Anda di halaman 1dari 28

TUGAS SGD

DUH TUBUH URETHRA

Disusun oleh : KELOMPOK 23


ANDI DZULHIJJAH KURNIATI FARANI (13700208)
LISA ANGGRIANI (13700212)
I WAYAN NELSON (13700214)
W. ROY DARMINTO (13700216)
COKRONEGORO (13700218)
NURIN ALIFATI (13700220)
M. MIRSA NIDZARSYAH (13700224)

PEMBIMBING TUTOR : dr. Akhmad Sudibya, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
BAB I

SKENARIO

Seorang laki-laki berusia 49 tahun datang ke tempat praktik Anda dengan


keluhan keluar lendir jernih dari lubang kencing sejak 1 minggu yang lalu.
BAB II

KATA KUNCI

1. Laki laki, usia 49 tahun


2. Keluar lendir Jernih dari lubang kencing
BAB III

PROBLEM

1. Apa yang terjadi pada pasien tersebut?


2. Apa penyebab keluar lendir dari lubang kencing?
3. Apa saja penyakit yang berhubungan dengan kasus tersebut?
4. Bagaimana penegakan diagnoosis pada kasus tersebut?
5. Bagaimana prinsip penatalaksanaan pada kasus tersebut?
6. Bagaimana prognosis nya?
7. Bagaimana cara menjelaskan kepada pasien dan keluarga?
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Batasan

Masalah yang diangkat dalam masalah ini terlalu luas jika diteliti secara
menyeluruh. Maka dari itu, agar masalah tidak melebar kemana-mana kami
sebagai penulis meneliti beberapa kata kunci ; laki laki 49 tahun, keluar lendir
jernih dari lubang kencing. Batasan yang dapat dibahas adalah seputar sistem
urogenital pria.

B. Anatomi Urogenital Pria

Sistem reproduksi laki-laki terdiri atas alat-alat reproduksi, proses pembentukan sel
sperma (spermatogenesis), dan berbagai hormon yang ikut berperan dalam sistem reproduksi.

A. Alat (Organ) Reproduksi Laki-laki


Alat reproduksi pria berfungsi untuk menghasilkan sel kelamin pria yakni sperma.
Disamping itu, alat reproduksi pria juga berfungsi dalam proses pelepasan sperma ke saluran
sel kelamin wanita. Pria memiliki serangkaian alat reproduksi dan di dalam alat ini berlangsung
pula proses pembentukan sperma. Dalam proses pembentukan sperma tidak lepas dari peran
hormon-hormon seksual. Alat reproduksi pria dibedakan menjadi dua, yaitu alat kelamin bagian
luar (eksternal) dan alat kelamin bagian dalam (internal).
Struktur internal dari sistem reproduksi pria terdiri dari testis, saluran pengeluaran
(epididimis, vas deferens, saluran ejakulasi, uretra) dan kelenjar asesoris (vesikula seminalis,
kelenjar prostat, kelenjar Cowper)

1. Testis
Testis terdapat dalam kantong skrotum yang berfungsi untuk memproduksi sperma.
Sel-sel yang menghasilkan sperma disebut tubulus seminiferus, yang berukuran
hampir sama dengan serabut benang sutera yang paling halus. Proses pembentukan
sperma ini disebut spermatogenesis. Sperma yang dihasilkan oleh seorang laki-laki
dewasa normal kurang lebih 100 juta sel sperma setiap hari. Sperma ini berfungsi
dalam meneruskan keturunan. Testis juga menghasilkan hormon reproduksi yaitu,
testosteron. Hormon ini dihasilkan oleh sel-sel Leydig yang terletak di celah-celah
antara tubulus seminiferus. Hormon testosteron sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kelamin sekunder pada seorang laki-laki. Ciri-ciri kelamin sekunder
pada seorang laki-laki antara lain:

a) suara yang membesar,

b) tumbuhnya kumis, jenggot, serta rambut pada bagian tertentu,

c) bentuk dada yang bidang.

Hormon testosteron ini juga akan menentukan sikap mental seorang laki-laki, serta
penampilan kejantanan tubuhnya. Tanpa hormon ini seorang laki-laki akan berkulit
lembut, lemah gemulai, seperti ciri-ciri seorang wanita.

2. Saluran Pengeluaran
Epididimis
Jumlah satu pasang. Merupakan saluran yang keluar dari testis, berkelok-kelok diluar
permukaan testis sepanjang kurang lebih 6m. Berperan sebagai tempat pematangan
sperma. Selama perjalanan ini sperma menjadi motil dan mendapatkan kemampuan
untuk membuahi.
Vas deferens
Jumlah sepasang. Saluran lurus mengarah keatas merupakan kelanjutan epididimis dan
ujung salurannya berada dalam kelenjar prostat. Berperan sebagai saluran jalannya
sperma dari epididimis menuju vesikula seminalis (kantung semen/kantung mani).
Saluran ejakulasi
Jumlah sepasang. Berupa saluran pendek menghubungkan duktus vesikula seminalis
dan uretra. Berfungsi untuk mengeluarkan sperma agar masuk ke dalam uretra.
Uretra
Jumlah satu buah. Merupakan saluran yang terdapat disepanjang penis, memiliki
lubang keluar di ujung penis. Berfungsi sebagai saluran keluar urine dan saluran keluar
air mani.

3. Kelenjar Asesoris
Vesikula seminalis
Jumlah sepasang. Kantung ini juga merupakan kelenjar yang berlekuk-
lekuk. Dindingnya mensekresikan cairan kental berwarna kekuning-kuningan dan
bersifat basa (alkalis). Menyumbangkan sekitar 60% total volume semen. Cairan
tersebut mengandung mukus (lendir), gula fruktosa (penyedia energi untuk pergerakan
sperma), enzim, vitamin dan hormon prostagladin.

Kelenjar prostat
Jumlah satu buah. Terdapat di bawah kandung kemih. Mensekresikan getahnya secara
langsung ke dalam uretra berupa cairan encer berwarna putih seperti susu mengandung
enzim antikoagulan dan asam sitrat (nutrisi bagi sperma).
Kelenjar Cowper atau kelenjar Bulbouretra
Jumlah satu pasang. Terletak di bawah kelenjar Prostat. Melalui saluran
mensekresikan getahnya kedalam uretra berupa mukus (lendir) jernih bersifat basa
yang dapat menetralisir urin asam yang tertinggal di sepanjang uretra.

Struktur eksternal dari sistem reproduksi pria


adalah penis dan skortum :

1. Penis
Jumlah satu buah. Penis tersusun tiga
silinder jaringan erektil mirip spons
berasal dari vena dan kapiler yang
mengalami modifikasi. Dua terletak di
atas disebut korpus kavernosa, satu buah terletak di bawah dan membungkus uretra
disebut korpus spongiosum. Batang utama penis dilapisi kulit yang relatif lebih tebal.
Kepala penis (glands penis) ditutup oleh lipatan kulit yang jauh lebih tipis dan disebut
preputium (prepuce), kulit inilah yang dihilangkan pada saat dikhitan. Bila terjadi
suatu rangsangan jaringan erektil tersebut akan terisi penuh oleh darah dan penis akan
mengembang dan tegang disebut ereksi. Penis dapat berfungsi sebagai alat kopulasi
bila dalam keadaan ereksi dan alat koitus (persetubuhan).

2. Skrotum (kantung pelir)


Skrotum (kantung pelir) merupakan kantung yang di dalamnya berisi testis. Skrotum
berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Di antara skrotum kanan
dan skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot polos (otot
dartos). Otot dartos berfungsi untuk menggerakan skrotum sehingga dapat mengerut
dan mengendur. Di dalam skrotum juga tedapat serat-serat otot yang berasal dari
penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster. Otot ini bertindak
sebagai pengatur suhu lingkungan testis agar kondisinya stabil. Proses pembentukan
sperma (spermatogenesis) membutuhkan suhu yang stabil, yaitu beberapa derajat lebih
rendah daripada suhu tubuh.

B. Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan dan pematangan spermatozoa (sel benih
pria). Proses ini berlangsung dalam testis (buah zakar) dan lamanya sekitar 72 hari. Proses
spermatogenesis sangat bergantung pada mekanisme hormonal tubuh.

Spermatozoa ( sperma) yang normal memiliki kepala dan ekor, di mana kepala
mengandung materi genetik DNA, dan ekor yang merupakan alat pergerakan sperma. Sperma
yang matang memiliki kepala dengan bentuk lonjong dan datar serta memiliki ekor
bergelombang yang berguna mendorong sperma memasuki air mani. Kepala sperma
mengandung inti yang memiliki kromosom dan juga memiliki struktur yang disebut akrosom.
Akrosom mampu menembus lapisan jelly yang mengelilingi telur dan membuahinya bila perlu.
Sperma diproduksi oleh organ yang bernama testis dalam kantung zakar. Hal ini menyebabkan
testis terasa lebih dingin dibandingkan anggota tubuh lainnya. Pembentukan sperma berjalan
lambat pada suhu normal, tapi terus-menerus terjadi pada suhu yang lebih rendah dalam
kantung zakar.
Pada tubulus seminiferus testis terdapat sel-sel induk spermatozoa atau spermatogonium.
Selain itu juga terdapat sel Sertoli yang berfungsi memberi makan spermatozoa juga sel Leydig
yang terdapat di antara tubulus seminiferus. Sel Leydig berfungsi menghasilkan testosterone

Proses spermatogenesis

Spermatogonium berkembang menjadi sel spermatosit primer. Sel spermatosit primer


bermiosis menghasilkan spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder membelah lagi
menghasilkan spermatid. Spermatid berdeferensiasi menjadi spermatozoa masak. Bila
spermatogenesis sudah selesai, maka ABP (Androgen Binding Protein) testosteron tidak
diperlukan lagi, sel Sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik
kepada hipofisis agar menghentikan sekresi FSH dan LH.

Kemudian spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenja Cowper.
Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air
mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 - 400 juta sel
spermatozoa. Pada laki-laki, spermatogenesis terjadi seumur hidup dan pelepasan

spermatozoa dapat terjadi setiap saat.

C. Hormon
Sistem reproduksi pria seluruhnya tergantung pada hormon, yang merupakan bahan
kimia yang merangsang atau mengatur aktivitas sel-sel atau organ. Hormon-hormon
utama yang terlibat dalam fungsi sistem reproduksi pria adalah follicle-stimulating
hormone (FSH), luteinizing hormone (LH) dan hormon testosteron.

FSH dan LH diproduksi oleh kelenjar hipofisis yang terletak di dasar otak. FSH
diperlukan untuk produksi sperma (spermatogenesis), dan LH merangsang produksi
testosteron, yang diperlukan untuk melanjutkan proses spermatogenesis. Testosteron
juga penting dalam pengembangan karakteristik laki-laki, termasuk massa dan
kekuatan otot, distribusi lemak, massa tulang dan dorongan seks.

Proses spermatogenesis distimulasi oleh sejumlah hormon, yaitu testoteron,


LH(Luteinizing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone), estrogen dan hormon
pertumbuhan.

Testoteron

Testoteron disekresi oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus.
Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma,
terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder.

Testosteron adalah zat androgen utama yang disintesis dalam testis, ovarium, dan
anak ginjal. Testosteron (C19H28O2) adalah molekul yang dibentuk dari atom-atom karbon,
hidrogen dan oksigen. Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen.
Penghasil utamanya adalah testis pada jantan dan indung telur pada wanita. Sel-sel Leydig
dari testis distimulasi oleh LH untuk menghasilkan testosteron sbanyak 2,5-11 mg sehari.
Produksi testosteron mencapai puncaknya sekitar usia 25 tahun, lalu menurun drastic pada
usia 40 tahun . DHEA (dehidro-epi-androsteron) dan androstendion merupakan prekursor
testosteron yang dibentuk oleh anak ginjal.

Testosteron dihasilkan oleh hormon LH yang dilepaskan kelenjar pituitari. Tetapi,


hormon LH dikendalikan oleh testosteron sebagaimana testosteron dikendalikan oleh LH.
Saat jumlahnya di dalam darah meningkat, molekul testosteron melakukan tekanan pada
kelenjar pituitari yang menyebabkan kelenjar itu menghentikan produksi LH. Hanya ketika
jumlah testosteron menurun produksi LH dimulai lagi. LH yang dihasilkan mengaktifkan
zakar dan memerintahkan produksi tambahan agar menaikkan jumlah testosteron.

Testosteron memiliki sejumlah khasiat fisiologi yang penting sebagai berikut :

1. efek virilisasi. Testosteron bertanggung jawab atas ciri kelamin pria primer dan
sekunder serta memegang peranan penting dalam spermatogenesis. Hormon ini
juga berperan dalam mempenagruhi hasrat seks (libido) dan daya ereksi
(potensi).

2. efek anabol. Testosteron membnatu meningkatkan pembentukan protein dan


pertumbuhan sel-sel otot.

3. efek tulang. Pada anak laki-laki, selama pubertas produksi terstosteron


meningkat dengan kuat yang mengakibatkan mereka tumbuh lebih panjang
dalam beberapa waktu.

LH (Luteinizing Hormone)

LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi sel-sel Leydig


untuk mensekresi testoteron.

FSH (Follicle Stimulating Hormone)

FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior dan berfungsi menstimulasi sel-
sel sertoli. Tanpa stimulasi ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (spermiasi) tidak
akan terjadi.

Estrogen

Estrogen dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel sertoli juga
mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta
membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia
untuk pematangan sperma.

Hormon Pertumbuhan

Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme testis. Hormon


pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis.

Gangguan pada Sistem Reproduksi Pria


a. Hipogonadisme
Hipogonadisme adalah penurunan fungsi testis yang disebabkan oleh gangguan
interaksi hormon, seperti hormon androgen dan testoteron. Gangguan ini
menyebabkan infertilitas, impotensi dan tidak adanya tanda-tanda kepriaan.
Penanganan dapat dilakukan dengan terapi hormon.
b. Kriptorkidisme
Kriptorkidisme adalah kegagalan dari satu atau kedua testis untuk turun dari
rongga abdomen ke dalam skrotum pada waktu bayi. Hal tersebut dapat
ditangani dengan pemberian hormon human chorionic gonadotropin untuk
merangsang terstoteron. Jika belum turun juga, dilakukan pembedahan.
c. Uretritis
Uretritis adalah peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada penis dan
sering buang air kecil. Organisme yang paling sering menyebabkan uretritis
adalah Chlamydia trachomatis, Ureplasma urealyticum atau virus herpes.
d. Prostatitis
Prostatitis adalah peradangan prostat. Penyebabnya dapat berupa bakteri, seperti
Escherichia coli maupun bukan bakteri.
e. Epididimitis
Epididimitis adalah infeksi yang sering terjadi pada saluran reproduksi pria.
Organisme penyebab epididimitis adalah E. coli dan Chlamydia.
f. Orkitis
Orkitis adalah peradangan pada testis yang disebabkan oleh virus parotitis. Jika
terjadi pada pria dewasa dapat menyebabkan infertilitas.
g. Sifilis
Penyakit ini disebabkan bakteri bernama Treponema Pallium yang didapatkan
seseorang melalui hubungan seksual, luka mikroskopis dan juga trasfusi darah.
h. Gonorhea
Penyakit ini lazim disebut dengan kencing nanah. Penyebabnya adalah bakteri
Neisseria Gonorrheae. Ia ditularkan melalui prilaku seks yang bebas dan menyimpang.
Gejalanya adalah keluarnya cairan berwarna putih yang disertai dengan rasa yang nyeri
pada saat buang air kecil.
i. Kanker testis
Termasuk jarang terjadi. Umumnya hanya terjadi pada rata-rata pria berusia 29-35
tahun yang berasal dari ras kaukasia. Meski jarang, penyakit ini sangat
mematikan.Kanker ini memiliki dua jenis yaitu seminoma dan nonseminoma. Biasanya
hanya menghantam satu testis saja. Gejala pertama dirasa dari munculnya sel-sel tumor
adalah nyeri dan bengkak. Hingga kini penyebab kanker testis masih belum pasti. Pria
yang memiliki testis tidak berkembang sempurna berisiko tinggi terkena kanker.
Demikian pula mereka yang terlahir dari ibu yang mengkonsumsi hormon tambahan
selama kehamilan.
Kanker testis umumnya terdiagnosa karena kehadiran substansi kimia tubuh
seperti alpha fetoprotein dan beta human chorionic gonadotropin yang diproduksi sel-
sel kanker. Pemeriksaan Kanker. Dalam kondisi tertentu, untuk menghentikan sebaran
sel kanker ke bagian yang lainnya, seringkali mengharuskan membuang testis.
Perawatan selanjutnya termasuk operasi yang juga membersihkan
jaringan lymphatic yang dicurigai sebagai sarang sel kanker. Pada stadium awal atau
pria dengan jenis kanker testis seminoma dilakukan terapi radiasi. Jika kanker telah
menyebar sedemikian rupa umumnya dilakukan kemoterapi.

Efek samping dari setiap jenis upaya menghalangi sebaran kanker bervariasi.
Paling umum adalah stres. Meskipun membuang satu buah zakar tidak otomatis
membuat impoten. Namum jika jaringan lymphatic dibuang menyebabkan produksi
sperma berkurang. Terapi radiasi umumnya menyebabkan rasa terbakar dan kelelahan
yang amat sangat. Namun akan terus berkurang jika terapi selesai sepenuhnya.
Penyakit ini seringkali menyebabkan ketidaksuburan. Sementara itu kemoterapi
umumnya menyebabkan mual dan muntah-muntah, mengganggu sistem kekebalan
tubuh, infertil dan botak. Efek samping ini bisa bersifar temporer atau permanen.

j. Sterilitas/Infertilitas
Jika seorang laki-laki steril atau mandul, tubuhnya tidak mampu membentuk sperma
sama sekali atau tidak mampu menghasilkan sperma dalam jumlah yang cukup. Hal itu
terjadi sebagai akibat tidak normalnya organ-organ reproduksi, peradangan pada alat
kelamin, kecanduan alkohol, atau akibat penyakit menular seksual. Beberapa laki-laki
juga mengalami masalah ejakulasi.

k. Mikropenis
Mikropenis merupakan kelainan lainnya yang juga sangat jarang. Pada kelainan seperti
ini, penis terbentuk secara normail, tetapi dengan ukuran di bawah ukuran rata-rata,
yang ditunjukkan dengan pengukuran standar.

l. Anorkidisme
Anorkidisme adalah penyakit dimana testis hanya bejumlah satu atau tidak ada sama
sekali.

m. Hyperthropic prostat
Hyperthropic prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang biasanya terjadi pada
usia-usia lebih dari 50 tahun. Penyebabnya belum jelas diketahui.
n. Impotensi
Impotensi yaitu ketidakmampuan ereksi ataupun mempertahankan ereksi penis pada
pada hubungan kelamin yang normal.

o. Infertilitas (kemandulan)
Yaitu ketidakmampuan menghasilkan ketururan. Infertilitas dapat disebabkan faktor di
pihak pria maupun pihak wanita. Pada pria infertilitas didefinisikan sebagai
ketidakmampuan mengfertilisasi ovum. Hal ini dapat disebabkan oleh:

- Gangguan spermatogenesis, misalnya karena testis terkena sinar radio aktif, terkena
racun, infeksi, atau gangguan hormon

- Tersumbatnya saluran sperma

- Jumlah sperma yang disalurkan terlalu sedikit

BAB V

HIPOTESIS AWAL
1. Kandidiasis
2. Gonore
3. Klamidia

BAB VI

ANALISIS DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


A. KANDIDIASIS
Gejala Klinis

Secara klinis kandidiasis dapat menimbulkan penampilan yang berbeda, pada


umumnya berupa lesi lesi putih atau area eritema difus (Silverman S, 2001).

Penderita kandidiasis akan merasakan gejala seperti rasa terbakar, rasa gatal, serta
edema dengan ulkus-ulkus kecil berwarna meranh disertai erosi serta sering bertambah
buruk oleh garukan dan terdapat infeksi sekunder. Candida albicans telah dilaporkan
dapat menyebabkan uretritis (Fowler, 1958).

Pada pemeriksaan klinis dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu akut
pseudomembran kandidiasis (thrush), kronis hiperplastik kandidiasis, kronis atrofik
kandidiasis (denture stomatitis), akut atrofik kandidiasis dan angular sheilitis
(Nolte,1982).

Pemeriksaan fisik

1. Lesi eritema vulva dan vagina


2. Flour albus berwarna putih kekuningan di sertai gumpalan-gumpalan seperti
susu
3. Duh tebal, tidak berbau
4. Konsistensi seperti keju
5. Kemerahan di sepanjang dinding dan luar vagina

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan diagnosis kandidiasis harus dilakukan pemeriksaan


mikroskopis, disamping pemeriksaan klinis dan mengetahui riwayat penyakit.

Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara yaitu usapan (swab) atau
kerokan (scraping) lesi pada mukosa atau kulit. Juga dapat digunakan darah, sputum
dan urine.(Nolte, 1982). Selanjutnya bahan pemeriksaan tersebut diletakkan pada gelas
objek dalam larutan potassium hydroksida (KOH), hasilnya akan terlihat pseudohyphae
yang tidak beraturan atau blastospora

Selain pemeriksaan mikroskopis.dapat dilakukan kultur dengan menggunakan


agar sabouraud`s atau eosinmethylene blue pada suhu 37 % C, hasilnya akan terbentuk
koloni dalam waktu 24 48 jam.(Nolte ,1982,Mc Farlen, 2002).

Pada kasus hyperplastik kandidiasis kronis pada umumnya dilakukan biopsi, bahan
pemeriksaan dapat diwarnai dengan periodic acid schiff (P.A.S),hasilnya akan
terlihat pseudomyselia dan hifa. (Silverman 2001, Mc Farlen, 2002). Disamping itu
akan terlihat parakeratosis dan leukosit polimorfonuklear. (Mc C ullough, 2005).

B. GONORE
gonore adalah suatu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh kuman
neisseria gonorrhoeae. Faktor resiko terjadinya uretiritis gonore antara lain adalah
lajang, remaja, kemiskinan, terbukti menyalahgunakan obat, prostitusi, penyakit
menular seksual lain dan tidak adanya perawatan prenatal.

Gejala Klinis

Pada laki-laki yang sekali kontak dengan wanita yang terinfeksi, 25% akan
terkena urethritis gonore dan 85% berupa uretritis yang akut. Setelah masa tunas yang
berlangsung antara 2-10 hari, penderita mengeluh nyeri dan panas pada waktu kencing
yang kemudian diikuti keluarnya urethral discharge jernih (serous) yang setelah
beberapa hari menjadi nanah kental berwarna kuning kehijauan. Pada keadaan ini
umumnya penderita tetap merasa sehat, hanya kadang-kadang dapat diikuti gejala
konstitusi ringan. Sebanyak 10% pada laki-laki dapat memberikan gejala yang sangat
ringan atau tanpa gejala klinis sama sekali pada saat diagnosis, tetapi hal ini sebenarnya
merupakan stadium presimtomatik dari gonore, oleh karena waktu inkubasi pada laki-
laki bisa lebih panjang ( 1-47 hari dengan rata-rata 8,3 hari ) dari laporan sebelumnya.
Bila keadaan ini tidak segera diobati, maka dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu maka sering menimbulkan komplikasi lokal berupa epididymitis, seminal
vesiculitis dan prostatitis, yang didahului oleh gejala klinis yang lebih berat yaitu sakit
waktu kencing, frekuensi kencing meningkat, dan keluarnya tetes darah pada akhir
kencing.

Pemeriksaan Fisik

Gejala objektif : Orificium uretra eksternum eritematosa, edematosa, dan


ektropion.Tampak pula duh tubuh yang awalnya jernih yang kemudian beberapa hari
menjadi mukopurulen dan dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening inguinal
unilateral atau bilateral.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pewarnaan gram
Tampak kuman kokus berpasangpasangan terletak di dalam dan di luar
sel darah putih (polimorfonuklear ). Pemeriksaan ini berguna terutama pada
kasus gonore yang bersifat simtomatis.
2. Pembiakan dengan pembenihan Thayer Martin
Akan tampak koloni berwarna putih keabuan, mengkilap dan cembung.
Pembiakan dengan media kultur ini sangat perlu terutama pada kasus-kasus
yang bersifat asimtomatis.
3. Enzyme immunoassay
Merupakan cara deteksi antigen gonokokus dari sekret genital, namun
sensitivitasnya masih lebih rendah dari metode kultur.
4. Polimerase Chain Reaction (PCR)
Identifikasi gonokokus dengan PCR saat ini telah banyakdigunakan di
beberapa negara maju, dengan banyak sensitivitas dan spesifitas yang tinggi,
bahkan dapat digunakan dari sampel urine.
5. Tes Beta lactamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang mengandung
cheomogenic cephalosporin. Apabila kuman mengandung enzim beta-
laktamase, akan menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi merah 6,7
6. Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi
sudah berlansung.Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan
pada waktu itu ialah pengobatan setempat 6.
C. KLAMIDIA
Gejala Klinis

Infeksi chlamydial genitouriner dapat tanpa gejala pada 50% kasus pada pria dan
80% kasus pada wanita. Gejala klinik infeksi chlamydial genitouriner muncul setelah
periode inkubasi yang berlangsung selama 1-3 minggu sejak onset infeksi, dan dapat
berupa sebagai berikut:

a. Uretritis nyeri uretral, radang mukosal lokal terkait dengan urethral


discharge.
b. Infeksi dapat melakukan asensi mengarah ke prostatitis, dan epididimitis.
c. Dysuria dan ketidaknyamanan uretral, dengan atau tanpa discharge urethral.
d. Urethral discharge jernih, atau mukopurulen kekuningan.
e. Proktitis, rectal discharge, atau keduanya pada penerima hubungan seks anal.
f. Nyeri dan pembengkakan unilateral skrotum.
g. Demam.
h. Pruritus.
i. Jika tidak ditangani, bisa menyebabkan infertilitas, dan artritis reaktif atau
Sindroma Reiter.
j. Bisa terjadi infeksi rektum (sebagian besar tanpa gejala) proktitis ringan,
nyeri rektal, rectal discharge, tenesmus, atau konstipasi.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik terhadap pria penderita infeksi chlamydial genitouriner,


dapat ditemukan:

a. Urethral discharge yang jernih, atau mukopurulen: diperoleh dari pemerahan


uretra.
b. Rectal discharge yang mukopurulen (dari seks anal).
c. Urgensi dan frekuensi uriner.
d. Dysuria.
e. Nyeri skrotal, nyeri tekan/sentuh skrotal, dan pembengkakan skrotal (biasanya
unilateral).
f. Rasa penuh di daerah perineum (terkait dengan prostatitis).
g. Artritis reaktif akibat infeksi chlamydial bersifat nonpurulen, biasanya tampak
sebagai oligoartritis asimetrik, terutama di ekstremitas inferior.
1. Temuan klasik adalah pembengkakan tarsus atau jari yang menyerupai sosis
akibat peradangan yang seragam.
2. Manifestasi dermatologik meliputi keratoderma blenorrhagika, yang berawal
sebagai vesikel-vesikel jerning dengan basis kemerahan yang berlanjut sebagai
makul, papul, atau nodul, biasanya ditemukan di palmar, plantar, torso, dan kulit
kepala.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pria penderita infeksi


chlamydial genitouriner meliputi:

Skrining pada pria asimptomatik: ambil urin untuk uji leukosit esterase jika
hasilnya positif, lanjut dengan uji-uji diagnostik.
Kriteria untuk diagnosis nongonococcal urethritis (sekitar 50% kasus disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis):
Uji untuk Neisseria gonorrheae dengan hasil negatif.
Bukti objektif adanya uretritis:
Discharge abnormal yang tampak.
Pyuria, didefinisikan sebagai > 10 leukosit polimorfonuklear (PMN) tiap high
dry field dalam sedimen dari spesimen urin first-void, atau, > 4 PMN tiap oil-
immersion field dalam apusan uretral dengan pengecatan Giemsa.
Tes untuk chlamydia pada rekan seksual. Satu di antara uji-uji yang dapat digunakan
adalah menggunakan kultur jaringan yang menggunakan spesimen scraping
endoservikal tapi interpretasinya sukar, mahal, butuh tenaga ahli, dan jika
menggunakan spesimen endoservikal maka memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang rendah.
Pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang menggunakan sampel uretral yang
diperoleh menggunakan collection swab 1-2 cm ke dalam uretra setelah pemerahan
uretra (bertujuan untuk menurunkan sekresi):
Direct Fluorescent Antibody (DFA) sebagai metode pilihan untuk konfirmasi
assay lain: sensitivitas sebesar 50-80%, spesifisitas sebesar 99%, butuh kerja
intensif dan personel ahli.
Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), sensitivitas sebesar 40-60%,
spesifisitas sebesar 99%, dapat dikerjakan dengan cara otomatis, dan efektif dari
segi biaya, sehingga cocok untuk pemeriksaan pada pasien yang berjumlah besar,
departemen kedaruratan, dan klinik rawat jalan.
Pada kasus tanpa komplikasi, dapat digunakan DNA probe kits yang dapat
mendeteksi Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrheae pada spesimen urin
tanpa perlu sampling langsung.
Cepheid GeneXpert CT/NG rapid Polymerase Chain Reaction (PCR): menggunakan
spesimen urin, dapat dilakukan dalam < 2 jam dengan performa mirip dengan
NAATs pada populasi berprevalensi tinggi dan rendah.
NAATs: sensitif, dapat dipakai pada tes yang noninvasif menggunakan spesimen
rektal, urine, dan uretral tanpa perlu pemeriksaan pelvik ataupu swab uretral, tetapi
biayanya mahal, lebih insensitif daripada kultur jaringan, hasil NAATs bisa tetap
positif 3 minggu setelah terapi antibiotik selesai (karena hanya mendeteksi DNA dan
RNA, tanpa terpengaruh apakah patogen hidup atau tidak) dan sering false-positive
pada populasi berprevalensi rendah.
Complement Fixation Test (CFT).
Uji mikroimunofluoresens: lebih sensitif daripada CFT.
Tes HIV (sering terjadi koinfeksi).

BAB VII

DIAGNOSIS
Setelah melalui beberapa eksklusi diagnosis banding, kami menyimpulkan
diagnosisnya adalah Klamidia.
BAB VII

MEKANISME DIAGNOSIS

URETHRAL
DISCHARGE JERNIH

RASA NYERI TIDAK


MENGGANGGU

TIDAK TERDAPAT TERDAPAT NANAH


NANAH

GO

PEMERIKSAAN
PENUNUJANG
LABORATORIUM

TERDAPAT
BENTUKAN JAMUR Chlamydia
trachomatis

KLAMIDIA
CANDIDIASIS
BAB IX

PENATALAKSANAAN

A. Perawatan Chlamydia

Chlamydia dapat diatasi dengan mengonsumsi kombinasi obat antibiotik yang tepat
seperti :

a. Ofloxacin
b. Doxycycline
c. Erythromycin
d. Azithromycin
e. Amoxicillin

Obat anti biotik yang aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil adalah amoxicillin,
azithromycin, dan erythromycin.

Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama masa


pengobatan yang biasanya berlangsung selama 1-2 pekan atau hingga infeksi yang
dialami telah hilang sepenuhnya. Dan untuk mencegah penularan kembali,
pasangan Anda juga harus melakukan perawatan walau tidak mengalami gejala
chlamydia.

Obat antibiotik memiliki beberapa efek samping yang dapat terjadi, namun
biasanya hanya efek samping ringan. Efek samping yang paling umum terjadi
akibat mengonsumsi obat antibiotik adalah diare, mual, dan nyeri pada perut. Selain
itu, wanita yang mengonsumsi obat antibiotik dapat mengalami efek samping
berupa candiasis atau infeksi jamur pada vagina.
BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

A. Prognosis Klamidia

Cara penyampaian prognosis pada keluarga harus dengan perlahan dan


penjelasan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anggota keluarga yang
berhak mengetahui tentunya setelah mendapat persetujuan dari pasien apakah
penyakitnya boleh diberitahu kepada pihak keluarga.

Penyampaian prognosis kepada keluarga memiliki syarat-syarat sebagai berikut :

1. Sopan serta santun dalam berkomunikasi


2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh keluarga
3. Harus dalam kondisi yang tenang dan suasana yang baik
4. Serta kerahasiaan dari pasien harus dijaga
5. Memberikan dukungan secara moril dan memberikan semangat kepada pihak
keluarga agar saling membantu dalam proses pengobatan.
B. Komplikasi Klamidia

Chlamydia dapat menyebar dan menimbulkan gangguan kesehatan jangka


panjang jika tidak ditangani dengan tepat.Berikut ini adalah beberapa komplikasi
chlamydia yang dapat terjadi pada pasien pria.

a. Epididimitis, yaitu peradangan yang terjadi pada epididimis yang merupakan


bagian dari system reproduksi pria dan saluran untuk sperma dari testikel.
Penyakit ini memiliki gejala membengkaknya epididimis dan menimbulkan
rasa nyeri. Jika tidak segera ditangani, infeksi bisa menyebabkan munculnya
cairan atau bahkan nanah, dan jika sudah parah bisa menyebabkan kemandulan.
b. Reactive arthritis, yaitu peradangan yang terjadi pada persendian dan lebih
banyak menimpa pria dibandingkan wanita. Obat pereda nyeri antiinflamasi
non-steroid, seperti ibuprofen, bisa untuk mengendalikan gejala reactive
arthritis. Biasanya gejala akan membaik dalam waktu 3 bulan hingga setahun,
namun kondisi ini bisa kembali lagi.
c. Uretritis, yaitu peradangan yang terjadi pada saluran pembuangan urine atau
uretra. Kondisi ini biasanya memiliki gejala seperti sering dan tidak mampu
menahan buang air kecil, terasa sakit atau perih saat buang air kecil, kulup atau
ujung penis mengalami iritasi dan terasa sakit, dan ujung penis mengeluarkan
cairan kental berwarna putih.

Wanita juga bisa mengalami komplikasi akibat chlamydia seperti


berikut ini:
a. Cervicitis, yaitu peradangan yang terjadi pada leher rahim atau serviks.
Beberapa gejala cervicitis yang dapat terjadi adalah perut bagian bawah
terasa nyeri, sakit saat berhubungan seksual, pendarahan yang terjadi saat
atau usai berhubungan seksual, dan pendarahan di antara masa menstruasi.
b. Penyakit radang panggul, yaitu infeksi yang terjadi pada ovarium, rahim dan
tuba fallopi. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa meningkatkan risiko
kehamilan ektopik atau pertumbuhan janin di luar rahim dan keguguran.
Penyakit ini bisa menyebabkan panggul terasa sakit secara terus-menerus
dan kemandulan. Kondisi ini bisa dengan mudah ditangani dengan
c. Bartholinitis atau membengkaknya kelenjar Bartholin yang memproduksi
cairan pelumas pada wanita saat berhubungan seksual. Kista kelenjar
Bartholin dapat terjadi jika kelenjar tersumbat dan mengalami infeksi, serta
bisa menyebabkan abses yang terasa sakit saat disentuh, perih, berwarna
merah dan bisa menyebabkan demam. Obat antibiotic harus digunakan
untuk mengatasi abses yang terinfeksi.
d. Salpingitis, yaituperadangan yang terjadi pada tuba fallopi yang
menyebabkan sel telur dari ovarium sulit untuk menuju rahim dan membuat
pasien lebih sulit untuk hamil. Risiko mengalami kehamilan ektopik atau
kehamilan di luar rahim akan meningkat, walau tuba fallopi hanya
tersumbat sebagian.

C. Pencegahan Chlamydia

Untuk mencegah penularan penyakit menular seksual, seperti chlamydia,


termasuk gonore dan herpes genital, ada beberapa cara yang bisa dilakukan,
yaitu menggunakan kondom saat berhubungan seksual dan tidak berbagi
penggunaan mainan seks. Pemakaian kondom saat berhubungan seksual tidak
100 persen menghilangkan risiko terkena infeksi, tapi efektif dalam mengurangi
risiko terjangkit penyakit menular seksual.

Selain itu, penularan chlamydia juga dapat dicegah dengan cara membatasi
pasangan seksual atau setia dengan satu orang pasangan saja. Jika Anda aktif
melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu orang, maka Anda
dianjurkan melakukan pemeriksaan secara rutin, mengingat chlamydia bisa
tidak menimbulkan gejala pada sebagian orang.
Daftar Pustaka

Karnath, B. M. (2009). Manifestations of Gonorrhea and Chlamydial Infection. Hospital


Physician, May/June 2009, halaman 44-48. Diakses pada 5 Desember 2015. Diambil
dari: http://www.turner-
white.com/memberfile.php?PubCode=hp_may09_gonorrhea.pdf

Wong, B. (2015). Gonorrhea. Medscape, 2015. Diakses pada 7 Desember 2015. Diambil dari:
http://emedicine.medscape.com/article/218059-overview

Centers for Disease Control and Prevention (2010). Diseases Characterized by Urethritis and
Cervicitis. CDC, 2010. Diakses pada 7 Desember 2015. Diambil dari:
http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/urethritis-and-cervicitis.htm

Centers for Disease Control and Prevention (1985). Chlamydia trachomatis infections. Policy
guidelines for prevention and control. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 1985 Aug 23;34
Suppl 3:53S-74S. Diakses pada 6 Desember 2015. Diambil dari:
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/00001767.htm

http://dokumen.tips/download/link/go-no-re , diakses pada tanggal 7 Desember 2015

http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember%20201
0/URETRITIS%20GONORE.pdf , diakses pada tanggal 7 Desember 2015

(diakses 6 Desember 2015)


http://digilib.uin-suka.ac.id/3206/1/BAB%20I,V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
(diakses 6 Desember 2015)
Rizal, Yosse, 2011. Hubungan Perilaku Cara Mendapatkan Pengobatan pada Penderita
Uretritis Gonore Akuta Nonkomplikata Pria terhadap Resistensi Obat. Tesis
Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Hal 11-12
Daili, S. F. 1999. Gonore dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Mansjoer, Arif. 2000. KapitaSelektaKedokteranEdisiKetiga. FKUI. Jakarta

Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, 2004, Buku Ajar IlmuBedah, Edisi 2, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai