Cerita Sipil
Melanjutkan karier di Saudi Aramco, sekarang Penulis bekerja
sebagai Specialist Civil & Structural untuk Yanbu Export
Refinery Project (YERP)/Red Sea Refining Complex (RSRC) di
& Struktur
paket Crude Distillation Unit dan Sat Gas Plant masih dalam
tahapan DED di Seoul-Korea Selatan setelah menyelesaikan
tugas untuk JERP/SATORP (Saudi Aramco Total Refinery &
Petrochemical), sesudah berkarya di Borouge 2-Olefins
Conversion Unit di Ruwais emirate Abu Dhabi - UAE. Dari lebih
20 tahun pengalaman bekerja dalam bidang keahlian dasar Sipil
dan Struktur, meskipun pada awal karir berkarya di kontraktor
dan konsultan enjiniring untuk Highrise Building dan
Infrastruktur. Selanjutnya hingga sekarang sebagian besar berada
diranah multi disiplin pada sektor Oil/Gas, Petrokimia/Refinery,
Pembangkit (Power Plant), dan Yard Fabricator. Sempat
bergabung di salah satu produsen semen terbesar diIndonesia
sebagai CB Plant Manager. Beberapa proyek multi disiplin besar
dan prestisius yang pernah terlibat adalah Qatar Gas 2 LNG,
Yemen LNG, Arun NGL, Tangguh LNG, Balongan Blue Sky
Refinery, Cilegon Combined Cycle Power Plant, dan Arjuna Rigs
Platform. Penulis juga adalah anggota KMI (Komunitas Migas
Indonesia) dari BK (Bidang Keahlian) Sipil dan Struktur, dengan
Nomor Keanggotaan : 070171. Email: thomasyanuar@gmail.com
civilandstructure.wordpress.com
http://civilandstructure.wordpress.com
1
http://civilandstructure.wordpress.com
Rotating equipment (RE), -saya cenderung memakai istilah RE saja diartikel ini untuk
lebih spesifik dibanding kata mesin-, yang harus diletakkan langsung diatas pondasi
beton, banyak macam jenisnya. Dan tiap jenis RE dapat memberikan efek yang harus
diperhitungkan dalam mendesain pondasi pendukungnya.
Jenis RE yang sering dijumpai dalam plant/kilang Migas/Petrokimia/Refinery
misalnya adalah:
a. Vertical Excitation.
b. Horizontal Translation.
c. Rocking Exictation.
d. Torsional Excitation.
e. Coupled Horizontal Translation & Rocking Oscillation.
Disamping itu, pengertian atas beberapa istilah teknis dan nomenklatur yang juga
patut dipahami, seperti:
a. High Tuned System (HTS) : adalah suatu sistem pondasi pendukung dimana
kisaran frekwensi mesin dibawah frekwensi natural dari sistem secara keseluruhan.
b. Low-Tuned System (LTS): adalah suatu sistem pondasi pendukung dimana kisaran
frekwensi mesin diatas frekwensi natural dari sistem secara keseluruhan.
c. Table Top (TT): Struktur beton bertulang berketinggian untuk menopang/sebagai
2
http://civilandstructure.wordpress.com
dudukan RE.
d. f(n): Frekwensi natural dari system pondasi mesin dalam satuan Hertz.
e. ED: Modulus dinamis elastisitas beton dalam satuan MPa.
f. A: Batas ijin maximum getaran amplitude puncak ke puncak (peak to peak).
g. Grout: Material bersifat semen atau epoksi (epoxy) yang disediakan untuk
keseragaman pondasi pendukung dan sebagai media transfer beban dari instalasi RE
diatasnya ke pondasi. Grout diposisikan dibawah base plate/mounting plate/skid dari
RE. Dan grout haruslah mempunyai sifat non shrink (tidak berkerut).
Menurut saya, atas dasar kepraktisan dan keekonomisan, lebih baik menerapkan azas
desain Low-Tuned System (LTS) terutama untuk RE yang mempunyai RPM
(revolutions per minute) tinggi. RE dengan RPM tinggi cenderung menghasilkan
frekwensi natural yang lebih tinggi dari pada frekwensi natural pondasi beton. Selain
daripada itu, LTS memiliki efek vibrasi yang lebih rendah dari HTS.
Namun penerapan azas LTS tidak disarankan buat RE yang mempunyai RPM rendah
ataupun bervariasi. Untuk kasus seperti ini, azas HTS dianggap lebih baik.
Secara umum, rule of thumb jika kita sebagai perencana tidak ada/tidak bisa
mendapatkan data analisa dinamis (dynamic analysis) dari RE, sengaja kalimat itu
saya tebalkan dan garis bawahi sebagai catatan penting, maka langkah berikut ini bisa
kita pergunakan:
Perbandingan rasio massa 3:1 dan 5:1 ini juga merupakan nilai empiris yang telah
lama dipakai perbandingan untuk massa pondasi terhadap massa RE/mesin. Tentu saja
nilai perbandingan tersebut bisa kita ubah menjadi lebih kecil dan tentu saja harus
dibarengi dengan perhitungan dan bukti terapan dilapangan yang cukup.
Dan meskipun pendekatan dengan metode ini merupakan best practice terhadap rule
of thumb, sebaiknya pada pendesainan tetap dilakukan analisa dinamis untuk
memprediksi perilaku pondasi akibat RE.
3
http://civilandstructure.wordpress.com
tanah dibawah pondasi RE dan sebaliknya. Pada jarak tersebut juga, dapat
dihindarkan akibat negative dari transmisi amplitudo getaran yang merugikan lewat
tanah disekeliling.
Tetapi, jika nilai jarak antar tersebut tidak bisa diterapkan karena keterbatasan ruang,
maka diperlukan perhitungan teknis yang dapat memberikan indikasi bahwa transmisi
amplitude getaran masih dapat diterima. Bisa juga dipertimbangkan opsi
menggunakan softboard (misalnya gabus/Styrofoam atau bahan yang tidak rigid) atau
menggunakan lapisan slurry (campuran semen) yang dibuat seperti dinding atau
bahkan sheetpiles yang diletakkan diantara pondasi yang berdekatan. Opsi-opsi diatas
tergantung dari hasil perhitungan amplitudo getaran dan perilaku tanah. Jadi bijaklah
menyikapi semua informasi yang didapat sebelum memutuskan.
Jika pondasi RE ini terletak diarea paving/pavement atau disekeliling slab beton,
maka perlu pula diberikan isolation joint disekeliling pondasi. Untuk penerapan
isolation joint ini disarankan lebar minimum 12 mm dan kedalaman sekitar 20 mm
dan material adalah sesuai penggunaan yaitu jenis material untuk expansion joint.
Untuk itu, ACI 504R (Guide for Sealing Joints in Concrete Structures) bisa dijadikan
rujukan.
Dalam menentukan seberapa kedalaman yang layak dari suatu pondasi RE dari muka
tanah khususnya untuk pondasi berbentuk blok, ada beberapa pendapat misalnya
minimum 50% dari tebal pondasi yang harus tertanam dalam tanah. Ada juga yang
berpendapat minimum 80%.
Menyikapi perihal tentang tanah, perlulah dipahami kaitan pondasi yang kita desain
dengan tekanan daya dukung tanah. Untuk pondasi dangkal, meskipun kita sudah
mendesain pondasi pendukung sebaik mungkin namun itu semua bakal tidak terpakai
jika tanah sebagai pendukung pondasi tidak cukup baik kualitasnya, terutama daya
dukung.
Untuk itu, diperlukan tindakan uji soil investigation, kecermatan dalam membaca
hasilnya, kemudian kecermatan dalam menerapkannya dalam desain. Pemeriksaan
terhadap kecukupan kuat tanah dalam kemampuan kapasitas daya dukung statis dan
pertimbangan besar penurunan (settlement) perlulah dilakukan.
Termasuk juga efek pembebanan dinamis terhadap tanah dan jika diperlukan,
perlakuan lanjutan untuk meningkatkan kapasitas daya dukung dapat saja dilakukan.
Banyak metoda yang dipakai, salah satunya seperti metoda dynamic compaction atau
dynamic replacement seperti yang telah saya tulis diartikel sebelum ini.
Beberapa patokan untuk daya dukung ijin tanah yang dapat dipertimbangkan adalah:
a. Untuk system pondasi high-tuned: tekanan daya dukung tanah tidak melebihi 50%
dari tekanan daya dukung ijin yang diperbolehkan terhadap beban statis.
b. Untuk system pondasi low-tuned: tekanan daya dukung tanah tidak melebihi 75%
dari tekanan daya dukung ijin yang diperbolehkan terhadap beban statis.
4
http://civilandstructure.wordpress.com
Sebagai catatan, daya dukung ijin (Q all) untuk pondasi RE berat haruslah dikurangi.
Hal ini perlu dilakukan untuk menyediakan lebih besar safety factor terhadap
kemungkinan penurunan (settlement) akibat getaran.
Untuk lebar minimum, secara teknis nilai berikut ini dapat dipakai yaitu paling tidak
1,5 kali jarak vertical dari dasar ke garis tengah RE dan tambahkan lebar mimimum
dengan area bebas (jarak ke tepi beton) dari base plate/mounting plate/skid RE yaitu
100 mm kesegala arah.
Jadi misalnya lebar skid 1000 mm maka lebar pondasi disarankan 1000 mm + 100
mm (kiri) + 100 mm (kanan) = 1200 mm.
Mengapa? Hal ini untuk mengantisipasi jika terjadi retak pinggir yang sering terjadi
karena kekurang cermatan pekerja lapangan dalam mengkonstruksi pondasi dan jarak
100 mm ini dipandang cukup mengakomodasi sudut tekanan yang tercipta dari skid.
Pengecualian terhadap nilai tersebut dapat kita lihat di ACI 207.2R jika ketebalan
pondasi ternyata setelah kita hitung melebihi 1,2 meter. Dimana ketebalan tersebut
kita perlukan lebih pada faktor kestabilan, kekakuan dan peredaman akibat getaran
serta untuk mengakomodasi panjang anchor bolt, maka disarankan tulangan minimum
memakai diameter 22 mm dengan jarak maksimum antar tulangan adalah 300 mm
(center to center), namun saya lebih menyukai pemakaian jarak tulangan 200 mm.
Sedangkan jika kita harus menggunakan pier (pengertian ini beda dengan table top),
maka jumlah tulangan minimum yang harus disediakan di pier adalah tidak boleh
kurang dari 1% tetapi tidak boleh lebih dari 8% dikalikan luasan potongan melintang
beton. Jika mempergunakan pedestal, maka tulangan minimum tidak boleh kurang
dari %.
Untuk pondasi dengan ketebalan minimum 500 mm, maka haruslah disediakan
tulangan susut dan penahan temperature beton sesuai ACI 318. Untuk nilai ED dalam
5
http://civilandstructure.wordpress.com
Ada beberapa batasan yang saya anut dalam menentukan nilai eksentrisitas ijin.
Yaitu, untuk eksentrisitas horizontal, tegak lurus terhadap bantalan poros (bearing
axis), antara titik pusat garis berat pondasi dan pusat area kontak tanah tidaklah boleh
melebihi nilai 0,05 dikalikan lebar pondasi. Sedangkan jika searah/parallel dengan
bantalan poros, maka tidak boleh melebihi 0,05 dikalikan panjang pondasi.
Jika kita menggunakan pier atau pedestal, maka penerapan nilai tersebut juga harus
disesuaikan plus pertimbangan terhadap center of gravity dari RE. Diatas semua itu,
saya menyarankan, jika dimungkinkan, sebaiknya hindarilah eksentritas. Sedapat
mungkin.
Meskipun demikian, pembatasan rentang frekwensi natural ini sangat sulit dicapai jika
kita mendesain suatu system struktur yang rumit seperti halnya kombinasi kekakuan
steel structure dengan sistim pondasi, pondasi untuk RE yang memilik beragam mode
kecepatan, pondasi untuk RE yang sangat berat (turbo compressor yang berdimensi
luar biasa besar misalnya), maka kita harus menyediakan perhitungan yang lebih
rumit (misalnya menghitung maksimum kecepatan getaran dalam fasa dan 180 derajat
diluar fasa, penentuan lokasi dimana amplitude getaran yang dominan berada dan lain
6
http://civilandstructure.wordpress.com
sebagainya). Jika nanti ada kesempatan, untuk serba serbi frekwensi natural ini akan
saya bahas dalam artikel tersendiri.
Untuk itu jika kita harus menyediakan suatu platform struktur baja, terutama jika
mendesain pondasi RE dengan memakai TT (table top), maka platform tersebut
sebaiknya terpisah dengan system pondasi TT. Untuk bagaimana supaya platform
dapat bernilai aman dan nyaman bagi pemakai dilapangan, design engineer sebaiknya
membaca ISO 2631-1 & ISO 2631-2. Referensi itu membahas tentang bagaimana
respon seseorang terhadap getaran bangunan dan kurva berat respon pada kesamaan
gangguan terhadap tubuh dan metoda-metoda bagaimana cara mengatasinya.
Diluar semua perhitungan teknis diatas kertas, seorang engineer haruslah memiliki
sense of engineering atau juga disebut engineering feeling. Rasa ini tidak ada
kriteria bakunya namun bisa terbentuk dan terasah jika seorang engineer setia pada
kemauan untuk berkarya sesuai bidangnya.
Rasa ini juga bisa membimbing seorang engineer dalam mendesain suatu konstruksi
yang kuat dan aman, tepat sasaran, tidak rumit, mudah dilaksanakan serta hemat
biaya.
Memang tidak sulit mengganti sekedar angka namun itu berarti kita hanya
berkemampuan meniru, yang kosong, tak berbobot, tak ada nilainya.
Berikut ini saya sajikan contoh perhitungan desain pondasi RE, silahkan dipelajari
untuk mengambil intisarinya/esensinya, melakukan trial dan error, sampai kita merasa
kita mampu melakukan desain secara mandiri.
7
http://civilandstructure.wordpress.com
8
http://civilandstructure.wordpress.com
Pada bagian 2 ini saya akan menuliskan tentang pengujian Metoda DC dan DR
lengkap dengan asumsi perhitungan peningkatan daya dukung tanah (soil bearing
capacity).
Sebelum beranjak lebih jauh kedalam pelaksanaan pekerjaan DC dan DR, ada tahapan
yang sebaiknya dilakukan, yaitu Pilot Test (PT) atau istilah lainnya Pengujian Awal.
PT ini dilakukan untuk mengesahkan perhitungan teoritikal daya dukung tanah,
mendapatkan perilaku lapisan tanah serta panduan detail pelaksanaan. Detail yang
dimaksud misalnya berat pounder/beban yang akan dipakai, tinggi jatuh, jenis crane,
jarak antar crater, perhitungan energi benturan yang berkorelasi pada jumlah jatuhan
pounder, penentuan berapa kali pelaksanaan pada lahan yang sama (number of series
for execution), hingga penentuan durasi pelaksanaan.
1. PILOT TEST
a. Target yang ingin dicapai
PT dilakukan untuk memverifikasi syarat teknis pelaksanaan tamping (penjatuhan
beban/pounder) metoda DC/DR langsung dilapangan sesuai kondisi asli tanah. Target
yang ingin dicapai adalah optimalisasi energy jatuhan, efisiensi dan kepastian kondisi
tanah baik sebelum dan sesudah pengujian.
Data kondisi tanah setelah diadakan DC/DR inilah yang menjadi tujuan utama. Data
yang ingin didapatkan tersebut antara lain; target N-value (SPT), daya dukung tanah
ijin (Q all), penurunan ijin/allowable settlement (S all) disamping data sekunder
mencakup suara dan getaran yang ditimbulkan. Selain itu, hasil yang didapat bisa
dipergunakan untuk memodifikasi lebih baik lagi rencana DC/DR yang sudah ada.
Adapun tujuan lainnya adalah untuk mendapatkan parameter-parameter seperti:
Jumlah jatuhan (drop) untuk tiap spot pada setiap seri DC.
Optimalisasi jarak antar DC (grid spacing).
Optimalisasi jumlah seri pelaksanaan DC.
Jeda waktu antara 2 seri DC dilokasi yang sama.
Rerata penurunan permukaan tanah akibat DC.
Dan lain sebagainya yang berkaitan dan disesuaikan dengan pelaksanaan pekerjaan
DC/DR nantinya.
9
http://civilandstructure.wordpress.com
penetrasi pounder).
Menganalisa hasil setelah uji ini dilakukan.
CATATAN:
Klik sketsa illustrasi atau foto-foto untuk memperjelas/memperbesar sehingga lebih
mudah dibaca.
Contoh illustrasi pengujian penetrasi pounder (tamping) dan muka tanah akibat
tamping tersebut:
c. Rencana pelaksanaan Pilot Test harus juga menentukan didaerah mana dan lokasi
penempatan peralatan penguji (Pressure Meter Tester/PMT). Misalnya seperti contoh
dibawah ini:
Area PT untuk DC
Area PT untuk DR
10
http://civilandstructure.wordpress.com
a) DR dangkal
b) DR dalam.
11
http://civilandstructure.wordpress.com
12
http://civilandstructure.wordpress.com
Dynamic Replacement:
2. CONTOH PERHITUNGAN
Dibawah ini merupakan contoh perhitungan estimasi pencapaian daya dukung tanah
dan settlement setelah dilakukan pekerjaan DC dan DR berdasarkan hasil dari PMT
Test.
Sebelumnya kita harus menentukan target nilai PMT Test setelah dilaksanakan PT
untuk DC/DR ini, misalnya;
DC area kita tentukan nilai Pl= 5 bar dan Ep= 60 bar. Sedangkan untuk DR area kita
tentukan nilai Pl= 11 bar dan Ep= 100 bar serta untuk tanah disekitar area pelaksanaan
yaitu Pl= 4 bar dan Ep= 60 bar.
13
http://civilandstructure.wordpress.com
14
http://civilandstructure.wordpress.com
Jika ternyata jarak aman 27 m belum terpenuhi dibeberapa titik tamping, maka
pembuatan galian/trench disekeliling pekerjaan dapat secara signifikan mengurangi
efek getaran dengan memutus kecepatan rambat permukaan. Sehingga jarak titik
tamping terhadap struktur yang sudah ada dapat lebih dekat lagi. Dimensi galian,
15
http://civilandstructure.wordpress.com
berdasarkan best practice untuk energi 300 t.m, tersebut adalah berkedalaman 1,5
2,5 m.
Disamping itu kita laksanakan pengujian suara (noise testing) sekaligus uji getaran.
Contoh illustrasinya sebagai berikut:
Berikut adalah contoh alat pengujian dan tabel efek getaran dibeberapa negara serta
tabel suara peralatan:
16
http://civilandstructure.wordpress.com
17
http://civilandstructure.wordpress.com
18
http://civilandstructure.wordpress.com
Dalam artikel bagian 1 ini, saya akan menyajikan metoda-metoda perbaikan daya
dukung tanah yang dapat dilakukan pada suatu waktu tertentu secara
berkesinambungan. Metoda tersebut adalah Dynamic Compaction/DC (Pemadatan
Dinamis) dan Dynamic Replacement/DR. Untuk metoda DR ini bisa juga disebut
metoda kolom batu (Stone Column), nanti akan saya uraikan lebih lanjut.
Metoda DC/DR ini ditemukan oleh Menard (France, 1960). Metoda ini bisa
menghemat biaya dalam mensubtitusi penggunaan pile (tiang pancang) menjadi
pondasi dangkal hingga penanggungan beban tertentu sesuai peningkatan kapasitas
daya dukung tanah. Di negara kita Indonesia, mungkin metoda ini belum banyak
diketahui. Tetapi seiring dengan mudahnya informasi yang didapat dan faktor
komparasi dengan metode konvesional lainnya yang dikenal, saya yakin kedepannya
metoda ini bisa jadi pilihan yang patut dipertimbangkan.Terutama untuk kondisi lahan
di Sumatera dan Kalimantan serta Sulawesi. Dimana yang saya tahu, pembukaan
lahan untuk eksplorasi dan pembuatan kilang pengolahan masih mengandalkan teknik
pemadatan pola konvensional.
Sedangkan tulisan di bagian 2 nanti akan membahas pelaksanaan Pilot Test dan
perhitungan kekuatan daya dukung tanah setelah pelaksanaan metoda DC dan DR.
CATATAN:
Silahkan meng-klik sketsa illustrasi dan foto-foto memperjelas tampilan.
19
http://civilandstructure.wordpress.com
Secara garis besar, pengertian DC adalah suatu metoda peningkatan kondisi tanah
yang dapat diterapkan pada tanah yang kering, basah/lembab dan jenuh (saturated).
Metoda ini bisa juga diterapkan pada tanah jenuh dengan kandungan butiran halus
mencapai hingga 30%. Target DC dicapai dengan menjatuhkan beban (pounder) dari
suatu ketinggian tertentu ke atas permukaan tanah yang akan dipadatkan. Proses
pemadatan ini berlangsung pada sekian banyak jatuhan pada lahan yang dituju.
Perilaku tanah setelah diterapkannya metoda DC ini bisa berbeda secara signifikan
tergantung kondisi tanah, seperti apakah tanah tersebut adalah tanah jenuh (saturated
soil) ataupun tanah tidak jenuh (non saturated soil). Dalam halnya tanah tidak jenuh,
efek benturan yang muncul adalah seperti halnya kita melakukan Proctor Compaction
Test di laboratorium mekanika tanah.
Sedangkan jika kondisi tanah jenuh, akan terjadi berbagai bentuk gelombang benturan
yang berpusat pada pusat jatuhan beban. Gambar dibawah ini akan bisa memberikan
gambaran tentang gelombang benturan yang dimaksud.
20
http://civilandstructure.wordpress.com
P wave atau gelombang tekan akan merombak struktur partikel tanah akibat Push-Pull
Motion dan meningkatkan tekanan pori. Sedangkan S wave atau gelombang geser
memainkan peran menyusun ulang kepadatan partikel meskipun kecepatan
gelombang cukup pelan. Adapun Rayleigh wave adalah ringkasan dari gelombang
geser dan gelombang permukaan yang tersebar dekat dengan permukaan tanah.
Sehingga akibat adanya berbagai macam gelombang yang tercipta oleh karena beban
benturan pounder, akan menghasilkan tekanan tarik dibawah tanah, berujung pada
retak tarik dalam bentuk radial (seperti gambar diatas) pada pusat beban benturan.
Retak tarik ini membuat jalur aliran yang berguna untuk mengeluarkan tekanan pori
yang berlebihan dan membuang air pori dalam tanah jenuh. Hal inilah yang berujung
pada peningkatan kapasitas daya dukung tanah.
Illustrasi diatas adalah perilaku partikel tanah secara mikroskopik selama pemadatan
berlangsung dan setelahnya.
21
http://civilandstructure.wordpress.com
berkisar 3-8 % dari ketebalan tanah asal alami, sedangkan untuk reklamasi lahan
buangan sekitar 20-30 %. Tekanan pori yang berlebih terjadi karena jatuhan beban
bisa saja masih terjadi bahkan setelah proses jatuhan itu selesai. Namun tingkat
disipasi (penghamburan/penghilangan) tekanan pori berlebih ini sangat singkat jika
dibandingkan dengan metoda pemadatan statis seperti halnya metoda pre-loading.
b. Karateristik Metoda DC
1. Pekerjaan terapan yang cepat dengan tahapan sederhana, penghematan biaya dan
sangat dimungkinkan pelaksanaannya dengan pekerjaan lain pada saat yang sama.
2. Meskipun tergantung dari jenis tanah, kelangsungan pekerjaan lain diatas tanah
setelah peningkatan terjadi sangatlah diijinkan.
3. Dapat diterapkan pada berbagai jenis tanah termasuk jenis tanah hasil
bongkaran/pembuangan, pasir tanah kepasiran (dredging soil), tanah halus, lumpur
buangan maupun hasil pengeboran atau bentonit.
4. Kualitas kerja dapat dikontrol dan hasil yang baik.
5. Tidak bermasalah terhadap lapisan batuan dibawahnya.
6. Tidak memerlukan material khusus.
Metoda DR ini adalah lanjutan dari metoda DC dan biasanya dilaksanakan pada tanah
dengan kandungan lempung dan lapisan lanau sangat tebal serta diketahui dengan
metoda DC tidaklah cukup untuk meningkatkan daya dukung tanah pada kondisi
tanah tersebut seperti yang ditargetkan. Seperti kita ketahui, setelah pounder
dijatuhkan berkali-kali akan terbentuk suatu kawah yang disebut crater. Dalam
penerapan metoda DR, crater yang tercipta akan diisi dengan batuan/material non
plastis (berdasarkan pengujian ASTM D 4318), atau batuan alam yang ada dilokasi
tanah lunak. Crater akan terus diisi batuan dengan berulang kali melakukan jatuhan
pounder (tamping) hingga kedalaman yang diinginkan ataupun berhenti ketika crater
yang terbentuk sudah tidak bisa lagi melesak lebih dalam.
a. Prinsip Dasar DR
Secara prinsip, metoda pelaksanaan pada awal pekerjaan sama dengan metoda DC
tetapi ada tahapan kerja yang berkelanjutan yaitu pengisian material kasar kedalam
crater yang terbentuk akibat tamping. Material yang diisikan terus menerus akan
membentuk pola seperti kolom batu, maka dari itulah metoda DR ini dapat pula
disebutkan metoda kolom batu. Pada saat batuan kedalam crater ataupun granular soil
(seperti gravel ukuran tertentu misalnya), area tekanan pada tanah lunak
didistribusikan ke kolom batu (stone column/pillar). Sehingga tanah lunak memadat
dan menghasilkan daya dukung yang ditargetkan. Penerapan DR ini berdasarkan data
tanah (hasil dari soil investigation report) yang dilanjutkan pada tahapan experiment
lapangan (seperti halnya uji trial and error) serta dilakukan dengan interval tertentu
berdasarkan rumus yang tertulis berikut ini.
22
http://civilandstructure.wordpress.com
b. Karateristik Metoda DR
1. Sementara kolom DR terbentuk dengan mengisikan material non plastis (batuan
pecah, gravel), terjadi kontraksi dilapisan tanah lunak sekeliling kolom DR. Yang
menyebabkan tekanan pori berlebih terlepas terus menerus. Proses ini pada dasarnya
sama dengan dengan teknik konsolidasi tanah dengan metode pre-loading, hanya saja
konsolidasi tersebut terjadi lebih cepat sekaligus menaikkan daya dukung tanah.
2. Tahanan geser lebih besar terjadi didalam kolom DR dan kekuatan tanah diantara
kolom DR meningkat secara signifikan.
3. Pada saat kolom DR terbentuk didalam tanah setelah proses dilakukan, komposisi
kandungan tanah akan berubah. Pengertiannya yaitu lapisan tanah terdiri dari batuan
dan tanah asal yang mana partikel awal menjadi tersusun ulang. Dalam hal ini tekanan
tanah sebagian besar diakomodasi oleh kolom DR sedangkan tanah asal hanya
menderita tekanan lebih kecil.
23
http://civilandstructure.wordpress.com
Gambar dibawah adalah kondisi lapangan seelah dilaksanakan DC dan DR. Crater
yang tercipta harus ditutup dengan urugan/backfill hingga ketinggian level yang
disyaratkan dalam Plot Plan.
Contoh hasil tamping dan bentuk crater yang tercipta (cukup besar ukurannya sekitar
2 x 2 m):
24
http://civilandstructure.wordpress.com
Dalam perencanaan tapak (site lay out design) diperlukan kajian yang komprehensif
dari berbagai disiplin. Kajian yang terutama berkaitan dengan penempatan equipment,
tanki penyimpan dan bangunan penunjang, sistim pemipaan baik bawah tanah
(underground), atas tanah (above ground) maupun diantara lantai platform serta yang
tidak kalah pentingnya adalah prinsip keutamaan keselamatan kerja (safety) yang
terintegrasi.
Kesemuanya akan berujung pada penghematan biaya dan waktu dari segala segi.
Baik ketika konstruksi, operasi sehari-hari, perawatan berkala maupun perawatan
besar (shut down/turn around).
Secara umum, pemeriksaan awal terhadap rencana 3D yang dapat dilakukan semua
disiplin adalah pemeriksaan:
25
http://civilandstructure.wordpress.com
Secara khusus, tiap disiplin dapat menekankan lebih detail dalam pemeriksaan sesuai
bidangnya, seperti:
26
http://civilandstructure.wordpress.com
C. Disiplin Sipil/Struktur:
Dalam terapan kajian, ada beberapa tahapan yang dilakukan, normalnya dihitung
berdasarkan persentase kemajuan design engineering. Tahapan tersebut adalah
sebagai berikut:
Mengkaji jalur utama pemipaan dan mempertahankan jalur yang sudah ada (jika tidak
ada perubahan signifikan dari disiplin process). Pemipaan utama berada pada diameter
menengah (misalnya diameter 4 keatas).
27
http://civilandstructure.wordpress.com
Dalam pemodelan 3D yang akan ditampilkan untuk tiap-tiap disiplin yang terlibat,
dilakukan dalam 3D CAD (Computer Aided Design) seperti:
Dalam acara kajian tersebut, biasanya ada beberapa hal yang dijadikan perhatian
bersama multi disiplin karena kaitan yang erat, misalnya seperti:
Dan lain sebagainya. Yang pada dasarnya adalah perihal yang diajdikan perhatian
secara bersamaan tersebut secara kuantitaif dan kualitatif tergantung berapa besar dan
kompleksitas beban kerja di area yang akan dikerjakan.
Berikut contoh gambar Pemodelan 3D dari salah satu proyek petrokimia/refinery yang
pernah saya tangani, Borouge 2 (Abu Dhabi Polymer Co) disalah satu seksi paket
pekerjaan Olefins Conversion Unit:
28
http://civilandstructure.wordpress.com
29
http://civilandstructure.wordpress.com
30
http://civilandstructure.wordpress.com
Jika kita dalam posisi sebagai seorang civil/structure engineer dan karena tuntutan
tugas kita harus melakukan perhitungan struktur baik struktur baja maupun sipil
khususnya pondasi, kita dituntut harus berhati-hati, benar dalam asumsi dan cermat
dalam melakukannya. Dalam artikel saya kali ini, saya tulis beberapa hal dasar yang
perlu dilakukan oleh seorang civil/structure engineer dalam melakukan tahapan
perhitungan struktur.
1. TUJUAN PERHITUNGAN
Dalam melakukan perhitungan nantinya, perlu kita ketahui untuk apakah perhitungan
tersebut dilakukan, Normal tujuannya adalah:
1. UNIT/SATUAN
Pada umumnya, satuan yang digunakan dalam perhitungan memakai SI satuan metric.
Kecuali jika perhitungan dibuat sesuai Code atau memakai program computer, yang
belum disesuaikan dengan metric, maka pemakaian satuan konvesional boleh
dilakukan. Pada ujungnya, untuk lebih memudahkan padanan dengan satuan yang
dipakai oleh disipiln lain, sebaiknya hasil perhitungan dikonversikan ke metrik.
1. SIMBOL-SIMBOL
31
http://civilandstructure.wordpress.com
Sedangkan untuk simbol tertentu yang dipakai dalam suatu persamaan, sebaiknya juga
ditulis dalam cakupan persamaan tersebut, boleh sesudah ataupun sebelum persamaan
tersebut diketengahkan.
A. PERSAMAAN
B. ASUMSI
Asumsi yang diambil dimana perhitungan didasarkan haruslah ditulis dengan jelas.
Setiap asumsi yang diambil untuk mendukung perhitungan harus jelas
menggambarkan dan memiliki data yang sesuai.
Perhitungan yang dilakukan juga harus memberikan sepintas ulasan acuan dasar
(philosophy) yang dipergunakan dalam desain tersebut. Termasuk didalamnya adalah
konsep yang mungkin diadopsi dari sumber/referensi lain.
C. PARAMETER
Nilai-nilai dari parameter ditulis dibagian awal perhitungan. Tidak perlu kita
menjustifikasi nilai parameter yang telah biasa digunakan dan diterima secara umum
seperti Youngs modulus, Poissons ratio, koefisien tarik/tekan dll. Namun untuk nilai
parameter yang bersifat spesifik, barulah kita harus memberikan justifikasi, apakah
dengan menuliskan sumbernya (seperti hasil studi atau laporan pemeriksaan tanah)
ataukah ringkasan dasar penggunaan parameter tersebut ataukah kita ambil dari
referensi yang dipercaya secara umum maupun Code. Contohnya adalah:
1. Perbedaan temperatur.
2. Tegangan permukaan tanah, daya dukung ijin, penurunan/settlement ataupun
perbedaan nilai penurunan permukaan tanah.
3. Tekanan angin, dapat dihitung dari kecepatan rata-rata angin daerah dimana
desain kita akan dipergunakan dan exposure factor. Biasa ada referensi yang
sahih dari pihak berwenang seperti Badan Metrologi dan geofisika (BMG)
lokal. Perhitungan nilai parameter tersebut harus mengemukakan kecepatan
dasar angin terhadap tinggi, bentuk, arah hembusan (gust) dan importance
factor yang dipakai.
D. PRESENTASI PERHITUNGAN
32
http://civilandstructure.wordpress.com
1. Jika kita melakukan untuk kepentingan perusahaan atau Klien, maka tulislah
nomor administrasi yang seharusnya. Biasanya sudah ada garis besar
penomoran dari Klien/Perusahaan. Selanjutnya work order atau nomor SPK.
2. Nama pembuat perhitungan (engineer ybs) dan nama pemeriksa (checker).
3. Judul desain perhitungan, yang harus menggambarkan isi kandungan
perhitungan. Misalnya Perhitungan Pondasi Turbo Compressor KT-2010 atau
Perhitungan Struktur Shelter Steam Turbin ST-007.
4. Tanggal sewaktu perhitungan itu dibuat.
b. Cover sheet atau halaman depan setiap paket dokumen perhitungan diberi label
nama untuk memudahkan identifikasi sesuai Job Order, Engineering Order ataukah
Study/Report Order. Penomoran halaman juga harus runtut.
c. Jangan lupa daftar isi, daftar codes/standards dan referensi lainnya yang sesuai. Jika
memakai referensi spesifikasi dari Klien, indikasikan juga tanggal rilis dari spek
tersebut. Ini gunanya utnuk menghindarkan salah pengertian dikemudian hari jika
spek perusahaan/klien tersebut ternyata berubah dimasa depan diluar sepengetahuan
engineer.
d. Perhitungan haruslah diperiksa oleh pihak yang yang berkompeten sebelum secara
resmi dirilis atau diserahkan kepada Klien. Pemeriksa haruslah memastikan bahwa
setiap isi halaman dokumen telah benar dan hasil perhitungan dapat diverifikasi dan
dipertanggung jawabkan.
g. Dokumen perhitungan tersebut juga harus memuat urutan yang benar dalam
menuliskan sub judul. Sehingga pembaca/pemeriksa mengerti secara benar runtutan
perhitungan. Berilah penebalan atau garis bawah untuk sub judul guna memudahkan
pembedaan. Contohnya menghitung ketebalan base plate untuk struktur baja yang
akan didukung. Urutannya secara sederhana dalam perhitungan adalah asumsi
pembebanan, statika struktur (gaya dan momen yang bekerja), pemilihan material baja
untuk struktur atas. Baru kemudian perhitungan base plate.
33
http://civilandstructure.wordpress.com
i. Perhitungan struktur baja khususnya, harus lengkap dengan detail perlu seperti
koneksi momen ataupun koneksi khusus di joint tertentu.
Untuk perhitungan memakai bantuan computer, yang sudah jamak saat ini, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Dalam menghitung suatu desain, saya sarikan check list berikut ini sebagai panduan
umum. Check list ini memuat persyaratan kunci antara lain:
a. Kajian Skedul/Jadwal.
34
http://civilandstructure.wordpress.com
Dokumen Sipil
Dokumen Geoteknik.
Dokumen Struktur. Dalam hal ini tidak termasuk shop drawing dan MTO.
Kedua jenis dokumen ini tidak perlu di serahkan kepada Klien.
f. Index Gambar. Apakah index gambar sesuai dengan penomoran administrasi yang
disepakati dengan Klien. Misalnya:
i. Simbol-simbol. Apakah desain struktur baja dan sipil memiliki kesamaan notasi
atau nomenklatur dengan AISC Steel Manual dan Code ACI 318 atau SK SNI.
k. Asumsi. Apakah dasar asumsi telah secara benar dipergunakan dan memiliki dasar
teknis yang bisa dipertanggungjawabkan.
35
http://civilandstructure.wordpress.com
Apakah faktor Kz dan Ky (rasio efektif panjang kolom) telah diinput dalam
parameter desain.
Apakah factor Lz dan Ly ( panjang bebas/tak terkekang dalam local z dan axis
y) telah diinput untuk menghitung rasio slenderness kolom.
Apakah balok UNL (panjang bebas/unbraced length) telah diinput untuk
menghitung kuat ijin tekan balok.
p. Kajian Resiko. Apakah kajian resiko telah dibuat untuk bangunan kilang. Jika
sudah, apakah telah diserahkan kepada Klien.
q. Desain Bangunan. Apakah SOW juga mencakup tipe bangunan kilang yang harus
didesain. Misalnya:
Bangunan biasa.
Bangunan tahan ledakan (blast resistant building). Apakah data sheet untuk
persyaratan desain bangunan jenis ini telah ada?
Pre-Engineered Building (PEB). Apakah data sheet juga telah tersedia.
Struktur bermacam bangunan sipil.
r. Material yang dipergunakan. Apakah telah ditentukan jenis material yang akan
digunakan. Misalnya material untuk desain:
Konstruksi baja.
Konstruski beton.
Dinding blok penahan beban.
Kombinasi antara beton dengan baja (komposit).
Pre cast dan beton Pre Stress
Lain-lainnya sesuai tujuan desain.
36
http://civilandstructure.wordpress.com
t. Slab atap bangunan kilang/lantai. Tentukan jenis slab yang dipakai. Misalnya:
u. Ketebalan Slab. Apakah nilai defleksi telah diperiksa untuk memastikan nilai
minimum ketebalan slab sesuai persyaratan di ACI.
v. Tipe Pondasi Bangunan. Apakah telah ditentukan jenis pondasi yang akan
dipergunakan. Contohnya:
w. Detail Bangunan Kilang. Apakah telah cukup tersedia detail tampak (plan), elevasi
dan potongan di dalam gambar yang menampakkan detail struktur bangunan?
x. Grade Material Baja. Apakah grade/kelas material baja telah sesuai dengan
spesifikasi yang dipersyaratkan.
z. Material Anchor Bolts dan Base Plate. Apakah jenis material anchor bolts dan base
plate sudah sesuai yang dipersyaratkan? Termasuk pemeriksaan detail-detail bentuk
atau tipenya.
aa. Metal Decking (pada slab). Apakah technical properties metal decking yang
digunakan untuk struktur slab baik lantai maupun atap telah diperiksa. Termasuk
didalam pemeriksaan adalah gambar-gambar yang disediakan.
ab. Grating. Apakah grating didesain untuk menahan beban hidup dan beban lalu
lintas (orang dan barang) diatasnya? Periksa juga system sambungan/perletakan
grating.
37
http://civilandstructure.wordpress.com
Apakah detail sambungan rangka batang (di las atau dibaut) telah
diperlihatkan digambar.
Apakah batang-batang tersebut didesain untuk menahan gaya-gaya actual yang
terjadi.
Apakah ikatan dasar rangka (truss bottom chord) telah dikekang secara benar.
Pemeriksaan yang sama juga harus dilakukan untuk splice struktur baja.
ad. Lengan (jib) Crane. Apakah lengan crane telah didesain untuk menahan beban
yang diaplikasikan pada saat posisi lifting (pengangkatan) dalam posisi jarak penuh
(full range). Termasuk pemeriksaan defleksi/lendutan (termasuk kolom penopang)
dan eksentrisitas beban yang dapat menyebabkan tekuk major dan minor serta torsi
pada kolom.
Ditulis oleh:
38
http://civilandstructure.wordpress.com
I. PENGANTAR
Peran utama departemen Quality pada suatu organisasi Project Management Team
(PMT) adalah menjaga, menegaskan dan mengarahkan unjuk kerja/performance (sub)
kontraktor dan vendor agar mengikuti spesifikasi pekerjaan, Code dan Standards yang
sesuai, regulasi pemerintah setempat yang berkaitan, persyaratan sesuai dokumen
kontrak, normal practices dan dilakukan sesuai dengan dokumen Rencana (Jaminan)
Mutu (Contractors Quality Plan) yang telah disetujui PMT.
Dalam pelaksanaan pengawasan mutu pekerjaan dilapangan diperlukan panduan kerja
para personal departemen Quality. Normalnya adalah, Job Specification/Rencana
Kerja dan Syarat (RKS), Drawing/Gambar dengan status IFC/AFC dan harus revisi
terakhir serta Code/Standard yang menjadi rujukan untuk pekerjaan yang dimaksud.
Dalam perkembangan aplikasi teknik-teknik pemeriksaan pekerjaan diproyek, saat ini
dipergunakan pula apa yang disebut Construction Surveillance Program (CSP).
Aplikasi CSP ini membuat pemeriksaan pekerjaan menjadi lebih detail, meningkatkan
kemampuan inspektur QC dan supervisor konstruksi, mengantisipasi/meminimalisasi
kesalahan penerapan unsur-unsur pekerjaan dan menghindari rework (pekerjaan
ulang). Mudahnya, jika kesalahan pelaksanaan pekerjaan dapat diantisipasi, dikoreksi
dari awal sebelum pekerjaan tersebut dieksekusi maka rework yang berarti membuang
waktu dan biaya dapat juga dihindari. Berujung pada mutu pekerjaan (quality)
terjamin, efisiensi biaya dan (diharapkan) akselerasi waktu proyek.
II. CONSTRUCTION SURVEILLANCE PROGRAM
CSP merupakan perwujudan pelaksanaan assessment dan verification ditapak kerja.
Terdiri atas beberapa elemen sebagai berikut:
a. Critically Assessment
Adalah tinjauan ulang terhadap produk berdasarkan pengaruh terhadap ketidak
sesuaian (Non Conformance) di proyek. Hasil assessment (taksiran) ini berada dalam
peringkat kritis yang dapat dipergunakan PMT memutuskan jenis kekeliruan
konstruksi.
39
http://civilandstructure.wordpress.com
berada di preservation area. Bagi sipil, apakah assessment cukup pada saat pre pour
ataukah dapat dimulai dari saat land clearing.
Check list yang akan digunakan. Jenis check list dan isiannya mengacu pada
spesifikasi teknis dan good practices. Pada terapan dilapangan, check list dipakai pada
setiap jenis proses konstruksi dan merupakan panduan utama bagi Inspektur QC.
Inspektur QC sebagai personel lapangan yang melakukan tindakan ini selayaknya
mendapatkan pendalaman dan orientasi serta berpartisipasi dalam pembuatan check
list pekerjaan sesuai bidang inspeksi masing-masing. Namun patut diketahui bahwa
assessment yang diwujudkan dalam check list item pekerjaan bukanlah tindakan audit
ataupun inspeksi serta bukan difokuskan untuk mendapatkan kesalahan proses yang
berujung pada non compliance. Tetapi kalau diketemukan tindakan proses konstruksi
yang menyalahi aturan pada saat check list dilakukan, kesalahan tersebut dapat
dipertimbangkan sebagai issue/case dan mungkin saja berimplikasi pada penerbitan
non conformity jika tindakan koreksi tidak segera dilakukan.
Frekwensi assessment. Assesment sebaiknya dilakukan secara berkala. Berkala
maksudnya tidak tergantung apakah pernah dilakukan assessment pada tahapan yang
sama terhadap suatu jenis pekerjaan tersebut sebelumnya. Misalnya begini, katakanlah
inspektur QC sipil pada minggu pertama hari kedua bulan A melakukan assessment
terhadap proses konstruksi pedestal dudukan vessel dan mendapatkan hasil
diterima/accepted. Namun ternyata pada minggu kedua hari kedua bulan A tersebut
proses pekerjaan belum selesai. Apakah perlu lagi dilakukan assessment terhadap
proses pekerjaan yang sama itu? Kan, minggu lalu hasil assessment-nya bagus?
Jawabnya adalah, tetap perlu. Mengapa? Dasarnya adalah kemungkinan terjadi
perubahan-perubahan dalam seminggu berjalan yang lalu misalnya terhadap
kedudukan tulangan, formwork/perancah, anchor templates, dapat saja muncul dan
hasil assessment bisa saja rejected/ditolak. Assessment berkala akan lebih
mendapatkan bidikan yang focus terhadap Quality tahapan pekerjaan.
Rencana Assessment Mingguan. Pembuatan rencana mingguan berfungsi untuk
mempertajam dan menjaga level quality assessment proses pekerjaan yang dimaksud.
Tentu harus diselaraskan dengan rencana kemajuan pekerjaan lapangan dari
kontraktor.
c. Construction Verifications
Adalah aktivitas utama atau review dokumen dimana Inspektur QC dari PMT
melakukan inspeksi pada level witnessed untuk memverifikasi/melakukan
pembuktian apakah kontraktor melakukan konstruksi sesuai dengan spesifikasi.
Verifikasi ini normalnya di munculkan pada level/poin witness dan hold dalam
ITP yang dipakai untuk pekerjaan yang dimaksud. Jumlah dan cakupan pekerjaan
oleh Inspektur QC dari PMT harus tertulis jelas dalam Spesifikasi Kontrak dan sesuai
terhadap tahapan yang dianggap kritis dalam proses fabrikasi, system yang dijalankan,
dan perakitan dilapangan. Peringkat tahapan kritis dari komponen produk/proses
konstruksi ataupun system ditentukan lebih lanjut dalam tingkat verifikasi (inspeksi)
yang termaktub dalam ITP.
Aplikasi CSP ini bukan dimaksudkan untuk mengambil porsi pengawasan pekerjaan
yang dilakukan oleh Supervisor konstruksi. Inspektur QC yang merupakan ujung
tombak dalam penerapan CSR dilapangan. Yang kemudian hasilnya dilaporkan dan
dipertanggung jawabkan ke atasannya. Rangkaian CSR sendiri patut dilakukan sejak
dari material berikut perangkat pembuatnya berada di preservation area
(gudang/tempat penyimpanan barang), saat assembly/installation, hingga post work.
Khususnya dalam aktivitas Monitoring terhadap kinerja Quality, Inspektur QC
diharapkan dapat melakukannya pada sekitar 20% dari waktu inspeksi dilapangan.
40
http://civilandstructure.wordpress.com
Tidaklah harus secara spesifik untuk lokasi kerja tertentu namun lebih ditekankan
pada pekerjaan apapun yang sedang berlangsung dilapangan. Jika dalam Monitoring
ini ditemukan non conforming condition baik itu masih berupa proses konstruksi
maupun telah menjadi produk konstruksi. Maka check list assessment baiknya segera
dibuat, laporan harus disampaikan dan tindakan yang sesuai harus segera diambil.
Illustrasi dibawah ini memberikan gambaran tentang aktivitas surveillance
Jumlah = 100%
Keterangan:
1. Administrative Duties mencakup pekerjaan reporting, meeting, training dll.
Sebelum melakukan assessment, ada baiknya mempertimbangkan hal dibawah ini:
1. Menentukan jadwal assessment untuk minggu mendatang dan memastikan bahwa
kontraktor dapat menampilkan proses konstruksi yang menjadi subyek assessment
selama kerangka waktu tersebut.
2. Tinjau ulang check list yang akan dipergunakan dan jika perlu, membuat persiapan
dan akses kelokasi proses.
3. Melaksanakan assessment menurut check list yang sesuai.
4. Mencatat hasil dari check list dan memasukkannya ke database construction
surveillance.
5. Penemuan defisiensi harus dicatat juga dalam check list dan digandakan kepada
kontraktor yang bersangkutan untuk segera ditindak lanjuti.
6. Defisiensi tersebut harus dipantau dan ditutup jika verifikasi pada assessment
berikutnya dinyatakan diterima/sesuai spesifikasi/gambar/standar.
Perlu diingat pula, pencatatan dan pelaporan hasil assessment akan sangat membantu
semua pihak terkait (PMT, Kontraktor/Sub dan Vendor) dalam melihat kinerja
Quality dilapangan. Apalagi jika terjadi kekeliruan yang berujung pada non
conformity dan penalti, assessment dapat membantu dalam mencari root cause dari
kekeliruan yang dimaksud. Untuk itu pembuatan assessment haruslah dilakukan oleh
inspektur QC yang ahli dan berkompeten dalam bidangnya.
Illustrasi untuk penerbitan CAR dan NCR
Fokus: Proses Produk Jadi
Metoda:
41
http://civilandstructure.wordpress.com
42
http://civilandstructure.wordpress.com
13 Was excavation inside the steel cylinders properly recorded for comparison with
anticipated logs?
14 Was the foundation level of piles inspected and approved before placing reinforced
concrete?
15 Was water removed from the excavation or concreting under water carried out
following specific, appropriate procedures?
16 Are the reinforcement bars type, grade, dimensions, fastenings, etc. in conformity
to the drawing and specification?
17 Are all records for material traceability of reinforcement bar available for review?
18 Is the reinforcement correctly assembled conforming to specification?
19 Is concrete mix design approved?
20 Are the vibration tools adequate for the job?
21 Are all preparations made prior to commencing concrete, including adequate
weather protection?
22 Are concrete pouring operations, inspection and tests where required completed
and recorded?
23 Are all inspections and test carried out, recorded and released, including the lab
results?
24 Were any pile extensions requirements approved and satisfactorily carried out?
43
http://civilandstructure.wordpress.com
44
http://civilandstructure.wordpress.com
Pekerjaaan Fireproofing (Tahan Api) dikilang hidrokarbon ini merupakan salah satu
pekerjaan turunan/derivatif yang dilakukan oleh disiplin teknik sipil. Sedikit banyak
berkaitan erat dengan pekerjaan konstruksi struktur baja dan dari derivatif disiplin
mekanikal yaitu pekerjaan Static Equipment.
Dalam artikel kali ini, saya ingin membagi pengalaman dalam menangani pekerjaan
ini termasuk sedikit tinjauan teknis tentang apa dan bagaimana Fireproofing tersebut.
1. TINJAUAN TEKNIS
Keruntuhan struktur penyangga ini bisa berujung pada tumpahnya material mudah
terbakar dan atau material beracun dari dalam vessel dan berdampak negatif pada
lingkungan sekitarnya.
45
http://civilandstructure.wordpress.com
Dalam kilang hidrokarbon, tidak semua struktur baja penyangga dan skirt/saddle
harus diberi perlindungan Fire Proofing. Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi
dalam mempertimbangkan pemakaian Fireproofing ini. Normalnya hanya struktur
yang berada dalam FPZ (Fire Proofing Zone), namun beberapa tipe struktur diluar
FPZ dapat pula diperhitungkan untuk aplikasi FP ini. FPZ itu sendiri dapat diartikan
sebagai kawasan dimana terdapat kemungkinan kebocoran produk flammable yang
dapat memicu suatu kebakaran dalam intensitas dan waktu yang cukup yang berakibat
pada kegagalan struktur baja penyangga.
Area FPZ itu sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis kebocoran flammable
material seperti dibawah ini:
Dapat diartikan terbakarnya genangan bahan cair yang terbentuk karena kebocoran
tak terduga produk hidrokarbon. Genangan cair ini dapat terbentuk dari segala produk
hidrokarbon yang berisi Pentana (C5) dan komponen lebih berat, namun juga oleh
Butana (C4) pada temperature dibawah nol. Tambahan lainnya, juga propane (C3) dan
gas cair cryogenic dapat membentuk genangan cair dalam kasus pelepasan tak terduga
atau kondisi kedua bahan ini berdekatan dengan atmosfir titik didih. Misalnya pada
kondisi tekanan lepas dibawah 1 bar (g). Bentuk kebakarannya seperti biasa
kebakaran yang jamak kita lihat.
Di jenis kebakaran ini, FPZ digolongkan berbentuk persegi. Sisi terdampak terjauh
horizontal dari PSL (Potential Source of Leakage) adalah 6 m dan vertikalnya 9 m
diatas Hazard Level (HL).
Diartikan kebakaran dari cairan aerosol/uap bertekanan jet (aerosol liquid jet) yang
disebabkan oleh kebocoran tak terduga dari gas cair /uap bertekanan tinggi. Disebut
juga sebagai kebakaran obor karena bentuknya seperti obor yang sedang terbakar
(mengembang diawal dan mengerucut diujung api). FPZ untuk jenis kebakaran ini
berbentuk bulatan, sekitar 3 m dari PSL.
Nah sekarang coba kita bedah sedikit tentang kriteria dimana FP layak
dipertimbangkan dalam area FPZ:
Pada struktur baja penyangga Air Coolers. Jika Air Cooler mengandung lebih dari 1
metrik ton produk flammable atau total berat massa termasuk kandungannya lebih
dari 2,5 metrik ton.
46
http://civilandstructure.wordpress.com
Segala bentuk kolom, balok baja, atau bagian lainnya yang didesain untuk menahan
panjang tekuk batang efektif. Tetapi minor struktur seperti tangga, alur jalan
(pathway), anjungan (platform) dan bagian atas struktur yang menyangga pelat
lantai/grating biasanya tidak termasuk dalam aplikasi FP.
a. Pipa merupakan rangkaian flare line atau emergency depressurizing vent line.
d. Pipa dikonstruksikan tepat dibawah Air Cooler dimana struktur baja pendukungnya
(termasuk horizontal members) menerima palikasi FP.
e. Pipa membawa air pemadam kebakaran dan atau utilitas lain yang akan mengurangi
kemampuan pemadaman kebakaran jika terjadi kehilangan/lepasnya pendukung.
f. Pipa merupakan jalur instrument atas atau jalur kendali hidrolik dimana
kerusakannya dapat mengakibatkan terhentinya operasi dari kilang.
3. Bagian struktur Pipe Rack dan Pipe Support dalam posisi horizontal dan vertikal
termasuk lantai pertama jika ketinggian bagian-bagian tersebut kurang dari 9 m.
4. Segala bagian skirt dari vessel jika vessel dengan catatan seperti poin 1 diatas. Jika
terdapat mulut sambungan (flange) pipa diseputaran skirt atau jika terdapat bukaan
tetap dengan diameter lebih dari 600 mm, skirt bagian dalam juga harus dilaksanakan
pekerjaan FP ini.
Lalu apakah struktur baja lain diluar FPZ tidak memerlukan aplikasi FP ini?
Tergantung dimana posisi dan jenis equipment apa yang disangga. Mari kita lihat apa
saja jenisnya:
1. Kolom baja dalam rangkaian penyangga furnace. Bagian yang perlu pengaplikasian
FP hanya sekitar 30 cm dari titik HL (Hazard Level) dibawah bagian struktur yang
paling rendah.
47
http://civilandstructure.wordpress.com
3. Susunan jembatan Tanki Penyimpan Cryogenic. Rangka utama dari tower baja
yang menyangga pipa dan atau jembatan pipa pada tangki penyimpan cryogenic
haruslah pula dilindungi.
4. Konstruksi baja penyangga didalam area kelompok tangki penyimpan. Pipa baja
penyangga didalam area ini haruslah dilindungi FP penuh dari bawah hingga ke level
tertinggi.
5. Perlindungan terhadap Siraman Dingin. Seperti yang ditulis diatas, FP harus bisa
juga memberikan perlindungan terhadap siraman diingin. Terutama terhadap struktur
baja yang rentan terhadap bahaya kerapuhan akibat efek dingin yang terlepas dari PSL
(Potential Source of Leakage). Ketebalan lapisan FP paling tidak harus mencapai 50
mm. Dan struktur baja yang harus dilindungi berada dalam radius 3 m dari PSl hingga
ke HL.
Naah, setelah kita bedah sedikit tentang FP ini, sekarang kita lihat bagaimana
mengaplikasikannya.
a. Material
Lapisan Primer.
b. Peralatan
Mesin penyemprot dengan pisau rotor /flexible stator. Pompa tunggal lebih baik.
Kecepatan normal putaran mesin biasanya dikisaran 100-600 rpm. Tekanan sebaiknya
diset pada 3.5 kg/cm. Berikut selang dan kepala penyemprot. Mesin tambahan adalah
pompa air dan kompresor udara.
48
http://civilandstructure.wordpress.com
Terlebih dahulu kita harus melakukan pelatihan dan seleksi manpower yang
dianggap mampu penyemprotan. Tahapan ini disebut Gunner Qualification dan harus
disertifikasi serta dibuktikan dengan mock up oleh tiap gunner yang
direkomendasikan. Gunner dianggap lulus jika secara visual hasil semprotannya
merata, kepadatannya penuh dan massif dan tahu karakteristik jenis material siap
semprot.
Setelah permukaan dinyatakan siap, pemulasan lapisan primer (key coating) bisa
dikerjakan. Biasanya secara manual dengan kuas atau roler. Tujuan utama pemulasan
adalah menghindarkan pengkaratan yang mungkin terjadi akibat reaksi oksidasi antara
permukaan baja dengan material saat material masih basah (mengandung air). Tebal
pemulasan/coating berkisar antara 100 150 mikron WFT.
Untuk area yang luas, kompresor dengan sprayer bisa dipakai. Perlu diingat, sebelum
pemulasan dilakukan, perlindungan/tutupan terhadap kepala anchor bolts, pelat nama
(equipment plate names), pipa dan valve serta semua utilitas yang tidak perlu di FP,
haruslah dilakukan. Tutupan sementara ini dapat mempergunakan isolasi kertas.
Untuk aplikasi di Skirt. Selanjutnya wiremesh digelar beserta helical pin. Pin in
berfungsi untuk menahan posisi wiremesh supaya tidak merapat kepermukaan skirt.
Sebaran helical pin dipertimbangkan sesuai kondisi yang terlihat. Untuk sambungan
di wiremesh, paling tidak 2 kali plong atau lubang nya yang di-overlapping.
Untuk aplikasi di struktur baja, penahan posisi wiremesh biasanya dibuat dari
nut/mur yang dilas kepermukaan baja tersebut (kolom ataupun balok). Sebelum
aplikasi wiremesh, nut/mur tersebut harus dilapisi primer dahulu.
49
http://civilandstructure.wordpress.com
Namun dalam halnya semua gunner belum berpengalaman, maka wajib dilakukan
pemeriksaan ketebalan secara berkala selama penyemprotan berlangsung.
Untuk pelapisan permukaan struktur baja penyangga dan saddle, perlu dipersiapkan
formwork/cetakan yang menyelubunginya. Selubung total untuk kolom dan saddle
sedangkan untuk balok hanya 3 muka. Untuk kolom, perlu diberi chamfer diseluruh
sisi. Selanjutnya material FP dicor kedalam cetakan in-situ tersebut secara kontinyu
dan dibarengi dengan pemadatan/penggetaran.
From amunawir@gmail.com
Komen saya,
Fireproofing itu bukan untuk memadamkan api, tetapi menahan paparan panas
50
http://civilandstructure.wordpress.com
Pemilihan material coating itu sangat tergantung cost dan considering impact
concrete material saya kira dihindari untuk digunakan pada Offshore Design.
Terima kasih,
Salam,
A Munawir
Salam,
Thomas Yanuar P
Ruwais UAE
From pyusnanto@gmail.com
adalah menggunakan PFP (Passive Fire Protection). Karena saya pernah melihat
PFP ini dipasang/di lacing pada struktur jacket, ESDV maupun pada pipeline
(atau riser ya ?). PFP ini berupa panel2/lembaran dari bahan khusus
Salam,
51
http://civilandstructure.wordpress.com
Puji
From alfiyansyah@yahoo.com
Pak Thomas,
Thanks atas sharingnya, ijikan saya menambahkan sedikit. Pastilah safety engineer yg
Bapak tanya itu mengerti konsep LOPA dimana di layer ke 6 jika konsep ini
diterapkan maka diperlukan Mechanical/Structure for Post Release Protection or PFP
(passive fire protection).
a. Cementitious based material, sepertinya Pak Thomas banyak pakai yang ini.
Selain UL 1709, anda juga dapat merefer ke ASTM E-119 utk mendapatkan
fireproofing yang tahan sampai 4 jam.
Dari ketiga kategori material fireproofing diatas, haruslah dicocokkan dengan fire
envelope dari plant yang anda mau buat sehingga pemakaian fireproofing lebih tepat
dan lebih ekonomis, Pak Thomas sudah menyinggung hal ini dari analisa jenis
kebocoran flammable material di plant tersebut.
Kriteria aplikasi bisa dilihat dari densitas, hardness, compressive strength, thermal
conductivity, flexibility dan coating serta recommended use yang dipersyaratkan oleh
manufacturernya.
Memang aplikasi offshore hal densitas ini menjadi sangat sensitif, rule of thumb utk
offshore adalah memakai material yang UL 1709 atau ASTM E-119 fireproof tetapi
umumnya dibatasi kemampuan sampai 2 jam atau sesuai fire protection philosophy di
design tersebut.
Kemudian instalasi yang mau dilindungi oleh fireproofing haruslah dilihat satu
persatu, apakah itu valves, fire pump, air coolers, dll. Ada satu kasus di tempat saya
dimana disarankan memakai fireproofing namun setelah ditelaah lebih seksama maka
root cause dan akibat dari tumpahan material flammable justru akan mentrigger hal
yang berbeda, terkadang saran dari seorang bule belum tentu tepat dan mungkin
dibuat terburu-buru.So setuju dengan Pak Thomas bahwa kriteria aplikasi dan dan
instalasi fireproofing mestilah dibuat dengan hati-hati sesuai persyaratan project atau
perusahaan tersebut, buatlah flowchart kriteria pemasangan dan aplikasi utk melihat
efektivitas instalasi fireproofing ini.
Alvin Alfiyansyah
52
http://civilandstructure.wordpress.com
Pak Puji,
Protection (PFP).
Segregation (e.g Safe Distance from Major Hazard, Fire Wall) should be able
Salam,
A Munawir
Pak Alvin,
Untuk fireproofing pada pemakaian jenis insulation based material baik di struktur
baja atau bagiannya (seperti equipment shade) maupun static equipment itu sendiri
(khususnya vessel) memang belum saya bahas, karena saya merasa masih kekurangan
bahan untuk diterbitkan sebagai artikel tersendiri.
@Pak Puji,
Saya senada dengan tanggapan Pak Munawir tentang pertanyaan Bapak. Seperti yang
dikomen Pak Munawir sebelumnya, di Offshore sangat dipertimbangkan besaran
beban yang disandang terkait bulk mass density yang akan dipasang.
Salam,
Thomas Yanuar P
Ruwais UAE
From d_bayin2009@yahoo.com
Mengikuti diskusi Pak Alvin, Pak Yuniar dan Pak Thomas tentang Passive Fire
Protection. Saya sangat tertarik dan ingin gabung.
53
http://civilandstructure.wordpress.com
Saya ada permasalahan begini pak. Bagaimana kalau sebuah pipa sepanjang 6 km
dicoating dengan PE Tape satu layer (Anti corrosion coating). Menurut vendor, satu
layer itu cukup untuk 30 tahun. Pipa tersebut berguna untuk menyalurkan BBM
(Bensin) dan dipasang diatas permukaan rawa dengan penyangga H. Bagaimana kalau
pipa ini mau dipasang fireproofing (PFP) untuk mengantisipasi kebakaran semak
belukar pada musim kemarau. Mohon advice anda semua anggota milis, apakah boleh
pipa yang sudah di-coating tersebut dilapisi lagi dengan Fireproofing pada bagian
luarnya. Lalu jenis fireproofing yang mana yang cocok untuk itu?
Pak Darma,
ASME B31.4 dan ASME B31.8S bisa jadi panduan anda untuk melakukan risk
assessment, mungkin juga bisa anda benchmark dengan effectiveness integrity
program pipeline di tempat anda yang saya yakin ini existing pipeline utk melihat
kelayakan pemasangan proteksi selanjutnya jika benar-benar diperlukan.
Alvin Alfiyansyah
From roslinormansyah_35@yahoo.co.id
Rekans,
Sekedar nambahi saja API 2218 itu untuk jenis pool fire, bukan jet fire apalagi VCE.
Kalau probabilitas pool-fire lebih besar maka lebih baik API 2218 sebagai guidance-
nya.
Salam K3L
54
http://civilandstructure.wordpress.com
Roslinormansyah
To Err is Human
Menambahkan,
Jika mmng memerlukan Fireproofing sbg Fire protection, tidak hanya pipanya
api tp supportnya collaps dan pipeline fallen down and broken then rupture
or leakage.
Bener spt yang disampaikan mas Alvin, di assess dulu lah benefitnya fire
Salam,
A Munawir
Salam,
Thomas Yanuar P
Ruwais UAE
55
http://civilandstructure.wordpress.com
Pada konstruksi slab beton yang memiliki luasan cukup besar, sering dijumpai kasus
retaknya permukaan. Jenis retak juga bermacam-macam tergantung penyebab
awalnya. Jika area terekspose oleh panas matahari setelah dicor dan ditambah kurang
baiknya curing, retakan dipermukaan karena susut yang cepat (rapid shrinkage)
kemungkinan besar bisa terjadi. Dan untuk perbaikan retak permukaan karena susut
ini, relatif lebih mudah dan cepat.
Retakan yang terjadi akibat kontraksi beban awal yang diluar perkiraan bisa
dikonotasikan sebagai retakan struktur. Seberapa besar tingkat kebahayaannya dan
metodologi penanganannya, tergantung dari investigasi awal tentang dimensi retak
tersebut. Baik menyangkut kedalaman, lebar, lokasi retakan dan perkiraan sebaran
retakan didalam badan slab tersebut.
Mengambil contoh kasus retakan struktur di top slab yang pernah terjadi di salah satu
konstruksi bangunan Instrument Technical Room (ITR) 52 di proyek Qatar Gas 2
Onshore, saya ingin berbagi cerita tentang metodologi penanganan kejadian tersebut.
ITR adalah salah satu bangunan yang sangat penting dalam beroperasinya suatu
kilang/Plant. Karena dari dalam gedung ini operator bekerja mengendalikan peralatan-
peralatan kilang dan didalam gedung juga terdapat peralatan instrument yang sangat
mahal, sensitif terhadap temperature, dan rentan terhadap air tentunya. Sehingga,
tidak ada toleransi terhadap kebocoran air dari manapun.
56
http://civilandstructure.wordpress.com
I. Scope:
This method statement is applicable fro cracks Injection in the Roof Slab of ITR-52
II. Criteria:
Cracks Width more than 0.15 mm should be injected by Nitofill EPLV/Conbextra EP
10 Low Viscosity Epoxy Resin. These are type of material low viscosity epoxy
injection resin system for injecting into cracks in concrete or masonry to form a
permanent strong bond. Cracks should be identified and marked off based on agreed
used cracks maps.
IV. Injection
1. Drill 14 mm holes at an angle on either side of the cracks. The holes to be drilled
at a staggered interval of 200-300 mm (depending upon the width and depth of the
crack) as a stitch format. At an angle to reach the joint at approximately the center of
the structure.
2. Blow/vacuum clean the holes to remove loose material out. Remained loose
material may cause an obstruction the flow of the repair fluid.
3. Fix metal screw packers into the drilled holes. These screw packers are tightened
into the holes to withstand pressure and also to a tool on non return action. Since these
packers are fitted with non return valves and it helps to build up pressure within the
structure and keep it up. The nipples will be fixed at one by one step before injection.
Alternatively, a flat aluminium/plastic packer can also be fixed along the cracks using
epoxy Nitomortar FC putty.
4. Inject a two components, solvent free, low viscosity epoxy resin Nitofill
EPLV/Conbextra EP 10 by means using an electric injection machine through the
packers into the cracks. Injection pressure shall be a minimum of 20 bars.
5. All injection works shall be carried out in the presence of Consultants
representative.
6. After the resin has cured sufficiently (minimum 24 hours continuously), remove the
packers and rectify the holes with modified repair mortar inside case of screw
packers.
57
http://civilandstructure.wordpress.com
58
http://civilandstructure.wordpress.com
Ada bermacam-macam teknik pembuatan pre cast beton pipe rack ini, tergantung dari
tingkat pengalaman dan pemahaman kontraktor. Dari beberapa proyek-proyek
Oil/Gas dan Petrokimia/Refinery yang saya ikuti, kontraktor Technip France
mempunyai kepiawaian lebih dari pada yang lainnya.
Perbandingan atas kemampuan kontraktor ini saya ambil dari proyek-proyek yang
saya pernah terlibat langsung didalamnya seperti Qatar Gas 2 (Train 4 dan 5) dengan
kontraktor utamanya adalah Chiyoda Japan dan Technip France, Qatar Gas 3 dan 4
(Train 6 dan 7), Yemen LNG kontraktor utamanya adalah KBR USA, Technip
France, JGC Japan, Tangguh LNG dengan kontraktor utamanya JGC Japan dan KBR
USA, Arun NGL dengan Chiyoda dan Ferrostahl Germany, Borouge 2 Polymer
dengan kontraktor utamanya Tecnicas Reunidas Spain, Samsung Engineering Korea,
Technimont Italy, Linde Germany.
Cerita saya kali ini adalah tentang konstruksi Pre Cast Pipe Rack dan serba serbinya.
Saya rangkum dari konstruksi yang dilakukan oleh Technip France di Qatar Gas 2, 3
dan 4 serta Yemen LNG. Untuk dasar perhitungan struktur rangka termasuk
pemakaian anchor bolt, saya taruh di Folder Perhitungan Struktur.
Gambar dibawah ini adalah contoh Pre Cast Pipe Rack yang sudah didirikan disalah
satu site unit di proyek Qatar Gas 2.
59
http://civilandstructure.wordpress.com
I. Persiapan Pekerjaan
60
http://civilandstructure.wordpress.com
1. Cetakan dibuat sesuai gambar rencana bentuk yang memuat ukuran/dimensi (lebar,
panjang dan tinggi), type/jenis berdasarkan peruntukan dan skala prioritas.
Pertimbangan juga diperlukan untuk batas maksimal pemakaian material cetakan
tersebut bagi tipe atau jenis yang sama.
Gambar: Contoh Pre cast kolom dengan starter bar dan corbel yang telah dicat.
3. Lokasi. Berdasarkan kemudahan akses dan besaran pre cast yang dibuat termasuk
pertimbangan luas area radius operasi crane disamping formwork untuk loading
keatas truk pengangkut. Khusus untuk crane, perlu dipertimbangkan juga pemakaian
long term. Jika pembuatan pre cast bersifat long term (proyek jangka panjang),
penggunaan gantry crane yang memiliki rel tersendiri tentu lebih efektif.
4. Peralatan pendukung seperti air compressor, vibrator beton (baik penggetar yang
berdiameter normal maupun kecil (needle)), material untuk pelaksanaan curing,
pompa air dan lain sebagainya yang dipandang perlu berdasarkan kondisi lapangan.
61
http://civilandstructure.wordpress.com
2. Pada tahapan pemasangan embedded items ini sering ditemui kesulitan karena
rapatnya tulangan besi. Untuk itu diperlukan sinkronisasi perletakan tanpa mengorban
prinsip-prinsip kekuatan struktur sesuai perencanaan/desain. Disini diperlukan
kemampuan engineer lapangan untuk bermain berdasarkan pertimbangan teknis
yang tentunya harus dapat dipertanggung jawabkan.
3. Khusus untuk instalasi embedded anchor bolts, banyak hal yang harus
diperhitungkan. Seperti projection length, posisi/orientasi dan keselarasan
(alignment), serta kaitan terhadap pekerjaan selanjutnya seperti pocket dan under base
plate grouting untuk instalasi equipment dan fasilitas struktur pendukungnya.
a. Tulangan utama (longitudinal main rebars) harus sudah dipotong sesuai panduan
BBS (bar bending schedule) di workshop rebar. Selanjutnya dikirim ke area perancah
dan formwork yang telah ditentukan bersama dengan tulangan lilitan.
b. Karena adanya starter bars arah melintang (cross sectional) yang cukup panjang
sekitar 80 cm, maka cetakan dasar (horizontal) harus mempunyai jarak dengan tanah.
Sehingga perlu dipersiapkan perancah yang cukup tinggi. Disini digunakan blok
beton. Dasar cetakan dan penutup lainnya menggunakan plywood bersalut lapisan
62
http://civilandstructure.wordpress.com
film untuk mendapatkan permukaan beton yang halus dan meminimalisasi penyerapan
air beton. Didasar cetakan itu harus sudah dipasang juga chamferer yaitu pembentuk
sudut tumpul disisi kolom. Bagian-bagian cetakan harus dibuatkan lubang untuk
starter bar (baik vertical maupun horizontal). Untuk menghindarkan kebocoran
(spillage) ketika pengecoran, diperlukan sumbatan yang harus cukup kokoh.
d. Setelah tulangan sekunder/tulangan lilitan dipasang dan diikat kuat, baru penutup
cetakan (vertical) kedua sisi dipasang dengan chamferer sudah terpaku. Selimut beton
dipasang untuk memastikan jarak dari tulangan ke sisi terluar dapat terjaga.
e. Pengecoran siap dilakukan dan selanjutnya setelah beton mengeras adalah tahapan
membuka formwork (dismantling) dan curing.
5. Setelah tahapan curing selesai, selanjutnya dilakukan pekerjaan finishing dan touch
up. Finishing mencakup penghalusan permukaan yang akan diekspos (bisa disebut
sebagai rendering), pengkasaran permukaan yang berhubungan dengan pekerjaan
beton sambungannya dan grouting. Selanjutnya untuk permukaan yang
dihaluskan/rendered dilakukan pelapisan dan pengecatan (coating and painting).
63
http://civilandstructure.wordpress.com
1. Precast yang telah lolos pemeriksaan kendali mutu (Quality Control Passed)
selanjutnya dikirim kelokasi peruntukannya. Diproyek QG 2, 3 dan 4, sistem
installasinya menggunakan pin down system. Yaitu dimana pondasi yang telah
disiapkan bersama dengan rumah precast kolom. Rumah yang dimaksud adalah
semacam concrete box yang berbentuk sama dengan kolom dengan rongga/sleeve
yang lebih lebar. Selisih jarak dimaksudkan untuk memberikan toleransi perletakan
dan juga pengisian grouting setelah kolom dinyatakan fix dan settle oleh surveyor.
2. Perlu diingat dalam mendirikan kolom, arah orientasi kolom haruslah benar. Hal ini
berkaitan dengan arah sambungan balok/girder/moment beam dimana starter bars dan
corbel sudah dicor dikolom tersebut.
4. Kemudian dilakukan grouting disisa jarak antara kolom dengan dinding dalam
rumah dengan kolom terpasang. Grouting dilakukan dengan menggunakan non
shrink type. Karena grouting type ini rentan terhadap panas, maka curing harus
dilakukan benar-benar sesuai petunjuk pabrikan (manufacturer standard).
Aktualisasinya biasanya dilakukan selama 72 jam. Setelah itu, ereksi dapat dinyakan
selesai.
Untuk lebih detail dalam ereksi kolom precast, silahkan dilihat di Folder Method
Statement.
64
http://civilandstructure.wordpress.com
65
http://civilandstructure.wordpress.com
Test
Masalah keretakan pada jalan atau jembatan beton yang sering terjadi jika ada gempa
bumi mungkin teratasi dengan material baru yang dikembangkan para peneliti di
Universitas Michigan, AS. Material tersebut tidak hanya membuat jalan beton lebih
tahan tekanan namun juga anti-retak.
Bahan beton yang dicampur komposit itu menjadi lebih fleksibel. Saat mendapat
tekanan yang tinggi, ia mampu melengkung tanpa mengalami keretakan. Kalaupun
tejadi, retakannya akan berbentuk garis dan akan pulih dalam waktu singkat hanya
dengan doguyur air, termasuk hujan misalnya.
Hal tersebut dapat terjadi karena material kering di bagian yang retak akan bereaksi
dengan air hujan dan karbon dioksida dari udara. Reaksi tersebut membentuk kalsium
karbonat, senyawa keras yang secara alami biasa ditemukan pada cangkang kerang.
Material fleksibel ini akan kembali sekuat awalnya setelah dipulihkan, ujar Victor
Li, salah satu anggota tim pembuatnya. Ia dan timnya telah 5 tahun melakukan riset
beton fleksibel itu dan beberapa sudah digunakan.
Material sejenis sudah dipakai pada kerangka bangunan tertinggi di Osaka, Jepang.
Selain itu, beton fleksibel juga sudah dipakai pada jembatan di Interstate 94 Michigan
yang dibangun tahun 2006.
Meski demikian, harga beton felsiibel masih tiga kali lipat harga beton standar.
Namun, karena lebih tahan tekanan dan getaran, pengembang bisa lebih hemat karena
tak perlu memasang alat pendeteksi getaran seismik di sepanjang struktur.
66
http://civilandstructure.wordpress.com
Penggunaan material ini akan menghemat dalam jangka panjang karena mengurangi
ongkos perawatan, ujar Li.
67
http://civilandstructure.wordpress.com
68
http://civilandstructure.wordpress.com
69
http://civilandstructure.wordpress.com
70
http://civilandstructure.wordpress.com
71
TABLE OF CONTENTS
DECRIPTION PAGE
1.0 GENERAL
1.1 Scope
1.2 Definitions
Project :
Company : SATORP(Saudi Aramco Total Refining and Petrochemical Company)
Contractor :
Location : Industrial Site of Jubail 2, The West Coast of Arabian Gulf, Saudi
3.1 Materials
3.1.1 Concrete
- Cement
1) Wc = 24 kN/m
- Modulus of elasticity
1) Reinforcing steel bars shall conform to SASO SSA 2, hot-rolled, high tensile, deformed steel.
2) Characteristic Strength (ACI 318M)
- fy = 422 Mpa
3) Modulus of Elasticity
- Es = 200,000 Mpa
- Force : kN
- Length : meter
- Temperature : Degree centigrade
MACHINE DYNAMIC
UNIT ITEMS FDN. TYPE RATING POWER
TYPE ANALYSIS
UNIT 551551-B-1001/2001/3001/4001Rigid Block Rotating 1167 kW 1587 HP YES
4.2.1 Clean, simple outlines shall be used for foundations. Beams and columns shall be of
a uniform rectangular shape. Block foundations should be rectangular.
4.2.2 The height of the machine support above grade shall be the minimum to accommodate
suction and discharge piping arrangements.
- 0.60 + L / 30 (meters)
1) The reinforcement in each direction shall not be less than 0.0018 times
the gross area perpendicular to the direction of reinforcement
4.2.6 Allowable Eccentricities for Concrete Foundations with Horizontal Shaft Machinery
1) For High-tuned foundatio: Soil bearing pressures shall not exceed 50% of
the allowable bearing pressure permitted for static loads
2) For Low-tuned foundatio: Soil bearing pressures shall not exceed 75% of
the allowable bearing pressure permitted for static loads
Where,
High-tuned System = A high-tuned system is a machine support/foundation system
in which the operating frequency (range) of the machinery is below
all natural frequencies of the system
Low-tuned System = A low-tuned system is a machine support/foundation system
in which the operating frequenct (range) of the machinery is above
all natural frequencies of the system
4.2.8 Permissible Frequency Ratios
To avoid the danger of excessive vibration, the ratio between the operating frequency of the machi
f, and each natural frequency of the machine foundation system, f(n) shall not lie in the range of
0.7 to 1.3.
If Manufacturer's vibration criteria are not available, the maximum velocity of movement
during steady-state normal operation shall be limited to 0.12 inch per second for centrifugal machi
5.0 BLOWER FOUNDATION (551-B-1001/2001/3001/4001)
X direction
5.069
5.346
AXIS OF ROCKING
Y direction
10.000
10.000
0.000
C.G of Machine
0.000 0.000
3.000 [ unit : m ]
3.000
PLAN
1.850 1.945
TOG EL.+100, 200
3.550 0.200
0.294 3.645
Z direction G.L
1.000
1.406
0.500
X direction [ unit : m ]
1.443
SECTION
5.2 The Soil and Foundation Parameters
R = Wc / Wm > 3.0
= 1224.000 / 304.110 > 3.0
= 4.025 > 3.0 OK!!
Wt [kN/mt]
Q =
Area
= 1,528.110 / 30.000
= 50.937 kN/mt
Q = 0.750 Qa Q
Item No.
(kN/m) (kN/m)
551-B-1001/2001/3001/4001 150.000 50.937 OK!!
Where,
Qa = 0.750 Qas [kN/mt]
= 0.750 200.000 Low-tuned Foundations
= 150.000 kN/m
Qas = Allowable soil capacity for static case.
= 200.000 kN/m
Wt = Wc + Wm [kN]
= 1,224.000 + 304.110
= 1528.110 kN
A = FB FL [mt]
= 10.000 3.000
= 30.000 mt
6.5 Allowable Eccentricities for Concrete Foundations
Wt = Wc + Wm = 1528.110 kN
a = @ 200
c = @ 200
b = @ 200
OK!!
'\QDPLF$QDO\VLV[OV
DYNAMIC ANALYSIS
Design of Structures and Foundations for Vibrating Machines
For Block Foundation (Centrifugal Machinery)
Job Name: Subject:
Job Number: Originator: TYP Checker:
Where,
Factor = 0.001 for SI units W = Total mass of the rotating
= 0.1 for imperial units FD = Steady state dynamic force
Io = I (Machine) + I (Foundation)
= We kM + [WF / 12 (ai + bi) + WF kFi]
= [31.000 (1.700 + 1.945)] + [(88.073) / 12 (3.000 + 1.200)]
+ [(88.073) (0.600 + 0.500)] + [(36.697) / 12 (3.000 + 0.500)] + [(36.697) (0.250)]
= 625.640 kN-m
'\QDPLF$QDO\VLV[OV
Where,
WE = Total Machine Weight
WF = Foundation Weight
W = Total Static Load (Total Machine Weight + Foundation Weight)
g = 981.000 cm/sec
Io = SUM [mi (Ai + Bi) / 12 + miKi]
!
L L = 3.000 m
B B = 10.000 m
!
!
L/B Coefficients
Vertical (%v) 0.300 2.150
L/B Horizontal (%h) 0.300 1.017
Coefficents %v, %h and %r for rectangular footings Roking (%r) 0.300 0.408
L
2.1 Spring Constant
rov = (FB FL / !) B
10.000 3.000
=
!
= 3.090 m
%v = 2.150
'\QDPLF$QDO\VLV[OV
Kv = G / (1 - ') v FB FL &v
82579.233
= 2.150 10.000 3.000 1.198
1 - 0.321
= 1715667.000 kN/m
Bv = (1 - ') / 4 W / (( rovu)
(1 - 0.321) 155.771
=
4 1.733 3.090
= 0.517
Dv = 0.425 / Bv "v
= 0.425 / 0.517 1.486
= 0.878
Dvt = Dv + Dvi
= 0.878 + 0.040
= 0.918
'\QDPLF$QDO\VLV[OV
Fnv = 60 / (2 !) ( Kv / m)
= 60 / (2 !) (1,715,667.000 / 155.771)
= 1002.178 rpm
2 Dvt
= 2 0.918
= 1.685 > 1.00
For Blower
Mv(blower) = 1/ (1 - rv(blower)) + (2 Dvt rv(blower))
= 1/ (1 - 2.237) + (2 0.918 2.237) = 0.174
= 0.174 < 1.500 OK!!!
For Motor
Mv(motor) = 1/ (1 - rv(motor)) + (2 Dvt rv(motor))
= 1/ (1 - 1.487) + (2 0.918 1.487) = 0.335
= 0.335 < 1.500 OK!!!
'\QDPLF$QDO\VLV[OV
For Blower
Tv(blower) = Mv(blower) 1 + (2 Dvt rv)
= 0.174 1+ (2 0.918 2.237)
= 0.736
For Motor
Tv(motor) = Mv(motor) 1 + (2 Dvt rv)
= 0.335 1+ (2 0.918 1.487)
= 0.974
For Blower
(For the normal operating speed - 2242 rpm) (For the normal operating speed - 1490 rpm)
V(blower) = Mv(blower) Fv(blower) / Kv Vrocking(blower)
0.174 3.970 = R(blower) (FL / 2)
=
1715667.000 = 0.0000005 (3.000 / 2)
= 4.026E-07 m = 7.714E-07 m
For Motor
(For the normal operating speed - 2242 rpm) (For the normal operating speed - 1490 rpm)
V(motor) = Mv(motor) Fv(motor) / Kv Vrocking(motor)
0.335 0.000 = R(motor) (FL / 2)
=
1715667.000 = 0.0000000 (3.000 / 2)
= 0.000E+00 m = 0.000E+00 m
L
3.1 Spring Constant
ROCKING
AXIS OF
(1) Equivalent radius (r0h) for Rectangular Foundation
B
roh = (FB FL / !)
10.000 3.000
=
!
= 3.090 m
%h = 1.017
Kh = 2 (1 + ') G %h FB FL &h
= 2 (1 + 0.321) 82,579.233 1.017 10.000 3.000 1.448
= 1760211.961 kN/m
Dh = 0.288 / Bh "h
= 0.288 / 0.621 2.118
= 0.774
Dht = Dh + Dhi
= 0.774 + 0.040
= 0.814
Fnh = 60 / (2 !) (Kh / m)
= 60 / (2 !) 1,760,211.961 / 155.771
= 1015.000 rpm
2 Dht
= 2 0.814
= 1.325 > 1.0
For Blower
Mh(blower) = 1/ (1 - rh(blower)) + (2 Dht rh(blower))
= 1/ (1 - 2.209) + (2 0.814 2.209) = 0.189
= 0.189 < 1.50 OK!!!
For Motor
Mh(motor) = 1/ (1 - rh(motor)) + (2 Dht rh(motor))
= 1/ (1 - 1.468) + (2 1.468) = 0.377
= 0.377 < 1.50 OK!!!
For Blower
Th(blower) = Mh(blower) 1 + (2 Dht rh(blower))
= 0.189 1 + ( 2 0.814 2.209)
= 0.705
For Motor
Th(motor) = Mh(motor) 1 + (2 Dht rh(motor))
= 0.377 1 + ( 2 0.814 1.468)
= 0.977
'\QDPLF$QDO\VLV[OV
For Blower
(For the normal operating speed - 2242 rpm) (For the normal operating speed - 1490 rpm)
H(blower) = Mh(blower) Fh(blower) / Kh Hrocking(blower)
0.189 3.970 = R(blower) (h + C.G.)
=
1760211.961 = 0.0000005 (1.700 + 1.850)
= 4.263E-07 m = 1.826E-06 m
For Motor
(For the normal operating speed - 2242 rpm) (For the normal operating speed - 1490 rpm)
H(motor) = Mh(motor) Fh(motor) / Kh Hrocking(motor)
0.377 0.000 = R(motor) (h + C.G.)
=
1760211.961 = 0.0000000 (1.700 + 1.850)
= 0.000E+00 m = 0.000E+00 m
ROCKING
(1) Equivalent (r0r) for Rectangular Foundation AXIS OF
B
ror = [(FB FL) / (3 !)]^(~)
[ (10.000 3.000) ] ^()
=
3!
= 2.314 m
%r = 0.408
Kr = G / (1 - ') %r FB FL &r
82579.233
= 0.408 10.000 3.000 1.620
(1 - 0.321)
= 7234608.000 kN/m
Br = 3 (1 - ') / 8 Io / () ror5)
3 (1 - 0.321) 625.640
=
8 1.733 66.277
= 1.387
nr = 1.251
Dri = 0.040
'\QDPLF$QDO\VLV[OV
Drt = Dr + Dri
= 0.052 + 0.040
= 0.092
2 Drt
= 2 0.092
= 0.017 < 1.00
For Blower
Mr(blower) = 1/ (1 - rr(blower)) + (2 Drt rr(blower))
= 1/ (1 - 2.183) + (2 0.092 2.183) = 0.264
= 0.264 < 1.500 OK!!!
For Motor
Mr(motor) = 1/ (1 - rr(motor)) + (2 Drt rr(motor))
= 1/ (1 - 1.451) + (2 0.092 1.451) = 0.880
= 0.880 < 1.500 OK!!!
For Blower
Tr(blower) = Mr(blower) 1 + (2 Drt rr(blower))
= 0.264 1 + (2 0.092 2.183)
= 0.285
For Motor
Tr(motor) = Mr(motor) 1 + (2 Drt rr(motor))
= 0.880 1 + (2 0.092 1.451)
= 0.911
Where,
Velocity = 0.120 in/sec
= 0.003 m/sec
"Machine" is the imposed frequency of the rotating equipment.
RPM = 2242 (For Pump)
= 1490 (For Motor)
Blower Motor
Velocity Velocity
= =
2 ! Machine(rpm) 2 ! Machine(rpm)
0.003 m/sec 0.003 m/sec
= =
2 ! 37.367 2 ! 24.833
= 0.0013 cm = 0.0020 cm
= 0.00051 in = 0.00077 in
Vmax = 2 f (Amplitude)
For Blower
Vv(blower) = [V(blower) + Vrocking(blower)] [2 ! (Fv(blower) / 60)]
= [0.00000040 + 0.00000077] [2 ! (2,242 / 60)]
= 2.756E-04 m/s OK!!!
For Motor
Vv(motor) = [V(motor) + Vrocking(motor)] [2 ! (Fv(motor) / 60)]
= [0.00000000 + 0.00000000] [2 ! (1,490 / 60)]
= 0.000E+00 m/s OK!!!
For Blower
Vh(blower) = [H(blower) + Hrocking(blower)] [2 ! (Fh(blower) / 60)]
= [0.00000043 + 0.00000183] [2 ! (2,242 / 60)]
= 5.287E-04 m/s OK!!!
For Motor
Vh(motor) = [H(motor) + Hrocking(motor)] [2 ! (Fh(motor) / 60)]
= [0.00000000 + 0.00000000] [2 ! (1,490 / 60)]
= 0.000E+00 m/s OK!!!
(1) Fatigue Factor (*) 1.500 [Foundations and Supporting Structures for Heavy Machinery]
Design of Structures and Foundations for Vibrating M (8)
(3) Psta+dyn
Wt * Pv(total)
=
Area Area
* Ph(total) (C.Gshaft + h) 6 * Pr 6
B Lt B Lt
1528.110 1.500 2.922
=
3.000 10.000 3.000 10.000
1.500 2.801 (3.550) 3.000 1.500 4.010 6
10.000 3.000 10.000 3.000
= 51.981 or 49.893 kN/m
= 5.299 or 5.086 ton/m2
Wt * Pv(total)
=
Area Area
* Ptr 6
B Lt
1528.110 1.500 2.922
=
3.000 10.000 3.000 10.000
1.500 14.782 6
10.000 3.000
= 52.561 or 49.313 kN/m
= 5.358 or 5.027 ton/m2