Parasitologi
Parasitologi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
BAB I
SKENARIO
KATA KUNCI
PROBLEM
PEMBAHASAN
A. Batasan
Masalah yang diangkat dalam masalah ini terlalu luas jika diteliti secara
menyeluruh. Maka dari itu, agar masalah tidak melebar kemana-mana kami
sebagai penulis meneliti beberapa kata kunci ; laki laki 49 tahun, keluar lendir
jernih dari lubang kencing. Batasan yang dapat dibahas adalah seputar sistem
urogenital pria.
Sistem reproduksi laki-laki terdiri atas alat-alat reproduksi, proses pembentukan sel
sperma (spermatogenesis), dan berbagai hormon yang ikut berperan dalam sistem reproduksi.
1. Testis
Testis terdapat dalam kantong skrotum yang berfungsi untuk memproduksi sperma.
Sel-sel yang menghasilkan sperma disebut tubulus seminiferus, yang berukuran
hampir sama dengan serabut benang sutera yang paling halus. Proses pembentukan
sperma ini disebut spermatogenesis. Sperma yang dihasilkan oleh seorang laki-laki
dewasa normal kurang lebih 100 juta sel sperma setiap hari. Sperma ini berfungsi
dalam meneruskan keturunan. Testis juga menghasilkan hormon reproduksi yaitu,
testosteron. Hormon ini dihasilkan oleh sel-sel Leydig yang terletak di celah-celah
antara tubulus seminiferus. Hormon testosteron sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kelamin sekunder pada seorang laki-laki. Ciri-ciri kelamin sekunder
pada seorang laki-laki antara lain:
Hormon testosteron ini juga akan menentukan sikap mental seorang laki-laki, serta
penampilan kejantanan tubuhnya. Tanpa hormon ini seorang laki-laki akan berkulit
lembut, lemah gemulai, seperti ciri-ciri seorang wanita.
2. Saluran Pengeluaran
Epididimis
Jumlah satu pasang. Merupakan saluran yang keluar dari testis, berkelok-kelok diluar
permukaan testis sepanjang kurang lebih 6m. Berperan sebagai tempat pematangan
sperma. Selama perjalanan ini sperma menjadi motil dan mendapatkan kemampuan
untuk membuahi.
Vas deferens
Jumlah sepasang. Saluran lurus mengarah keatas merupakan kelanjutan epididimis dan
ujung salurannya berada dalam kelenjar prostat. Berperan sebagai saluran jalannya
sperma dari epididimis menuju vesikula seminalis (kantung semen/kantung mani).
Saluran ejakulasi
Jumlah sepasang. Berupa saluran pendek menghubungkan duktus vesikula seminalis
dan uretra. Berfungsi untuk mengeluarkan sperma agar masuk ke dalam uretra.
Uretra
Jumlah satu buah. Merupakan saluran yang terdapat disepanjang penis, memiliki
lubang keluar di ujung penis. Berfungsi sebagai saluran keluar urine dan saluran keluar
air mani.
3. Kelenjar Asesoris
Vesikula seminalis
Jumlah sepasang. Kantung ini juga merupakan kelenjar yang berlekuk-
lekuk. Dindingnya mensekresikan cairan kental berwarna kekuning-kuningan dan
bersifat basa (alkalis). Menyumbangkan sekitar 60% total volume semen. Cairan
tersebut mengandung mukus (lendir), gula fruktosa (penyedia energi untuk pergerakan
sperma), enzim, vitamin dan hormon prostagladin.
Kelenjar prostat
Jumlah satu buah. Terdapat di bawah kandung kemih. Mensekresikan getahnya secara
langsung ke dalam uretra berupa cairan encer berwarna putih seperti susu mengandung
enzim antikoagulan dan asam sitrat (nutrisi bagi sperma).
Kelenjar Cowper atau kelenjar Bulbouretra
Jumlah satu pasang. Terletak di bawah kelenjar Prostat. Melalui saluran
mensekresikan getahnya kedalam uretra berupa mukus (lendir) jernih bersifat basa
yang dapat menetralisir urin asam yang tertinggal di sepanjang uretra.
1. Penis
Jumlah satu buah. Penis tersusun tiga
silinder jaringan erektil mirip spons
berasal dari vena dan kapiler yang
mengalami modifikasi. Dua terletak di
atas disebut korpus kavernosa, satu buah terletak di bawah dan membungkus uretra
disebut korpus spongiosum. Batang utama penis dilapisi kulit yang relatif lebih tebal.
Kepala penis (glands penis) ditutup oleh lipatan kulit yang jauh lebih tipis dan disebut
preputium (prepuce), kulit inilah yang dihilangkan pada saat dikhitan. Bila terjadi
suatu rangsangan jaringan erektil tersebut akan terisi penuh oleh darah dan penis akan
mengembang dan tegang disebut ereksi. Penis dapat berfungsi sebagai alat kopulasi
bila dalam keadaan ereksi dan alat koitus (persetubuhan).
B. Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan dan pematangan spermatozoa (sel benih
pria). Proses ini berlangsung dalam testis (buah zakar) dan lamanya sekitar 72 hari. Proses
spermatogenesis sangat bergantung pada mekanisme hormonal tubuh.
Spermatozoa ( sperma) yang normal memiliki kepala dan ekor, di mana kepala
mengandung materi genetik DNA, dan ekor yang merupakan alat pergerakan sperma. Sperma
yang matang memiliki kepala dengan bentuk lonjong dan datar serta memiliki ekor
bergelombang yang berguna mendorong sperma memasuki air mani. Kepala sperma
mengandung inti yang memiliki kromosom dan juga memiliki struktur yang disebut akrosom.
Akrosom mampu menembus lapisan jelly yang mengelilingi telur dan membuahinya bila perlu.
Sperma diproduksi oleh organ yang bernama testis dalam kantung zakar. Hal ini menyebabkan
testis terasa lebih dingin dibandingkan anggota tubuh lainnya. Pembentukan sperma berjalan
lambat pada suhu normal, tapi terus-menerus terjadi pada suhu yang lebih rendah dalam
kantung zakar.
Pada tubulus seminiferus testis terdapat sel-sel induk spermatozoa atau spermatogonium.
Selain itu juga terdapat sel Sertoli yang berfungsi memberi makan spermatozoa juga sel Leydig
yang terdapat di antara tubulus seminiferus. Sel Leydig berfungsi menghasilkan testosterone
Proses spermatogenesis
Kemudian spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenja Cowper.
Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air
mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 - 400 juta sel
spermatozoa. Pada laki-laki, spermatogenesis terjadi seumur hidup dan pelepasan
C. Hormon
Sistem reproduksi pria seluruhnya tergantung pada hormon, yang merupakan bahan
kimia yang merangsang atau mengatur aktivitas sel-sel atau organ. Hormon-hormon
utama yang terlibat dalam fungsi sistem reproduksi pria adalah follicle-stimulating
hormone (FSH), luteinizing hormone (LH) dan hormon testosteron.
FSH dan LH diproduksi oleh kelenjar hipofisis yang terletak di dasar otak. FSH
diperlukan untuk produksi sperma (spermatogenesis), dan LH merangsang produksi
testosteron, yang diperlukan untuk melanjutkan proses spermatogenesis. Testosteron
juga penting dalam pengembangan karakteristik laki-laki, termasuk massa dan
kekuatan otot, distribusi lemak, massa tulang dan dorongan seks.
Testoteron
Testoteron disekresi oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus.
Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma,
terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder.
Testosteron adalah zat androgen utama yang disintesis dalam testis, ovarium, dan
anak ginjal. Testosteron (C19H28O2) adalah molekul yang dibentuk dari atom-atom karbon,
hidrogen dan oksigen. Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen.
Penghasil utamanya adalah testis pada jantan dan indung telur pada wanita. Sel-sel Leydig
dari testis distimulasi oleh LH untuk menghasilkan testosteron sbanyak 2,5-11 mg sehari.
Produksi testosteron mencapai puncaknya sekitar usia 25 tahun, lalu menurun drastic pada
usia 40 tahun . DHEA (dehidro-epi-androsteron) dan androstendion merupakan prekursor
testosteron yang dibentuk oleh anak ginjal.
1. efek virilisasi. Testosteron bertanggung jawab atas ciri kelamin pria primer dan
sekunder serta memegang peranan penting dalam spermatogenesis. Hormon ini
juga berperan dalam mempenagruhi hasrat seks (libido) dan daya ereksi
(potensi).
LH (Luteinizing Hormone)
FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior dan berfungsi menstimulasi sel-
sel sertoli. Tanpa stimulasi ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (spermiasi) tidak
akan terjadi.
Estrogen
Estrogen dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel sertoli juga
mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta
membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia
untuk pematangan sperma.
Hormon Pertumbuhan
Efek samping dari setiap jenis upaya menghalangi sebaran kanker bervariasi.
Paling umum adalah stres. Meskipun membuang satu buah zakar tidak otomatis
membuat impoten. Namum jika jaringan lymphatic dibuang menyebabkan produksi
sperma berkurang. Terapi radiasi umumnya menyebabkan rasa terbakar dan kelelahan
yang amat sangat. Namun akan terus berkurang jika terapi selesai sepenuhnya.
Penyakit ini seringkali menyebabkan ketidaksuburan. Sementara itu kemoterapi
umumnya menyebabkan mual dan muntah-muntah, mengganggu sistem kekebalan
tubuh, infertil dan botak. Efek samping ini bisa bersifar temporer atau permanen.
j. Sterilitas/Infertilitas
Jika seorang laki-laki steril atau mandul, tubuhnya tidak mampu membentuk sperma
sama sekali atau tidak mampu menghasilkan sperma dalam jumlah yang cukup. Hal itu
terjadi sebagai akibat tidak normalnya organ-organ reproduksi, peradangan pada alat
kelamin, kecanduan alkohol, atau akibat penyakit menular seksual. Beberapa laki-laki
juga mengalami masalah ejakulasi.
k. Mikropenis
Mikropenis merupakan kelainan lainnya yang juga sangat jarang. Pada kelainan seperti
ini, penis terbentuk secara normail, tetapi dengan ukuran di bawah ukuran rata-rata,
yang ditunjukkan dengan pengukuran standar.
l. Anorkidisme
Anorkidisme adalah penyakit dimana testis hanya bejumlah satu atau tidak ada sama
sekali.
m. Hyperthropic prostat
Hyperthropic prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang biasanya terjadi pada
usia-usia lebih dari 50 tahun. Penyebabnya belum jelas diketahui.
n. Impotensi
Impotensi yaitu ketidakmampuan ereksi ataupun mempertahankan ereksi penis pada
pada hubungan kelamin yang normal.
o. Infertilitas (kemandulan)
Yaitu ketidakmampuan menghasilkan ketururan. Infertilitas dapat disebabkan faktor di
pihak pria maupun pihak wanita. Pada pria infertilitas didefinisikan sebagai
ketidakmampuan mengfertilisasi ovum. Hal ini dapat disebabkan oleh:
- Gangguan spermatogenesis, misalnya karena testis terkena sinar radio aktif, terkena
racun, infeksi, atau gangguan hormon
BAB V
HIPOTESIS AWAL
1. Kandidiasis
2. Gonore
3. Klamidia
BAB VI
Penderita kandidiasis akan merasakan gejala seperti rasa terbakar, rasa gatal, serta
edema dengan ulkus-ulkus kecil berwarna meranh disertai erosi serta sering bertambah
buruk oleh garukan dan terdapat infeksi sekunder. Candida albicans telah dilaporkan
dapat menyebabkan uretritis (Fowler, 1958).
Pada pemeriksaan klinis dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu akut
pseudomembran kandidiasis (thrush), kronis hiperplastik kandidiasis, kronis atrofik
kandidiasis (denture stomatitis), akut atrofik kandidiasis dan angular sheilitis
(Nolte,1982).
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penunjang
Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara yaitu usapan (swab) atau
kerokan (scraping) lesi pada mukosa atau kulit. Juga dapat digunakan darah, sputum
dan urine.(Nolte, 1982). Selanjutnya bahan pemeriksaan tersebut diletakkan pada gelas
objek dalam larutan potassium hydroksida (KOH), hasilnya akan terlihat pseudohyphae
yang tidak beraturan atau blastospora
Pada kasus hyperplastik kandidiasis kronis pada umumnya dilakukan biopsi, bahan
pemeriksaan dapat diwarnai dengan periodic acid schiff (P.A.S),hasilnya akan
terlihat pseudomyselia dan hifa. (Silverman 2001, Mc Farlen, 2002). Disamping itu
akan terlihat parakeratosis dan leukosit polimorfonuklear. (Mc C ullough, 2005).
B. GONORE
gonore adalah suatu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh kuman
neisseria gonorrhoeae. Faktor resiko terjadinya uretiritis gonore antara lain adalah
lajang, remaja, kemiskinan, terbukti menyalahgunakan obat, prostitusi, penyakit
menular seksual lain dan tidak adanya perawatan prenatal.
Gejala Klinis
Pada laki-laki yang sekali kontak dengan wanita yang terinfeksi, 25% akan
terkena urethritis gonore dan 85% berupa uretritis yang akut. Setelah masa tunas yang
berlangsung antara 2-10 hari, penderita mengeluh nyeri dan panas pada waktu kencing
yang kemudian diikuti keluarnya urethral discharge jernih (serous) yang setelah
beberapa hari menjadi nanah kental berwarna kuning kehijauan. Pada keadaan ini
umumnya penderita tetap merasa sehat, hanya kadang-kadang dapat diikuti gejala
konstitusi ringan. Sebanyak 10% pada laki-laki dapat memberikan gejala yang sangat
ringan atau tanpa gejala klinis sama sekali pada saat diagnosis, tetapi hal ini sebenarnya
merupakan stadium presimtomatik dari gonore, oleh karena waktu inkubasi pada laki-
laki bisa lebih panjang ( 1-47 hari dengan rata-rata 8,3 hari ) dari laporan sebelumnya.
Bila keadaan ini tidak segera diobati, maka dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu maka sering menimbulkan komplikasi lokal berupa epididymitis, seminal
vesiculitis dan prostatitis, yang didahului oleh gejala klinis yang lebih berat yaitu sakit
waktu kencing, frekuensi kencing meningkat, dan keluarnya tetes darah pada akhir
kencing.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
1. Pewarnaan gram
Tampak kuman kokus berpasangpasangan terletak di dalam dan di luar
sel darah putih (polimorfonuklear ). Pemeriksaan ini berguna terutama pada
kasus gonore yang bersifat simtomatis.
2. Pembiakan dengan pembenihan Thayer Martin
Akan tampak koloni berwarna putih keabuan, mengkilap dan cembung.
Pembiakan dengan media kultur ini sangat perlu terutama pada kasus-kasus
yang bersifat asimtomatis.
3. Enzyme immunoassay
Merupakan cara deteksi antigen gonokokus dari sekret genital, namun
sensitivitasnya masih lebih rendah dari metode kultur.
4. Polimerase Chain Reaction (PCR)
Identifikasi gonokokus dengan PCR saat ini telah banyakdigunakan di
beberapa negara maju, dengan banyak sensitivitas dan spesifitas yang tinggi,
bahkan dapat digunakan dari sampel urine.
5. Tes Beta lactamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang mengandung
cheomogenic cephalosporin. Apabila kuman mengandung enzim beta-
laktamase, akan menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi merah 6,7
6. Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi
sudah berlansung.Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan
pada waktu itu ialah pengobatan setempat 6.
C. KLAMIDIA
Gejala Klinis
Infeksi chlamydial genitouriner dapat tanpa gejala pada 50% kasus pada pria dan
80% kasus pada wanita. Gejala klinik infeksi chlamydial genitouriner muncul setelah
periode inkubasi yang berlangsung selama 1-3 minggu sejak onset infeksi, dan dapat
berupa sebagai berikut:
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Skrining pada pria asimptomatik: ambil urin untuk uji leukosit esterase jika
hasilnya positif, lanjut dengan uji-uji diagnostik.
Kriteria untuk diagnosis nongonococcal urethritis (sekitar 50% kasus disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis):
Uji untuk Neisseria gonorrheae dengan hasil negatif.
Bukti objektif adanya uretritis:
Discharge abnormal yang tampak.
Pyuria, didefinisikan sebagai > 10 leukosit polimorfonuklear (PMN) tiap high
dry field dalam sedimen dari spesimen urin first-void, atau, > 4 PMN tiap oil-
immersion field dalam apusan uretral dengan pengecatan Giemsa.
Tes untuk chlamydia pada rekan seksual. Satu di antara uji-uji yang dapat digunakan
adalah menggunakan kultur jaringan yang menggunakan spesimen scraping
endoservikal tapi interpretasinya sukar, mahal, butuh tenaga ahli, dan jika
menggunakan spesimen endoservikal maka memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang rendah.
Pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang menggunakan sampel uretral yang
diperoleh menggunakan collection swab 1-2 cm ke dalam uretra setelah pemerahan
uretra (bertujuan untuk menurunkan sekresi):
Direct Fluorescent Antibody (DFA) sebagai metode pilihan untuk konfirmasi
assay lain: sensitivitas sebesar 50-80%, spesifisitas sebesar 99%, butuh kerja
intensif dan personel ahli.
Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), sensitivitas sebesar 40-60%,
spesifisitas sebesar 99%, dapat dikerjakan dengan cara otomatis, dan efektif dari
segi biaya, sehingga cocok untuk pemeriksaan pada pasien yang berjumlah besar,
departemen kedaruratan, dan klinik rawat jalan.
Pada kasus tanpa komplikasi, dapat digunakan DNA probe kits yang dapat
mendeteksi Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrheae pada spesimen urin
tanpa perlu sampling langsung.
Cepheid GeneXpert CT/NG rapid Polymerase Chain Reaction (PCR): menggunakan
spesimen urin, dapat dilakukan dalam < 2 jam dengan performa mirip dengan
NAATs pada populasi berprevalensi tinggi dan rendah.
NAATs: sensitif, dapat dipakai pada tes yang noninvasif menggunakan spesimen
rektal, urine, dan uretral tanpa perlu pemeriksaan pelvik ataupu swab uretral, tetapi
biayanya mahal, lebih insensitif daripada kultur jaringan, hasil NAATs bisa tetap
positif 3 minggu setelah terapi antibiotik selesai (karena hanya mendeteksi DNA dan
RNA, tanpa terpengaruh apakah patogen hidup atau tidak) dan sering false-positive
pada populasi berprevalensi rendah.
Complement Fixation Test (CFT).
Uji mikroimunofluoresens: lebih sensitif daripada CFT.
Tes HIV (sering terjadi koinfeksi).
BAB VII
DIAGNOSIS
Setelah melalui beberapa eksklusi diagnosis banding, kami menyimpulkan
diagnosisnya adalah Klamidia.
BAB VII
MEKANISME DIAGNOSIS
URETHRAL
DISCHARGE JERNIH
GO
PEMERIKSAAN
PENUNUJANG
LABORATORIUM
TERDAPAT
BENTUKAN JAMUR Chlamydia
trachomatis
KLAMIDIA
CANDIDIASIS
BAB IX
PENATALAKSANAAN
A. Perawatan Chlamydia
Chlamydia dapat diatasi dengan mengonsumsi kombinasi obat antibiotik yang tepat
seperti :
a. Ofloxacin
b. Doxycycline
c. Erythromycin
d. Azithromycin
e. Amoxicillin
Obat anti biotik yang aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil adalah amoxicillin,
azithromycin, dan erythromycin.
Obat antibiotik memiliki beberapa efek samping yang dapat terjadi, namun
biasanya hanya efek samping ringan. Efek samping yang paling umum terjadi
akibat mengonsumsi obat antibiotik adalah diare, mual, dan nyeri pada perut. Selain
itu, wanita yang mengonsumsi obat antibiotik dapat mengalami efek samping
berupa candiasis atau infeksi jamur pada vagina.
BAB X
A. Prognosis Klamidia
C. Pencegahan Chlamydia
Selain itu, penularan chlamydia juga dapat dicegah dengan cara membatasi
pasangan seksual atau setia dengan satu orang pasangan saja. Jika Anda aktif
melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu orang, maka Anda
dianjurkan melakukan pemeriksaan secara rutin, mengingat chlamydia bisa
tidak menimbulkan gejala pada sebagian orang.
Daftar Pustaka
Wong, B. (2015). Gonorrhea. Medscape, 2015. Diakses pada 7 Desember 2015. Diambil dari:
http://emedicine.medscape.com/article/218059-overview
Centers for Disease Control and Prevention (2010). Diseases Characterized by Urethritis and
Cervicitis. CDC, 2010. Diakses pada 7 Desember 2015. Diambil dari:
http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/urethritis-and-cervicitis.htm
Centers for Disease Control and Prevention (1985). Chlamydia trachomatis infections. Policy
guidelines for prevention and control. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 1985 Aug 23;34
Suppl 3:53S-74S. Diakses pada 6 Desember 2015. Diambil dari:
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/00001767.htm
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember%20201
0/URETRITIS%20GONORE.pdf , diakses pada tanggal 7 Desember 2015
Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, 2004, Buku Ajar IlmuBedah, Edisi 2, Jakarta : EGC