Anda di halaman 1dari 8

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah congenital karena anak kekurangan factor
pembekuan VIII (Hemofilia A) atau factor IX (Hemofilia B).

Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan defisiensi
atau kelainan biologik faktor VIII dan (antihemophilic globulin) dan faktor IX dalam plasma (David
Ovedoff, Kapita Selekta Kedokteran).

Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom
X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai
kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita juga
bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier
dan bersifat letal.(www.info-sehat.com)

Mekanisme pembekuan pada penderita hemofili mengalami gangguan, dimana dalam


mekanisme tersebut terdapat faktor pembekuan yang di beri nama dengan angka romawi, I XIII.
Dapat dilihat pada tabel di bawah:

B. KLASIFIKASI

Hemofiliaterbagi atas dua jenis, yaitu :

1. Hemophilia A yang dikenal dengan nama :

a. Hemophilia klasik ; karena jenis hemophilia ini adalah yang paling banyak kekurangan
factor pembekuan pada darah.

b. Hemophilia kekurangna factor VIII; terjadi karena kekurangna factor VIII protein pada darah
yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

2. Hemophilia B yang juga dikenal dengan nama :

Christmas disease; karena ditemukan untuk pertamakalinya pada seorang bernama Steven
Christmas asal Kanada.
Hemophilia kekurangan factor IX; terjadi karena kekurangan factor IX protein pada darah
yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

Penderita hemofili parah / berat yang hanya memiliki kadar factor VIII atau factor IX
kurang dari 1 % dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali
perdarahan dalam sebulan. Kadang-kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa diketahui
penyebab yang jelas.

Penderita hemofili sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofili


berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olahraga
yang berlebihan. Penderita hemofili ringna lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka
mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau
mengalami luka yang serius. Wanita hemophilia ringan mungkin akan mengalami perdarahan
lebih pada saat menstruasi.

C. ETIOLOGI

Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan factor pembekuan VIII (Hemofilia A)
atau factor IX (Hemofilia B).

1. Herediter
2. Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII
(AHG)
3. Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic
Antecendent)
D. PATOFISIOLOGI

Hemophilia merupakan penyakit congenital yang diturunkan oleh gen resesif x-linked
dari pihak ibu.

Factor VIII dan factor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang
diperlukan untuk pembekuan darah, factor factor tersebut diperlukan untuk pembentukan
bekuan fibrin pada tempat pembuluh yang cidera.

Hemophilia berat terjadi apabila konsentrasi factor VIII dan factor IX plasma kurang
dari 1 %.

Hemophilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.

Hemophilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 %- 25 % dari kadar normal.

Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada umur anak dan defisiensi factor VIII
dan factor IX.
Hemophilia berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah
trauma yang relative ringan.

Tempat perdarahan yang paling umum di dalam persendian lutut, siku, pergelangan
kaki, bahu dan pangkal paha.

Otot yang sering terkena adalah flexar lengna bawah, gastrak nemius, dan iliopsoas.

A. MANIFISTASI KLINIS
1. Masa bayi (untuk diagnosis)
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi.
b. Ekimosis subkutan di atas tonjolan tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan).
c. Hematoma besar setelah infeksi.
d. Perdarahan dari mukosa oral.
e. Perdarahan jaringna lunak.
2. Episode perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal : nyeri
b. Setelah nyeri : bengkak, hangat dan penuruna mobilitas.
3. Sekuela jangka panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.

B. KOMPLIKASI

1. Artropi progesif, melumpuhkan.

2. Kontraktur otot.

3. Paralisis.

4. Perdarahan intra cranial.

5. Hipertensi.

6. Kerusakan ginjal.

7. Splenomegali.

8. Hepatitis.

9. AIDS (HIV) karena terpajan produk darah yang terkontaminasi.


10. Antibody terbentuk sebagai antagonis terhadap factor pembekuan VIII dan factor IX.

11. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah.

12. Anemia hemolitik.

13. Thrombosis atau tromboembolisme.

C. UJI LABORATORIUM dan DIAGNOSTIK

1. Uji laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah)

a. Jumlah trombosit (normal).

b. Masa protombin (normal).

c. Masa tromboplastin parsial (meningkat mengukur keadekuatan factor koagulasi kapiler).

d. Assays fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan diagnostik).

e. Masa pembekuan thrombin.

2. Biopsy hati (kadang - kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi dan kultur.

3. Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali, bilirubun).

D. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII dan factor IX yang tidak ada
pada hemophilia A diberikan infuse kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit factor
VIII setiap kantongnya. Karena waktu paruh factor VIII adalah 12 jam sampai perdarahan
berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi factor IX yang diberikan setiap hari
sampai perdarahan berhenti. Penghambat antibody yang ditunjukkan untuk melawan factor
pembekuan tertentu timbul pada 5 % samapi 10 % penderita defisiensi factor VIII dan lebih
jarnag pada factor IX infase selanjutnya dari factor tersebut membentuk antibody lebih
banyak. Agen agen imunosupresif, plasma resesif untuk membuang inhibitor dan kompleks
protombin yang memotong factor VIII dan factor IX yang terdapat dalam plasma beku segar.

Produk sintetik yang baru yaitu : DDAVP (1-deamino 8-dargirin vasopressin) sudah
tersedia untuk menangani heofilia sedang. Pemberiannya secara intravena (IV), dapat
merangsang aktifitas factor VIII sebanyak tiga kali sampai enam kali lipat. Karena DDAVP
merupakan produk sintetik maka resiko transmisi virus yang merugikan dapat terhundari.
Hematosis bisa dikontrol jika klien diberi AHF pada awal perdarahan. Immobilisasi
sendi udara dingin (seperti kantong es yang mengelilingi sendi) bisa member pertolongan.
Jika terjadi nyeri maka sangat penting untuk mengakspirasi arah dan sendi. Ketika
perdarahan berhenti dan kemerahan mulai menghilang klien harus aktif dalam melakukan
gerakana tanpa berat badan untuk mencegah komplikasi seperti deformitas dan atrofi otot.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN HEMOFILIA

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian system neurologic

a. Pemeriksaan kepala.

b. Reaksi pupil

c. Tingkat kesadaran

d. Reflek tendo

e. Fungsi sensoris

2. Hematologi

a. Tampilan umum.

b. Kulit : (warna pucat, petekie, memar, perdarahan membrane mukosa atau dari luka suntikan
atau pungsi vena).

c. Abdomen (pembesaran hati, limpa).

3. Kaji anak terhadap perilaku verbal dan nonverbal yang mengindikasikan nyeri.

4. Kaji tempat terkait untuk menilai luasnya tempat perdarahan dan meluasnya kerusakan
sensoris, saraf, dan motoris.

5. Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas perawatan diri (missal : menyikat gigi).

6. Kaji tingkat perkembangan anak.

7. Kaji kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangna dan kemampuan menatalaksanakan
program pengobatan di rumah.

8. Kaji TTV (TD, N, S, RR)


B. DIAGNOSA

1. Nyeri b/d perdarahan dalam jaringan dan sendi.

2. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan

3. Risiko kerusakan mobilitas fisik b/d efek perdarahan pada sendi dan jaringan lain.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan akibat perdarahan

C. INTERVENSI

a. Nyeri b/d perdarahan dalam jaringan dan sendi.

Tujuan : sedikit atau tidak terjadi perdarahan.

Intervensi

1. Berikan pendidikan kesehatan untuk pengurusan penggantian factor darah di rumah.

2. Lakukan tindakan suportif untuk menghentikan perdarahan.

a. Beri tindakan pada area perdarahan 10 -15 menit.

b. Mobilitasi dan elevasi area hingga di atas ketinggian jantung.

c. Gunakan kompres dingin untuk vasokontriksi.

b. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan

Tujuan/Kriteria hasil:

Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak terjadi

Intervensi:

1. Pertahankan keamanan tempat tidur klien, pasang pengaman pada tempat


Tidur
2. Hindarkan dari cedera, ringan berat
3. Awasi setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cedera
4. Anjurkan pada orangtua untuk segera membawa anak ke RS jika terjadi
Injuri
Jelaskan pada orang tua pentingnya menghindari cedera.
c. Risiko kerusakan mobilitas fisik b/d efek perdarahan pada sendi dan jaringan lain.

Tujuan : menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik.

Intervensi :

1. Elevasi dan immobilisasikan sendi selama episode perdarahan.

2. Latihan pasif sendi dan otot.

3. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik untuk program latihan.

4. Konsultasikan dengan perawat kesehatan masyarakat dan terapi fisik untuk supervise ke
rumah.

5. Kaji kebutuhan untuk manageme nyeri.

6. Diskusikan diet yang sesuai.

7. Support untuk ke orthopedic dalam rehabilitasi sendi.

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan akibat perdarahan

Tujuan/Kriteria hasil:

Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan

Intervensi:

1. Awasi TTV
2. Awasi haluaran dan pemasukan
3. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
4. Kolaborasi dalam pemberian cairan adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marillyn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta

Ovedoff, David.2002.Kapita Selekta Kedokteran.Binarupa Aksara.Jakarta


Sodeman.1995.Patofisiologi.Edisi 7.Jilid 2.Hipokrates.Jakarta

www.id.wikipedia.org
www.medicastore.com
www.indonesian hemophilia society.com

www.info-sehat_com.htm

Anda mungkin juga menyukai