Pada hari ini tanggal 14 Februari 2017 di Wahana RSUD Karawang telah dipresentasikan
portofolio oleh :
Nama : dr. Liana Herdita Santoso
Kasus : Medik
Topik : Atrial fibrilasi
Nama Pendamping : dr.
Nama Wahana : RSUD Karawang
No Nama Peserta Tanda tangan
1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping
Tujuan :
Untuk menegakkan diagnosis
Manajemen penatalaksanaan
Bahan bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & diskusi Email Pos
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Arthritis
Rematisme
Hipertensi Ibu
Jantung Ibu
Ginjal
Lambung
Kesadaran : apatis
Berat badan : 43 kg
Habitus : astenicus
Suhu : 36,8C
Aspek Kejiwaan
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Mulut
Leher
Dada
Bentuk : Simetris
Paru
Depan Belakang
Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Inspeksi
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Tidak ada benjolan, tidak ada Tidak ada benjolan, tidak ada
Palpasi nyeri tekan. Vokal fremitus nyeri tekan. Vokal fremitus
kiri=kanan kiri= kanan.
Jantung
Auskultasi BJ I-II ireguler murni, tidak ada murmur, tidak ada gallop, pulsus
deficit +, afterload +.
Pembuluh darah
Abdomen
Anggota gerak
Kanan Kiri
Lengan
Kekuatan +5 +5
Luka - -
Varises - -
Kekuatan +5 +5
Edema - -
Lain lain - -
Refleks
Bisep + +
Refleks
Trisep + +
tendon
Patella + +
Achilles + +
Refleks kulit + +
Refleks patologis - -
5. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 18 juli 2014 jam 19.17
Segmen 72 50-70
Limposit 16 25-40
Monosit 8 2-8
Eosin 4 2-4
Trombosit: Cukup
Kimia darah Hasil Nilai Rujukan
Diabetes
Fungsi Hati
Ginjal- Hipertensi
Kriteria:
- Laju : laju 75-125 x/menit
- Irama : irama ventrikel tidak teratur
- Gelombang P :Tak dapat diidentifikasi
- Interval : tidak dapat dihitung
- Gelombang QRS :Normal
Tanggal 19 juli 2014
Hemostasis
Kimia darah
Elektrolit
Ginjal- hipertensi
Lemak
EKG:
RADIOLOGI
COR: Tampak membesar (CTR75%) apex tampak tertahan di diafragma, pinggang
jantung tampak menonjol.
Kesan:
EKG
Urin lengkap
Ph 6.5 5-8
Protein 2+ Negative
Urobilinogen OK <1EU/dl
Nitrit 2+ Negative
Darah 2+ Negative
Sedimen/mikroskopik
Bakteri Banyak
EKG
Tanggal 22 juli 2014
Ekokardiografi
Deskripsi
Kesimpulan
Normokinetik global
LVEDP kesan tidak tinggi
Kontraktilitas RV baik
Doppler karotis
Deskripsi
Kesimpulan
CT-scan kepala
Dilakukan CT scan kepala potongan axial dengan ketebalan 5 & 10 mm. scaning tanpa
kontras
6. Follow up
19 juli 2014 S: pasien sulit diajak komunikasi, sesak nafas +, demam
Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+
Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan-, timpani,
bising usus normoperistaltik
Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+
Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan-, timpani,
bising usus normoperistaltik
21 juli 2014 S: pasien pusing berputar, mual, tidak muntah, masih sulit komunikasi,
nafsu makan turun.
Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+
Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan-, timpani,
bising usus normoperistaltik
22 juli 2014 S: pusing berputar, mual, tidak muntah, bicara masih ngelantur atau sulit di
ajak komunikasi, lebih banyak tidur.
TTV: TD: 150/100 mmHg, HR: 88x/menit ireguler, RR: 22x/menit suhu:
36,8oc
Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+
Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan-, timpani,
bising usus normoperistaltik
TTV: TD: 120/80 mmHg, HR: 84x/menit ireguler, RR: 22x/menit suhu:
37,3oc
Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+
Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan epigastrium
+, timpani, bising usus normoperistaltik
24 juli 2014 S: pasien merasakan panas di dada, nyeri tidak ada, terdapat sesak nafas,
pusing berputar, mual, tidak muntah, pasien tampak gelisah, pasien sulit
diajak komunikasi atau tampak apatis, mata sebelah kanan lebih menutup,
urin dalam kateter berdarah.
TTV: TD: 140/90 mmHg, HR: 88x/menit ireguler, RR: 22x/menit suhu:
36,5oc
Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+
Daftar Pustaka:
1. Campbell, Brendan. 2007. Abdominal exploration. http://www.TauMed.com
3. Khan, Nawas Ali. 2207. Liver Trauma. Chairman of Medical Imaging, Professor of
Radiology, NGHA, King Fahad Hospital, King Abdul Aziz Medical City Riyadh, Saudi
Arabia. http://www.emedicine.com
10. Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency Medicine,
Charles Drew University / UCLA School of Medicine. http://www.emedicine.com
11. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.
Hasil Pembelajaran :
a. Definisi Trauma Tumpul Abdomen
b. Anatomi abdomen
c. Etiologi Trauma Tumpul Abdomen
d. Klasifikasi Trauma Tumpul Abdomen
e. Pathogenesis Trauma Tumpul Abdomen
f. Gambaran Klinis Trauma Tumpul Abdomen
g. Diagnosis Trauma Tumpul Abdomen
h. Penatalaksanaan Trauma Tumpul Abdomen
Pasien juga mengeluhkan sesak napas dan nyeri dada setelah kecelakaan.
2. Obyektif
Pasien datang dalam keadaan compos mentis dengan tekanan darah 100/70. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya eksoriasi pada dada 5cm, pada abdomen
ditemukan eksoriasi 5cm didaerah epigastrium, teraba distensi, nyeri tekan hampir
seluruh lapang perut dan bising usus menurun
3. Assessment
Definisi
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam
rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi
(perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas
pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di
bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ
berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering
terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan
suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan
mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen
paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%).
Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang
paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.
Anatomi
Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian
atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen
dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing-masing
garis vertikal melalui pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis.
Garis horizontal yang atas merupakan bidang subcostalis, yang mana menghubungkan titik
terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal yang bawah merupakan bidang
intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak
setinggi corpus vertebrae lumbalis V.
Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas : regio hypochondrium
kanan, regio epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada abdomen bagian tengah : regio
lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio lumbalis kiri. Pada abdomen bagian bawah : regio
iliaca kanan, regio hypogastrium dan regio iliaca kiri.
Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga
sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dab kecil.
Batasan batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul
besar. Di depan dan kedua sisi, otot otot abdominal, tulang tulang illiaka dan iga iga
sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus
besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan
bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak
dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar
suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari
ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran
torasika terletak didalam abdomen. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum
dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan
adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati,
limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada
abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :
Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra
atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen,
hati, ginjal) terancam.
Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-
abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga.
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul menciderai
usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala burning epigastric pain yang
diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar
dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya.
Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian
punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam
pemeriksaan Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus dua belas
jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen dengan
ditemukannya udara dalam retroperitoneal.
Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen.
Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan
bermotor meliputi :kejadian apa, dimana, kapan terjadinya dan perkiraan arah dari datangnya
ruda paksa tersebut. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting.
Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan, defans
muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda penting. Sifat nyeri,
cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan,
suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan
tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.
Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik
meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
- Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya
kemungkinan kerusakan organ di bawahnya.
- Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan
adanya pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.
- Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal
maka kemungkinan adanya peritonitis.
- Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus
selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.
- Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma
diafragma.
- Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding perut
abdomen akibat peritonitis.
- Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ
yang mengalami trauma atau adanya peritonitis.
- Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut
yang berarti terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus.
- Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis umum.
- Adanya Shifting dullness menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga perut,
berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.
Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat
fraktur pelvis, dan tinja harus dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus
rektal penting untuk menentukan status neurology pasien dan palpasi high-riding
prostate mengarah pada trauma salurah kemih.
- Digunakan jarum yang cukup besar dan panjang, misalnya jarum spinal no. 18 20.
- Sesudah jarum masuk ke rongga perut pada titik kontra Mc Burney, lalu diaspirasi.
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan darah dan urin (meliputi urinalisa, toksikologi urin, dan pada wanita
dilakukan tes kehamilan).
- Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau usus.
Tingkat elevasi dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau campuran
penyebab non traumatic (alcohol, narkotik, obat-obat yang lain). Amylase atau lipase
mungkin berkurang karena iskemi pancreas akibat hipotensi sistemik yang disertai
trauma. Akan tetapi, hiperamilasemia atau hiperlipasemia meningkatkan sugesti trauma
intra-abdominal dan sebagai indikasi radiografi dan pembedahan.
Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah menilai kestabilan
hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi yang cepat harus
ditegakkan untuk mengetahui adanya hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui dengan DPL
atau FAST scan. Pemeriksaan radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat
pemeriksaan fisik dilakukan.
Radiografi
Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur hemidiafragma
atau pneumoperitonium.
Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari tulang thoracolumbar.
Mengetahui fraktur costa dapat memperkirakan kemungkinan organ yang terkena trauma.
Tampak udara bebas intra intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari
perforasi duodenal.
Ultrasonografi
Pemeriksaan FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan
hemoperitonium. Meskipun, deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor
seperti lokasi trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan jumlah cairan bebas.
Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang. Lokasi tersebut
adalah perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis. Penggambaran perikardial digunakan
lubang subcosta atau transtoraksis. Memberikan 4 bagian penggambaran jantung dan dapat
mendeteksi adanya hemoperikardium yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput viseral dan
parietal perikardial. Perihepatik menunjukkan gambar bagian dari liver, diafragma, dan ginjal
kanan. Menampakkan cairan pada ruang subphrenik dan ruang pleura kanan. Perisplenik
menggambarkan splen dan ginjal kiri dan menampakkan cairan pada ruang pleura kiri dan
ruang subphrenik. Pelvis menggambarkan penggunaan vesika urinaria sebagai lubang
sonografi. Gambar ini dilakukan saat bladder penuh. Pada laki-laki, cairan bebas tampak
sebagai area tidak ekoik (warna hitam) pada celah rektovesikuler. Pada wanita, akumulasi
cairan pada cavum Douglas, posterior dari uterus.
Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST positif memerlukan CT scan untuk
menentukan sebab dan luasnya kerusakan.
Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan observasi,
pemeriksaan abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST.
Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan diagnosis
yang meragukan untuk penanganan dokter.
CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT scan abdomen
dapat menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan, fraktur vertebra dan pelvis dan
kerusakan pada cavum toraks.
Memberikan gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem genitourinarius. Gambar
dapat membantu banyak jumlah darah dalam abdomen dan dapat menunjukkan organ dengan
teliti.
Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya yang rendah untuk diagnostik trauma diafragma,
pancreas, dan organ berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan memerlukan kontras oral
atau intravena, yang menyebabkan reaksi yang merugikan.
Prosedur Diagnostik :
Diagnostic peritoneal lavage
DPL diindikasikan untuk trauma tumpul pada (1) pasien dengan trauma tulang belakang, (2)
dengan trauma multiple dan syok yang tidak diketahui, (3) Pasien intoksikasi yang mengarah
pada trauma abdomen, (4) Pasien lemah dengan kemungkinan trauma abdomen, (5) pasien
dengan potensial trauma intra-abdominal yang akan menjalani anestesi dalam waktu lama
untuk prosedur yang lain
Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal. Meliputi metode open,
semiopen dan closed. Metode open memerlukan insisi kulit infraumbilikal sampai dan
melewati linea alba. Peritoneum dibuka dan kateter diletakkan langsung. Metode semiopen
hampir sama hanya peritoneum tidak dibuka dan kateter melalui perkutaneus melalui
peritoneum ke dalam ruang peritoneal. Metode closed memerlukan kateter untuk dipasang di
dalam kulit, subkutan, linea alba dan peritoneum.
Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan aspirasi 10 mL
darah sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih dari 100.000 RBC/mL, lebih
dari 500 WBC/mL, peningkatan amylase, empedu, bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL
darah dibutuhkan dalam peritoneum untuk menghasilkan DPL positif secara mikroskopik.
DPL di tunjukkan pada beberapa studi mempunyai akurasi diagnostik 98-100%, sensivitas 98-
100% dan spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan termasuk sensitivitas tinggi,
interpretasi cepat, dan segera. Positif palsu dapat terjadi jika jalan infraumbilikal digunakan
pada pasien fraktur pelvis. Sebelum dilakukan DPL, vesica urinaria dan lambung harus di
dekompresi.
Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan (pemeriksaan FAST,
CT scan), peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi pasien trauma yang tidak stabil yang hasil
FAST negative atau tidak jelas.
Penatalaksaan
Terapi Medis
Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support merupakan
latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang belakang,
pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol
perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan risiko mengalami kemunduran yang
progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk pusat trauma atau
fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas, menempatkan jalur
intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan transport. Prioritas selanjutnya
pada primary survey adalah penilaian status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien
dengan trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena perdarahan.
Volume resusitasi yang efektif dengan mengontrol darah yang keluar infuse larutan kristaloid
melalui 2 jalur. Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien
menggunakan Glasgow Coma Scale. Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap
bersih, kering, hangat. Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai
indikasi dalam pemeriksaan fisik.
Terapi Pembedahan
Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda peritonitis,
perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama observasi, dan adanya
hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST dan DPL.
Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi
pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan darah dan
bekuan darah, membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler. Kerusakan
pada lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan
terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk
evaluasi seluruh isi abdomen.
Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi. Jangan
memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau
menghentikan kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan,
selanjutnya menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat.
Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan laparotomy dengan teliti dengan mengatasi
seluruh struktur kerusakan.
Follow-Up :
Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi pemeriksaan fisik.
Peningkatan temperature atau respirasi menunjukkan adanya perforasi viscus atau
pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau
perdarahan intra-abdomen. Perkembangan peritonitis berdasar pada pemeriksaan fisik yang
mengindikasikan untuk intervensi bedah.
Komplikasi
rupture organ
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanya ruptur
pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan
(viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung,
duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang
dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari
usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan
bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli).
Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan peritonitis antara lain:
6. Haus
Tanda-tanda syok
4. Plan
Diagnosis : berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
ini didiagnosis Trauma Tumpul Abdomen.
Pengobatan : Medikamentosa
IVFD 2 line NaCl 0,9% : RL 2: 2/ 24jam
Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj Ranitidin 2 x 15 mg
Inj Ketolorac 3 x 1 amp
Inj as. Tranexamat 3x 1 amp
Non medikamentosa
02 nasal 4 lpm
NGT dan kateter
Laparatomi
Pendidikan : diberikan pemahaman pada pasien dan keluarganya bahwa penyakit ini perlu
ditangani secara menyeluruh oleh dokter ahli.
Konsultasi : perlunya konsultasi dengan spesialis penyakit bedah untuk upaya penanganan
kegawat daruratan dalam penanganan trauma tumpul abdomen
Rujukan : direncakan jika proses berlanjut atau timbul komplikasi dan memerlukan
tindakan pembedahan segera dan fasilitas RS tidak memadai untuk diadakannya
pembedahan cito.