Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

POLIKISTIK GINJAL

Oleh Kelompok 1 :
Mulyanus
Patarina Virginia Marpaung
Perdi Nepada Fortunatus
Putri Dewanti

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS


PADALARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit polikistik ginjal merupakan kelainan genetik yang ditandai
dengan adanya banyak kista pada ginjal. Ginjal merupakan suatu organ yang
memiliki fungsi salah satunya menyaring darah terhadap zat-zat yang tidak
dibutuhkan dalam tubuh kemudian menjadi sebuah produk yang disebut urin.
Pada saat kista mulai berkembang dan membesar pada ginjal maka akan
terjadi penggantian struktur normal ginjal yang berakibat pada penurunan
fungsi ginjal dan pada akhirnya akan menyebabkan gagal ginjal. Polikistik
ginjal dapat juga menyebabkan kista pada organ-organ lain seperti hati dan
pankreas serta masalah pada pembuluh darah otak dan jantung.
Penyakit polikistik ginjal dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyakit
ginjal polikistik yang bersifat ginjal polikistik dominan autosomal dan ginjal
polikistik resesif autosomonal. Penyakit ginjal polikistik resesif autosomonal
adalah penyakit yang jarang terjadi (1:6000 hingga 1:40.000), melibatkan
mutasi local dari kromosom 6. Pada anak-anak yang dapat bertahan selama
sebulan pertama kehidupan, 78% akan bertahan hingga melebihi 15 tahun.
Diagnosis dini dan pengobatan hipertensi secara agresif dapat memperbaiki
diagnosis pada anak-anak. Sedangkan penyakit ginjal polikistik dominan
autosomal adalah penyakit ginjal yang paling sering diwariskan dan
prevalensinya sekitar 1:500.

B. Tujuan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Tim penulis mampu menerapkan asuhan keperawatan pada penyakit
polikistik ginjal.
2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada penyakit polikistik ginjal
tim penulis diharapkan mampu :
a. Melakukan pengkajian
b. Merumuskan diagnosa keperawatan
c. Membuat perencanaan sesuai dengan diagnosa yang ditemukan
d. Melaksanakan implementasi sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan.

C. Rumusan Masalah
Untuk penulisan makalah ini penulis menggunakan metode studi
kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan
penyakit polikistik ginjal.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini adalah 3 bab :
BAB I Pendahuluan: Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan makalah,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis : Terdiri dari defenisi, etiologi, pathofisiologi,
klasifikasi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan.
BAB III Penutup: Terdiri dari kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Polycystic Kidney Disease atau Penyakit Ginjal Polikistik adalah
penyakit herediter dimana ekspansi progresif kista-kista berisi cairan
menyebabkan ginjal sangat membesar dan sering menyebabkan gagal ginjal
(Jameson, J.Larry, 2012).
Penyakit kistik pada ginjal merupakan sekelompok heterogen penyakit
yang terdiri atas penyakit herediter, perkembangan, tidak herediter dan
didapat (Robbins, 2007).
Polycystic Kidney Disease adalah keadaan dimana korteks dan medula
dipenuhi dengan besar kista berdinding tipis dari milimeter sampai beberapa
sentimeter dengan diameter. Kista membesar dan menghancurkan jaringan di
sekitarnya dengan kompresi. Kista diisi dengan cairan dan mungkin berisi
darah atau nanah (Lewis, Sharon L.2014).

B. Klasifikasi Beserta Etiologi


Menurut Merkle, Carrie J. 2005, penyebab penyakit ginjal polikistik
diturunkan sebagai:
1. Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease (ADPKD)
Etiologi dan Patogenesis
ADPKD adalah suatu penyakit sistemik yang terjadi akibat mutasi di gen
PKD-1. PKD-1 menyandi suatu protein, polikistin-1, yang merupakan
sebuah molekul besar mirip-reseptor, sedangkan produk gen PKD-2,
polikistin-2, memperlihatkan ciri suatu protein saluran ion. Keduanya
adalah protein transmembran yang terdapat di semua segmen nefron dan
terlokalisasikan di permukaan luminal sel tubulus di silia primer, di
permukaan basal di kompleks adhesi fokal, dan di permukaan lateral pada
taut adheren. Protein-protein ini diperkirakan berfungsi secara independen,
atau sebagai suatu kompleks, untuk mengatur transkripsi gen sel epitel
janin dan dewasa, apoptosis, diferensiasi, dan interaksi sel matriks.
Gangguan pada proses-proses ini menyebabkan diferensiasi epitel,
proliferasi dan apoptosis yang tidak teratur, perubahan polaritas sel,
disorganisasi matriks ekstrasel sekitar, sekresi cairan yang berlebihan dan
ekspresi abnormal beberapa gen, termasuk gen gen yang menjadi factor
pertumbuhan. Peningkatan kadar AMP siklik (cAMP) yang diperantarai
oleh vasopressin di epitel kista berperan besar dalam kristogenesis dengan
merangsang proliferasi sel dan sekresi cairan ke dalam lumen kista melalui
saluran akuaporin dan klorida apical. Pembentukan kista telah dimulai in
utero dari setiap titik di sepanjang nefron, meskipun <5% dari nefron total
yang diperkirakan terkena. Dengan mengumpulkan cairan, kista
membesar, berpisah sama sekali dari nefron, menekan parenkim ginjal
sekitar, dan secara progresif memperburuk fungsi ginjal (Jameson, J.Larry,
2012).

2. Autosomal Reseccive Polycystic Kidney Disease (ARPKD).


Faktor Genetik
ARPKD adalah penyakit yang terutama menyerang bayi dan anak.
Insidens nya dalah 1:20.000 kelahiran. Ginjal membesar, mengandung
kista kista kecil <5mm yang terbatas di duktus koligentes. Gen ARPKD
terletak di kromosom 6p21, PKHD1 (polycystic kidney and hepatic
disease 1), menyandi beberapa transkrip yang disambung-sambungkan
secara bergantian. Transkrip terbesar menghasilkan suatu protein
transmembran multiranah yang dinamai fibrokistin (poliduktin) dan
ditemukan di duktus koligentes korteks dan medulla serta pars asendens
tebal ansa Henle di ginjal serta di epitel duktus biliaris dan pancreas.
Seperti polikistin, fibrokistin memiliki sifat mirip reseptor dan mungkin
berperan dalam interaksi antar sel dan antara sel dan matriks. Fibrokistin,
polikistin, dan beberapa protein yang terlibat dalam PKD pada hewan
berada dalam ikatan dengan silia primer permukaan apikel sel epitel
tubulus, yang mengisyaratkan bahwa mereka mungkin bekerja sama dalam
suatu jalur mekanosensorik. Telah ditemukan sejumlah besar mutasi pada
PKHD1 dan mutasi-mutasi tersebut bersifat unik untuk masing-masing
keluarga. Sebagian besar pasien adalah heterozigot gabungan. Mereka
yang mengandung dua mutasi pemendekan sering meninggal segera
setelah lahir, sementara mereka yang bertahan hidup melewati masa
neonates umunya memiliki paling sedikit suatu mutasi missense. Mutasi di
PKHD1 juga ditemukan pada sekitar 30% anak dengan fibrosis hati
congenital (sindrom Caroli) tanpa tanda-tanda keterlibatan ginjal
(Jameson, J.Larry, 2012).
Kromosom dibedakan atas autosom (kromosom tubuh) dan kromosom
kelamin (kromosom seks). Manusia memiliki 46 kromosom, terdiri dari 44
autosom dan 2 kromosom kelamin (Suryo, 2008).
Gen letal atau gen kematian adalah gen yang dalam keadaan homozigotik
dalam menyebabkan kematian individu yang memilikinya. Ada gen letal
yang bersifat dominan, ada pula yang resesif (Suryo, 2008).
Polycystic Kidney Disease memiliki beberapa jenis dan dapat diwariskan
baik sebagai sifat dominan autosomal atau yang jarang ditemukan seperti
sifat resesif autosom. Orang-orang yang mewarisi bentuk resesif dari PKD
biasanya meninggal di usia dini. 5% sampai 10% kejadian PKD pada pasien
yang tidak memiliki riwayat keluarga terjadi sebagai akibat dari mutasi gen
baru.
Autosomal recessive PKD jarang, dan kebanyakan orang dengan penyakit ini
meninggal pada anak usia dini. Hal ini disebabkan oleh mutasi gen yang
berbeda dari bentuk dominan. Untuk mewarisi gen resesif, kedua orang tua
harus membawa salinan alel bermutasi dan kedua alel bermutasi diwariskan.
Jadi setiap anak memiliki kesempatan 1 dalam 4 mewarisi autosomal resesif
penyakit polikistik. Tidak ada cara untuk mencegah PKD, meskipun deteksi
dini manajemen dan hipertensi dapat memperlambat perkembangan
kerusakan ginjal. Konseling genetik mungkin berguna untuk orang dewasa
yang memiliki orang tua dengan PKD. Analisis riwayat penyakit keluarga
adalah penilaian sederhana yang dapat digunakan untuk membantu
mengidentifikasi orang yang berisiko untuk PKD (Ignatavicius,
Workman.2013).

C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
Nyeri yang dirasakan tumpul di daerah lumbar namun kadang-kadang
juga dirasakan nyeri yang sangat hebat, ini merupakan tanda terjadinya
iritasi di daerah peritoneal yang diakibatkan oleh kista yang ruptur. Jika
nyeri yang dirasakan terjadi secara konstan maka itu adalah tanda dari
perbesaran satu atau lebih kista.
2. Hematuria
Hematuria adalah gejala selanjtnya yang terjadi pada polikistik. Gross
Hematuria terjadi ketika kista yang rupture masuk kedalam pelvis ginjal.
Hematuria mikroskopi lebih sering terjadi disbanding gross hematuria
dan merupakan peringatan terhadap kemungkinan adanya masalah ginjal
yang tidak terdapat tanda dan gejala.
3. Infeksi saluran kemih
Sama halnya batu di saluran kemih, Kista Ginjal juga menyebabkan
timbulnya infeksi pada ginjal maupun saluran kencing. Gejala infeksi ini
pada umumnya sama seperti demam, diikuti gangguan berkemih. Saat
kencing terasa nyeri dan panas, kemudian sering kali merasa ingin
kencing, akan tetapi kalau sudah berkemih biasanya tidak bisa lancar,
terkadang juga bisa timbul kencing darah (hematuria). Infeksi menahun
seperti ini yang dapat menyebabkan gagal ginjal.
4. Hipertensi
Kebanyakan pasien dengan PKD memiliki tekanan darah tinggi. Aliran
darah ke ginjal menurun, sehingga mengaktifkan sistem rennin-
angiotensin dan meningkatkan tekanan darah.
5. Pembesaran ginjal
Pembesaran pada pasien ADPKD ginjal ini merupakan hasil dari
penyebaran kista pada ginjal yang akan disertai dengan penurunan fungsi
ginjal, semakin cepat terjadinya pembesaran ginjal makan semakin cepat
terjadinya gagal ginjal.
6. Aneurisma pembulu darah otak
Kejadian aneurisma otak (outpouching dan penipisan dinding arteri)
lebih tinggi pada pasien dengan PKD. Aneurisma ini dapat pecah,
menyebabkan perdarahan dan kematian mendadak.
D. Patofisiologi
Kista timbul dari segmen mana pun pada nefron atau duktus kolektivus.
Kista dapat timbul karena sel epitel tubulus kehilangan polarisasi normalnya.
Jelasnya, Na+/K+ ATPase yang secara normal hanya terdapat pada
permukaan basolateral sel epitel tubulus, juga terdapat pada permukaan apical
epitel kistik abnormal. Sel tubulus ginjal normal berhenti berproliferasi
sebelum kelahiran, namun pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik
dominan autosomal, sel epitel pada kista terus berproliferasi. Kadar faktor
pertumbuhan epidermal atau EGF (Epidermal Growth Factor) yang tinggi
terdapat pada kista dan hal ini meningkatkan proliferasi sel epitel pada kista.
Analisis pada sel yang di isolasi pada kista menunjukan bahwa sebagian besar
kista di peroleh secara klon, mengimplikasikan kista berasal dari satu sel.
Mengingat penyakit ini bersifat dominan, individu yang terkena bersifat
heterozigot, namun banyak kista tidak lagi heterozigot dan telah kehilangan
alel normalnya. Hal ini menunjukan bahwa pembentukan kista membutuhkan
dua faktor yaitu mutasi sel induk (germline) dan mutasi somatik.
PKD adalah kelainan bawaan di mana kista berisi cairan yang tumbuh
dan berkembang pada nefron. Pada jenis domiman,hanya beberapa nefron
yang terkena kista sampai mencapai 30-an. Pada jenis resesif, hampir 100%
dari nefron terdapat kista sejak lahir. Kista berkembang di mana saja pada
nefron akibat pembelahan sel ginjal yang abnormal.
Seiring waktu, kista kecil menjadi lebih besar (sampai beberapa
sentimeter) dan menyebar lebih luas. Kista yang tumbuh merusak glomerulus
dan membran tubular. Kista ini dipenuhi cairan dan membesar, nefron dan
fungsi ginjal menjadi kurang efektif.
Jaringan ginjal akhirnya digantikan oleh kista yang tidak mempunyai
fungsi yang terlihat seperti gugusan anggur. Ginjal menjadi sangat besar.
Setiap ginjal yang terkena penyakit ini, kistik bisa membesar dua atau tiga
kali dari ukuran normal, menjadi besar seperti sepak bola, dan mungkin berat
10 atau lebih. Organ perut lainnya mengalami desakan, dan pasien
mengalami nyeri. Kista yang berisi cairan juga bisa meningkatkan risiko
infeksi, pecah, dan perdarahan, yang menyebabkan peningkatan rasa sakit.
Kebanyakan pasien dengan PKD memiliki tekanan darah tinggi. Aliran
darah ke ginjal menurun, sehingga mengaktifkan sistem rennin-angiotensin
dan meningkatkan tekanan darah. Pengendalian hipertensi adalah prioritas
utama.
Kista dapat terjadi juga pada jaringan lain, seperti hati dan pembuluh
darah. Sehingga dapat mengurangi fungsi hati. Selain itu, kejadian aneurisma
otak (outpouching dan penipisan dinding arteri) lebih tinggi pada pasien
dengan PKD. Aneurisma ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan dan
kematian mendadak. Untuk alasan yang belum diketahui, batu ginjal terjadi
pada 8% sampai 36% dari pasien dengan PKD. Masalah katup jantung
(misalnya, prolaps katup mitral), hipertrofi ventrikel kiri, dan divertikula
kolon juga umum pada pasien dengan PKD (Ignatavicius, Workman.2013)
ADPKD terjadi sebagai-ADPKD 1, dipetakan ke lengan pendek
kromosom 16 dan dikodekan untuk protein 4,300- asam amino; ADPKD-2,
dipetakan ke lengan pendek kromosom 4. Autosomal Dominant recessive
disease terjadi pada 1 10,000-1 di 40.000 kelahiran hidup dan telah
diterjemahkan ke kromosom 6.

Ginjal yang membesar disebabkan oleh beberapa kista bola, dengan


ukuran milimeter yang berisi cairan. Kista berdistribusi secara merata di
seluruh korteks dan medula. Polip hiperplastik dan adenoma ginjal yang
umum. Parenkim ginjal mungkin memiliki berbagai tingkat atrofi tubular,
fibrosis usus, dan nephrosclerosis. Kista menyebabkan pemanjangan pelvis
ginjal, merata dari calyces, dan lekukan di ginjal.
Khas pada bayi yang terkena menunjukkan tanda-tanda gangguan
pernapasan, gagal jantung, dan, akhirnya, uremia dan gagal ginjal. Fibrosis
hati dan kelainan saluran empedu intrahepatik dapat menyebabkan hipertensi
portal dan varises.
Dalam kebanyakan kasus, sekitar 10 tahun setelah gejala muncul,
kompresi progresif struktur ginjal oleh massa membesar dan menyebabkan
gagal ginjal.
Kista juga terbentuk di tempat lain-seperti pada hati, limpa, pankreas,
dan ovarium. Dalam aneurisma intrakranial, divertikula kolon, dan mitral
prolaps katup juga terjadi.
Dalam bentuk autosomal resesif, kematian dalam periode neonatal
paling sering disebabkan oleh hipoplasia paru (Merkle, Carrie J. 2005).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urine
a. Proteinuria
b. Hematuria
c. Leukosituria
2. Pemeriksaan Darah
Pada penyakit yang sudah lanjut menunjukkan uremia dan anemia karena
hematuria kronik
3. Ultrasonografi ginjal
Unltasonografi ginjal merupakan suatu teknik pemeriksaan noninvasive
yang memiliki tujuan untuk mengetahui ukuran dari ginjal dan kista.
Selain itu juga dapat terlihat gambaran dari cairan yang terdapat dalam
cavitas karena pantulan yang ditimbulkan oleh cairan yang mengisi kista
akan memberi tampilan berupa struktur yang padat.
Ultrasonografi ginjal dapat juga digunakan untuk melakukan screening
terhadap keturuan dan anggota keluarga yang lebih mudah untuk
memastikan apakah ada atau tidaknya kista ginjal yang gejalanya tidak
terlihat (asymptomatic).
4. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dan dapat
mengidentifikasi kistik ginjal yang memiliki ukuran diameter 3 mm. MRI
dilakukan untuk melakukan screening pada pasien polikistik ginjal
autosomal dominan (ADPKD) yang anggota keluarganya memiliki
riwayat aneurisma atau stroke.
5. Computed tomography (CT)
Sensitifitasnya sama dengan MRI tetapi CT menggunakan media kontras.
6. Biopsi
Biopsi ginjal ini tidak dilakukan seecara rutin dan dilakukan jika
diagnosis tidak dapat ditegagkan dengan pencitraan yang telah dilakukan.

F. Penatalaksanaan Medik
Pengobatan dan Perawatan termasuk:
1. Antibiotik untuk infeksi.
2. Hidrasi yang memadai untuk menjaga keseimbangan cairan.
3. Drainase bedah abses kistik atau perdarahan retroperitoneal.
4. Operasi untuk sakit keras (gejala umum) atau analgesik untuk sakit perut.
5. Dialisis atau transplantasi ginjal untuk gagal ginjal yang progresif.
6. Nefrektomi tidak dianjurkan (penyakit ginjal polikistik terjadi bilateral,
dan infeksi bisa kambuh di ginjal yang tersisa) (Merkle, Carrie J. 2005).

Keperawatan dan manajemen kolaboratif penyakit ginjal polikistik.


Ada pengobatan nospecific untuk PKD. Sebuah Tujuan utama dari pengobatan
adalah untuk mencegah atau mengobati infeksi saluran kemih . Nefrektomi
mungkin diperlukan, perdarahan, atau infeksi kronis, masalah yang serius.
Dialisis dan transplantasi ginjal mungkin diperlukan untuk mengobati End
Stage Kidney Disease (ESKD) .
Ketika mulai mengalami gagal ginjal yang progresif, intervensi rasa sakit pada
fungsi ginjal utama yang tersisa. Ukuran keperawatan yang digunakan untuk
pengelolaan ESKD termasuk pembatasan modifikasi diet cairan, obat-obatan
(misalnya, anti hipertensi), dan bantuan untuk pasien dan keluarga dalam
menghadapi proses penyakit kronis dan masalah keuangan.
Therapy for Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease (ADPKD)
Saat ini, umumnya bersifat suportif, karena belum ada satu teraoi yang
terbukti dapat mencegah penurunan fungsi ginjal. Petunjuk Joint National
Committee (JNC) VII menganjurkan control hipertensi dengan tekanan darah
target sebesar 130/85 mmHg atau kurang; namun, tekanan yang lebih rendah
dilaporkan dapat memperlambat penurunan fungsi ginjal. Sering diperlukan
pemberian multi obat yang mencakup obat yang menghambat system rennin-
angiotensin. Belum ada bukti kuat untuk menganjurkan diet rendah protein,
khususnya pada oasien dengandisfungsi ginjal tahap lanjut sehingga status gizi
perlu dibuat optimal. Anti mikroba larut lemak, misalnya trimetoprim-
sulfametoksazol dan kuinolon yang memiliki permeabilitas jaringan yang
baik, merupakan terapi pilihan untuk kista ginjal dan hati yang terinfeksi.
Untuk mengatasi nyeri kadang diperlukan drainase kista atau aspirasi
perkuitis, skleroterapi dengan alcohol, atau, yang jarang, drainase secara
bedah. Pasien dengan ADPKD tampaknya memiliki kesintasan yang lebih
baik pada dialysis peritoneum atau hemodialisis dibandingkan dengan pasien
PGSA oleh kausa lain. Mereka yang menjalani transplantasi ginjal mungkin
memerlukan nefroktomi bilateral jika ginjal sangat membesar atau kista
ginjalnya terinfeksi. Agka kesintasan pascatransplantasi seruoa dengan pada
pasien gagal ginjal oleh kausa lain, tetapi pasien beresiko mengalami penyulit
ADPKD di luar ginjal. Studi-studi pada hewan model untuk penyakit kistik
herediter member harapan tentang strategi pengobatan, termasuk antagonis
reseptor vasopressin V2 yang menekan pertumbuhan kista dengan menurunkan
cAMP intrasel dan inhibitor sinyal sel yang menargetkan reseptor factor
pertumbuhan epidermis tirosin kinase untuk mengendalikan proliferasi sel.
Therapy Autosomal Reseccive Polycystic Kidney Disease (ARPKD)
Belum ada terapi spesifik untuk ARPKD. Perbaikn dalam ventilasi mekanis,
terapi penunjang neonates, penanganan tekanan darah, dialysis, dan
transplantasi ginjal menyebabkan banyak pasien yang bertahan hidup hingga
dewasa. Penyulit fibrosis ati mungkin mengharuskan dilakukannya
transplantasi hati. Di massa mendatang, terapi mungkin ditujukan kepada
mekanisme sel sinyal yang menyimpan, seperti pada ADPKD (Jameson,
J.Larry, 2012).

G. Komplikasi
1. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan komplikasi umum dari penyakit ginjal
polikistik. Jika tidak diobati, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan
kerusakan lebih lanjut ke ginjal dan meningkatkan risiko penyakit jantung
dan stroke.
2. Hilangnya fungsi ginjal
Hilangnya progresif fungsi ginjal adalah salah satu komplikasi yang
paling serius dari penyakit ginjal polikistik. Hampir setengah dari mereka
yang menderita penyakit gagal ginjal memiliki pada usia 60. Jika Anda
memiliki tekanan darah tinggi atau darah atau protein dalam urin Anda,
Anda memiliki risiko lebih besar dari gagal ginjal. Penyakit ginjal
polikistik menyebabkan ginjal secara bertahap kehilangan kemampuan
mereka untuk menghilangkan limbah dari darah dan menjaga
keseimbangan tubuh cairan dalam tubuh dan bahan kimia. Sebagai kista
membesar, mereka menghasilkan tekanan dan mempromosikan jaringan
parut di daerah normal yang tidak terpengaruh dari ginjal. Ini hasil efek
dalam tekanan darah tinggi dan mengganggu kemampuan ginjal untuk
menjaga limbah dari bangunan ke tingkat beracun, suatu kondisi yang
disebut uremia. Saat penyakit bertambah parah, stadium akhir ginjal dapat
menyebabkan kegagalan pada fungsi ginjal. Ketika stadium akhir gagal
ginjal terjadi, Anda akan membutuhkan dialisis ginjal yang sedang
berlangsung atau transplantasi untuk memperpanjang hidup Anda.
3. Pertumbuhan kista di hati
Kemungkinan mengembangkan kista hati untuk seseorang dengan
penyakit ginjal polikistik meningkat dengan usia. Sementara kedua pria
dan wanita mengalami kista, perempuan sering mengalami kista lebih
besar. Pertumbuhan kista dapat dibantu oleh hormon wanita.
4. Pengembangan suatu aneurisma di otak
Pembesaran lokal dari suatu arteri di otak anda dapat menyebabkan
perdarahan (hemorrhage) jika pecah. Orang dengan penyakit ginjal
polikistik memiliki resiko lebih tinggi dari aneurisma, terutama yang lebih
muda dari usia 50. Risiko lebih tinggi jika Anda memiliki riwayat
keluarga yang terkena aneurisma atau jika Anda memiliki tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol.
5. Kelainan katup jantung
Sebanyak seperempat orang dewasa dengan penyakit ginjal polikistik
mengembangkan prolaps katup mitral. Ketika ini terjadi, katup tidak lagi
menutup dengan benar, yang memungkinkan darah bocor ke belakang.
6. Masalah Colon
Kelemahan dan kantong atau kantung di dinding usus (diverticulosis)
dapat berkembang pada orang dengan penyakit ginjal polikistik.
7. Sakit kronis
Nyeri merupakan gejala yang umum untuk orang dengan penyakit ginjal
polikistik. Hal ini sering terjadi di sisi atau belakang. Rasa sakit juga
dapat dikaitkan dengan infeksi saluran kemih atau batu ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Ignatavicius, Workman.2013.Medical Surgical Nursing. Assessment and


Management of Clinical Problems Ninth Edition. St. Louis: Mosby
Jameson, J.Larry & Joseph Loscalzo. 2013. Harison Nefrologi Asam-Basa. EGC :
Jakarta
Lewis, Sharon L. 2014. Medical Surgical Nursing: Assessment and Management
of Clinical Problems edisi.9 Volume II.ELSEVIER
Merkle, Carrie J. 2005. Handbook of Pathophysiolgy second edition.
OCallagha, Chris. 2007. At a Glance Sistem Ginjal. Erlangga : Jakarta
Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. EGC : Jakarta.
Suryo, Ir. 2008. Genetika Strata 1. Cet 12. Gajah Mada University: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai