Obgynn
Obgynn
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. SH
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 43 th
Alamat : Dsn. Pereng, Desa Purworejo Gresik
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Tanggal Periksa : 29 Mei 2017
B. Anamnesa
1. Keluhan Utama
Keputihan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke klinik kandungan RSUD Ibnu Sina Gresik pada
tanggal 29 Mei 2017 pukul 09.00 WIB. Pasien mengatakan
keputihan sudah 5 bulan ini, warna jernih tidak berbau, gatal (-),
nyeri (+) dibagian bawah perut. Waktu berhubungan tidak keluar
darah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah sakit seperti ini
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
5. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya pernah berobat ke bidan tetapi sama bidan di
suruh langsung ke rumah sakit
6. Riwayat Haid
- Menarche : 12 tahun
- Menikah usia : 24 tahun
- Lama menikah : 20 thun
- HPHT : 25 april 2017
7. Riwayat kontrasepsi
- Kontrasepsi susuk/implan
- Kontrasepsi terakhir 1 tahun yang lalu
8. Riwayat persalinan
Suami Cara Penolong Jenis Berat Asi umur
dan persalinan kelamin lahir
anak
1/1 Abortus Curretage
uk 3,5 bln Bidan
1/2 SPT-B Bidan L 3600g ASI 18 th
1/3 SPT-B Bidan P 3500g ASI 10 th
1
9. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum : baik
2. Vital Sign
:Tensi:120/90,Nadi:88x/menit,RR:20x/menit,Suhu:36C
3. BB : 65 kg TB: 160 cm
4. Status Generalis :
Kepala : Normocephali, A/I/C/D: -/-/-/-
Leher : tidak teraba massa, pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor: S1 S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo: vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen :I : flat
P : nyeri tekan (-)
P : timpani
A : BU (+) Normal
Ekstremitas : Superior : Edema -/-, Akral: Hangat +/+, CRT:<2 dtk
Inferior : Edema -/-, Akral: Hangat +/+, CRT: <2 dtk
Genitalis :Dalam batas normal
5. pemeriksaan dalam
- pemeriksaan VT tidak dilakukan
- pemeriksaan Inspeculo : terdapat lesi di portio (+)
C. Diagnosa banding
- Servicitis kronis
- Lesi pra cancer cervik
D. Pemeriksaan penunjang
- pemeriksaan test IVA (+)
E. Diagnosis
- Lesi pra cancer cervik
F. Rencana Terapi
- cryotomy
2
BAB II
PENDAHULUAN
3
Penemuan dan terapi pada fase lesi prakanker ternyata dapat mencegah
(1)
kejadian kanker serviks dengan keberhasilan mendekati 100%. Namun setelah
kanker terbentuk, prognosis tergantung pada stadium sebagai berikut: stadium 0
(prainvasif), 100%; stadium 1, 90%; stadium 2, 82% stadium 3, 35% ; dan
stadium 4, 10%.
Lesi pra kanker yang dikenal dengan neoplasia intraepitelial serviks (NIS)
merupakan perubahan diplastik epitel serviks secara dini yang mendahului
sebelum terjadinya kanker invasif. Infeksi oleh HPV terutama HPV risiko tinggi
(HR-HPV) tipe 16 atau tipe 18, adalah penyebab utama dari NIS. Berdasarkan
gambaran histologi, NIS dapat dibagi menjadi 3 kategori: displasia ringan (NIS
1), displasia sedang (NIS 2) dan displasia berat/karsinoma in situ (NIS 3).
Perkembangan dari derajat yang lebih rendah ke yang lebih tinggi tidak selalu
terjadi. Semakin berat derajat NIS semakin besar peluang berkembang menjadi
kanker.
Kematian akibat penyakit ini dapat dicegah bila program skrining dan
pelayanan kesehatan diperbaiki. Sejak tahun 2001 kanker serviks ini masih
merupakan penyebab utama kematian perempuan dan kasusnya turun secara
drastis sebaliknya insidensi NIS meningkat oleh perbaikan penemuan kasus
(2)
semenjak diperkenalkan teknik skrining Papsmear oleh George N. Papaniculou.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 DEFINISI
Lesi prakanker atau yang dikenal dengan Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS)
adalah kelainan pada epitel serviks akibat perubahan sel pada lapisan epitel serviks
4
(1,3,5)
namun kelainan belum menembus lapisan basal (membran basalis). Perlu
ditekankan bahwa sebagian besar (mungkin semua) karsinoma sel gepeng serviks
(2)
invasif berasal NIS.
3.2 EPIDEMIOLOGI
3.3 ETIOLOGI
Penyebab primer kanker serviks adalah infeksi kronik serviks oleh satu
atau lebih virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe onkogenik yan berisiko tinggi
menyebabkan kanker serviks yang ditularkan melalui hubungan seksual. Infeksi
virus HPV yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe 16, 18, 45, 56. HPV
tipe 16 dan 18 ditemukan pada 70% kasus. Infeksi HPV jenis ini dapat
mengakibatkan perubahan sel-sel serviks menjadi lesi intraepitel derajat tinggi
5
(high grade ephitelial lesion/LISDT) yang merupakan lesi prakanker. Sementara
HPV yang berisiko sedang dan rendah menyebabkan kanker (tipe non-onkogenik)
berturut-turut adalah tipe 30, 31, 33, 35, 39, 51, 52, 58, 66 dan 6, 11, 42, 43, 44,
(2,5)
53, 54, 55.
3.4 PATOFOSIOLOGI
Pada infeksi HPV derajat rendah, DNA virus tidak terintegrasi ke genom
penjamu, dan tetap berada dalam bentuk episomal bebas. Sebaliknya, HPV tipe 16
dan 18 memiliki gen yang setelah terintegrasi ke genom sel penjamu, mengkode
protein yang menghambat atau menginaktifkan gen penekan tumor TP53 dan RB1
di sel epitel sasaran serta mengaktifkan gen terkait siklus sel, seperti siklin E
(2)
sehingga terjadi proliferasi sel yang tidak terkendali.
6
berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan terhadap E6 dan E7 yang akan
(6)
menghambat p53 dan pRb.
7
Protein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui mekanisme yang
berbeda. Pada proses regulasi siklus sel di fase Go dan G1 tumor suppressor gene
pRb berikatan dengan E2F ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak aktif E2F
merupakan gen yang akan merangsang siklus sel melalui aktivasi proto-onkogen
c-myc, dan N-myc. Protein E7 masuk ke dalam sel dan mengikat pRb yang
menyebabkan E2F bebas terlepas, lalu merangsang proto-onkogen c-myc dan N-
myc sehingga akan terjadi proses transkripsi atau proses siklus sel. Kekuatan
ikatan protein E7 dengan pRb berbeda-beda pada beberapa tipe virus HPV,
misalnya: ikatan E7 HPV 6 dan 11 kurang kuat dibandingkan dengan HPV 16
(6)
ataupun 18.
Lesi prakanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya
dapat terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Jika sudah terjadi kanker akan
timbul gejala yang sesuai dengan tingkat penyakitnya, yaitu dapat lokal atau
tersebar. Gejala yang timbul dapat berupa perdarahan pasca sanggama atau dapat
8
juga terjadi perdarahan diluar masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya
besar, dapat terjadi infeksi dan menimbulkan cairan berbau yang mengalir keluar
dari vagina. Bila penyakitnya sudah lanjut, akan timbul nyeri panggul, gejala yang
berkaitan dengan kandung kemih dan usus besar. Gejala lain yang timbul dapat
berupa gangguan organ yang terkena misalnya otak (nyeri kepala, gangguan
kesadaran), paru (sesak atau batuk darah), tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri
(5)
perut kanan atas, kuning, atau pembengkakan) dan lain-lain.
(5,7)
Tabel 1 Klasifikasi neoplasia intraepitel serviks
Keterangan
9
1. Negatif (Kelas I): hasil apusan negatif tanpa adanya sel abnormal atau tidak
dapat terlihat. Hasil apusan bersih dan tidak terdapat sel inflamasi dan tidak
(8)
memiliki bukti keganasan (kanker).
2. Atipikal (Kelas II): Hal ini lebih lanjut dibagi menjadi dua istilah: sel Atypical
squamous cells, cannot exclude high grade lesions (ASC-H) dan atypical
squamous cells of uncertain significance (ASC-US).
Kriteria sitologi untuk diagnosis ASC-US termasuk pembesaran inti ukuran 2,5-3
kali lipat dari sel intermediate dengan sedikit peningkatan rasio inti / sitoplasma,
terdapat variasi ringan dalam ukuran inti dan kontur, dan sedikit hiperkromasia
dengan kromatin. Kriteria sitologi untuk ASC-H yaitu sel skuamosa dengan inti
membesar dan kurang sitoplasma dengan kontur inti tidak teratur. Mungkin ada
bukti regenerasi sel- sel pada serviks atau perubahan sel yang berhubungan
dengan infeksi atau trauma persalinan. Tergantung pada deskripsi lain ahli
patologi mungkin diperlukan pengobatan untuk infeksi, pengecekan ulang PAP
(8,9)
smear, tes DNA, observasi, atau tes diagnostik dengan kolposkopi.
5. Kanker (Kelas V): Klasifikasi ini menunjukkan probabilitas tinggi kanker dan
diperlukan evaluasi lengkap untuk menentukan sejauh mana lesi kanker. Sebuah
(8)
rencana perawatan untuk hasil terbaik dapat ditentukan.
10
3.6 DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan sitologi, spesimen yang diambil yaitu dari dari sel
serviks bagian luar (ektoserviks) dan kanalis servikalis (endoserviks) yang
menggunakan prosedur pewarnaan sel vagina dan servikal untuk memberikan
gambaran yang jelas dari kromatin inti sehingga dapat ditentukan perubahan sel-
sel serviks yang mengarah pada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal dalam
(10)
serviks.
3.6.2 Kolposkopi
11
kanker, membantu mengidentifikasi luasnya lesi, memandu biopsi dan membantu
(10)
pengobatan dengan krioterapi atau LEEP.
(12)
Gambar 1 Epitel squamous dan epitel kolumnar pada serviks
12
(12)
Gambar 2 Serviks abnormal
(13)
Tabel 2 Klasifikasi kolposkopi epitel serviks abnormal
(12,13)
Tabel 3 Indeks kolposkopi Coplleson
Tidak signifikan Gambaran acetowhite epitel tidak jelas
atau semitransparan. Batas tidak jelas,
13
dengan atau tanpa kaliber pembuluh
darah (fine punctuation/fine mosaic),
dengan pola teratur dan jarak antara
kapiler dekat. Tidak ada pembuluh
darah atipikal.
Signifikan Acetowhite epitel jelas, batas tegas,
perubahan vaskuler berukuran lebar,
ireguler, berbentuk koil (coarse
punctuation/mosaic). Terdapat
permbuluh darah atipikal dan
terkadang permukaannya ireguler,
mengindikasikan terdapatnya lesi
kanker invasif.
14
Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih
juga
setelah pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan
cepat
menghilang. Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel putihnya
lebih
tajam dan lebih lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam
sehingga
terjadi koagulasi protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin
tinggi
(5)
Tabel 4 Kategori temuan IVA
15
2. Infeksi Servisitis (inflamasi, hiperemis)
Banyak fluor
Ektropion
Polip
(5)
Tabel 5 Kategori temuan IVA
16
Skuamokolumnar
Metode ini dikenal juga dengan Schillers test, dengan menggunakan cairan
iodium sebagai pengganti asam asetat. Epitel skuamosa mengandung glikogen,
dimana lesi prakanker dan lesi invasif mengandung sedikit atau tidak ada glikogen.
Iodium adalah zat glycophilic dan diserap oleh epitel skuamosa, sehingga memberi
warna coklat atau
hitam. Epitel kolumnar tidak mengalami perubahan warna karena tidak
mengandung glikogen. Metaplasia imatur dan lesi inflamasi hanya mengandung
sedikit glikogen dan ketika diberikan pewarnaan dengan iodium, tampak seperti
bergaris, dan area dengan batas tidak jelas. Lesi prakanker dan lesi invasif tidak
menyerap iodium (karena tidak mengandung glikogen) sehingga tampak berbatas
(14)
tegas, tebal, area berwarna kuning sampai jingga.
17
Gambar 3 perubahan wrna setelah pemberian lugols iodine
3.7.1 Krioterapi
18
efektif untuk pengobatan lesi kecil, tapi untuk lesi yang lebih besar angka
(10)
kesembuhan di bawah 80%.
o
Penyemprotan NO2 mengakibatkan pendinginan suhu ujung probe -65 C
o o
sampai -85 C, jauh di bawah suhu letal -20 C. Dengan penyemprotan tersebut akan
o
terbentuk bunga es setebal 7 mm. 5 mm bagian proksimal bersuhu kurang dari -20 C
o
akan mengalami nekrosis, sedangkan 2 mm tepi bunga es tersebut yang bersuhu 0 C
o
sampai - 20 C akan mengalami regenerasi. Dengan kenyataan ini diasumsikan bahwa
krioterapi tidak dapat mematikan jaringan lebih dalam dari 5 mm. Pada HSIL sering
disertai keterlibatan kripta kelenjar serviks sehingga efektivitas krioterapi pada HSIL
tidak memadai dan lebih dianjurkan eksisi daripada krioterapi untuk menangani
(13)
HSIL.
(15)
Gambar 4 Alat krioterapi
19
rendah konstan dan transmisi ke perangkat loop kawat, yang digunakan untuk
menghilangkan jaringan abnormal. LEEP bertujuan untuk menghapus kedua lesi
dan seluruh zona transformasi. Teknik ini berhasil mengeradikasi prakanker
(7)
sebanyak 90% kasus. LEEP dipergunakan untuk lesi intraepithelial derajat
tinggi (HISL) karena kedalaman pengambilan jaringan dapat lebih besar sehingga
seluruh kripta endoserviks dapat terambil yang mungkin luput pada pemakaian
(13)
krioterapi.
3.7.3 Konisasi
Konisasi adalah eksisi pada daerah berbentuk kerucut dari serviks dengan
menggunakan cold knife conization termasuk ektoserviks dan endoserviks. Tingkat
konisasi akan tergantung pada ukuran lesi dan kemungkinan ditemukan kanker
(17)
invasif.
(16)
Konisasi direkomendasikan untuk pengobatan NIS 2 dan NIS 3.
BAB IV
PENUTUP
20
Lesi prakanker atau yang dikenal dengan Neoplasia Intraepitel Serviks
(NIS) adalah kelainan pada epitel serviks akibat terjadinya perubahan sel-sel
epitel, namun kelainannya belum menembus lapisan basal (membrana basalis).
NIS disebabkan karena infeksi dari Human papillomavirus. Menurut gambaran
histologi NIS dibagi menjadi 3 kategori yaitu NIS 1 sesuai dengan displasia
ringan, NIS 2 sesuai dengan displasia sedang, dan NIS 3 meliputi displasia berat
serta karsinoma insitu. Terminologi ini juga dikonfirmasikan dengan sistem
Bethesda, yaitu NIS 1 dan infeksi HPV sebagai lesi intraepitelial skuamosa derajat
rendah (LISDR) serta NIS 2 dan NIS 3 sebagai lesi intraepitelial skuamosa derajat
tinggi (LISDT). Berdasarkan perjalanan alamiah dari NIS, disimpulkan bahwa
makin rendah derajat kelainan maka makin besar kemungkinan regresi menjadi
normal. Sebaliknya, makin berat derajat kelainan maka makin besar kemungkinan
menjadi lesi yang lebih berat.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Ocviyanti Dwiana, Handoko Yohanes. Peran Dokter Umum dalam
Pencegahan Kanker Serviks di Indonesia. Jurnal Indonesia Medical
Association, Volume: 63, Nomor: 1. 2013:1-3
2. Tumor Serviks. Buku Ajar Patologi Robbins. Ed. 7. Jakarta: EGC, 2007:767-
770
3. Iskandar TM. Pengelolaan Lesi Prakanker Serviks. Indonesian Journal of
Cancer Vol.
III. 2009: 97-102
4. Globocan 2012. Cancer Fact Street. Estimated Incidence, Mortality and
Prevalence Worldwide in 2012 IARC. [cited: 2015 May. 23]. Available from:
http://www.globocan.iarc.fr/old/FactSheets/cancers/cervix-
new.asp#MORTALITY
5. Nuranna Laila, Purwoto Gatot, Madjid Omo A, dkk. Skrining Kanker Leher
Rahim dengan Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008:24-33
6. Andrijono. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks.
Majalah Kedokteran Indonesia Vol 57. 2007: 153-158
7. Comprehensive Cervical Cancer Control: A Guide to Essential Practice 2nd
ed. World Health Organization. 2014:123-145
8. Pfenninger J. Pap Smear Information. [cited on 25 Februari 2015].2011.
Available from: http://www.mpcenter.net/patient_ed/pap_smear_info.html
9. Tewari L, Chaudary C. Atypical Squamous Cell of Undetermined
Significance: A Follow Up Study. 2010: 225-227
10. Comprehensive Cervical Cancer Control: A Guide to Essential Practice 2nd
ed. World Health Organization. 2014:123-145
11. Massad L. Stewart, Einstein Mark H., Huh Warner K., et.all. 2012 Updated
Consensus Guidelines for the Management of Abnormal Cervical Cancer
Screening Tests and Cancer Precursors. American Society for Colposcopy and
Cervical Pathology. Journal of Lower Genital Tract Disease, Volume 17, Number
5, 2013: S1-S27
12. Colposcopic Appearance of the Normal Cervix. Colposcopy and Treatment of
Cervicl Intraepithelial Neoplasia: A Beginner's Manual. International Agency
22
for Research on Cancer Screening group. 45-54 [cited: 2015 April 1].
Available from: http://screening.iarc.fr/colpochap.php?lang=1&chap=6
13. Lesi Prakanker. Onkologi Ginekologi. Ed.I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2006:399-429
14. Sherris, Jacqueline, Castro Wendy, Levin Carol et all. The Case for Investing
in Cervical Cancer Prevention. Cervical Cancer Prevention Issues in Depth.
Alliance for Cervical Cancer Prevention (ACCP). 2004:15-16
15. Colposcopic Appearance of the Normal Cervix. Colposcopy and Treatment of
Cervical Intraepithelial Neoplasia: A Beginner's Manual. International Agency
for Research on Cancer Screening group. 45-54 [cited: 2015 April 1].
Available from: http://screening.iarc.fr/colpochap.php?lang=1&chap=6
16. Cheng X, Feng Y, Wang X, et al. The effectiveness of conization treatment for
post-menopausal women with high-grade cervical intraepithelial neoplasia.
2012:185-188
23