Anda di halaman 1dari 34

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 14 Februari 2017 di Wahana RSUD Karawang telah dipresentasikan
portofolio oleh :
Nama : dr. Liana Herdita Santoso
Kasus : Medik
Topik : Atrial fibrilasi
Nama Pendamping : dr.
Nama Wahana : RSUD Karawang
No Nama Peserta Tanda tangan

1 1.

2 2.

3 3.

4 4.

5 5.

6 6.

7 7.

8 8.

9 9.

10 10.

11 11.

12 12.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Liana Herdita Santoso


Nama Peserta : dr. Liana Herdita Santoso
Nama Wahana : RSUD Karawang
Topik : Atrial fibrilasi
Tanggal (kasus) :
Nama Pasien : Ny. N BR S No. RM : 146333
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :

Tempat Presentasi : RSUD Karawang


Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka


v
Diagnostik Manajemen Masalah b Istimewa
v
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
V
Deskripsi :
Sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit pasien tidak sadarkan diri.

Tujuan :
Untuk menegakkan diagnosis
Manajemen penatalaksanaan
Bahan bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & diskusi Email Pos

Data Pasien: Nama: Ny. N BR S Nomor Registrasi: 146333


Nama RS: RSUD Karawang Telp : Terdaftar sejak :
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
Sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit pasien tidak sadarkan diri. Pasien tidak sadarkan
diri kurang lebih selama 5 menit. Pasien tidak sadarkan diri secara tiba- tiba, pada saat itu
pasien sedang melakukan cuci tangan dengan posisi tubuh berdiri, dan tiba- tiba pasien
terjatuh tidak sadarkan diri. Tidak ada trauma saat terjatuh. Sebelum tidak sadarkan diri,
pasien tidak menunjukkan gejala apapun atau merasa tidak enak badan seperti pusing atau
terdapatnya keringat dingin pada tubuh.
Setelah sadarkan diri, pasien tampak sulit diajak berkomunikasi, pasien tampak gelisah dan
berbicara kacau. Pasien merasakan lemas pada tubuhnya. Pasien merasaka sesak nafas, sesak
nafas timbul setelah pasien tidak sadarkan diri, sesak nafas tidak disertai dengan suara mengi.
Dalam sehari- hari pasien tidak pernah merasakan sesak nafas, pada malam hari atau pada
saat pasien berjalan jauh dan beraktivitas berat. Pasien merasakan dadanya berdebar,
berdebar timbul secara tiba-tiba sebelum pasien tidak sadarkan diri. Berdebar disertai dengan
rasa panas di tengah dada. Terdapat nyeri pada dada, nyeri dirasakan seperti tertekan, nyeri
terletak ditengah dada dan tidak menjalar. Pasien merasakan kepalanya pusing, pusing
berputar. Terdapat mual tetapi tidak terdapat muntah. Pasien tidak terdapat demam. Pasien
tidak merasakan batuk. Buang air besar dalam batas normal, tidak terdapat buang air besar
cair atau berwarna hitam. Buang air kecil normal, warna urin jernih dan tidak terdapat sakit
saat buang air kecil.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Sejak 3 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien pernah mengalami serangan nyeri dada
yang disertai dengan sesak nafas, yang terjadi secara tiba- tiba. Pasien dirawat di ICU, dan
setelah sembuh pasien tidak pernah merasakan gejala nyeri dada atau sesak nafas.
Sejak 10 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien menderita sakit tekanan darah tinggi.
Sakit tekanan diri tidak terkontrol, pasien tidak rutin meminum obat anti tekanan darah
tinggi.
3. Riwayat Keluarga
Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi

Asma

Tuberkulosis

Arthritis

Rematisme
Hipertensi Ibu

Jantung Ibu

Ginjal

Lambung

4. Riwayat pekerjaan dan pendidikan


Pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Pendidikan terakhir pasien adalah D3.
Biaya pengobatan ditanggung oleh Jamkesmas. Kesan ekonomi kurang.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan umum

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : apatis

Tinggi badan : 154 cm

Berat badan : 43 kg

Habitus : astenicus

IMT : 43: (1,54)2= 18.14

Tekanan darah : 160/100 mmHg,

Nadi : 98 x/menit, ireguler

Suhu : 36,8C

Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 24 x/menit (torakoabdominal)

Keadaan gizi : kurang

Sianosis : tidak ada

Udema umum : tidak ada

Cara berjalan : sulit dinilai


Mobilisasi(aktif/pasif) : pasif

Umur menurut perkiraan pemeriksa : sesuai umur

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku: wajar/gelisah/tenang/hipoaktif/hiperaktif

Alam perasaan: biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah

Proses pikir: wajar/cepat/gangguan waham/fobia/obsesi

Kulit

Warna : coklat Effloresenasi : tidak ada

Jaringan parut : tidak ada Pigmentasi : tidak ada

Pertumbuhan rambut : tidak merata Pembuluh darah : terlihat

Suhu raba : Hangat Lembab / kering : lembab

Keringat : Umum: - Turgor : normal

Setempat: - Ikterus : Tidak ada

Lapisan lemak : Tipis Edema : tidak ada

Kelenjar getah bening

Submandibula : Tidak teraba membesar Leher : Tidak teraba


membesar

Supraklavikula : Tidak teraba membesar Ketiak : Tidak teraba


membesar

Lipat paha : Tidak teraba membesar

Kepala

Ekspresi wajah : Wajar

Simetri muka: Simetris


Rambut : Tidak merata, warna rambut hitam terdapat putih

Mata

Exophthalmus : tidak ada Enopthalmus : Tidak ada

Kelopak : normal Lensa : Jernih

Konjungtiva : tidak anemis Visus : Tidak dilakukan

Sklera : tidak ikterik Gerakan mata : Normal ke segala arah

Lapangan penglihatan : Sulit dinilai Tekanan bola mata: Normal

Deviatio konjungae : Tidak ada Nystagmus : Tidak ada

Telinga

Tuli : Tidak Selaput pendengaran : tidak dilakukan pemeriksaan

Lubang : Lapang Penyumbatan : Tidak ada

Serumen : Tidak ada Perdarahan : Tidak ada

Cairan: Tidak ada

Mulut

Bibir : Tidak sianosis Tonsil : Tidak hiperemis, T1-T1

Langit-langit: Utuh Bau pernapasan : Tidak ada bau

Gigi geligi : Utuh Trismus: Tidak ada

Faring : Tidak hiperemis Selaput lendir : Tidak hiperemis

Lidah: Tidak kotor

Leher

Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5+2 cmH2O

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar


Kelenjar Limfe : Tidak teraba

Dada

Bentuk : Simetris

Buah dada : Tidak ada kelainan

Paru

Depan Belakang

Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Inspeksi
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Tidak ada benjolan, tidak ada Tidak ada benjolan, tidak ada
Palpasi nyeri tekan. Vokal fremitus nyeri tekan. Vokal fremitus
kiri=kanan kiri= kanan.

Kiri Sonor Sonor


Perkusi
Kanan Sonor Sonor

Vesikule , Rhonki (-), Vesikuler, Rhonki (-),


Kiri
Wheezing (-) Wheezing (-)
Auskultasi
Vesikuler, Rhonki (-), Vesikuler, Rhonki (-),
Kanan
Wheezing (-) Wheezing (-)

Jantung

Inspeksi Ictus cordis tidak tampak

Palpasi Ictus cordis teraba pada linea midcavicula kiri ICS V

Perkusi Batas atas : Linea sternal kiri ICS II


Batas kiri : 3 cm ke lateral dari midclav kiri

Batas kanan : Linea sternal kanan.

Auskultasi BJ I-II ireguler murni, tidak ada murmur, tidak ada gallop, pulsus
deficit +, afterload +.

Pembuluh darah

Arteri Temporalis : Teraba pulsasi

Arteri Karotis : Teraba pulsasi

Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi

Arteri Radialis : Teraba pulsasi

Arteri Femoralis : Teraba pulsasi

Arteri Poplitea : Teraba pulsasi

Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi

Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

Abdomen

Tampak datar, tidak ada benjolan, tidak tampak


Inspeksi
peristaltik usus

terdapat nyeri tekan +. Tidak teraba pembesaran organ,


tidak terdapat murphy sign.
Palpasi

Perkusi Timpani +, pekak berpindah -

Auskultasi Bising usus normoperistaltik

Anggota gerak
Kanan Kiri

Lengan

Tonus Normotonus Normotonus


Otot
Massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Normal Normal

Gerakan aktif aktif

Kekuatan +5 +5

Lain lain (-) (-)

Tungkai dan kaki

Luka - -

Varises - -

Tonus Normotonus Normotonus


Otot
Massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Normal Normal

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Edema - -

Lain lain - -

Refleks

Bisep + +
Refleks
Trisep + +
tendon
Patella + +
Achilles + +

Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks kulit + +

Refleks patologis - -

5. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 18 juli 2014 jam 19.17

HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin ( Hb) 11.8 11-15 g/dl

Hematokrit 35.8 37- 54

Eritrosit 4.27 3.5-5.5 juta/ L

Trombosit 173 150-350 ribu/ L

Lekosit 5690 5000-10000 ribu/ L

Segmen 72 50-70

Limposit 16 25-40

Monosit 8 2-8

Eosin 4 2-4

MCHC 33.0 31-36 g/ dL

MCH 27.6 27-32 pg

MCV 83.8 77-94 fl

MPV 10.0 6-12

Gambaran Eritrosit: Normal

Trombosit: Cukup
Kimia darah Hasil Nilai Rujukan

Diabetes

Glukosa sewaktu 140 70- 200 mg/dl

Fungsi Hati

SGOT 27 <32 u/l

SGPT 14 9-43 u/l

Ginjal- Hipertensi

Creatinin 0.88 <1.1 mg/ dl

EKG Tanggal 18 juli 2014

Kriteria:
- Laju : laju 75-125 x/menit
- Irama : irama ventrikel tidak teratur
- Gelombang P :Tak dapat diidentifikasi
- Interval : tidak dapat dihitung
- Gelombang QRS :Normal
Tanggal 19 juli 2014

Hematologi Hasil Nilai rujukan

Hemostasis

D Dimer Negatif <200 ng/dl

PT 12.7 9.7-13.1 detik

APTT 29.8 25-42.1 detik

Kimia darah
Elektrolit

Na 140 137-150 meq/L

K 3.3 3.6-5.2 meq/L

Calcium 9.14 8.6-10.2 mg/dl

Ginjal- hipertensi

Asam urat 6.17 2.4-5.7 mg/dl

Lemak

Cholesterol Total 174 <200 mg/dl

HDL 61 >45 mg/dl

LDL direk 113 <100 mg/dl

Trigliserid 52 <150 mg/dl

EKG:

RADIOLOGI
COR: Tampak membesar (CTR75%) apex tampak tertahan di diafragma, pinggang
jantung tampak menonjol.

Aorta: kalsifikasi dinding arcus aorta

Sinuses & diafragma tampak normal

Pulmo: tidak tampak infiltrate/ cranialisasi

Kesan:

Gambaran cardiomegaly (susp. Dilatasi LV, LA) & atherosclerosis aorta

Pulmo tampak masih dalam batas normal.

Tanggal 20 juli 2014

EKG

Tanggal 21 juli 2014

Urin lengkap

Warna Kuning/ keruh

Gula Negative Negative

Bilirubin Negative Negative


Keton 1+ Negative

Berat jenis 1.015 1.003-1.030

Ph 6.5 5-8

Protein 2+ Negative

Urobilinogen OK <1EU/dl

Nitrit 2+ Negative

Darah 2+ Negative

Lekosit Negative Negative

Sedimen/mikroskopik

Lekosit 2-4 3-5

Eritrosit 9-14 1-3

Epithel squameus Sedikit

Bakteri Banyak

EKG
Tanggal 22 juli 2014

Ekokardiografi

Deskripsi

Dimensi ruang jantung : dilatasi ringan RA

Kontraktilitas LV : baik, EF 86%

Kontraktilitas RV : baik, TAPSE 2 cm

Analisa segmental : normokinetik global (AF)

Katub aorta : 3 kuspis, AR trival

Katub Mitral : MR mild (jet ke posterior), PML pendek, AML tebal

Katub tricuspid : TR mild, TVG 26mmHg

Katub pulmonal : normal

E/A-AF; DT 235 ms; eRAP 8 mmHg

Kesimpulan

Kontraktilitas LV baik, EF 86% (Teich)

Normokinetik global
LVEDP kesan tidak tinggi

MR mild, TR mild, PH mild

Kontraktilitas RV baik

Doppler karotis

Deskripsi

CCA kiri : PSV 38,3 cm/s/IMT 0,7 mm

CCA kanan : PSV 58,3 cm/s/IMT 0,7 mm

ICA kiri : PSV 41,1 cm/s

ICA kanan : PSV 38,9 cm/s

Vertebralis kiri : Flow antegarde

Vertebralis kanan :Flow antegrade

Kesimpulan

Plaque kecil stabil di proksimal ICA kanan dan kiri

Normal flow arteri kanan dan kiri

Normal flow arteri vertebralis kanan dan kiri


EKG
Tanggal 23 juli 2014

CT-scan kepala

Dilakukan CT scan kepala potongan axial dengan ketebalan 5 & 10 mm. scaning tanpa
kontras

- Sulci & gyri corticalis tampak normal


- Tampak lesi hipodens & hiperdens inhomogen, bulat dengan batas tidak tegas
didaerah cerebellum sinistra yang mendesak vermis cerebella & ventrikel IV ke sisi
dextra
- Ventrikel lateralis & ventrikel III tampak melebar
- Tidak tampak banyangan lesi hipo/hiperdens patologis di daerah cerebri

Kesan: susp massa inhomogn intracerebelli sinistra disertai hydrocephalus obstructive.

6. Follow up
19 juli 2014 S: pasien sulit diajak komunikasi, sesak nafas +, demam

Ku: tampak sakit berat, kes: apatis

TTV: TD:160/100mmHg, HR 85x/menit ireguler, RR: 22x/menit, suhu:


36,8oc
Mata: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher: faring tidak hiperemis, KGB tidak membesar, trakea ditengah

Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+

Jantung: BJ I,II ireguler, murni, gallop -, murmur

Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan-, timpani,
bising usus normoperistaltik

Eks: oedem-, akral hangat..

20 juli 2014 S: pasien sulit diajak komunikasi, sesak nafas +, demam

Ku: tampak sakit berat, kes: apatis

TTV: TD:160/100mmHg, HR 85x/menit ireguler, RR: 22x/menit, suhu:


36,3oc

Mata: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher: faring tidak hiperemis, KGB tidak membesar, trakea ditengah

Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+

Jantung: BJ I,II ireguler, murni, gallop -, murmur

Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan-, timpani,
bising usus normoperistaltik

Eks: oedem-, akral hangat.

21 juli 2014 S: pasien pusing berputar, mual, tidak muntah, masih sulit komunikasi,
nafsu makan turun.

Ku: tampak sakit berat, kes: apatis


TTV: TD: 140/90 mmHg, HR: 84x/menit ireguler, RR: 20x/menit suhu:
35,8oc

Mata: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher: faring tidak hiperemis, KGB tidak membesar, trakea ditengah

Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+

Jantung: BJ I,II ireguler, murni, gallop -, murmur

Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan-, timpani,
bising usus normoperistaltik

Eks: oedem-, akral hangat.

22 juli 2014 S: pusing berputar, mual, tidak muntah, bicara masih ngelantur atau sulit di
ajak komunikasi, lebih banyak tidur.

Ku: tampak sakit berat, kes: apatis

TTV: TD: 150/100 mmHg, HR: 88x/menit ireguler, RR: 22x/menit suhu:
36,8oc

Mata: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher: faring tidak hiperemis, KGB tidak membesar, trakea ditengah

Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+

Jantung: BJ I,II ireguler, murni, gallop -, murmur

Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan-, timpani,
bising usus normoperistaltik

Eks: oedem-, akral hangat.


23 juli 2014 S: pasien merasakan panas di dada, nyeri tidak ada, terdapat sesak nafas,
pasien tampak gelisah, pasien sulit diajak komunikasi atau tampak apatis,
mata sebelah kanan lebih menutup, urin dalam kateter berdarah.

Ku: tampak sakit berat, kes: apatis

TTV: TD: 120/80 mmHg, HR: 84x/menit ireguler, RR: 22x/menit suhu:
37,3oc

Mata: mata sebelah kanan lebih menutup, konjungtiva tidak anemis,


skelara tidak ikterik, leher: KGB tidak membesar

Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+

Jantung: BJ I,II ireguler, murni, gallop -, murmur

Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan epigastrium
+, timpani, bising usus normoperistaltik

Eks: oedem-, akral hangat.

24 juli 2014 S: pasien merasakan panas di dada, nyeri tidak ada, terdapat sesak nafas,
pusing berputar, mual, tidak muntah, pasien tampak gelisah, pasien sulit
diajak komunikasi atau tampak apatis, mata sebelah kanan lebih menutup,
urin dalam kateter berdarah.

Ku: tampak sakit berat, kes: apatis

TTV: TD: 140/90 mmHg, HR: 88x/menit ireguler, RR: 22x/menit suhu:
36,5oc

Mata: mata sebelah kanan lebih menutup, konjungtiva tidak anemis,


skelara tidak ikterik, leher: KGB tidak membesar

Paru: simetris saat statis dan dinamis, sonor, SN vesikuler +/+, rh+/+,
wh+/+

Jantung: BJ I,II ireguler, murni, gallop -, murmur


Abd: supel, datar, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan epigastrium
+, timpani, bising usus normoperistaltik

Eks: oedem-, akral hangat.

Daftar Pustaka:
1. Campbell, Brendan. 2007. Abdominal exploration. http://www.TauMed.com

2. Gordon, Julian. 2006. Trauma Urogenital. http://www.emedicine.com

3. Khan, Nawas Ali. 2207. Liver Trauma. Chairman of Medical Imaging, Professor of
Radiology, NGHA, King Fahad Hospital, King Abdul Aziz Medical City Riyadh, Saudi
Arabia. http://www.emedicine.com

4. Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plus


http://medlineplus.gov/

5. Nestor, M.D. 2007. Blunt Abdominal Trauma

6. Odle, Teresa. 2007. Blunt Abdominal Trauma. http://www.emedicine.com

7. Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Fakultas Kedokteran Universitas


Brawijaya. Malang

8. Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department of Emergency Medicine,


Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas City School of
Medicine. http://www.emedicine.com

9. Snell, Richard. 1997. Anatomi Klinik Bagian 1. EGC. Jakarta

10. Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency Medicine,
Charles Drew University / UCLA School of Medicine. http://www.emedicine.com

11. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.

Hasil Pembelajaran :
a. Definisi Trauma Tumpul Abdomen
b. Anatomi abdomen
c. Etiologi Trauma Tumpul Abdomen
d. Klasifikasi Trauma Tumpul Abdomen
e. Pathogenesis Trauma Tumpul Abdomen
f. Gambaran Klinis Trauma Tumpul Abdomen
g. Diagnosis Trauma Tumpul Abdomen
h. Penatalaksanaan Trauma Tumpul Abdomen

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif
Telah diperiksa seorang laki laki usia 33 tahun dengan keluhan nyeri perut sejak 1 jam
yang lalu setelah perut terbentur stir motor dan aspal.

Pasien juga mengeluhkan sesak napas dan nyeri dada setelah kecelakaan.

Pasien sempat kehilangan kesadaran selama 10 menit.

2. Obyektif
Pasien datang dalam keadaan compos mentis dengan tekanan darah 100/70. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya eksoriasi pada dada 5cm, pada abdomen
ditemukan eksoriasi 5cm didaerah epigastrium, teraba distensi, nyeri tekan hampir
seluruh lapang perut dan bising usus menurun

3. Assessment
Definisi

Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam
rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi
(perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas
pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di
bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ
berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering
terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan
suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan
mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen
paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%).
Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang
paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.

Anatomi

Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian
atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen
dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing-masing
garis vertikal melalui pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis.
Garis horizontal yang atas merupakan bidang subcostalis, yang mana menghubungkan titik
terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal yang bawah merupakan bidang
intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak
setinggi corpus vertebrae lumbalis V.

Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas : regio hypochondrium
kanan, regio epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada abdomen bagian tengah : regio
lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio lumbalis kiri. Pada abdomen bagian bawah : regio
iliaca kanan, regio hypogastrium dan regio iliaca kiri.

Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat kuadran dengan


menggunakan satu garis vertikal dan satu garis horisontal yang saling berpotongan pada
umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan
bawah dan kuadran kiri bawah.

Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga
sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dab kecil.

Batasan batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul
besar. Di depan dan kedua sisi, otot otot abdominal, tulang tulang illiaka dan iga iga
sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.

Isi abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus
besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan
bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak
dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar
suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari
ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran
torasika terletak didalam abdomen. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum
dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.
Patofisiologi

Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan
adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati,
limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada
abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :

Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur.


Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat,
organ viseral dan pembuluh darah, khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada
aorta distal yang mengenai tulang torakal dan mengurangi yang lebih cepat dari pada
pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi
yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.

Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra
atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen,
hati, ginjal) terancam.

Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-
abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga.

Ruptur Usus Halus

Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul menciderai
usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala burning epigastric pain yang
diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar
dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya.
Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian
punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam
pemeriksaan Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus dua belas
jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen dengan
ditemukannya udara dalam retroperitoneal.

Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen.
Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan
bermotor meliputi :kejadian apa, dimana, kapan terjadinya dan perkiraan arah dari datangnya
ruda paksa tersebut. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting.
Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan, defans
muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda penting. Sifat nyeri,
cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan,
suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan
tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.

Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik
meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.

Pada inspeksi, perlu diperhatikan :

- Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya
kemungkinan kerusakan organ di bawahnya.

- Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ


apa saja yang dapat mengalami trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner
Sign) atau umbilicus (Cullen Sign) merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal,
tetapi hal ini biasanya lambat dalam beberapa jam sampai hari.

- Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan
adanya pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.

- Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal
maka kemungkinan adanya peritonitis.

Pada auskultasi, perlu diperhatikan :

- Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus
selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.

- Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma
diafragma.

Pada palpasi, perlu diperhatikan :

- Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding perut
abdomen akibat peritonitis.

- Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ
yang mengalami trauma atau adanya peritonitis.

Pada perkusi, perlu diperhatikan :

- Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut
yang berarti terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus.

- Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis umum.

- Adanya Shifting dullness menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga perut,
berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.
Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat
fraktur pelvis, dan tinja harus dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus
rektal penting untuk menentukan status neurology pasien dan palpasi high-riding
prostate mengarah pada trauma salurah kemih.

Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan


tambahan keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam rongga abdomen, terutama bila
jumlah perdarahan masih sedikit, sehingga klinis masih tidak begitu jelas dan sulit ditentukan.
Caranya dapat dilakukan dengan :

- buli- buli dikosongkan, kemudian penderita dimiringkan ke sisi kiri.

- Disinfeksi kulit dengan yodium dan alcohol.

- Digunakan jarum yang cukup besar dan panjang, misalnya jarum spinal no. 18 20.

- Sesudah jarum masuk ke rongga perut pada titik kontra Mc Burney, lalu diaspirasi.

- Dianggap positif bila diperoleh darah minimal sebanyak 0.5 cc

Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan darah dan urin (meliputi urinalisa, toksikologi urin, dan pada wanita
dilakukan tes kehamilan).

- Nilai elektrolit serum, tingkat kreatinin, dan glukosa.

- Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau usus.
Tingkat elevasi dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau campuran
penyebab non traumatic (alcohol, narkotik, obat-obat yang lain). Amylase atau lipase
mungkin berkurang karena iskemi pancreas akibat hipotensi sistemik yang disertai
trauma. Akan tetapi, hiperamilasemia atau hiperlipasemia meningkatkan sugesti trauma
intra-abdominal dan sebagai indikasi radiografi dan pembedahan.

Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah menilai kestabilan
hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi yang cepat harus
ditegakkan untuk mengetahui adanya hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui dengan DPL
atau FAST scan. Pemeriksaan radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat
pemeriksaan fisik dilakukan.

Radiografi

Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur hemidiafragma
atau pneumoperitonium.

Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari tulang thoracolumbar.

Mengetahui fraktur costa dapat memperkirakan kemungkinan organ yang terkena trauma.
Tampak udara bebas intra intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari
perforasi duodenal.

Ultrasonografi

Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan diinterpretasikan positif jika


cairan ditemukan dan negatif jika tidak tampak cairan.

Pemeriksaan FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan
hemoperitonium. Meskipun, deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor
seperti lokasi trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan jumlah cairan bebas.

Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang. Lokasi tersebut
adalah perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis. Penggambaran perikardial digunakan
lubang subcosta atau transtoraksis. Memberikan 4 bagian penggambaran jantung dan dapat
mendeteksi adanya hemoperikardium yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput viseral dan
parietal perikardial. Perihepatik menunjukkan gambar bagian dari liver, diafragma, dan ginjal
kanan. Menampakkan cairan pada ruang subphrenik dan ruang pleura kanan. Perisplenik
menggambarkan splen dan ginjal kiri dan menampakkan cairan pada ruang pleura kiri dan
ruang subphrenik. Pelvis menggambarkan penggunaan vesika urinaria sebagai lubang
sonografi. Gambar ini dilakukan saat bladder penuh. Pada laki-laki, cairan bebas tampak
sebagai area tidak ekoik (warna hitam) pada celah rektovesikuler. Pada wanita, akumulasi
cairan pada cavum Douglas, posterior dari uterus.

Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST positif memerlukan CT scan untuk
menentukan sebab dan luasnya kerusakan.

Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan observasi,
pemeriksaan abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST.

Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan diagnosis
yang meragukan untuk penanganan dokter.

Computed Tomography (CT) Scan

CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT scan abdomen
dapat menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan, fraktur vertebra dan pelvis dan
kerusakan pada cavum toraks.

Memberikan gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem genitourinarius. Gambar
dapat membantu banyak jumlah darah dalam abdomen dan dapat menunjukkan organ dengan
teliti.

Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya yang rendah untuk diagnostik trauma diafragma,
pancreas, dan organ berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan memerlukan kontras oral
atau intravena, yang menyebabkan reaksi yang merugikan.

Prosedur Diagnostik :
Diagnostic peritoneal lavage

DPL diindikasikan untuk trauma tumpul pada (1) pasien dengan trauma tulang belakang, (2)
dengan trauma multiple dan syok yang tidak diketahui, (3) Pasien intoksikasi yang mengarah
pada trauma abdomen, (4) Pasien lemah dengan kemungkinan trauma abdomen, (5) pasien
dengan potensial trauma intra-abdominal yang akan menjalani anestesi dalam waktu lama
untuk prosedur yang lain

Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien membutuhkan laparotomi. Kontraindikasi


relatif meliputi kegemukan, riwayat pembedahan abdomen yang multipel, dan kehamilan.

Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal. Meliputi metode open,
semiopen dan closed. Metode open memerlukan insisi kulit infraumbilikal sampai dan
melewati linea alba. Peritoneum dibuka dan kateter diletakkan langsung. Metode semiopen
hampir sama hanya peritoneum tidak dibuka dan kateter melalui perkutaneus melalui
peritoneum ke dalam ruang peritoneal. Metode closed memerlukan kateter untuk dipasang di
dalam kulit, subkutan, linea alba dan peritoneum.

Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan aspirasi 10 mL
darah sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih dari 100.000 RBC/mL, lebih
dari 500 WBC/mL, peningkatan amylase, empedu, bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL
darah dibutuhkan dalam peritoneum untuk menghasilkan DPL positif secara mikroskopik.

DPL di tunjukkan pada beberapa studi mempunyai akurasi diagnostik 98-100%, sensivitas 98-
100% dan spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan termasuk sensitivitas tinggi,
interpretasi cepat, dan segera. Positif palsu dapat terjadi jika jalan infraumbilikal digunakan
pada pasien fraktur pelvis. Sebelum dilakukan DPL, vesica urinaria dan lambung harus di
dekompresi.

Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan (pemeriksaan FAST,
CT scan), peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi pasien trauma yang tidak stabil yang hasil
FAST negative atau tidak jelas.

Penatalaksaan
Terapi Medis

Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support merupakan
latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang belakang,
pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol
perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan risiko mengalami kemunduran yang
progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk pusat trauma atau
fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas, menempatkan jalur
intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan transport. Prioritas selanjutnya
pada primary survey adalah penilaian status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien
dengan trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena perdarahan.
Volume resusitasi yang efektif dengan mengontrol darah yang keluar infuse larutan kristaloid
melalui 2 jalur. Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien
menggunakan Glasgow Coma Scale. Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap
bersih, kering, hangat. Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai
indikasi dalam pemeriksaan fisik.

Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen

Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan hemodinamik


pasien yang saat ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa, hati
dan limpa. Pada trauma tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat, manajemen
nonoperatif yang selektif menjadi standar perawatan. Angiografi merupakan keutamaan pada
manajemen nonoperatif trauma organ padat pada orang dewasa dari trauma tumpul. Digunakan
untuk kontrol perdarahan.

Terapi Pembedahan

Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda peritonitis,
perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama observasi, dan adanya
hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST dan DPL.

Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi
pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan darah dan
bekuan darah, membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler. Kerusakan
pada lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan
terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk
evaluasi seluruh isi abdomen.

Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi. Jangan
memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau
menghentikan kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan,
selanjutnya menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat.
Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan laparotomy dengan teliti dengan mengatasi
seluruh struktur kerusakan.

Follow-Up :

Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi pemeriksaan fisik.
Peningkatan temperature atau respirasi menunjukkan adanya perforasi viscus atau
pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau
perdarahan intra-abdomen. Perkembangan peritonitis berdasar pada pemeriksaan fisik yang
mengindikasikan untuk intervensi bedah.
Komplikasi
rupture organ

Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanya ruptur
pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan
(viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung,
duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang
dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari
usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan
bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli).

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat


penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur
saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah
organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan
stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari
tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan laparotomi
eksplorasi. Namun pada trauma tumpul seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan
berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan.

Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan peritonitis antara lain:

1. Nyeri perut seperti ditusuk

2. Perut yang tegang (distended)


3. Demam (>380C)

4. Produksi urin berkuran.

5. Mual dan muntah

6. Haus

7. Cairan di dalam rongga abdomen

8. Tidak bisa buang air besar atau kentut

Tanda-tanda syok

4. Plan
Diagnosis : berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
ini didiagnosis Trauma Tumpul Abdomen.
Pengobatan : Medikamentosa
IVFD 2 line NaCl 0,9% : RL 2: 2/ 24jam
Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj Ranitidin 2 x 15 mg
Inj Ketolorac 3 x 1 amp
Inj as. Tranexamat 3x 1 amp

Non medikamentosa

02 nasal 4 lpm
NGT dan kateter
Laparatomi

Pendidikan : diberikan pemahaman pada pasien dan keluarganya bahwa penyakit ini perlu
ditangani secara menyeluruh oleh dokter ahli.
Konsultasi : perlunya konsultasi dengan spesialis penyakit bedah untuk upaya penanganan
kegawat daruratan dalam penanganan trauma tumpul abdomen
Rujukan : direncakan jika proses berlanjut atau timbul komplikasi dan memerlukan
tindakan pembedahan segera dan fasilitas RS tidak memadai untuk diadakannya
pembedahan cito.

Anda mungkin juga menyukai