Anda di halaman 1dari 19

REFERAT MIGRAIN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belakangan ini penderita migrain di Indonesia cenderung semakin bertambah. Hal ini
berkaitan dengan gaya hidup yang tidak sehat seperti stress dan aktivitas yang berlebihan
sehingga waktu untuk merelaksasikan tubuh kurang serta perubahan hormonal dalam tubuh
seperti menstruasi yang dialami wanita.

Prevalensi wanita yang mengalami migrain adalah sekitar 17% sedangkan pada pria
sekitar 6%. Prevalensi ini dimulai pada usia remaja dan dewasa muda, serta mencapai puncaknya
pada dekade 40-an. Kira-kira 60% wanita yang mengalami serangan migrain terkait dengan
siklus menstruasi, 30% mengalami serangan pada saat menstruasi, dan 15-25% mengalami
serangan 2-3 hari sebelum menstruasi.

Migrain digambarkan sebagai nyeri kepala unilateral yang sifatnya berdenyut yang
berlangsung 4-72 jam dengan intensitas nyeri sedang sampai bertambah berat dengan aktivitas
fisik dan dapat disertai mual atau dengan muntah, fotofobia, fonofobia.

Migrain adalah suatu kondisi kronik dengan serangan yang bbersifat episodik, tanpa
adanya ancaman kehidupan, tetapi keadaan ini dapat mempengaruhi presentasi akademik,
kesehatan mental, hubungan keluarga dan sosial. Migrain sering menimbulkan ketidakmampuan
selama dan diantara serangan, yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari dan
produktifitas akademik.

Migrain merupakan gangguan yang bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri
kepala yang berulang-ulang, yang intensitas frekuensi dan lamanya sangat bervariasi. Menurut
data the research group on migraine and headache of the world federation of neurology sekitar
65-75% wanita diseluruh dunia pernah mengalami migrain sedangkan pada pria sekitar 25%.

1
REFERAT MIGRAIN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak

Otak terdiri dari serebrum, serebellum dan batang otak yang dibentuk oleh mesensefalon,
pons dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan duramater disigkirkan, dibawah lapisan arachnoid
mater dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fissure
korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi lebih kecil yang disebut lobus.

Gambar 2.1 Anatomi Otak

1. Serebrum (Otak Besar)


Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. hemisfer
kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri
berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer
kanan terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian
lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-
masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada dibagian tengah serebrum. Lobus
parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralisdan bagian belakang oleh

2
REFERAT MIGRAIN

garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus


lateralis. Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf
sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali
msegala jenis rangsangan somatic
b. Lobus frontali merupakan lobus yang ada di bagian paling depan dari
serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentralil dari
Rolando. Pada daerah ini terdapat area motoric untuk mengontrol gerakan
otot-otot, gerakan bola mata, area broca sebagai pusat bicara, dan area pre
frontal yang mengontrol aktivitas intelektual
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital
oleh gari yang ditarik secara vertical ke bawah dari ujung atas sulkus lateralis.
Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan
informasi dan bahas dalam bentuk suara,
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus
ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina
mata.

2. Serebelum (Otak Kecil)


Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum
terletak dibagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak dan di
bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah
pusat tubuh dalam mengontrol kualitas pergeralkan. Serebeljum juga mengentrol
banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu,
serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

3. Batang Otak
Batang otak berada didalam tulang tengkorak atau rongga lepala bagian dasar dan
memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol
tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur.
Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa

3
REFERAT MIGRAIN

muntah, kelemahan otot wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan,
diplopia dan sakit kepala ketika bangun.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Mesensefalon atau otak tengah (midbrain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial
III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam
memngtrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b) Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain
dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranila posterior. Saraf
kranial V diasossiasikan dengan pons
c) Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak
yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak
juga di fossa kranial posterior. CN IX, X dan XII diasosiakan dengan
medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons
dan medulla

Gambar 2.2 Circulus Wilisi

2.2 Definisi Migrain

4
REFERAT MIGRAIN

Migrain berasal dari kata migraine yang berasal dari bahasa Prancis, sementara itu dalam
bahasa Yunani disbut hemicrania dan dalam bahasa Inggris kuno dikenal dengan megrim.
Konsep klasik menyatakan bahwan migrain merupakan gangguan fungsional otak dengan
manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau mendentum, yang terjadi secara
mendadak disertai mual atau muntah.

Migrain merupakan gangguan yang bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri
kepala yang berulang-ulang, yang intensitas frekuensi dan lamanya sangat bervariasi. Nyeri
kepala biasanya bersifat unilateral, dengan lama serangan 4 sampai 72 jam bertambah berat
dengan aktivitas fisik, disertai mual, muntah, fotofobia dan fonofobia.

2.3 Epidemiologi Migrain

Migrain dialami oleh lebih dari 28 juta orang di seluruh dunia. Diperkirakan
prevalensinya di dunia mencapai 10%; wanita lebih banyak daripada pria. Beberapa studi
menunjukkan bahwa prevalensi seumur hidup (lifetime prevalence) pada wanita sebesar 25%,
sedangkan pada pria hanya sebesar 8%. Usia penderita terbanyak sekitar 25-55 tahun. Migrain
menduduki peringkat ke-19 di antara semua penyakit penyebab hendaya (disability) atau cacat di
dunia, dan peringkat ke-12 di antara wanita di seluruh dunia.

Di Inggris, migrain diderita oleh lebih dari 14% (7,6% pria dan 18,3% wanita) populasi;
lebih dari 6 juta orang. Di Amerika Serikat, sekitar 18% wanita dan 6% pria menderita migrain,
prevalensinya meningkat tajam. Di Inggris dan Amerika Serikat, diperkirakan sekitar dua pertiga
penderita migrain tidak pernah berkonsultasi ke dokter, tidak diberi tahu diagnosis yang tepat,
dan hanya diobati dengan (atau dibeli sendiri) obat-obat bebas tanpa resep dokter. Migrain tanpa
aura umumnya lebih sering terjadi dibandingkan dengan migrain disertai aura dengan persentase
sebanyak 90%.

2.4 Etiologi Migrain

5
REFERAT MIGRAIN

Menurut Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua, sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti faktor penyebab migrain, diduga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan
sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminal vaskular, sehingga migrain termasuk
dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migrain
yaitu:

1. Perubahan hormon (65,1%). Estrogen dan progesteron merupakan hormon utama yang
berkaitan dengan serangan migrain, baik pada saat maupun diluar periode menstruasi.
Penurunan konsentrasi estrogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi
merupakan saat terjadinya serangan migrain.
2. Makanan (26,9%). Makanan yang sering menyebabkan nyeri kepala pada beberapa
orang antara lain: makanan yang bersifat vasodilator (histamin, contoh: anggur merah,
natrium nitrat), vasokontriktor (tiramin, contoh: keju, pisang; feniletilamin, contoh:
coklat; kafein), dan zat tambahan pada makanan (natrium nitrit, monosodium glutamat/
MSG, dan aspartam)
3. Stres (79,7%)
4. Rangsangan sensorik
Sinar yang terang dan sinar yang menyilaukan (38,1%)
Bau menyengat, termasuk bau yang menyenangkan seperti parfum dang bunga atau
bau yang tidak menyenangkan seperti tinner dan asap rokok (43,7%)
5. Faktor fisik
Kegiatan fisik yang berlebihan termasuk aktivitas seksual (27,3%)
Perubahan pola tidur, termasuk terlalu banyak tidur atau terlalu sedikit tidur (32%)
dan gangguan saat tidur (49,8%)
6. Perubahan lingkungan (53,2%). Seperti cuaca, musim, tingkat dataran tinggi, tekanan
barometer atau zona waktu
7. Alkohol (37,8%)
8. Merokok (35,7%)

6
REFERAT MIGRAIN

Gambar 2.3. Potential Migraine Triggers

Gambar 2.4 Faktor Pencetus (www.healths24.com/medical/headache)

2.5 Klasifikasi

Klasifikasi nyeri kepala didasarkan pada faktor waktu, lokasi, dan intensitas nyeri. Acuan
yang berdasarkan faktor waktu, lokasi dan intensitas nyeri masih berlaku sampai sekarang yaitu
Classification and diagnostic criteria for headache disorders, cranial neuralgias and facial
pain, yang dibuat oleh International Headache Society tahun 1988. Klasifikasi migrain adalah
sebagai berikut:

1. Migrain tanpa aura

7
REFERAT MIGRAIN

2. Migrain dengan aura


a. Migrain dengan aura yang khas
b. Migrain dengan aura yang diperpanjang
c. Migrain dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)
d. Migrain dengan basilaris
e. Migrain aura tanpa nyeri kepala
f. Migrain dengan awitan aura akut
3. Migrain oftalmoplegik
4. Migrain retinal
5. Migrain yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
6. Migrain dengan komplikasi
a. Status migrain (serangan migrain dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)
Tanpa lebihan penggunaan obat
Kelebihan penggunaaan obat untuk migrain
b. Infark migrain
7. Gangguan seperti migrain yang tidak terklasifikasikan

2.6 Patofisiologi Migrain

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan terjadinya sakit
kepala migraine. Tetapi dalam beberapa tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang
menjelaskan patomekanisme terjadinya migraine. Paling tidak ada 3 teori yang diyakini dapat
menjelaskan mekanisme migraine.

1. Teori Vascular
Teori vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak
berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan
menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjutan dan menyebabkan fase nyeri kepala
dimulai.

2. Teori Neurovascular-Neurokimia (Trigeminovascular)


Adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf
trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related).
CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang
pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga
bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran
darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang

8
REFERAT MIGRAIN

bertindak sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini
akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain
itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar
serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari
pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di
otak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka
dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan
dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri
kepala pada migren.

Gambar 2.5 Patofisiologi Teori Neurovascular-Neurokimia (Trigeminovascular)

3. Teori Cortical Spreading Depresion


Dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi
neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating
depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode
depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan
menekan aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.

9
REFERAT MIGRAIN

Gambar 2.6 Pathways Migraine (Sumber: National Headache Foundation)

Skema 2.1 Patofisiologi migrain

2.7 Manifestasi Klinis Migrain

10
REFERAT MIGRAIN

Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migrain bervariasi pada setiap individu.
Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migrain, tetapi semuanya tidak harus dialami
oleh setiap individu. Fase-fase tersebut antara lain :

1. Fase Prodromal. Fase ini dialami 40-60% penderita migrain. Gejalanya berupa perubahan
mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur berlebihan,
menginginkan jenis makanan tertentu (seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini
muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda
kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migrain.
2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau
menyertai serangan migrain. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura ini dapat
berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut. Aura
visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum
terjadi. Yang khas untuk migrain adalah scintillating scotoma (tampak bintikbintik kecil
yang banyak) , gangguan visual homonym, gangguan salah satu sisi lapangan pandang,
persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan
visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu
mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk
zigzag. Aura pada migrain biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti
dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa
periode laten.
3. Fase nyeri kepala. Nyeri kepala migrain biasanya berdenyut, unilateral, dan awalnya
berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-2 jam menyebar
secara difus kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa,
sedangkan pada anakanak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari
sedang sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu pasien dalam menjalani
aktivitas sehari-hari.
4. Fase Postdromal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan
terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa segar atau euphoria setelah
terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa deperesi dan lemas.

11
REFERAT MIGRAIN

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migrain dengan aura, sementara pada
penderita migrain tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal, fase nyeri kepala,
dan fase postdromal.

Gambar 2.7 Fase Migrain dikutip dari: (Dodick and Gargus, 2008)

2.8 Kriteria Diagnosis Migrain

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Migrain MS-Q


1. Serangan sakit kepala muncul intens
2. Serangan sakit kepala dirasakan lebih dari 4 jam
3. Selama serangan ada mual atau dengan muntah
4. Selama serangan ada fotofobia dan fonofobia
5. Selama serangan mengganggu aktivitas secara fisik atau secara intelektual

Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Migrain Tanpa Aura

12
REFERAT MIGRAIN

A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan yang memenuhi kriteria B-D


B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau pengobatan tidak
cukup) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya 2 dari karakter sebagai berikut:
1. Lokasi nyeri unilateral
2. Sifatnya mendenyut
3. Intensitas sedang sampai berat
4. Diperberat oleh kegiatan fisik
D. Selama serangan, sekurang-kurangnya ada 1 dari yang tersebut dibawah ini:
1. Mual atau dengan muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan
organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik tetapi
pemeriksaan neroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan
kelaianan

Tabel 2.3 Kriteria Diagnosis Migrain Aura


A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B
B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari karakteristik tersebut dibawah ini:
1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi hemisfer
dan/atau batang otak
2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2 atau
gejala aura terjadi bersama-sama
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari satu
gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri kepala mengikuti gejala aura
dengan interval bebas nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadang kadang dapat
terjadi sebelum aura
C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan
organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik, tetapi
pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan
kelainan.

Tabel 2.4 Kriteria Diagnosis Migrain Retinal


Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut dibawah

13
REFERAT MIGRAIN

ini:
A. Scotoma monocular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60 menit, dan
dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita menggambarkan
gangguan lapangan penglihatan monokular selama serangan tersebut.
B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri tidak lebih
dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri kepala bisa tidak
muncul apabila penderita mempunyai jenis migrain lain atau mempunyai 2 atau lebih
keluarga terdekat yang mengalami migrain.
C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat disingkirkan
dengan pemeriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan jantung dan darah.

Tabel 2.5 Kriteria Diagnosis Migrain Yang Berhubungan Dengan Gangguan Intrakranial
A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migrain
B. Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro imaging
C. Terdapat satu atau keduanya dari :
1. Awitan migrain sesuai dengan awitan gangguan intrakranial
2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intrakranial
D. Bila pengobatan gangguan intrakranial berhasil maka migrain akan hilang dengan
sendirinya.

2.9 Anamnesis Migrain

Jenis nyeri Apa yang di maksud pasien dengan nyeri kepala?


Bagaimana rasa nyeri kepala tersebut? (Berat, denyut, tarik, ikat, pindah -
pindah, tegang, seperti ditusuk - tusuk)
Kapan nyeri Bagaimana awal nyerinya?
Apakah timbul mendadak atau bertahap?
Apa yang memicunya?
Awitan Sudah berapa lama nyeri berlangsung?
(onset)
Frekuensi Apakah nyerinya berlangsung terus menerus atau hilang timbul?
Berapa lama nyeri kepala berlangsung? (migrain dalam jam,
tension headache hari-bulan, neuralgia trigeminal menyengat,
detik-menit)
Lokasi nyeri Di kepala bagian mana letak nyeri tersebut?

14
REFERAT MIGRAIN

Seluruh kepala, tengkuk (tension Headache) , sekitar mata (Cluster),


separuhkepala (migren), menetap pada satu lokasi (tumor)
Kualitas Bagaimana kualitas dan intensitas dari sakit kepala yang anda rasakan?
Migren (denyut hebat, susah bekerja), cluster headache (denyut seperti bor),
nyeri
tensionheadache (seperti memakai topi baja berat)
Apakah kualitas dan intensitasnya bertambah?
Progresif (tumor)
Gejala Apakah ada gejala lain yang menyertai nyeri kepala tersebut?
penyerta

2.10 Pemeriksaan Penunjang Migrain


Bertujuan untuk menyingkirkan diagnosa banding:
- CT Scan
- MRI Kepala
- Punksi Lumbal

2.11 Terapi Migrain


2.11.1 Terapi akut non-spesifik
a. Analgesik dan NSAID (Non-Steroidal Antiinfl Ammatory Drugs)
Analgesik dan NSAID merupakan terapi akut lini pertama. Obat-obat
golongan ini meliputi asam asetilsalisilat (500-1000 mg), kalium diklofenak
(50-100 mg), flubiprofen (100-300 mg), ibuprofen (400-2400 mg atau 200-
800 mg), naproxen (750-1250 mg), naproksen sodium (550-1100 mg),
parasetamol (1000 mg), piroksikam SL (40 mg), dan asam tolfenamat (200-
400 mg). Kombinasi analgesik seperti: parasetamol, aspirin dan kafein, secara
signifi kan terbukti lebih efektif daripada plasebo. Terkadang efikasi analgesik
dilengkapi dengan pemberian bersama metoklopramid (5 mg atau 10 mg oral)
diberikan sebelum atau bersamaan dengan analgesik oral; penambahan ini
dapat meningkatkan absorpsi asam asetilsalisilat, menurunkan mual, dan
memperbaiki respons terapeutik.
b. Antiemetik
Beberapa agen gastroprokinetik efektif mengatasi mual dan muntah pada
penderita migrain. Contoh obat golongan ini adalah metoklopramid (10 mg
PO, IM, atau IV) dan domperidon (20-30 mg PO atau PR), yang memiliki
keuntungan tambahan dalam meningkatkan bioavailabilitas obat-obat yang
diberikan bersamaan secara oral untuk mengatasi migrain. Klorpromazin (25-

15
REFERAT MIGRAIN

50 mg IM), metoklopramid (10 mg IV atau IM), dan proklorperazin (10 mg


IV atau IM) juga telah digunakan sebagai terapi tunggal untuk mengatasi
migrain.
2.11.2 Terapi akut spesifik
a. Triptan
Sumatriptan, triptan yang pertama, pada mulanya tersedia dalam sediaan
subkutan. Enam triptan yang ditemukan setelah sumatriptan ialah almotriptan,
eletriptan, frovatriptan, naratriptan, rizatriptan, dan zolmitriptan. Onset
tercepat dijumpai pada pemberian sumatriptan subkutan. Eletriptan dan
rizatriptan adalah triptan oral dengan aksi paling cepat, yang efeknya terlihat
setelah 30 menit. Almotriptan, sumatriptan, dan zolmitriptan bekerja dalam
waktu 45-60 menit. Yang paling memungkinkan untuk keberhasilan terapi
secara konsisten adalah almotriptan, eletriptan, dan rizatriptan. Efek samping
paling rendah dilaporkan pada almotriptan, eletriptan, dan naratriptan. Triptan
lebih efektif bila nyeri kepala masih ringan, tidak bermanfaat bila diminum
sebelum onset nyeri kepala, atau selama gejala-gejala premonitory atau aura.
Kontraindikasi pemberian triptan antara lain penyakit arteri yang tidak diobati,
penyakit Raynaud, kehamilan, laktasi, gagal ginjal berat, dan gagal hati berat.
Triptan sebaiknya dihindari penderita dengan aura yang tidak biasa atau
memanjang, migrain basilar, dan migrain hemiplegik.
b. Turunan ergot
Dihidroergotamin dapat diberikan secara intramuskuler, intravena, subkutan,
dan intranasal. Kontraindikasi pemberian turunan ergot sama seperti
kontraindikasi pemberian triptan.
2.11.3 Terapi Komplemen
Selain medikamentosa, suplemen magnesium oral juga dapat dipakai sebagai
komplemen, berupa magnesium disitrat, dalam dosis 600 mg/hari, atau bentuk
garam magnesium lainnya, seperti chelated magnesium, magnesium oksida, dan
magnesium lepas lambat (bentuk terbaik untuk diabsorpsi), dengan dosis harian
400 mg dan efek samping diare. Petasites hybridus, dengan dosis 75 mg dua kali
sehari selama 1 bulan, lalu 50 mg dua kali sehari, Feverfew (100 mg setiap hari),
CoQ10 (300 mg setiap hari), ribofl avin (vitamin B2), dengan dosis 400 mg setiap

16
REFERAT MIGRAIN

hari, dan asam alfa lipoat (600 mg setiap hari) merupakan komplemen lain yang
pernah digunakan.
2.11.4 Profilaksis
Indikasi umum profilaksis migrain antara lain (1) nyeri kepala yang berkaitan
dengan disabilitas terjadi tiga hari atau lebih per bulannya, (2) durasi migrain
lebih dari 48 jam, (3) medikasi migrain akut tidak efektif, dikontraindikasikan,
atau dipakai berlebihan (overused), (4) serangan menghasilkan disabilitas berat,
aura yang memanjang, atau nyata terjadi migrainous infarction, (5) serangan lebih
dari dua sampai empat kali per bulan meskipun dengan pemeliharaan/perawatan
memadai, (6) pasien lebih memilih terapi preventif.
Untuk profilaksis lini pertama, obat-obatnya antara lain adalah Penyekat-
(atenolol, bisoprolol, metoprolol, propranolol, timolol, dan nadolol) dan
antidepresan trisiklik (amitriptilin). Untuk profilaksis lini kedua, dapat digunakan
topiramat, gabapentin, venlafaksin, kandesartan, lisinopril, magnesium, butterbur,
koenzim Q10, dan riboflavin. Untuk profilaksis lini ketiga, dapat dipakai
flunarizin, pizotifen, dan natrium divalproat. Beberapa pertimbangan khusus
sebelum dokter memberikan profilaksis meliputi ada tidaknya hipertensi atau
penyakit kardiovaskuler, gangguan mood, insomnia inisial, kejang, obesitas,
kehamilan, dan toleransi rendah terhadap efek samping medikasi. Selain
medikamentosa, penggunaan migraine headache trigger diary (buku harian
migrain) juga dapat disarankan.

2.12 Komplikasi Migrain


a. Status Migrenosus
Serangan migrain dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat pengobatan atau
tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak termasuk tidur) (Headache
Classification Comittee of International Headache Society ,2013)
b. Infark Migrenosus
Dahulu disebut migrain komplikata. Migrain komplikata adalah keadaan satu atau lebih
gejala aura yang tidak sepenuhnya hilang dalam waktu 7 hari dan atau didapatkan infark
iskemik pada konfirmasi pemeriksaan neuroimaging. Insidensi sangat rendah, biasanya
jenis migrain ini terjadi setelah lama menderita migrain dengan aura. Patogenesis belum
diketahui, tetapi faktor hiperaglutinasi dan hiperviskositas mempunyai peranan penting.

17
REFERAT MIGRAIN

BAB III

KESIMPULAN

Migrain merupakan gangguan fungsional otak dengan manifestasi nyeri kepala unilateral
yang sifatnya mendenyut atau mendentum, intensitas nyerinya sedang-berat, yang terjadi secara
mendadak disertai mual atau muntah, fotofobia dan fonofobia. Penyebab migrain yaitu
perubahan hormon, makanan, stress, sinar yang menyilaukan, bau menyengat, kegiatan fisik
berlebihan, pola tidur, perubahan lingkungan, alkohol dan merokok. Migrain diklasifikan
menjadi 2 yaitu migrain tanpa aura (pada migrain ini tidak ditemukan aura, tetapi dapat
ditemukan adnya gejala prodormal) dan migrain disertai aura (pada migrain jenis ini, nyeri
kepala di dahului oleh adanya gejala neurologis fokal yang berlangsung sementara atau disebut
juga aura. Aura dapat berupa gangguan visual homonim, hemisensorik, hemiparesis atau
disafasia ataupun kombinasi dari semua gangguan tersebut). Manifestasi klinis pada pasien
migrain terdapat 4 fase umum yaitu Fase Prodromal, Fase Aura, Fase nyeri kepala, Fase
Postdromal. Kriteria diagnosis migrain menurut International Headache Society adalah Serangan
sakit kepala muncul intens, Serangan sakit kepala dirasakan lebih dari 4 jam, Selama serangan
ada mual atau dengan muntah, Selama serangan ada fotofobia dan fonofobia, Selama serangan
mengganggu aktivitas secara fisik atau secara intelektual. Untuk menyingkirkan diagnosa
banding, harus dilakukan anamnesis yang baik, dengan beberapa pertanyaan: jenis nyeri, kapan
nyeri, awitan, frekuensi, lokasi nyeri, kualitas nyeri, gejala penyerta. Dapat juga dilakukan
pemeriksaan penunjang yang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosa banding: CT Scan, MRI
Kepala, Punksi Lumbal.

Terapi yang dilakukan untuk pasien migraine bisa dengan Analgesik dan NSAID merupakan
terapi akut lini pertama meliputi asam asetilsalisilat, kalium diklofenak, flubiprofen, ibuprofen,
naproxen, naproksen sodium, parasetamol, piroksikam, dan asam tolfenamat. Dan dengan
antiemetik: Klorpromazin, metoklopramid, dan proklorperazin. Sedangkan untuk profilaksis lini
pertama, obat-obatnya antara lain adalah Penyekat- (atenolol, bisoprolol, metoprolol,
propranolol, timolol, dan nadolol) dan antidepresan trisiklik (amitriptilin). Untuk profilaksis lini
kedua, dapat digunakan topiramat, gabapentin, venlafaksin, kandesartan, lisinopril, magnesium,

18
REFERAT MIGRAIN

butterbur, koenzim Q10, dan riboflavin. Untuk profilaksis lini ketiga, dapat dipakai flunarizin,
pizotifen, dan natrium divalproat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Geoge Dewanto, Wita J. Suwono, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana
Penyakit Saraf. Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNIKA
ATMAJAYA. EGC. Jakarta
2. Dito Anurogo. 2012. Penatalaksanaan Migren. RS PKU Muhammadiyah Palangkaraya,
Kalimantan Tengah, Indonesia. Available from: www.kalbe.com
3. Wildan Acalipha W. 2012. Prevalensi Migrain Pada Mahasiswa FKIK UIN Angkatan
2011 dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Indonesia.
4. Tina Capers. 2014. Pathophysiology of Migraine. Otterbein University. Available from:
http://digitalcommons.otterbein.edu/stu_msn
5. Woro Riyadina, Yuda Turana. 2014. Faktor Risiko dan Komorbiditas Migrain. Pusta
Penelitian Kesehatan FK UNIKA Atmajaya. Jakarta
6. Ritarwan K. 2014. Hubungan Migrain dengan Tingkat Stress. Repository USU. Medan
7. Arrasyid NK. 2015. Hubungan Diet Makanan Terhadap Angka Terjadi Migrain.
Repository USU. Medan
8. Jimmy Hadi Widjaja. 2012. Mekanisme Terjadinya Nyeri Kepala Primer. Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Surabaya
9. Muhammad Akbar. 2010. Nyeri Kepala. Bagian Ilmu Penyakt Saraf Universitas
Hasanuddin. Makassar
10. Anonymious. 2016. Bahan Ajar Migrain. Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin
Makassar. Indonesia
11. Ellysabet Dian Yunivitasari. 2014. Karakteristik Klinik dan Histopatologi Tumor Otak di
Dua Rumah Sakit di Kota Bandar Lampung. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Indonesia

19

Anda mungkin juga menyukai