Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TEKNOLOGI INFORMASI

ANEMIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Teknologi


Informasi

Dosen Pembimbing : Agus Wiwit S, M.Kep.

Disusun Oleh :

Nama : Adinda Safitri Endaryanti


NIM : 201601063
Tingkat : 2B

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas berkat dan rahmat-Nya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Anemia dapat
tersusun hingga selesai. Makalah ini dapat tersusun dengan maksimal dengan
adanya bantuan dari berbagai pihak untuk itu kami menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang konsep komunikasi


pada pasien dan anak ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Ponorogo, Juli 2017

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4

A. Definisi Anemia.....................................................................................4
B. Derajat Anemia.......................................................................................5
C. Klasifikasi Anemia......................................................................................7
D. Etiologi Anemia.....................................................................................9
E. Patofisiologi Anemia.................................................................................9
F. Manifestasi klinis Anemia.........................................................................12
G. Diagnosa KeperawataAnemia..............................................................13
H. Pemeriksaan Penunjang Anemia...............................................................13
I. Penatalaksanaan Anemia.......................................................................16

BAB III PENUTUP...............................................................................................17

A. Kesimpulan................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................17

DAFTAR ISI........................................................................................................

iii
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam


darah kurang dari normal. Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi
adalahstatus gizi yang dipengaruhi oleh pola makanan, sosial ekonomi
keluarga, lingkungan dan status kesehatan.
Khumaidi (1989) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
melatarbelakangi tingginya prevalensi anemia gizi besi di negara berkembang
adalah keadaan sosial ekonomi rendah meliputi pendidikan orang tua dan
penghasilan yang rendah serta kesehatan pribadi di lingkungan yang buruk.
Meskipun anemia disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50 %
kasus anemia yang terbanyak diseluruh dunia secara langsung disebabkan
oleh kurangnya masukan zat gizi besi.
Selain itu penyebab anemia gizi besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh
yang meningkat, akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah
karena menstruasi dan infeksi parasit (cacing). Di negara berkembang seperti
Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk
kasus anemia gizi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc
setaip harinya.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam
darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa.
Akibatnya dapat menurunkanprestasi belajar, olah raga dan produktifitas
kerja. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan tubuh dan
mengakibatkan mudah terkena infeksi.
Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang telah dilakukan
selama ini ditujukan pada ibu hamil, sedangkan remaja putri secara dini
belum terlalu diperhatikan. Agar anemia bisa dicegah atau diatasi maka harus
2

banyak mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi. Selain itu


penanggulangan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan pencegahan
infeksi cacaing dan pemberian tablet Fe yang dikombinasikan dengan vitamin
C. (Masrizal, 2007)
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1atau lebih parameter sel
darah merah : konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah
merah. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di
bawah13gr% pada pria dan di bawah 12 gr% pada wanita. Berdasarkan
kriteria WHO yang direvisi / kriteria National Cancer Institute, anemia adalah
kadar hemoglobin di bawah 14 gr% pada pria dan di bawah 12 gr% pada
wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan
keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu
merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam
evaluasi penderita anemia. (Aisah, Sahar, & Hastono, 2010)

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Anemia?
2. Apa Derajat Anemia?
3. Macam-macam Klasifikasi Anemia?
4. Apa saja Etiologi Anemia?
5. Bagamaina Patofisiologi Anemia?
6. Apa saja Manifestasi Klinis Anemia?
7. Apa saja Diagnosa Keperawatan Anemia?
8. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Anemia?
9. Bagaimana Penatalaksanaan Anemia?

C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Anemia.
2. Mengetahui Derajat Anemia.
3. Mengetahui Klasifikasi Anemia.
4. Mengetahui Etiologi Anemia.
3

5. Mengetahui Patofisiologi Anemia.


6. Mengetahui Manifestasi Klinis Anemia.
7. Mengetahui Diagnosa Keperawatan Anemia.
8. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Anemia.
9. Mengetahui Penatalaksanaan Anemia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Anemia adalah penurunan kadar Hb sampai di bawah normal. Pada anak


umur 6 bulan sampai umur 6 tahun, Hb normal adalah 11 gr% atau lebih,
anak diatas 6 tahun 12 gr% atau lebih, anak laki-laki dan perempuan sama
sampai remaja. (Kusuma & Nurarif, 2012)
Batas normal dari kadar Hb dalam darah dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 1. Batas normal kadar Hb menurut umur dan jenis kelamin Sumber :
WHO, 200

Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)


Anak-anak 6 59 bulan 11,0

5 11 tahun 11,5

12 14 tahun 12,0

Dewasa Dewasa Wanita > 15 tahun 12,0

Wanita hamil 11,0

Laki-laki > 15 tahun 13,0

4
5

Sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat
gizi esensial (zat besi, asamfolat, B12) yang digunakan dalam pembentukan
sel-sel darah merah. Anemia bias juga disebabkan oleh kondisi lain seperti
penyakit malaria, infeksi cacing tambang.
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh.
Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar
hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah normal.
(Handayani & Haribowo, 2008)
Anemia dibagi menjadi :
1. Anemia karena perdarahan.
2. Produksi eritrosit terganggu.
3. Meningkatkan kerusakan eritrosit.
4. Defisiensi nutrisi.
Penyuluhan kesehatan mempunyai peranan penting dalam pencegahan
anemia. Misalnya, defisiensi nutrisi seperti anemia megaloblastik
(kekurangan vit. B12 dan asam folat), dan anemia defisiensi zat
(kekurangan zat besi). Penyuluhan kesehatan dapat pula mencegah anemia
megaloblastik dengan pemberian informasi bahwa ada obat-obatan dan zat
kimia tertentu yang dapat mengakibatkan anemia megaloblastik. (Baradero,
Dayrit & Siswadi, 2008)
Anemia menunjukkan suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh.
Terdapat banyak berbedaan jenis anemia. Beberapa menyebabkan
ketidakadekuatan pembentukkan sel sel darah merah (eritropoiesis) ; SDM
prematur atau penghancuran SDM yang berlebihan (hemolisis) ; kehilangan
darah (penyebab yang paling umum) ; faktor-faktor etiologi lain, seperti
defisit besi dan nutrien, faktor-faktor hereditas, dan penyakit kronis.
(Baughman & Hackley, 2000)
6

B. Derajat Anemia

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia


yang umum dipakai adalah sebagai berikut.
Ringan sekali Hb 10 gr/dl - 13gr/dl
Ringan Hb 8 gr/dl - 9,9 gr/dl
Sedang Hb 6 gr/dl 7,9 gr/dl
Berat Hb < 6 gr/dl
(Handayani & Haribowo, 2008)

C. Klasifikasi Anemia

1. Anemia defisiensi besi


Adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai
bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. (Mansjoer, Suprohaita,
Wardhani, & Setiowulan, 2000)
Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan
oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan
menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau
hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini
diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan
kuantitatif pada sintesis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur
sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi
dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil. (Masrizal, 2007)
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi tubuh
total menurun dibawah kadar normal. Ini merupakan tipe anemia yang
paling umum. Anemia ini ditemukan pada pria dan wanita pasca-
menopause karena perdarahan (mis : ulkus, gastritis, atau tumor
gastrointestinal), malabsorpsi atau diit sangat tinggi serat (mencegah
absorpsi besi). Penyebab tersering pada wanita premenopause adalah
menoragi. Alkoholisme kronis sering menyebabkan masukan besi yang
19

tidak adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran


gastrointestinal. (Baughman & Hackley, 2000)
2. Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel hematopoetik
dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Mansjoer,
Suprohaita, Wardhani, & Setiowulan, 2000)
Anemia aplastik merupakan hasil dari kegagalan produksi sel darah
pada sumsum tulang belakang. Anemia aplastik juga merupakan anemia
yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh
kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia.
Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat
hipoplastik,bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai
anemia hipoplastik.2 Kelainan ini ditandai oleh sumsum hiposelular dan
berbagai variasi tingkat anemia, granulositopenia, dan trombositopenia
( Laksmi, Herawati, & Yasa, 2005)
Ada beberapa faktor yang dikaitkan dengan kegagalan sumsum tulang
untuk menghasilkan eritrosit. Faktor-faktor ini adalah :
a. Obat-obat antineoplastik (kemoterapi).
b. Radiasi
c. Obat-obatan tertentu (kloramfenikol, sulfonamid, butazolidin).
Obat antikonvulan (mezantoin).
d. Insektisida seperti DDT
(Baradero, Dayrit & Siswadi, 2008)
3. Anemia Makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di
atas 100 fL. Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah
besar dan jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Anemia makrositik
dapat disebabkan oleh.:
Peningkatan retikulosit
Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua
keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan
gambaran peningkat-an MCV
6

Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah


(defisiensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa
asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea)
Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia
akut)
Penggunaan alkohol
Penyakit hati
Hipotiroidisme (Oehadian, 2012)
Ada dua jenis anemia makrositik yaitu :
1. Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat
dangangguan sintesis DNA.
2. Anemia Non Megaloblastik adalaheritropolesis yang dipercepat dan
peningkatan luas permukaan membran. (Masrizal, 2007)
4. Anemia mikrositik
Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah
merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya
disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit. (pendekatan anemia )
Mengecilnya ukuran sel darah merah yangdisebabkan oleh defisiensi besi,
gangguan sintesisglobin, porfirin dan heme serta gangguanmetabolisme
besi lainnya. (Masrizal, 2007)
Dengan penurunan MCH ( meanconcentration hemoglobin) dan MCV,
akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah
tepi.Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
Berkurangnya Fe: anemia defi siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia
inflamasi, defisiensi tembaga.
Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik
kongenital dan didapat.
Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.
5. Anemia normositik
Pada anemia normositik ukuran sel darahmerah tidak berubah, ini
disebabkan kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasma
secara berlebihan, penyakit penyakit hemolitik, gangguan endokrin, dan
hati. (Masrizal, 2007)
19

Keadaan ini dapat disebabkan oleh:


Anemia pada penyakit ginjal kronik.
Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit
ginjal kronik.
Anemia hemolitik:
Anemia hemolitik karena kelainan intrinsiksel darah merah:
Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defi
siensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell).
Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun,
autoimun (obat,virus, berhubungan dengan kelainan
limfoid,idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat,
anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura
trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi
(malaria), dan zat kimia (bisa ular).

D. Etiologi

a. Anemia pasca perdarahan


Akut : luka, pecahnya varises.
Kronik : ankilostomiasis, polip rectum, keganasan.
b. Anemia defisiensi besi : terutama besi (90 % anemia pada anak), asam
folat, defisiensi B12 jarang terjadi pada anak :
Kongetinal : yang terpenting di Indonesia adalah Thalasemia.
Akusita : non imun (infeksi, obat, racun), proses imun. (Kusuma &
Nurarif, 2012)
Asupan besi yang berkurang pada jenis makanan Fe non-home, muntah
berulanag pada bayi, dan pemberian makanan tambahan yang tidak
sempurna.
Malabsorpsi pada enteritis dan proses malnutrisi (PEM).
Kebutuhan besi yang meningkat oleh karena pertumbuhan yang cepat
pada bayi dan anak, infeksi akut berulang, dan infeksi menahun.
(Mansjoer, Suprohaita, Wardhani, & Setiowulan, 2000)
c. Anemia aplastik
Kongetinal : anemia fanconi (jarang).
Akusita : primer / idiopatik.
Sekunder : keganasan, obat, hepatitis.
(Kusuma & Nurarif, 2012)
6

Dalam berbagai keadaan, anemia aplastik terjadi saat obat atau bahan
kimia masuk dalam jumlah toksik. Namun, pada beberapa orang, dapat
timbul pada dosisi yang dianjurkan untuk pengobatan. Kasus terkahir
dapat dianggap sebagai reaksi obat idiosinkrasia pada orang yang sangat
peka dengan alasan yang tidk jelas. Apabila pajanannya segera dihentikan
(dalam hal ini, pada saat pertama kali timbulnya retikulositopenia, anemia,
granulositopenia, atau trombositopenia) dapat diharapkan penyembuhan
yang segera dan sempurna.
Apapun bahan penyebabnya, apabila pajanan dilanjutkan setelah tanda
hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang akan berkembang sampai
titik di mana terjadi kegagalan sempurma dan ireversibel, disinilah
pentingnya pemeriksaan angka dara sesering mungkin pada pasien yang
mendapat pengobatan atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang
dapat menyebabkan anemia aplastik (Smelzer & Bare, 2002)
d. Anemia hemolitik :
Faktor ekstra seluler (sepsis, IHA, racun, dsb).
Faktor intra seluler (stromatopati, Hb pati, Enzimopati).
(Kusuma & Nurarif, 2012)
Anemia sel sabit
Malaria
Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir ; dan
Reaksi transfuse.
(Handayani & Haribowo, 2008)

E. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau


kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invansi tumor,
atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi
dalam fagositik atau dalam sistem retikulo endotelial, terutama dalam hati dan
limpa. Sebagian hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang
terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah
19

mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka Hb akan muncul dalam


plasma, Hb akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urine.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut ini :
1. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan.
2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia
Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut
sindrom anemia. (Handayani & Haribowo, 2008)
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka Hb akan muncul
dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas haptoglobin plasma (protein ikat untuk Hb bebas) untuk mengikat
semuanya, Hb akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria). Jadi ada tidaknya hemoglobinemia dan hemoglobinuria
dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah
abnormal pada pasien dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk
mengetahui sifat proses hemolitik tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu
disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah
yang tidak mencukupi, biasanya dapat diperoleh dengan dasar (1) hitung
retikulomsist dalam sirkulasi darah; (2) derajat proliferasi sel darah merah
muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat
dengan bipsi; dan (3) ada atau tidaknya hiperbilirubinemia dan
hemoglobinemia. (Smelzer & Bare, 2002)
6

(Handayani & Haribowo,2008)

F. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan


terjadinya anemia,juga kebutuhan oksigen penderita.Gejala akan lebih ringan
pada anemia yang terjadi perlahan-lahan, karena ada kesempatan bagi
mekanisme homeostatic untuk menyesuaikan dengan berkurangnya
kemampuan darah membawa oksigen. Gejala anemia disebabkan oleh 2
faktor:
Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan
Adanya hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif )
Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan
mekanisme kompensasi peningkatan volume sekuncup, denyut jantung dan
19

curah jantung pada kadar Hb mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala timbul bila
kadar Hb turun di bawah 5 g%, pada kadar Hb lebih tinggi selama aktivitas
atau ketika terjadi gangguan mekanisme kompensasi jantung karena penyakit
jantung yang mendasarinya.
Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat
istirahat, fatigue, gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadikuat,
jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada anemia yang lebih berat,
dapat timbulletargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam jiwa (gagal
jantung, angina, aritmia dan/atau infark miokard).
Anemia yang disebabkan perdarahan akut berhubungan dengan
komplikasi berkurangnya volume intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan ini
menimbulkan gejala mudah lelah, lassitude (tidak bertenaga), dan kram otot.
Gejala dapat berlanjut menjadi posturaldizzines, letargi, sinkop; pada keadaan
berat,dapat terjadi hipotensi persisten, syok, dan kematian. (Oehadian, 2012)
Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umunya dapat dibagi
menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut.
Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom atau anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang
timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah
menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena
anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan Hb. Gejala-gejala tersebut diklasifikasikan menurut organ yang
terkena.
1. Sistem kardiovaskular, lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas
saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
2. Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot.
3. Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.
Gejala khas masing-masing anemia
1. Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
2. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue)
3. Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali.
4. Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
Gejala akibat penyakit dasar
6

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejala ini timbul
karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat
akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan
bewarna kuning seperti jerami. (Handayani & Haribowo, 2008)

G. Diagnosa Keperawatan

1. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi Hb dan


darah, suplai oksigen berkurang.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang
kurang, anoreksia.
3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik.
4. Resiko infeksi.
5. Intoleransi aktifitas b/d proses metabolisme yang terganggu.
(Kusuma & Nurarif, 2012)

H. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :

1. Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 14 g/dl )

2. Kadar Ht menurun ( normal 37% 41% )

3. Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )

4. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi

5. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak ( pada anemia


aplastik)

I. Penatalaksanaan

Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut


ini.

1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.


2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah :
19

Terapi gawat darurat


Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah
jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi sel
darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan
payah jantung tersebut.
Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya
preparat besi untuk anemia defisiensi besi.
Terapi kasual
Terapi kasual merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar
yang menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti-cacing
tambang.
Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan,
jika terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya
dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada
pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika
terdapatnrespons yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat
respons, maka harus dilakukan evaluasi kembali. (Handayani &
Haribowo, 2008)
15

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anemia (hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada


wanita) merupakan gejala dan tanda dari penyakit-penyakit tertentu yang
harus dicari penyebabnya. Anemia dapat disebabkan karena berkurangnya
produksi, meningkatnya destruksi atau kehilangan sel darah merah.
Berdasarkan morfologi, anemia dapat diklasifi kasikan menjadi anemia
makrositik, anemia mikrositik, dan anemia normositik. Gejala klinis,
parameter MCV, RDW, hitung retikulosit, dan morfologi apus darah tepi
digunakan sebagai petunjuk diagnosis penyebab anemia. (Oehadian, 2012)

Berikut ini katagori tingkat keparahan pada anemia.:

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia


yang umum dipakai adalah sebagai berikut.
Ringan sekali Hb 10 gr/dl - 13gr/dl
Ringan Hb 8 gr/dl - 9,9 gr/dl
Sedang Hb 6 gr/dl 7,9 gr/dl
Berat Hb < 6 gr/dl
(Handayani & Haribowo, 2008)

Kemungkinan dasar penyebab anemia:

1. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan.


Bisa disebut anemia hemolitik ,muncul saat sel darah merah dihancurkan
lebih cepat dari normal (umur sel darah merah normal nya 120
hari).Sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh akan sel darah merah.

2. Kehilangan darah.

17
11

Kehilangan darah dapat menyebabkan anemia karena perdarahan


berlebihan, pembedahan atau permasalahan dengan pembekuan darah.
Kehilangan darah yang banyak karena menstruasi pada remaja atau
perempuan juga dapat menyebabkan anemia. Semua factor ini akan
meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat besi ,karena zat besi dibutuhkan
untuk membuat sel darah merah baru.

3. Produksi sel darah merah yang tidak optimal.


Ini terjadi saat sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah
dalam jumlah cukup. ini di akibatkan infeksi virus, paparan terhadap kimia
beracun atau obat-obatan (antibiotic, anti kejang atau obat kanker).

B. Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi


pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan
dan kelemahan, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis untuk perbaikan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga
para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
15

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2000). KAPITA


SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction Jogja.

Smelzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth. VOL.2. E/8. Jakarta: EGC.

Masrizal. (2007). Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat,


September 2007, II , 140-145.

Oehadian, Amaylia. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Continuing


Medical Education. 407-412

Dharma Laksmi, Ni Made.dkk. 2005. Anemia Aplastik. 1-18

Aisah, Sahar, & Hastono, 2010. PENGARUH EDUKASI KELOMPOK SEBAYA


TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN ANEMIA GIZI BESI
PADA WANITA USIA SUBUR DI KOTA SEMARANG. Prosiding Seminar
Nasional Unimus.119-127

Abdulsalam & Daniel, 2002. Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia


Defisiensi Besi. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 74 77
Purbadewi & Ulvie, 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Anemia

Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil. JURNAL GIZI UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH SEMARANG, APRIL 2013, VOLUME 2, NOMOR . 31-39

Handayani & Haribowo, 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Baughman & Hackley, 2000. Keperawatan Medikal-Bedah : Buku Saku dari


Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC

19

Anda mungkin juga menyukai