Anda di halaman 1dari 3

Penatalaksanaan

1. Non-Farmakologi
Pasien hepatitis B harus menghindar kontak seksual sampai antigenemia hilang. menghindari
semua hepatitisatotoksin, terutama alcohol. pengaturan diet yang tepat dapat mempercepat
pemulihan fungsi hati. Pemberian protein bermutu tinggi dan vitamin dapat mempercepat
pemulihan dari sel-sel hati yang mengalami kerusakan seperti Aminoleban mengandung AARC /
BCAA ( Branch Chain Amino Acids) kadar tinggi serta diperkaya dengan asam amino penting
lain seperti arginin, histidin, vitamin, dan mineral. Nutrisi khusus hati ini akan menjaga kecukupan
kebutuhan protein dan mempertahankan kadar albumin darah tanpa meningkatkan risiko
terjadinya hiperamonia. Dosis Dewasa 500-1000 ml/dosis dengan infus drip intravena 25-40
tetes/menit
Namun perlu diingat bahwa pemberian protein harus disesuaikan dengan toleransi tubuh
penderita karena bila berlebih dapat menyebabkan kadar ammonia dalam darah meningkat atau
tidak seimbang sehingga timbullah berbagai gangguan dalam tubuh. Oleh karenanya, diperlukan
suatu pengaturan diet yang tepat untuk penderita hepatitis agar diperoleh pemulihan yang
maksimal.1
Tujuan pengaturan diet pada penderita penyakit hati adalah memberikan makanan cukup untuk
mempercepat perbaikan fungsi tanpa memperberat kerja hati. Syaratnya adalah sebagai berikut :3,6
1. Kalori tinggi, kandungan karbohidrat tinggi, lemak sedang dan protein disesuaikan dengan
keadaan penderita.
2. Diet diberikan secara berangsur, disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi pendeita.
3. Cukup vitamin dan mineral.
4. Rendah garam atau cairan dibatasi bila terjadi penimbunan garam/air.
5. Mudah dicerna dan tidak merangsang.
6. Bahan makanan yang mengandung gas dihindarkan
Macam - Macam Diet Untuk Penderita Penyakit Hati 4
a. Diet 1
Untuk penderita sirosis hati yang berat dan hepatitis akut prekoma. Biasanya diberikan makanan
berupa cairan yang mengandung karbohidrat sederhana misalnya sari buah, sirop, teh manis.
Pemberian protein sebaiknya dihindarkan. Bila terjadi penimbunan cairan atau sulit kencing maka
pemberian cairan maksimum 1 liter perhari. Diet ini sebaiknya diberikan lebih dari 3 hari.
b. Diet 2
Diberikan bila keadan akut atau prekoma sudah dapat diatasi dan mulai timbul nafsu makan. Diet
berbentuk lunak atau dicincang, tergantung keadaan penderita. Asupan protein dibatasi hingga 30
gram perhari, dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
c. Diet 3
Untuk penderita yang nafsunya cukup baik. Bentuk makanan lunak atau biasa, tergantung keadaan
penderita. Kandungan protein bisa sampai 1 g/kg berat badan, lemak sedang dalam bentuk yang
mudah dicerna.
d. Diet 4
Untuk penderita yang nafsu makannya telah membaik, dapat menerima protein dan tidak
menunjukan sirosis aktif. Bentuk makanan lunak atau biasa, tergantung kesanggupan penderita.
Kalori, kandungan protein dan hidrat arang tinggi, lemak, vitamin dan mineral cukup.
Kelompok Makanan Sehari-hari
Secara praktis, makanan sehari-hari dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Kelompok kuning
Makanan yang digunakan sebagai sumber energi seperti nasi, kentang, minyak, gula, dan kue.
Asupan makanan dari kelompok ini harus ditetapkan jumlahnya perhari.

2. Kelompok hijau
Kelompok makanan yang harus dimakan sesuai kebutuhan. Contohnya sayur-sayuran dan buah-
buahan. Karena mengandung serat, makanan ini bisa mencegah sembelit. Makanan ini
mengandung pula vitamin dan mineral.
3. Kelompok merah
Terdiri atas makanan banyak protein misalnya daging, telur, ikan dan lain-lain. Konsumsi makanan
kelompok ini harus berhati-hati karena bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih akan
mengakibatkan peningkatan kadar ammonia dalam darah.
Pemilihan Bahan Makanan Bagi Penderita Hepatitis:4,5
1. Hindari makanan yang dapat menimbulkan gas, seperti ubi, singkong, kacang merah, kol, sawi,
lobak, nangka, durian dan lain-lain.
2. Hindari makanan yang telah diawetkan seperti sosis, ikan asin, kornet, dan lain-lain.
3. Pilihlah bahan makanan yang kandungan lemaknya tidak banyak seperti daging yang tidak
berlemak, ikan segar, ayam tanpa kulit.
4. Sebaiknya pilih sayur-sayuran yang sedikit mengandung serat seperti bayam, wortel, bit, labu
siam, kacang panjang muda, buncis muda, daun kangkung dan sebagainya.
5. Bumbu-bumbu jangan terlalu merangsang. Salam, laos, kunyit, bawang merah, bawang putih dan
ketumbar boleh dipakai tetapi jangan terlalu banyak.
6. Hindarkan makanan yang terlalu berlemak seperti daging babi, usus, babat, otak, sum-sum dan
santan kental.
Bagi penderita hepatitis, terapi diet sangat penting untuk dilakukan. Kandungan gizi pada terapi
diet penderita hepatitis berbeda-beda tergantung pada kondisi penderita. Total kalori yang
diberikan juga berbeda, tergantung besar badan dan aktifitas penderita. Selain itu, pada umumnya
kurang baik jika terlalu banyak mengurangi lemak kecuali bila ada gejala kuning pada mata atau
kulit. Lemak yang mengandung banyak asam lemak esensial seperti minyak nabati atau minyak
ikan boleh diberikan seperti biasa.
2. Farmakologi
Pada pasien yang diidentifikasi sebagai kandidat yang sesuai untuk mendapat terapi
antivirus, tujuan terapi adalah untuk menekan replikasi HBV dan mencegah progresi penyakit hati.
Respon terapi antivirus dapat diklasifikasikan menjadi biokimia (menormalkan ALT), virologis
(pembersihan DNA HBV), serologis (menghilangkan HBeAg, serokonversi HBeAg,
menghilangkan HBsAg), atau histologis (perbaikan histologihati). Penting untuk menilai respon
virologis tidak saja selama terapi antivirus namun juga setelah terapi dihentikan, dan menilai
apakah muncul resistensi pada pasien yang melanjutkan terapi untuk jangka panjang.3
- Interferon
IFN Merupakan sitokin yang memiliki efek antivirus, antiproliferatif, dan imunomodulator.
Pemberian IFN memerlukan frekuensi pemberian 3 kali seminggu, sehingga digantikan
oleh pegylated-IFN (PEG-IFN) karena PEG-IFN memiliki waktu paruh yang lebih panjang
daripada IFN, dan dapat diberikan 1 kali/minggu. Efek samping: kelelahan, demam, sakit kepala,
mual, tidak nafsu makan, kekakuan, mialgia, artralgia, nyeri muskuloskeletal, insomnia, depresi,4
- Lamivudin
Lamivudin, adalah obat antivirus pertama yang dilabel untuk terapi infeksi HBV kronis di
USA untuk pasien dewasa, juga diindikasikan untuk anak-anak yang terinfeksi HBV dan HIV.
Lamivudin efektif menekan DNA HBV pada pasien HBe-Ag-positif dan negative, dan dapat
menstabilkan atau memperbaiki fungsi hati pada pasien dengan penyakit hati tingkat lanjut
temasuk sirosis terdekompensasi. Manfaat lamivudin antara lain pemberian per oral yang nyaman,
relative murah disbanding obat lain, dan ditoleransi dengan sangat baik serta aman. Namun,
manfaat lamivudin sebagai monoterapi untuk infeksi HBV kronis sangat dibatasi oleh tingginya
angka resistensi. Resistensi lamivudin meningkat seiring dengan durasi terapi dan dilaporkan
terjadi pada sekitar 16-32%, 42% dan 60-70% pasien setelah 1, 2 dan 5 tahun terapi. Lamivudin
masih berperan pada beberapa pasien khusus, namun karena tingginya resistensi, lamivudin
monoterapi tidak lagi menjadi pilihan untuk pasien dengan infeksi HBV kronis yang memerlukan
terapi jangka panjang.4,6
- Adefovir Dipivoxil
Adepovir dipivoxil, pro-drug adefovir, diindikasikan untuk terapi infeksi HBV kronis pada
pasien dewasa dan remaja usia paling sedikit 12 tahun. Adefovir efektif menekan DNA HBV dan
lebih baik dibandingkan dengan lamivudin, resistensi terjadi lebih lambat selama terapi adefovir
dipivoxil, angka resistensi berkisar 0%, 3% dan 30% setelah penggunaan 48 minggu, 96 minggu
dan 240 minggu. Adefovir dipivoxil biasanya dapat ditoleransi dengan baik, namun nefrotoksisitas
terjadi pada dosis tinggi (30 mg/hari) dan muncul ketika terdapat penyakit ginjal yang mendasari
atau selama terapi bersamaan den obat lain yang juga nefrotoksik.7
- Entecavir
Entecavir diindikasikan sebagai terapi HBV kronis pada dewasa dan remaja usia minimum 16
tahun, termasuk pasien yang terbukti terinfeksi HBV resisten-lamivudin. Manfaat utama entecavir
adalah potensi yang sangat baik dan resistensi yang jarang terjadi pada pasien yang belum pernah
menggunakan analog nukleotida/nukleosida sebelumnya.7

Maria H, 1997, Hepatitis B Makin Meningkat, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia; tahun
XXV, nomor 7
Lindseth, Glenda N. Gangguan Gangguan Hati, Empedu, Dan Pankreas. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Vol.1. Jakarta: EGC. h. 485-93
Mansjoer, A, dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Jilid.1 . Jakarta: Media Aesculapius
FKUI. h. 513-7
Sanityoso A, dkk. 2009. Hepatitis Virus Akut, Hepatitis B Kronik. Ed. V. Jilid.1. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. h. 427-39
Harrison, Principle of Internal Medicine Edisi 9. Gangguan Hepatobilier dan
Pankreas. Penterjemah Adhi Dharma. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta Utara.

Anda mungkin juga menyukai