifikasi

Pleuritis terbagi menjadi 2:

1. Pleuritis Kering (Fibrinosa/Sicca)

Penyebabnya:

a. Trauma dinding dada

b. Penyakit primer pada paru:

TB paru

Reumatoid artritis

Pneumonia

SLE

Infark paru

Abses paru

Ca bronkus

2. Pleuritis Basah (Efusi Pleura)

Berdasarkan jenis cairannya, efusi pleura terbagi lagi menjadi:

a. Eksudat

Terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan

penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura

tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif dengan pengukuran

kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan

pleura.
14

b. Transudat

Terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya

pada gagal jantung kongestif, dan dapat juga terjadi pada

hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan

ginjal.Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut

hidrotoraks.

Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga

kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun

dari tiga kriteria ini:

1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai

LDH yang normal didalam serum.

2.4 Etiologi

Di bawah ini merupakan etiologi nyeri pleuritik berdasarkan onset:

Tabel 1. Etiologi Nyeri Pleuritik

Onset Etiologi

Akut (menit sampai jam) Infark miokard

Emboli paru

Pnumotoraks spontan

Trauma

Subakut (hari sampai jam) Infeksi


15

Onset Etiologi

Proses inflamasi

kronik (hari sampai Keganasan

minggu) Arthritis rematoid

Tuberkulosis

Berulang Familial Mediterranean fever

Berikut adalah penyebab pleuritis:

1. Infeksi Virus

Infeksi virus merupakan penyebab yang paling tersering pleuritis. Virus

yang diketahui sering menyebabkan terjadinya pleuritis adalah virus

influenza, parainfluenza, coxackievirus, respiratory synctyal virus, mups,

cytomegalovirus, adenovirus, dan virus Ebstein-barr.

2. Infeksi Bakteri

Penyebab paling sering dari bakteri yaitu Streptococcus dan

Staphylococcus. Insiden tertinggi yang terjadi di rumah sakit (infeksi

nosokomial) biasanya disebabkan oleh Meticillin Resistant Staphylococcus

Aureus (MRSA), yaitu jenis bakteri yang telah resiten terhadap antibiotik

dan merupakan penyebab umum dari pleuritis yang disebabkan oleh

bakteri.

3. Tuberkulosis

Merupakan infeksi primer dari bakteri Mycobacterium tuberculosa serta

menyerang populasi yang lebih muda.


16

4. Emboli Paru

Emboli paru adalah penyebab yang paling sering mengancam nyawa,

ditemukan dalam 5 sampai 20 persen pasien yang datang ke instalasi

gawat daruratdengan nyeripleuritik.

5. Inhalasi bahan kimia atau zat beracun

Paparan terhadap beberapa agen pembersih seperti amonia.

6. Collagen Vascular Disease

Misalnya Lupus, Rheumatoid Arthritis.

7. Kanker

Contohnya adalah penyebaran dari kanker paru-paru atau kanker payudara

ke pleura.

8. Tumor Pleura

Mesothelioma atau sarkoma

9. Atherosclerosis

Pada gagal jantung.

10. Obstruksi Saluran Getah Bening

Sebagai akibat dari tumor paru.

11. Trauma

Patah tulang rusuk atau iritasi dari rongga dada yang digunakan untuk

mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura di dada.

12. Obat-obatan

Obat-obatan yang dapat menyebabkan sindom seperti lupus (seperti

hydralazine [Apresoline], Procan [Pronestyl, Procan-SR, Procanbid-

merek ini tidak lagi tersedia di AS], phenytoin [Dilantin], dan lain-lain).
17

13. Proses Abdominal

Seperti pankreatitis, sirosis hati, penyakit kandung empedu, dan kerusakan

limpa.

14. Pneumotoraks

Udara di dalam rongga pleura, terjadi secara spontan atau dari trauma.

2.5 Patofisiologi

Pleuritis sering mengakibatkan nyeri dada. Dari dua lapisan pleura, hanya

pleura parietal yang dapat merasakan nyeri ketika terjadi peradangan, karena di

persarafi oleh saraf somatik. Pleura visceral tidak mempunyai reseptor nyeri.

Peradangan yang terjadi di pinggiran parenkim paru dapat meluas ke rongga

pleura dan melibatkan pleura parietal, sehingga mengaktifkan reseptor nyeri

somatik dan mengakibatkan nyeri pleuritik. Nyeri dirasakan seperti teriris-iris dan

tajam, yang dapat menjadi semakin berat apabila gejala disertai batuk, bersin, dan

perubahan pola napas. Pasien sering bernapas cepat dan dangkal.


18

Gambar 2. Patofisiologi Pleuritis

Penyebab utama nyeri pleuritik ini adalah infeksi paru atau infark. Pasien

dengan pneumototaks atau atelektasis berat kadang dapat mengalami nyeri dada

yang diduga akibat tarikan pada pleura parietalis karena adanya perleketan dengan

pleura viseralis. Peradangan pada pleura juga dapat menyebabkan perubahan

permeabilitas kapiler yang disebabkan oleh respon inflamasi sehingga dapat


19

menyebabkan penumpukan cairan pada rongga pleura dan akhirnya dapat

menyebabkan efusi pleura.

2.6 Diagnosis

Diagnosis pleuritis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang tepat. Selain itu, dibutuhkan juga pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.

2.6.1 Anamnesis

Pada anamnesis ditanyakan mengenai riwayat sakit dada, seperti di mana

sakitnya, berapa lama, dan pengobatan apa yang telah dilakukan. Dapat juga

ditanyakan kebiasaan riwayat kebiasaan, seperti merokok, penggunaan obat-

obatan seperti mariyuana dan kokain.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari

organ yang terlibat. Pada pleuritis akibat tuberculosis paru, kelainan yang didapat

tergantung dari luas kelainan struktur paru. Pada permulaan penyakit umumnya

sulit menemukan kelainan. Kelainan pada paru umumnya terletak di daerah lobus

superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2), serta daerah

apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain

suara napas bronchial, amorfik, suara napas melemah, ronkhi basah, tanda-tanda

penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.


20

Permukaan dari pleura parietal dan visceral yang biasanya halus menjadi

kasar karena peradangan. Seperti permukaan yang bergesekan satu sama lain,

suara menggaruk kasar, atau menggosok gesekan, dapat di dengar saat inspirasi

dan ekspirasi. Friction rub adalah gambaran khas dari pleuritis. Hal ini juga dapat

terjadi pada sekitar4 % pasien dengan pneumonia dan4 % pasien dengan emboli

paru.

Temuan fisik tambahan pada pemeriksaan paru mungkin termasuk suara

napas menurun, rales, danegophony, terutama pada pasien dengan penyebab

pneumonia. Temuan pemeriksaan fisik lainnya yang menimbulkan kecurigaan

klinis untuk kondisi tertentu termasuk gesekan pericardial karena perikarditis dan

hiperresonansi serta penurunan gerakan dinding yang terjadi pada pneumotoraks.

Temuan pemeriksaan fisik terkait dengan kondisi yang mengancam jiwa

yang menyebabkan nyeri pleuritik, pemeriksaan fisik lanjutan diarahkan sesuai

etiologi berdasarkan anamnesis.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

I. Torakosentesis

Penyedotan cairan pleural dengan suntikan penting dalam mendiagnosis

penyebab dari pleuritis. Warna, konsistensi, dan kejernihan dari cairan dianalisis

dalam laboratorium. Analisa cairan didefinisikan sebagai exudate apabila

didapatkan tinggi protein, rendah gula, tinggi enzim LDH, dan terjadi peningkatan

jumlah sel darah putih; karakteristik dari proses peradangan. Didefinisikan

sebagai transudate apabila mengandung nilai normal dari kimia tubuh.


21

Cairan juga dapat diuji untuk mengetahui adanya organisme infeksius dan

sel kanker. Pada beberapa kasus, potongan kecil dari pleura mungkin diangkat

untuk studi mikroskopik (dibiopsi) jika ada kecurigaan dari tuberculosis (TB) atau

kanker.

Dibawah ini merupakan tabel evaluasi inisial untuk cairan pleura:

Tabel 2. Evaluasi inisial untuk cairan pleura

Kualitas Tes indikasi Interpretasi

Bentuk

Darah Hematokrit < 1 persen: tidak signfikan 1 sampai 20 persen:

kanker, emboli paru, atau trauma > 50 persen

hematokritperipheral: hemotoraks

Berawan atau Sentrifugas Keruh supernatan: chylotorax

keruh

Bau

Busuk Noda dan Kemungkinan infeksi bakteri anaerobic

kultur

Membedakan transudat dan eksudat

Kriteria Light Cairan eksudat bila memenuhi satu atau lebih kriteri

berikut:

Rasio tingkat protein cairan pleura ke tingkat

protein serum >0.5


22

Kualitas Tes indikasi Interpretasi

Rasio tingkat LDH cairan pleura ke tingkat

LDH serum >0.6

Cairan tingkat LDH pleura > dua per tiga batas

atas normal untuk tingkat LDH serum.

Konfirmasi Cairan eksudat bila: level Serum albumin- pleural 1.2 g/ dL

kriteria Light (12 g/L)

II. EKG

Evaluasi EKG dianjurkan jika ada kecurigaan klinis infark miokard,

emboli paru, atauperikarditis.

III. Pemeriksaan Radiologi

Karena nyeri dada pleuritik juga mungkin presentasi keluhan untuk

pneumonia, emboli paru, atau pneumotoraks, maka semua pasien dengan gejala

nyeri dada harus dilakukan pemeriksaan radiologi.

Modalitas pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan foto toraks

2. Pemeriksaan USG

3. Pemeriksaan CT-Scan, dan

4. MRI
23

Foto Toraks

Foto toraks sangat berguna dalam menunjukkan kantong cairan yang muncul

di paru sehingga tenaga medis (dokter) dapat membuat keputusan yang cepat

untuk melakukan drainase terhadap cairan yang mengisi pleura. Foto toraks pada

posisi tegak lurus (PA) dan ketika berbaring pada sisi (Lateral Dicubitus) adalah

alat yang akurat dalam mendiagnosis jumlah yang kecil dari cairan dalam ruang

pleural. Adalah mungkin untuk memperkirakan jumlah dari cairan yang

terkumpul dengan penemuan pada foto toraks. Dibutuhkan 250-300 cc cairan agar

terlihat pada foto rontgen.

A. Pleuritis Kering (Fibrinosa/Sicca)

Trauma dinding dada

Gambar 3. Pneumothorak
24

Penyakit primer pada paru:

TB paru

Gambar 4. TB Paru. Terdapat infiltrat pada lobus atas kanan dengan air space

consolidation dan formasi dari beberapa kavitas.Dikelilingi oleh lesi satelit

retikulonodular dan fibrosis dan traksi dari hilus atas kanan

Gambar 5. ini merukan foto pasien yang menderita TB selama bertahun-

tahun.Foto posisi PA, memperlihatkan gambaran fibrosis, kavitasi, dan

kalsivikasi, terutama di lobus kiri atas.


25

Pneumonia

Gambar 6. Pneumonia

Gambar 7. Pneumonia lobaris.Konsolidasi di perifer.


26

Gambar 8. Foto PA pada konsolidasi pneumonik (lobus atas kanan).Densitas

dengan batas tidak tegas di sertai gambaran air-bronchogram.Konsolidasi ringan

pada lobus medius.

Gambar 9. Foto lateral.Konsolidasi padat pada lobus kanan atas.

Perhatikan batas tegas fisura interlobaris antara lobus medius dan lobus

atas.Garis tegas yang memisahkan lobus atas kanan dengan lobus medius kanan

adalah fisura horizontalis.


27

B. Pleuritis Basah (Efusi Pleura)

Gambaran foto toraks pada efusi pleura :

a. Dapat tampak sudut kostofrenikus posterior cekung (tumpul)

b. Sudut kostofrenikus lateral cekung

c. Meniscus sign

d. Kadang-kadang terjadi depresi difragma

e. Jika cairannya banyak dapat menyebabkan pergeseran mediastinum jauh

dari efusi dan terlihat opak pada hemitoraks tersebut.

Gambar 10. Efusi pleura bilateral dengan Meniscus sign

Gambar 11. Posisi PA pada pasien dengan efusi pleura bilateral. Tampak kedua

sudut kostofenikus cekung (tumpul).


28

USG

USG pada dada merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi

kehadiran cairan pleural. Pemeriksaan ini dapat menilai kavitas cairan di dalam

paru dan jaringan paru. Hal ini sangat membantu menentukan lokasi pleuritis dan

membuat rencana untuk mengeluarkan dari jaringan paru. Selain pleura efusi,

banyak abnormalitas lainnya dari pleura viseral dan parietal yang dapat dilihat

dengan menggunakan USG.

USG mampu mendeteksi adanya cairan yang sangat sedikit, 5-50 mL, dari

cairan di pleura dan 100% sangat sensitif untuk efusi.USG dapat digunakan dalam

berbagai kondisi berbeda, termasuk di antaranya: 1) menentukan keberadaan

cairan, 2) mengidentifikasi kemungkinan lokasi untuk torakosentesis, biopsi

pleura, ataupun letak chest tube, 3) mengidentifikasi lokalisasi cairan pleura, 4)

membedakan cairan pleura dengan penebalan pleura, 5) semiquantitation terhadap

jumlah cairan pleura; 6) membedakan pyopneumothorax dengan abses paru; 7)

memeriksa kemungkinan adanya pleurodesis; dan 8) mengevaluasi pasien dengan

trauma toraks yang menyebabkan hemotoraks atau pneumotoraks. USG juga

merupakan istrumen yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan menatalaksana

penyakit pleuritis, terutama di ruang intensive care units.

Cairan pleura pada USG dapat dikarakterisasi sebagai anekhoik, complex

septated (fibrin strands atau septa), complex nonseptated (heterogeneous

echogenic material), atau homogenrously echogenic. Jika ekhogesitas terlalu

tinggi, maka torakosenstesis harus segera dilakukan untuk membedakan antara

empiema dengan hemotoraks. Penemuan pada USG yang dicurigai keganasan

diantaranya, penebalan pleura lebih dari 1 cm, pleural nodularity dan penebalan
29

diafragma lebih dari7 mm (sensitivitas 42% and specifisitas 95% untuk masing-

masing kriteria).

Penebalan pleura didefinisikan sebagai lesi fokal ekhogenik yang muncul

dari pleura yang berukuran lebih dari 3 mm dengan atau tanpa tepi ireguler.

Penebalan pleura dan adesi biasa disebabkan oleh pleuritis, empyema,

hemotoraxks, atau iatrogenic pleurodesis.Ini semua adalah variasi dari penebalan

pleura ekhogenisiti. Secara ringkas putrid pluritis mengakibatkan penebalan

pleura, peningkatan ekhogesiti, dan septatisasi dari lesi pleura kemungkinn dapat

terlihat seiring berjalan waktu dan plura efusi menjadi solid dan

terorganisasi.Kadang kala menghasilkan bayangan ekhogenik tinggi yang

mengindikasikan kalsifikasi. Sangat penting untuk diferensiasi minimal atau

menglokalisasi efusi pleura dari penebalan pleura sebelum torakosentesis karena

kedua kondisi memperlihatkan hasil yang hampir sama saat di-USG.

Gambaran 12. Sonogradi pleura normal dan dinding dada menggunakan skaner

linear 5-10 MHZ, (A) Gambar transverse melewati ruang interkostal. Dinding

dada digambarkan sebagai lapisan multipel ekhogenisitas yang mewakili otot dan

fasia. Pleura viseral dan parietal muncul sebagai garis terang ekhogenik yang
30

glide selama respirasi (gliding sign). Reverberation echo artifacts beneath the

pleural lines imply an underlying air-filled lung. (B) Gambar longitudinal

menyilang iga. Iga normal terlihat sebagai permukaan ruangan hiperekhoik.

CT-Scan

CT-scan pada pleura efusi dapat digunakan untuk membedakan cairan atau

massa yang terdapat pada pleura, melokalisasi cairain, memperlihatkan kelainan

parenkim paru, membedakan empiema dengan abses baru, mengidentifikasi

penebalan pleura, mengevaluasi fisura mayor dan minor, dan menilai efusi ringan

atau berat. Penemuan CT-scan yang dicurigai keganasan biasanya berupa nodul

pleura, pleura yang mengelupas, keterlibatan pleura mediastinum, dan penebalan

pleura lebih dari 1 cm.

CT-scan dapat berguna dalam melihat pleuritis secara 3D untuk

memastikan dapat diatata laksana dan merencanakan cara mengeluarkan carian

dan material yang terdapat di sana. CT-scan mungkin dapat lebih akurat dibanding

USG tetapi tidak dapat digunakan untuk melakukan prosedur mengeluarkan

cairan ketika hal ini akan dilakukan.

Gambar 13. CT-scan (mediastinal window): a) Efusi pleura kanan; b) Penebalan

dinding pleura kiri


31

MRI

Magnetic resonance imaging atau MRI pada dada seringkali tidak

memuaskan dan juga mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dibanding CT-scan

maupun USG. Ditambah lagi resolusi spasial yang rendah dan artifak yang

bergerak.Sehingga jarang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis

pleuritis.

2.7 Diagnosis Banding

Adalah penting untuk lebih mempertimbangkan diagnosis penyakit yang

berpotensi mengancam nyawa seperti emboli paru, infarkmiokard, dan

pneumotoraks ketika pasien masuk dengan gejala nyeri pleuritik.Salah satu studi

terhadap serangkaian pasien yang berturut-turut datang keunit gawat darurat

dengan nyeri dada pleuritik menemukan bahwa 5% dengan emboli paru. Pada

studi lain, proporsinya adalah 21%. Perikarditis dan pneumonia adalah dua

penyebab penting lainnya dari nyeri dada pleuritik yang harus dipertimbangkan

sebelum didiagnosis pleuritis. Selain itu, pajanan asbes juga merupakan salah satu

diagnosis banding pleuritis.

Asbestosis

Gambar 14. Gambaran paru dengan pajanan abestos


32

Asbestos terkait plak pleura

Bayangan Bilateral tidak teratur seperti tulang padat

penebalan pleura Peripheral

Informasi klinis

sesak napas kronik ringan

riwayat terpapar asbes

Perikarditis

Gambar 15. Efusi Perikardia

Efusi perikardial yang sangat sedikit mungkin dapat terlihat pada foto

polos

Tampak globular enlargement of the cardiac shadow yang memberikan

water bottle configuration

Lateral CXR kemungkinan memperlihatkan garis vertical opak (cairan

perikardial) yang dikenal sebagai Oreo cookie sign


33

Pelebaran sudut subkarinal tanpa adanya bukti pembesaran atrium kiri

dapat menjadi tanda tidak langsung perikarditis.

Emboli Paru

Gambar 16. Emboli Paru

Fleishner sign: pembesaran arteri pulmonaris (20%)

Hampton hump: peripheral wedge of airspace opacity and implies lung

infarction (20%), perhatikan tanda panah.

Westermark's sign: regional oligaemia and highest positive predictive

value (10%)

Efusi pleura (35%)


34

2.8 Tatalaksana

Tata laksana tergantung dari penyebab pleuritis. Infeksi akibat bakteri

dapat diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi akibat virus normalnya tidak

memerlukan pengobatan. Penggunaan acetaminophen ataupun ibuprofen dapat

membantu mengurangi rasa nyeri. Operasi untuk mengeluarkan cairan mungkin

diperlukan.

1. Pungsi pleura / Pengosongan cairan (torasentesis)

Pada tindakan ini, komplikasi yang dapat terjadi seperti syok, perdarahan,

sakit, pneumotoraks, infeksi.

2. Pemasangan Water Seal Drainase (WSD)

3. Pleurodesis, merupakan tindakan memasukkan bahan ke ruang antar

pleura untuk melekatkan pleura parietalis dan viseralis.

2.9 Komplikasi
Kesulitan bernapas

Paru kolaps saat dilakukan torakosentesis

Komplikasi akibat penyakit dasarnya

Pneumonia

2.10 Prognosis

Prognosis dari pleuritis tergantung dari penyebab.Kebanyakan penderita

pleuritis dapat sembuh secara penuh jika penyebab utama diatasi. Kadang kala,

penyembuhan pleuritis dapat menyebabkan perlengketan permukaan pleura.


35

2.11 Pemeriksaan Rontgen Thorax

Radiografi toraks di baca dengan menempatkan sisi kanan foto (marker R) di sisi

kiri pemeriksa atau sisi kiri foto (marker L) di sisi kanan pemeriksa. Pada

radiografi toraks, jantung terlihat sebagai bayangan opak (putih) di tengah dari

bayangan lusen (hitam) paru-paru.

Syarat layak baca radiografi toraks, yaitu:

1. Identitas

Foto yang akan dibaca harus mencantumkan identitas yang lengkap

sehingga jelas apakah foto yang dibaca memang milik pasien tersebut.

2. Marker

Foto yang akan di baca harus mencantumkan marker R (Right/ kanan) atau

L (Left/ kiri).

3. Os scapula tidak superposisi dengan toraks

Hal ini dapat tercapai dengan posisi PA, tangan di punggung daerah

pinggang dengan sendi bahu internal rotasi.

4. Densitas cukup

Densitas foto dikatakan cukup/ berkualitas jika corpus vertebra di

belakang jantung terlihat samar.


36

Gambar 17. Gambaran radiografi dengan densitas lunak, densitas cukup dan

densitas keras.

5. Inspirasi cukup

Pada inspirasi yang tidak adekuat atau pada saat ekspirasi, jantung akan

terlihat lebar dan mendatar, corakan bronkovaskular akan terlihat ramai/

memadat karena terdorong oleh diafragma. Inpirasi dinyatakan cukup jika

iga 6 anterior atau iga 10 posterior terlihat komplit. Iga sisi anterior terlihat

berbentuk huruf V dan iga posterior terlihat menyerupai huruf A.

Gambar 18. Inspirasi cukup jika terlihat komplit iga 6 anterior atau iga 10

posterior.
37

6. Simetris

Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara prosesus

spinosus dan sisi medial os clavikula kanan - kiri. Posisi asimetris dapat

mengakibatkan gambaran jantung mengalami rotasi dan densitas paru sisi kanan

kiri berbeda sehingga penilaian menjadi kurang valid.

Hal yang mempengaruhi hasil pemeriksaan radiografi:

1. Posisi pemeriksaan

Jantung berada di sisi anterior rongga dada. Pada radiografi toraks dengan

posisi berdiri, dimana sinar berjalan dari belakang ke depan (PA), maka letak

jantung dekat sekali dengan film. Jika jarak dari fokus sinar ke film cukup jauh,

maka bayangan jantung yang terjadi pada film tidak banyak mengalami

pembesaran/ magnifikasi. Pada umumnya jarak fokus-film untuk radiografi

jantung 1,8 2m.

Bayangan jantung yang terlihat pada radiografi toraks proyeksi PA

mengalami magnifikasi 5% dari keadaan sebenarnya. Lain halnya bila radiografi

dibuat dalam proyeksi antero-posterior (AP), maka jantung letaknya akan menjadi

jauh dari film sehingga bayangan jantung akan mengalami magnifikasi bila

dibandingkan dengan proyeksi PA.

Hal yang sama akan terjadi pada radiografi yang dibuat dengan posisi

telentang (supine) dengan sinar berjalan dari depan ke belakang (AP). Di sini

bayangan jantung juga akan terlihat lebih besar dibanding dengan proyeksi PA

dan posisi berdiri. Posisi AP dilakukan pada pasien yang tidak sanggup berdiri

(posisi PA).
38

Gambar 19. Posisi posteroanterior (PA) dan posisi anteroposterior (AP) supine

2. Bentuk tubuh

Pada orang yang kurus dan jangkung (astenikus) jantung berbentuk

panjang dan ke bawah. Ukuran vertikal jauh lebih besar daripada ukuran

melintang. Diafragma letaknya mendatar sehingga jantung seolah tergantung (cor

pendulum). Sebaliknya pada orang yang gemuk dan pendek (piknikus); letak

jantung lebih mendatar dengan ukuran melintang yang lebih besar disertai

diafragma yang letaknya lebih tinggi.

Bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum/ pigeon chest, pectus

carinatum, kelainan pada kelengkungan vertebra seperti skoliosis, kifosis atau

hiperlordosis dapat mempengaruhi bentuk dan letak jantung.

3. Kelainan paru

Kelainan luas pada paru dapat mempengaruhi bentuk dan letak jantung.

Fibrosis atau atelektasis dapat menarik jantung, sedangkan efusi pleura dan

pneumotorak dapat mendorong jantung.


39

Radioanatomi toraks proyeksi PA/ AP

- Trakea dan brous kanan kiri terlihat sebagai lesi lusen (hitam) yang

superposisi dengan vertebra

Gambar 20. Trakea dan bronkus utama terlihat lusen.

- Hillus terdiri dari arteri, vena, bronkus dan limfe

Gambar 21. Hillus paru pada foto toraks PA dan lateral.

- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan iga disebut degan sinus

kostofrenikus. Sinus kostofrenikus normal berbentuk lancip.


40

- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan bayangan jantung disebut

sinus kardiofrenikus.

- Diafragma terlihat sebagai kubah di bawah jantung dan paru. Perbedaan

tinggi kedua diafragma yang normal adalah 1-1,5 cm. Tinggi kubah

diafragma tidak boleh kurang dari 1,5 cm. Jika kurang dari 1,5 cm maka

diafragma dikatakan mendatar.

- Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan. Atrium kanan

bersambung dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh v. cava

superior.

- Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol di

sebelah kiri kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas jantung

melengkung ke dalam (konkaf) yang disebut pinggang jantung.

- Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteria pulmonalis.

- Di bawah penonjolan a. Pulmonalis terdapat aurikel atrium kiri (left

atrial appendage).

- Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan

lengkungan konveks ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak

lengkungan dari ventrikel kiri itu disebut sebagai apex jantung.

- Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya

para-vertebral kiri dari arkus sampai diafragma.

- Apeks paru terletak di atas bayangan os clavikula.

- Lapangan atas paru berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah berada

antara iga 2-4 anterior dan lapangan bawah berada di bawah iga 4 anterior.
41

Cara pengukuran Cardio Thoracic Ratio (CTR)

- Ditarik garis M yang berjalan di tengah-tengah kolumna vertebralis

torakalis.

- Garis A adalah jarak antara M dengan batas jantung sisi kanan yang

terjatuh.

- Garis B adalah jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjatuh.

- Garis transversal C ditarik dari dinding toraks sisi kanan ke dinding toraks

sisi kiri. Garis ini melalui sinus kardiofrenikus kanan. Bila sinus-sinus

kardiofrenikus ini tidak sama tingginya, maka garis C ditarik melalui

pertengahan antara kedua sinus itu. Ada pula yang menarik garis C ini dari

sinus kostofrenikus kanan ke sinus kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua

cara ini tidak begitu besar, sehingga dapat dipakai semuanya.

Rumus :

- CTR= + 100%

- Pada radiografi toraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, CTR

kurang dari 50%.

- Pada umumnya jantung mempunyai batas radio-anatomis sebagai berikut :

- Batas kanan jantung letaknya para-sternal, Bila kita memakai garis A,

maka garis A ini panjangnya tidak lebih dari 1/3 garis dari M ke dinding

toraks kanan.

- Batas jantung sisi kiri terletak di garis pertengahan klavikula (mid-

clavicular line).
42

- Batas dari arkus aorta, yaitu batas teratas dari jantung, letaknya 1-2 cm di

bawah tepi manubrium sterni.


43

BAB III

ANALISIS KASUS

Pada kasus ini seorang peremouan bernama Ny.N berusia 36 tahun yang datang

dengan keluhan nyeri kepala yang dirasakan sejak dua minggu yang lalu. Nyeri

dirasakan terus-menerus dan semakin memberat. Pasien juga saat ini mengeluh

mual, muntah dan badan terasa lemas. Saat ini pasien mengaku sedang dalam

pengobatan TB. Untuk menegakkan diagnosis pada pasien ini sesuai indikasi

diatas akan dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologis

yaitu Ct scan dan foto thorax.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat dengan GCS

15 (e4v5m6). Pada pemeriksaan fisik thorak didapatkan inspeksi simetris, palpasi

ekspansi simetris, vocal fremitus ka=ki, perkusi redup/sonor, auskultasi vesikuler

(+/+). wheezing (-/-), ronki basah halus (+/-).

Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan

dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax

termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar. Pada pasien

dilakukan foto thorax dengan posisi anterior posterior (AP).

Didapatkan hasil dari pemeriksaan foto thorak tampak kalsifikasi amorf pada

hemithorak dekstra aspek lateral, sinus costovrenicus dekstra tertutup kalsifikasi

diatas tersebut, sinistra lancip, kedua diafragma licin, Cor CTR <0,5, sistema

tulang yang tervisualisasi intak dengan kesan pleuritis sicca dekstra dan besar cor

normal.
44

Pleuritis Kering (Fibrinosa/Sicca) diamana penyebabnya adalah trauma dinding

dada, penyakit primer pada paru seperti TB paru, Reumatoid artritis, Pneumonia,

SLE, Infark paru, Abses paru, Ca bronkus. Pada pasien dari anamnesis didapatkan

bahwa pasien sedang dalam pengobatan TB yang merupakan salah satu penyebab

terbentuknya pleuritis sicca.

Pleuritis sicca bila memburuk akan terjadi pleuritis exudative, pada foto thorak

didapatkan gambaran sinus costophrenicus tidak lancip, pada pemeriksaan

fluoroscopy diafragma tidak bergerak.


45

BAB IV

KESIMPULAN

Dilaporkan pasien dengan klinis nyeri kepala dan dengan riwayat pengobatan TB.

Pada pemeriksaan foto thorax dikesankan pleuritis sicca dekstra dengan gambaran

tampak kalsifikasi amorf pada hemithorak dekstra aspek lateral, sinus

costovrenicus dekstra tertutup kalsifikasi diatas tersebut, sinistra lancip. Sehingga

ditarik kesimpulan diagnosis pasien yaitu pleuritis sicca dekstra


46

DAFTAR PUSTAKA

Astowo, P. Efusi Pleura, Efusi Pleura Ganas, Empiema. Medical Faculty

University Of Indonesia.

Herring, W. Pleural Efussion. Learning Radiology; 2012

Intan I. Hakimah, Othman Norlijah. Etc. The unexcepted bilateral tuberculous

empyema: a case report in a child. International journal of health research.

2008.

Intan I. Hakimah, Othman Norlijah. Etc. The unexcepted bilateral tuberculous

empyema: a case report in a child. International journal of health research.

2008.

Lorraine W. Penyakit Paru Restriktif. Dalam : Price, Sylvia A, Lorraine W, et al.

Editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6. Jilid.2.

Kedokteran EGC ; Jakarta: 2005.

Lee-Chiong T, Gebhart GF, Matthay RA. Chest pain. In: Mason RJ, Broaddus

VC, Martin TR, et al, eds. Murray and Nadel's Textbook of Respiratory

Medicine. 5th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2010:chap 30.

McCool FD. Diseases of the diaphragm, chest wall, pleura, and mediastinum. In:

Goldman L, Schafer AI, eds. Goldman's Cecil Medicine. 24th ed.

Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2011:chap 99.


47

Putra, I. P., Yunus F. Anatomi dan Fisiologi Pleura. Continuing Medical

Education. 2010; 40(6): 407-12.

P, Christopeher. Pleurisy Causes, Symptom, Treatment, Exan and Test. 2014.

Slamet H. Efusi Pleura. Dalam: Alsagaff H, Abdul Mukty H, Dasar-Dasar Ilmu

Penyakit Paru. Airlangga University Press; Surabaya; 2002.

Sureka, B., Bhushan, B., Kumar, M., et all. Radiology Review Of Pleural

Tumours. Indian Journal Of Radiology And Imaging. 2013; 23: 313.

Anda mungkin juga menyukai