Anda di halaman 1dari 30

7

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Beton
Beton merupakan bahan bangunan yang memiliki daya tahan terhadap api
yang relatif lebih baik dibandingkan dengan material lain seperti baja, terlebih lagi
kayu. Hal ini dikarenakan beton merupakan material dengan daya hantar panas yang
rendah, sehingga dapat menghalangi rambatan panas ke bagian dalam struktur beton
tersebut. Oleh karena itu, selimut beton biasanya dirancang dengan ketebalan yang
cukup yang dimaksudkan untuk melindungi tulangan dari suhu yang tinggi di luar
jika terjadi kebakaran.

2.1.1 Pengertian dan Perilaku Beton


Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk massa padat (SNI-03-2847-2002). Seiring dengan penambahan umur,
beton akan semakin mengeras dan akan mencapai kekuatan rencana (fc) pada usia
28 hari.

Gambar LANDASAN TEORI.1 Sampel Beton


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2013
Pasta beton yang baik adalah beton yang dapat diaduk, dapat diangkut, dapat
dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi pemisahan kerikil
dari adukan maupun dari pemisahan air dan semen dari adukan. Beton keras yang
baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan aus, dan kembang susutnya
kecil (Tjokrodimulyo, 1996).
8

Secara garis besar, perilaku beton menunjukkan bahwa kuat tekan beton 10
kali lebih besar daripada kuat tarik beton tersebut. Rasio kuat tarik terhadap kuat
tekan akan menurun seiring naiknya kuat tekan beton. Tekanan panas pada
peningkatan suhu mengakibatkan pertambahan retakan yang lebih mempengaruhi
elastisitas beton.
Kuat tekan beton (fc) yang digunakan pada bangunan yang direncanakan
tidak boleh kurang dari 17,5 MPa. Untuk beton pada komponen struktur yang
merupakan bagian dari sistem pemikul beban gempa, kuat tekan (fc) beton tidak
boleh kurang dari 20 MPa dan kuat tekan beton agregat ringan yang digunakan
dalam perencanaan tidak boleh melampaui 30 MPa (SNI-03-2847-2002, pasal 7.1
dan 23.2, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung).
2.1.2 Kelebihan dan Kelemahan Beton
Beton memiliki beberapa faktor keunggulan sehingga pemakaiannya begitu
luas. Sifat keunggulan beton antara lain (Nugraha, P., 2007):
Ketersediaan (availability) material dasar
Agregat, air dan semen pada umumnya bisa didapat dengan mudah dari lokal
setempat dan harga yang relatif murah.
Kemudahan untuk digunakan (versatility)
Pengangkutan bahan mudah, karena masing-masing bisa diangkut secara
terpisah. Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, landasan
udara, fondasi.
Kebutuhan pemeliharaan yang minimal
Secara umum ketahanan beton cukup tinggi, lebih tahan karat sehingga tidak
perlu dicat, lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.
Kekuatan tekan tinggi
Seperti juga kekuatan tekan pada batu alam, yang membuat beton cocok
untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul gaya tekan, seperti kolom dan
konstruksi.
Di samping segala keunggulan di atas, beton sebagai struktur juga
mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan, yaitu (Nugraha, P.,
2007):
Kuat tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar;
Bentuk yang telah dibuat sulit diubah;
Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi;
9

Berat (bobotnya besar);


Beton cenderung retak, karena semennya hidraulis;
Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena
elastisitasnya yang rendah dari beton.

2.1.3 Sifat-sifat Beton


Tjokrodimulyo (1996) menjelaskan bahwa beton keras yang baik adalah
beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan aus dan kembang susutnya kecil. Beton
keras memiliki sifat-sifat yang dapat diklasifikasikan menjadi sifat jangka pendek
seperti kuat tekan, tarik, geser dan modulus elastisitas serta sifat jangka panjang
seperti rangkak dan susut. Berikut penjelasan mengenai sifat-sifat beton keras antara
lain:
Kuat tekan
Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar
menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan pada benda uji beton
sampai hancur.
Kuat tarik
Kuat tarik beton diukur dengan memakai modulus keruntuhan. Kuat tarik
beton yang tepat, sulit sekali untuk diukur.
Kuat geser
Nilai kuat geser pada beton lebih sulit untuk diukur karena sulitnya
mengisolasi geser dari tegangan-tegangan lainnya. Ini merupakan salah satu
penyebab banyaknya variasi kekuatan geser yang dituliskan dalam berbagai literatur,
mulai dari 20% sampai dengan 85% dari kekuatan tekan yang dilakukan pada
pembebanan normal.
Modulus elastisitas
Modulus elastisitas merupakan kemiringan dari bagian awal grafik yang lurus
dari diagram regangan tegangan. Modulus elastisitas berbanding lurus dengan
kekuatan beton, semakin besar modulus elastisitas, semakin besar pula kekuatan
beton. Besarnya modulus elastisitas dapat dihitung dengan tepat berdasarkan
persamaan empiris.
Rangkak (creep)
10

Rangkak adalah sifat beton keras yang dimana beton mengalami perubahan
bentuk (deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja pada beton tersebut.
Besarnya deformasi sebanding dengan besarnya beban dan waktu pembebanan.
Susut
Susut adalah perubahan volume beton yang tidak berhubungan dengan beban.
Pada dasarnya ada 2 jenis susut yaitu susut plastis dan susut pengeringan. Susut
plastis terjadi beberapa waktu setelah beton segar dicor ke dalam cetakan, sedangkan
susut pengeringan terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses hidrasi
pasta semen telah selesai. Besarnya susut akan semakin berkurang sesuai dengan
umur beton. Semakin beton berumur, semakin sedikit beton mengalami susut.

2.1.4 Kuat Tekan Beton


Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan
adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas (Tri Mulyono,
2004). Nilai kekuatan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuat tekan
terhadap benda uji silinder ataupun kubus pada umur 28 hari yang dibebani dengan
gaya tekan sampai mencapai beban maksimum. Beban maksimum didapat dari
pengujian dengan menggunakan alat compression testing machine.
Pengujian yang paling umum dilakukan untuk beton yang sudah mengeras
adalah uji kuat tekan, hal ini bisa jadi karena pengujian ini mudah untuk
dilaksanakan karakteristik beton yang diinginkan berhubungan erat dengan kuat
tekannya dan yang paling utama adalah karena kuat tekan menjadi faktor penting
dalam desain struktur. (Neville, 2002).
Dalam SK SNI M - 14 -1989 - E dijelaskan pengertian kuat tekan beton yakni
besarnya beban per satuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila
dibebani gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan. Selanjutnya,
Mulyono (2006) mengemukakan bahwa kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu
sebuah struktur di mana semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki,
maka semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.
Beton harus dirancang sesuai dengan proporsi campurannya agar
menghasilkan kuat tekan yang telah direncanakan. Berdasarkan PBBI-1989,
besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus berikut ini:
11

...................( LANDASAN TEORI.1)

Dimana,
f'c = Kuat tekan beton (MPa)
P = Beban tekan maksimum (N)
A = Luas permukaan benda uji (mm2)
Kuat beton karakteristik adalah kuat tekan beton yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan sejumlah besar benda uji, dimana kemungkinan adanya kuat tekan yang
diperoleh di bawah nilai kuat tekan beton karakteristik terbatas sampai 5% saja.
Dengan adanya kemungkinan didapat kuat tekan di bawah kuat tekan beton
karakteristik ini, maka menghasilkan koefisien penyesuaian k sebesar 1,64 ,
sehingga kuat tekan beton karakteristik dapat dinyatakan dalam bentuk:

..........( LANDASAN TEORI.2)

Dimana :
fbk = kuat tekan beton karakteristik (kg/cm2)
fbm = kuat tekan beton rata-rata (kg/cm2)
1,64 = koefisien penyesuaian k
S = standar deviasi (kg/cm2)
Standar deviasi sering disebut dengan simpangan baku atau yang biasanya
dilambangkan dengan huruf S yaitu suatu ukuran yang menggambarkan tingkat
penyebaran data dari nilai rata-rata.

.......( LANDASAN TEORI.3)

Dimana :
S = standar deviasi (kg/cm2)
fb = kuat tekan masing-masing benda uji (kg/cm2)
fbm = kuat tekan rata-rata (kg/cm2)
n = jumlah data (buah)
Kekuatan tekan karakteristik fbk dihitung fbk = fbm - 1,64 x S dengan
taraf signifikan 5%. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi mutu kekuatan
beton seperti yang dikemukakan oleh Mulyono (2006) yaitu proporsi bahan
12

penyusun, metode pencampuran, perawatan, dan keadaan pada saat pengecoran.


Selain itu, terdapat banyak parameter lain yang juga mempengaruhi nilai kuat tekan
beton. Berikut adalah beberapa hal yang mempengaruhi nilai kuat tekan pada beton
antara lain:
Faktor air semen (FAS)
Faktor air semen harus dihitung sehingga campuran air dan semen menjadi
pasta yang baik, artinya tidak kelebihan air dan tidak kelebihan semen. Apabila nilai
faktor air semen tinggi maka berat air tinggi, sehingga kelebihan air akibatnya air
akan merembes keluar membawa sebagaian pasta semen. Pasta semen yang tidak
cukup mengikat agregat dan mengisi rongga yang menyebabkan beton tidak kuat.
Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS, semakin rendah
mutu kekuatan beton. Namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu
berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal ini.
Segregasi (pemisahan)
Beton dikatakan mengalami segregasi (pemisahan) apabila agregat kasar
terpisah dari campuran selama pengangkutan, pengecoran dan pemadatan sehingga
sukar dipadatkan, berongga-rongga tidak homogen, beton yang berongga-rongga
kurang kuat atau mudah pecah.
Bleeding
Bleeding adalah pemisahan air dan campuran beton yang merembes ke
permukaan beton waktu diangkut, dipadatkan atau setelah dipadatkan. Bleeding pada
umumnya terjadi karena pemakaian air yang berlebihan, kurangnya semen pada
campuran beton atau agregat kasar turun karena beratnya sendiri dan air naik
kepermukaan dengan sendirinya akibat capillary pressure (gaya yang
menggambarkan pergerakan fluida melalui pori).

2.1.5 Tegangan dan Regangan Beton


Tegangan didefinisikan sebagai tahanan terhadap gaya-gaya luar. Intensitas
gaya yaitu gaya per satuan luas disebut tegangan dan diberi notasi huruf Yunani
(sigma). Apabila sebuah batang ditarik dengan gaya P, maka tegangannya adalah
tegangan tarik (tensile stress), sedangkan apabila ditekan, maka terjadi tegangan
tekan (compressive stress). Tegangan dapat dihitung dengan rumus yang sama untuk
mencari kuat tekan (fc) yaitu:
13

................ ( LANDASAN TEORI.4)

Dimana :
= Tegangan (N/mm2)
P = Beban tekan maksimum (N)
A = Luas permukaan benda uji (mm2)

Jika suatu benda ditarik atau ditekan, gaya P yang diterima benda
mengakibatkan adanya ketegangan antar partikel dalam material yang besarnya
berbanding lurus. Perubahan tegangan partikel ini menyebabkan adanya pergeseran
struktur material regangan atau himpitan yang besarnya juga berbanding lurus.
Karena adanya pergeseran, maka terjadilah deformasi bentuk material misalnya
perubahan panjang menjadi L + L (jika ditarik) atau L - L (jika ditekan). Dimana
L adalah panjang awal benda dan L adalah perubahan panjang yang terjadi. Rasio
perbandingan antara L terhadap L inilah yang disebut regangan (strain) dan
dilambangkan dengan (epsilon) dengan rumus berikut. Interaksi hubungan antara
tegangan dan regangan diilustrasikan dalam gambar 2.2.

....................( LANDASAN TEORI.5)

Gambar LANDASAN TEORI.2 Diagram Tegangan Regangan

2.1.6 Modulus Elastisitas Beton


Modulus elastisitas atau modulus Young adalah ukuran kekerasan (stiffness)
dari suatu bahan tertentu. Modulus ini dalam aplikasi rekayasa didefinisikan sebagai
14

perbandingan tegangan yang bekerja pada sebuah benda dengan regangan yang
dihasilkan. Secara lebih rinci, modulus elastisitas adalah suatu angka limit untuk
regangan-regangan kecil yang terjadi pada bahan yang proporsional dengan
pertambahan tegangan. Umumnya, nilai modulus elastisitas dihitung dengan rumus
berikut ini:

....................( LANDASAN TEORI.6)

Dimana
E = modulus elastisitas beton (MPa)
= tegangan (N/mm2)
= regangan (MPa)
Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi
tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan
perbandingan semen dan agregat. Banyak formula dipublikasikan sebagai acuan
referensi untuk menghitung modulus elastisitas beton, berdasarkan SK SNI T-15-
1991:

.........( LANDASAN TEORI.7)

Dimana
Ec = modulus elastisitas beton (MPa)
fc = kuat tekan beton (MPa)

2.1.7 Poisson Ratio Beton


Ketika sebuah beton menerima beban tekan, silinder tersebut tidak hanya
berkurang tingginya tetapi juga mengalami ekspansi (pemuaian) dalam arah lateral.
Perbandingan ekspansi lateral dengan pendekatan longitudinal ini disebut sebagai
perbandingan poisson (Poissons ratio). Nilainya bervariasi mulai dari 0,11 untuk
beton mutu tinggi dan 0,21 untuk beton mutu rendah, dengan nilai rata-rata 0,16.
Sepertinya tidak ada hubungan langsung antara nilai perbandingan ini dengan
nilainilai, seperti perbandingan air-semen, lamanya perawatan, ukuran agregat, dan
sebagainya.
15

Besarnya nilai perbandingan antara regangan lateral terhadap regangan


longitudinal pada suatu bahan/ material adalah tetap (konstan). Nilai perbandingan
inilah yang disebut dengan rasio poisson dan dilambangkan dengan (nu). Nilai
rasio poisson untuk beton berkisar antara 0,15 - 0,25. Apabila regangan di suatu
bahan menjadi besar, rasio poissonnya berubah (Gere, Timoshenko, 1997).

2.2 Beton Pasca Bakar


Menurut Sumardi (2000), kebakaran pada hakikatnya merupakan reaksi kimia
dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran
yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa
beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni pertama secara radiasi yaitu
pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi
panas. Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi.
Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan
permukaan beton sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin kencang,
maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak.
Secara umum, material beton relatif lebih tahan api dibandingkan kayu,
plastik dan juga baja. Namun demikian, untuk memberikan kinerja durabilitas
terhadap api yang signifikan, tetap diperlukan beberapa persyaratan untuk durabilitas
beton pasca bakar yang memadai (Susilorini, R. dan Sambowo, K.A., 2011).

Gambar LANDASAN TEORI.3 Struktur Beton yang Rusak Akibat Kebakaran


Sumber : www.norcalblogs.com
Terjadinya perubahan temperatur yang cukup tinggi, seperti yang terjadi pada
peristiwa kebakaran, akan berpengaruh terhadap elemen-elemen struktur. Karena
16

pada proses tersebut akan terjadi suatu siklus pemanasan dan pendinginan yang
bergantian, yang akan menyebabkan adanya perubahan fase fisis dan kimiawi secara
kompleks, hal ini akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton tersebut dan
akan menyebabkan beton menjadi getas (Wahyuni, E. dan Anggraini, R., 2010).
Perilaku beton akibat kebakaran dipengaruhi oleh perubahan suhu terhadap
waktu, perbedaan suhu sepanjang balok, sifat nonlinier material, kombinasi beban,
pengekangan eksternal dan lain-lain (Poh dan Bennet, 1995). Ketahanan beton
terhadap temperatur tinggi dihasilkan oleh daya hantar panas beton yang rendah dan
kekuatan yang tinggi. Penambahan selimut beton, kekuatan, kepadatan, dan sifat
kedap air mempertinggi ketahanan suhu terhadap beton (Raina, 1989).
Efek yang paling utama dari pemanasan beton dalam hubungannya dengan
sifat muai suhu adalah spalling (rompal atau rontok). Beberapa tipe agregat,
misalnya silika, akan pecah karena ada perubahan pada struktur kristalnya, meskipun
proses ini hanya terjadi pada permukaan betonnya saja tetapi secara individual
partikel ini akan terlepas sendiri-sendiri. Bisa juga terjadi efek yang lebih serius yaitu
hancurnya lapis permukaan karena pemuaian suhu dan ditambah lagi adanya tekanan
yang dihasilkan dari uap air yang terjebak di dalam pori beton. (Taylor, 2002). Jika
temperatur cukup tinggi akan terjadi retak, bahkan juga pada beton massif,
tergantung dari lamanya kebakaran. Kebakaran dengan temperatur 1000C selama
satu atau dua jam akan menyebabkan beton tidak lagi dapat berfungsi sebagai
material struktur, hal ini ditandai dengan meluasnya spalling dan terlihatnya tulangan
utama struktur.

2.2.1 Pengaruh Beban Suhu Kebakaran terhadap Sifat Fisis Beton


Perubahan warna pada beton
Warna beton setelah terjadi proses pendinginan membantu dalam
mengindikasikan temperatur maksimum yang pernah dialami beton dalam beberapa
kasus, suhu di atas 300o C mengakibatkan perubahan warna beton menjadi sedikit
kemerahan atau beton akan berubah warna menjadi merah muda ,jika sampai di atas
600o C akan menjadi abu-abu agak hijau, jika sampai di atas 900o C menjadi
kekuning-kuningan namun jika sampai di atas 1200o C akan berubah menjadi kuning
Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan berapa suhu tertinggi selama
kebakaran berlangsung berdasarkan warna permukaan beton pada pemeriksaan
pertama.
17

Tabel LANDASAN TEORI.1 Warna Pada Beton Pasca Bakar


Suhu Warna sebelum dibakar Warna sesudah dibakar
200oC Putih keabu-abuan Putih kekuning-kuningan
o
400 C Putih keabu-abuan Abu-abu kecoklatan
500oC Putih keabu-abuan Kuning kecoklatan
Sumber : Lianasari, A. E., 1999
Pengelupasan dan remuk pada beton
Efek yang paling utama dari pemanasan beton dalam hubungannya dengan
sifat muai suhu adalah pengelupasan (spalling). Beberapa tipe agregat, misalnya
silika, akan pecah karena ada perubahan pada struktur kristalnya, meskipun proses
ini hanya terjadi pada permukaan betonnya saja tetapi secara individual partikel ini
akan terlepas sendiri-sendiri. Terjadi juga efek yang lebih serius yaitu hancurnya
lapis permukaan karena pemuaian suhu dan ditambah lagi adanya tekanan yang
dihasilkan dari uap air yang terjebak di dalam pori beton. (Taylor, 2002).
Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak
diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250 oC. Akibat panas, beton akan
mengalami retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan. Kehilangan
kekuatan terjadi karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta
semennya.

Gambar LANDASAN TEORI.4 Pengelupasan Balok Beton


Sumber : www.ronymedia.wordpress.com
Spalling (pengelupasan) pada lapisan permukaan adalah efek yang umum
terjadi pada saat terjadi kebakaran dan dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yang
salah satunya adalah pengelupasan yang disertai dengan ledakan yang menyebar dan
umumnya muncul pada 30 menit pertama pada kebakaran. Kemudian, yang lainnya
adalah pengelupasan secara perlahan-lahan, berupa terkelupasnya beton menjadi
retak secara paralel pada permukaan yang terkena api yang akan menyebabkan
terjadinya pemisahan sebagian lapisan beton dan terlepasnya bagian beton sepanjang
18

daerah yang lemah seperti pada lapisan tulangan. Pendinginan secara tiba-tiba oleh
pemadam kebakaran juga dapat menyebabkan retak.
Keretakan (cracking)
Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar daripada
betonnya sendiri. Tetapi pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu
taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton.

Gambar LANDASAN TEORI.5 Retak pada Beton


Sumber : www.architectaria.com
Jenis kerusakan yang sering terjadi pada struktur beton akibat kebakaran
antara lain retak ringan, yakni pecah pada bagian luar beton yang berupa garis-garis
yang sempit dan tidak terlalu panjang dengan pola menyebar. Retak ini disebabkan
oleh proses penyusutan beton pada saat terjadi kebakaran. Sedangkan, yang lainnya
adalah retak berat, yakni ukuran retak lebih dalam dan lebar, terjadi secara tunggal
atau kelompok (Triwiyono, 2000:2).

2.2.2 Pengaruh Beban Suhu Kebakaran terhadap Sifat Mekanis Beton


Perubahan sifat fisis material pembentuk beton akibat peningkatan suhu pada
kejadian kebakaran akan mengakibatkan perubahan sifat mekanis beton, dalam hal
ini kuat desak atau kuat tekan beton. Beberapa penelitian yang dilakukan para ahli,
seperti yang terlihat pada gambar berikut menunjukkan penurunan kuat tekan
dimulai setelah suhu diatas 300oC, selanjutnya penurunan sangat drastis setelah suhu
diatas 500oC.
Peningkatan temperatur akibat kebakaran menyebabkan material beton
mengalami perubahan sifat. Suhu yang dapat dicapai pada suatu ruangan gedung
yang terbakar adalah 1000C dengan lama kebakaran umumnya lebih dari 1 jam.
Kebanyakan beton struktural dapat digolongkan ke dalam tiga jenis agregat :
19

karbonat, silikat, dan beton berbobot ringan. Agregat karbonat meliputi batu kapur
dan dolomit dan dimasukkan dalam satu golongan karena kedua zat ini mengalami
perubahan susunan kimia pada suhu antara 700C sampai 980C. Agregat silikat
yang meliputi granit, kuarsit, batu pasir, tidak mengalami perubahan kimia pada suhu
yang biasa dijumpai dalam kebakaran (Ray, N., 2009).
Agregat berbobot ringan bisa diproduksi dengan mengekspansi batu karang,
batu tulis, tanah liat, terak atau batu apung atau terjadi alami. Batu tulis, tanah liat
dan karang yang diekspansi dipanasi sampai sekitar 1040 C sampai 1100 C selama
pembuatan. Pada suhu ini agregat tersebut menjadi cair. Akibatnya agregat berbobot
ringan ini yang berada dekat permukaan beton yang mulai melunak setelah terbakar
selama sekitar 4 jam. Dalam praktek pengaruh pelunakan ini umumnya kecil (Ray,
N., 2009).
Pengaruh temperatur tinggi terhadap beton dapat mengakibatkan perubahan,
antara lain (Nugraha, P., 2007) :
Pada suhu 100o C air kapiler menguap.
Pada suhu 200o C air yang terserap di dalam agregat menguap.
Penguapan menyebabkan penyusutan pasta.
Pada suhu 400o C pasta semen yang sudah terhidrasi terurai kembali
sehingga kekuatan beton mulai terganggu. Ca(OH)2
CaO + H2O
Kekuatan beton pasca bakar bervariasi tergantung pada temperatur yang
dicapai, lamanya pemanasan, proporsi campuran, agregat yang digunakan dan beban
yang bekerja selama pemanasan. Untuk temperatur sampai pada 300oC, penurunan
kekuatan dari struktur beton tidak signifikan, sementara untuk temperatur diatas
500oC kekuatannya menurun hanya dengan persentase yang kecil dari kekuatan
awalnya. Temperatur 300oC biasanya diambil sebagai temperatur kritis dimana beton
memperlihatkan kerusakan yang mulai signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada grafik di bawah ini.
20

Gambar LANDASAN TEORI.6 Grafik Hubungan Suhu dengan Kuat Tekan Sisa
Pasca Bakar
Sumber : European Committee for Standardization, 1995

Gambar LANDASAN TEORI.7 Penurunan Kuat Tekan terhadap Kenaikan


Temperatur
Sumber : Suhendro, 2000
Untuk mengetahui seberapa besar kekuatan tekan beton yang terpapar beban
suhu tinggi dapat dilakukan analisa secara grafis seperti yang ada pada gambar di
atas Selain secara grafis, kuat tekan juga dapat ditentukan secara matematis. Model
matematis yang diajukan adalah hasil riset atau penelitian pada ahli di bidang
material beton sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa model
matematis dan persamaannya adalah sebagai berikut:
21

Tabel LANDASAN TEORI.2 Model Matematis Hubungan antara Kuat Tekan Beton
terhadap Kenaikan Temperatur
Penulis Model Matematis

Xiao, Robert Y. & Ezekiel S.


(2013)

Aslani, F. & Bastami, M.


(2011)

Hertz (2005)

Dimana: T1 = 15000, T2 = 800, T8 = 570, T64 = 100000

BS EN 1992-1-2 (2004)

Tabel LANDASAN TEORI.3 Nilai Kuat Tekan Beton pada Peningkatan Temperatur
Temperatur (oC) Kuat Tekan Beton
20 100%
100 100%
200 95%
300 85%
400 75%
500 60%
600 45%
700 30%
800 15%
900 8%
1000 4%
Sumber : Kowalski, R., 2010

Tabel LANDASAN TEORI.4 Perubahan Kimia dan Kekuatan Beton Akibat Beban
Suhu Tinggi

Temperatur Perubahan akibat pemanasan


yang dicapai oC Perubahan Kimia Perubahan Kekuatan
70-80 Pemisahan awal Penurunan kekuatan
22

Kehilangan air pada aggregat dan


105 matrikx semen, dan meningkatnya
porositas yang minor (<10%)
120-163 Dekomposisi gypsum
Oksidasi dari kandungan besi
menyebabkan terjadinya perubahan
warna menjadi pink/merah pada
250-350
aggregat. Kehilangan kadar air pada Penurunan kekuatan
matriks semen dan meningkatnya yang signifikan mulai
degradasi. pada suhu 300oC
Dehidrasi dari bahan pengikat dan
450-500 perubahan warna menjadi putih dan
keabu-abuan
5% kenaikan volume dari kuarsa
menyebabkan retak radial di
573
sekeliling butiran kuarsa pada
aggregat
Terlepasnya karbondioksida dari
karbonat yang akan menyebabkan
600-800 kerusakan pada konstruksi beton Beton secara struktural
(dengan beberapa retak mikro pada sudah tidak lagi baik
matriks semen) digunakan pada suhu
melebihi 500-600oC
Pemisahan dan tegangan akibat
suhu yang ekstrim menyebabkan
terjadinya disintegrasi penuh pada
800-1200 elemen yang terbakar,
menyebabkan beton berwarna putih
keabua-abuan dan beberapa retak
mikro
Sumber : Ingham, J., 2009
Seperti yang diketahui sebelumnya bahwa kuat tekan beton memiliki
hubungan dengan modulus elastisitas. Jadi, secara tidak langsung beban suhu
kebakaran juga berpengaruh terhadap modulus elastisitas beton. Gambar berikut
memperlihatkan penurunan modulus elastisitas beton, perubahan dimulai pada suhu
diatas 200oC dan terlihat penurunan yang jauh lebih besar terjadi pada suhu di atas
300oC.
23

Gambar LANDASAN TEORI.8 Pengaruh Beban Suhu Tinggi Terhadap Modulus


Elastisitas Beton
Sumber : Sirait, K.B., 2003

2.2.3 Pengujian Core Drill


Menurut Priyosulistyo (2000) setelah kebakaran terjadi pada suatu struktur
beton bertulang, penelitian harus dilaksanakan untuk pemeriksaan berkenaan dengan
kekuatan sisa pada struktur tersebut sebelum dilakukan perbaikan struktur pasca
kebakaran.
Pengambilan sampel sedapat mungkin tidak menambah rusaknya struktur
(non destructive) sekalipun dalam hal tertentu terpaksa dilakukan uji setengah
merusak (semi destructive) sampai uji merusak (destructive). Salah satu jenis
pengujian yang paling sering dilakukan pada suatu struktur beton bertulang setelah
kebakaran adalah pengujian core drill.
Pengujian core drill atau yang disebut juga pemboran beton inti ialah
pengujian terhadap benda uji beton yang berbentuk silinder hasil pengeboran pada
struktur yang sudah dilaksanakan. Cara umum untuk mengukur kekuatan beton pada
aktual strukturnya adalah dengan cara memotong beton dengan bor berbentuk bulat
yang berputar (untuk jenis model ASTM C 42), sehingga diperoleh sampel beton
yang berbentuk silinder.
24

Gambar LANDASAN TEORI.9 Alat-alat Pengambilan sampel Core Drill


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015
Pengujian core drill merupakan metode yang secara langsung dapat menaksir
atau memperkirakan kekuatan beton yang sebenarnya pada suatu struktur. Umumnya
sampel core diperoleh untuk mengevaluasi dan menilai apakah kekuatan suatu
struktur beton sesuai dengan mutu yang direncanakan, karena sampel core itu sendiri
diambil secara langsung dari struktur yang diamati (ACI 214.4R-03). Standar atau
prosedur dalam menggunakan metode pengujian ini dapat dilihat pada ASTM C 42.

2.2.4 Klasifikasi Tingkat Kerusakan Struktur Akibat Kebakaran


Menurut Rizal, F. (2000), dari pengamatan yang dilakukan terhadap berbagai
kasus kerusakan struktur pasca terbakar, dapat dikelompokkan menjadi:
Kerusakan ringan. Kerusakan ini berupa pengelupasan pada plesteran luar
beton dan terjadinya perubahan warna permukaan menjadi hitam akibat asap
yang mungkin disertai dengan retak-retak pada plestreran;
Kerusakan sedang. Kerusakan ini berupa munculnya retak-retak ringan
(kedalaman kurang dari 1 mm) pada bagian luar beton yang berupa garis-
garis yang sempit dan tidak terlalu panjang dengan pola menyebar. Retak ini
diakibatkan oleh proses penyusutan beton pada saat terjadi kebakaran. Selain
itu terdapat pengelupasan kurang dari 50 mm pada selimut beton;
Kerusakan berat. Retak yang terjadi sudah memiliki ukuran lebih dalam dan
lebar, terjadi secara tunggal atau kelompok. Jika terjadi pada balok kadang-
kadang disertai dengan lendutan yang dapat dilihat dengan mata;
25

Kerusakan sangat berat. Kerusakan yang terjadi sudah sedemikian rupa


sehingga beton pecah/terkelupas sehingga tampak tulangan bajanya, atau
bahkan sampai tulangan putus/tertekuk, beton inti hancur.

Gambar LANDASAN TEORI.10 Kerusakan Sangat Berat pada Struktur


Sumber : www.en.wikipedia.org

2.3 Beban
2.3.1 Pengertian Beban
Perencanaan struktur bangunan harus memperhitungkan beban mati, beban
hidup, beban gempa dan beban hujan yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian
dari beban beban tersebut menurut Peraturan Pembebanan Untuk Gedung ( PPI,
1983, hal 7 ) adalah sebagai berikut :
Beban mati (D) adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat
tetap termasuk segala tambahan, penyelesaian mesin mesin serta peralatan
tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut.
Tabel LANDASAN TEORI.5 Beban Mati pada Struktur
Beban Mati Besar Beban
Batu alam 2600 kg/m3
Beton Bertulang 2400 kg/m3
Dinding Pasangan Bata 250 kg/m3
Langit-langit + penggantung 18 kg/m2
Lantai ubin dari semen Portland 24 kg/m2
Spesi per cm tebal 21 kg/m2
sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983
Beban hidup (L) adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk beban beban pada
lantai yang berasal dari barang barang yang dapat berpindah, mesin mesin
serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga
26

mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Beban


hidup diperhitungkan berdasarkan perhitungan matematis dan menurut
kebiasaan yang berlaku pada pelaksanaan konstruksi di Indonesia.
Tabel LANDASAN TEORI.6 Beban Hidup Berdasarkan Peruntukan
Beban Hidup Besar Beban (kg/m2)
Rumah Tinggal 200
Sekolah, Kantor dan Rumah Sakit 250
Tangga dan Bordes 300
Plat Atap 100
Tempat Ibadah 400
Parkir 400
Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983
Beban gempa (E) adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada
gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut.
Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan
suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa di sini
adalah gaya gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah
akibat gempa itu.
Beban hujan adalah (W) adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang disebabkan oleh hujan.
Beban khusus ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan,
penurunan fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban hidup
seperti gaya rem yang berasal dari kran gaya sentrifugal dan gaya dinamis
yang berasal dari mesin-mesin, serta pengaruh-pengaruh khusus lainnya.
27

Gambar LANDASAN TEORI.11 Diagram Pembebanan Pada Struktur


Sumber : www.dyshally.blogspot.com

2.3.2 Pembebanan Akibat Perubahan Suhu


Beban suhu didefinisikan sebagai suhu yang menyebabkan efek pada
bangunan, seperti udara luar ruangan temperatur, radiasi matahari, suhu tanah, suhu
udara dalam ruangan dan sumber panas peralatan di dalam gedung. Perubahan suhu
di struktural dan non-struktural menyebabkan tegangan termal dan didefinisikan
sebagai efek dari beban panas.
Beban yang diakibatkan oleh perubahan suhu termasuk ke dalam beban
khusus yang juga harus diperhitungkan dan direncanakan dalam merancang struktur.
Dalam melakukan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan, perlu adanya
gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besarnya beban yang bekerja pada
struktur. Gambar di bawah ini mengilustrasikan diagram dari beban-beban yang
dapat bekerja pada struktur teknik sipil.
28

Gambar LANDASAN TEORI.12 Ilustrasi Beban Suhu Akibat Kebakaran


Sumber : www.math.nist.gov
Beban suhu yang tinggi dan berlebih berpengaruh terhadap berkurangnya
kekuatan beton maupun besi tulangan di dalam struktur bangunan beton bertulang.
Oleh karena itu, setelah diberikan beban suhu perlu dilakukan peninjauan atas
kelayakan struktur beton bertulang. Pada kondisi struktur gedung yang terbakar,
dibutuhkan waktu kurang dari 30 menit untuk merusak mutu beton setebal selimut
beton.

2.4 Teori Pelat


Pelat adalah elemen horisontal utama yang menyalurkan beban hidup maupun
beban mati ke kerangka pendukung vertikal dari suatu sistem struktur. Elemen-
elemen tersebut dapat dibuat sehingga bekerja dalam satu arah atau bekerja dalam
dua arah (Nawy, 1990). Sedangkan, menurut Arief, S., dkk. (2012), menjelaskan
bahwa pelat merupakan struktur bidang (permukaan) yang lurus (datar atau tidak
melengkung) yang tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensinya yang
lain. Geometri suatu pelat biasanya dibatasi oleh garis lurus atau garis lengkung.
Ditinjau dari statika, kondisi tepi (boundary condition) pelat bias bebas (free),
bertumpuan sederhana (simply supported), jepit dan tumpuan titik atau terpusat.
29

Gambar LANDASAN TEORI.13 Pelat Lantai


Sumber : Dokumen Pengawas, 2015
Pelat menerima beban yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan pelat.
Berdasarkan kemampuannya untuk menyalurkan gaya akibat beban, pelat lantai
dibedakan menjadi pelat satu arah dan dua arah. Pelat satu arah adalah pelat yang
ditumpu hanya pada kedua sisi yang berlawanan, sedangkan pelat dua arah adalah
pelat yang ditumpu keempat sisinya sehingga terdapat aksi dari pelat dua arah
(Winter dan Nilson, 1993).
Pelat dapat dibuat dari beton bertulang, kayu maupun baja. Pada umumnya
saat ini seluruh pelat menggunakan pelat lantai yang terbuat dari beton bertulang.
Pelat beton bertulang yaitu struktur tipis yang dibuat dari beton bertulang dengan
bidang yang arahnya horizontal dan beban yang bekerja tegak lurus pada bidang
struktur tersebut. Ketebalan bidang pelat ini relatif sangat kecil apabila dibandingkan
dengan bentang panjang atau lebar bidangnya. Berikut ini adalah fungsi dari pelat
lantai antara lain:
Sebagai pemisah antar ruang bawah dan ruang atas;
Sebagai tempat beraktivitas bangunan;
Menambah kekakuan bangunan dalam arah horizontal;
Sebagai tempat menempelnya kabel listrik, lampu dan pipa air dari ruang
bawah.
Adapun hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam merencanakan tebal pelat
dan kebutuhan perkuatan di dalam pelat lantai yaitu:
Besarnya beban yang bekerja di atas pelat tersebut;
Bahan material yang digunakan untuk membuat pelat;
Jenis perletakan yang menumpu dan menyokong pelat lantai;
30

Jika pelat terletak diatas tanah, maka kekuatan tanah secara elastis harus
diperhitungkan.

2.5 Analisa Struktur dengan Program SAP2000


Structural Analysis Program atau yang lebih dikenal dengan SAP telah
identik dengan sebagai perintis metode analisis sejak diperkenalkan lebih dari 30
tahun yang lalu. SAP2000 mengikuti tradisi yang sama dengan menyediakan
program pemodelan antarmuka pengguna yang sangat canggih, intuitif dan
serbaguna didukung oleh mesin analisis dan desain alat yang tak tertandingi untuk
insinyur yang bekerja pada transportasi, industri, pekerjaan umum, olahraga, dan
fasilitas lainnya. SAP2000 dikembangkan oleh perusahaan software Computers and
Structures, Inc yang berada di Berkeley, California
SAP2000 merupakan salah satu aplikasi komputer untuk analisa struktur
yang lengkap dan sangat mudah untuk dioperasikan. Prinsip utama penggunaan
program ini adalah pemodelan struktur, eksekusi analisis dan pemeriksaan atau
optimasi desain dimana semuanya dilakukan dalam satu langkah atau satu tampilan.
Output yang dihasilkan juga dapat ditampilkan sesuai dengan kebutuhan baik berupa
model struktur, grafik, maupun spreadsheet.

Gambar LANDASAN TEORI.14 Tampilan Awal Aplikasi Program SAP2000


Analisa SAP2000 menggunakan metode elemen hingga (Finite Element
Method) baik untuk analisa statis maupun dinamis. Beberapa kemampuan yang
dimiliki oleh program ini antara lain:
Analisa yang cepat dan akurat;
31

Model pembebanan yang lebih lengkap baik berupa pembebanan statis


maupun pembebanan dinamis;
Pemodelan elemen cangkang (shell) yang akurat;
Sistem koordinat ganda untuk bentuk geometri struktur yang kompleks.
Untuk keperluan desain struktur, SAP2000 dilengkapi dengan fitur yang lebih
baik untuk perencanaan baja maupun beton. Program analisa dan desain ini didukung
oleh berbagai peraturan perencanaan yang dapat dipilih dalam perencanaan struktur
beton antara lain:
U.S. ACI 318-95 (1995) dan AASHTO LRFD (1993);
Canadian CSA-A23.3-94 (1994);
British BS 81 10-85 (1989);
Eurocode 2 ENV 1992-1-1 (1992);
New Zealand NZS 3101-95 (1995).
Dari berbagai peraturan perencanaan di atas, tidak ada peraturan perencanaan
sesuai dengan standar yang berlaku di indonesia yaitu Standar Nasional Indonesia
(SNI). Oleh karena itu, diperlukan adanya penyesuaian dengan mengubah beberapa
parameter koefisien reduksi dalam proses desain struktur beton tersebut. SAP2000
juga dapat menganalisa pelat beton yang berada di atas tanah elastis seperti layaknya
pelat gudang, perkerasan kaku jalan dan lain sebagainya. Pada kondisi tersebut pelat
harus dimodelkan sebagai balok yang memiliki penopang berupa pegas-pegas
dengan kekakuan tertentu sesuai dengan daya dukung tanahnya.
2.5.1 Pemodelan Beams on Elastic Foundation (BoEF)
Perhitungan metode Beams on Elastic Foundation (BoEF) berdasarkan pada
asumsi bahwa tanah sebagai media pendukung berperilaku sebagai pegas-pegas
individual yang bekerja pada titik tak terhingga dan tidak saling mempengaruhi.
Pegas-pegas tersebut diasumsikan mampu mendukung gaya tarik maupun gaya
tekan. Gaya reaksi akibat beban pada setiap titik akan sebanding dengan nilai
defleksi pada titik tersebut. Asumsi ini pertama kali digunakan oleh Winkler di tahun
1867, sehingga tipe ini sering disebut dengan Winkler (Hetenyi, M., 1974).
Menurut Hetenyi, M. (1974), analisis hitungan dengan metode BoEF
mengasumsikan bahwa pelat dianggap sebagai balok, sehingga persamaan-
persamaan untuk menghitung lendutan, momen, rotasi dan gaya lintang pada pelat
menggunakan pendekatan dengan persamaan-persamaan untuk menghitung lendutan,
momen, rotasi dan gaya lintang pada balok. Adapun tipe analisis model dilakukan
dengan analisis model 2 dimensi.
32

Dalam menghitung lendutan pelat yang terletak di atas tanah, pelat dianggap
sebagai balok lurus yang didukung oleh media elastik di seluruh bentangnya seperti
ditunjukkan pada gambar di bawah. Balok ini dibebani oleh gaya-gaya vertikal yang
berakibat balok melendut ke bawah. Akibat gaya-gaya vertikal tersebut tanah sebagai
media elastis memberikan reaksi gaya-gaya yang tersebar di seluruh pendukungnya.

Gambar LANDASAN TEORI.15 Perilaku Pembebanan Balok Menerus pada Tanah


Elastis.
Sumber : Hetenyi, 1974
Gaya reaksi pada di atas adalah asumsi dasar bahwa besarnya p pada setiap
titik berbanding lurus dengan defleksi balok pada titik tersebut, sehingga dapat
dirumuskan besarnya tekanan P sama dengan perkalian nilai modulus reaksi k
dengan defleksi balok . Gaya reaksi diasumsikan bekerja vertikal dan memiliki arah
gaya berlawanan dengan arah defleksi balok. Pada saat terdefleksi ke bawah, akan
terjadi reaksi gaya tekanan dari media pendukung, dan sebaliknya jika terjadi
defleksi ke atas akan terjadi reaksi gaya tarikan pada media pendukung. Sehingga
diasumsikan bahwa media pendukung dapat menahan gaya tarikan.
Asumsi tersebut menunjukkan bahwa media pendukung bersifat elastis
dengan kata lain berlaku hukum Hooke. Elastisitas media pendukung dapat
dirumuskan sebagai gaya yang terdistribusi persatuan luas yang akan menyebabkan
defleksi yang besarnya satu satuan. Konstanta media pendukung disebut konstanta
pegas ekuivalen atau biasa dinamakan sebagai modulus reaksi tanah dasar (modulus
of subgrade reaction) dengan simbol ks.
Menurut Timoshenko (1956), lendutan dan momen akibat beban terpusat
yang ada pada tengah bentang dapat dihitung dengan formula berikut ini:

......( LANDASAN TEORI.8)


33

.....( LANDASAN TEORI.9)

Dimana
Yc = lendutan pada tengah bentang (m);
Mc = momen pada tengah bentang (kN.m);
P = beban terpusat (kN);
L = panjang balok (m);
E = modulus elastisitas material balok (kN/m2)
I = momen inersia penampang balok (m4)

...............( LANDASAN TEORI.10)

..............( LANDASAN TEORI.11)

k = kekakuan elastis tanah (kN/m2);


ks = modulus reaksi tanah dasar (kN/m3);
B = lebar balok (m).

2.5.2 Modulus Reaksi Tanah Dasar (ks)


Koefisien subgrade tanah atau lebih dikenal dengan modulus of subgrade
reaction adalah nilai perbandingan tekanan tanah dengan penurunan yang terjadi,
yang ditentukan dari uji beban pelat (plate load test). Hardiyatmo, dkk. (2000)
menjelaskan pada umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai
berikut:
a. Sifat mengembang dan menyusut akibat perubahan kadar air;
b. Daya dukung yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah
dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukanya, atau akibat
pelaksanaannya;
c. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkan, yaitu pada tanah berbutir kasar yang tidak dipadatkan secara
baik.
Menurut Bowles (1983), nilai ks dapat dihitung menurut metode aproksimasi
berdasarkan nilai kapasitas daya dukung tanah qa:
34

.......( LANDASAN TEORI.12)

Persamaan ini didasarkan pada alasan bahwa qa adalah tekanan tanah


ultimate dibagi oleh faktor keamanan (safety factor) SF dengan lendutan yang terjadi
sebesar 1 inci atau 2,54 cm. Biasanya SF diambil sama dengan 3 (tiga). Sehingga
persamaan diatas menjadi:

..............( LANDASAN TEORI.13)

Dimana
ks = modulus reaksi tanah dasar (kN/m2);
SF = standar keamanan;
qa = daya dukung tanah (kN/m2).
Nilai ks juga dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah seperti disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel LANDASAN TEORI.7 Nilai Perkiraan Modulus Reaksi Tanah (ks)
Berdasarkan Jenis Tanah
Soil ks (kN/m2)
Loose sand 4800 16000
Medium dense sand 9600 80000
Dense sand 64000 128000
Clayey medium dense sand 32000 80000
Silty medium dense sand 24000 48000
Clayey soil
qu 200 kPa 12000 24000
200 < qu 400 kPa 24000 48000
qu > 800 kPa > 48000
Sumber : Bowles, 1983, Foundation Analysis And Design, fifth edition
Tabel LANDASAN TEORI.8 Nilai Tipikal ks berdasarkan Jenis Tanah
Soil Type ks (kN/m2)
Loose 8000 25000
Sand (dry or moist) Medium 25000 125000
Dense 125000 375000
Loose 10000 15000
Sand (Saturated) Medium 35000 40000
Dense 130000 150000
Stiff 12000 25000
Clay Very Stiff 25000 50000
Hard > 50000
Sumber : Das, 1998, Principles of Foundation Engineering
35

2.6 Jurnal dan Penelitian Sebelumnya


Beberapa bagian dari penelitian ini mengacu pada jurnal penelitian yang telah
dilakukan dan dipublikasikan sebelumnya. Beberapa laporan atau jurnal ilmiah
tersebut adalah sebagai berikut:
Perubahan Perilaku Mekanis Beton Akibat Temperatur Tinggi (Trisni
Bayuasri, Himawan Indarto dan Antonius, 2006);
Dari jurnal tersebut diketahui bahwa beton mengalami penurunan kekuatan
dan modulus elastisitas setelah dibakar, yaitu dengan semakin tingginya suhu
api yang dikenakan pada waktu 3 jam pada suhu 300 oC pada beton maka
begitu juga dengan kekuatannya yang semakin menurun berkisar 71,8%, juga
pada suhu 600oC, 900oC yaitu berkisar 43,6% dan 15,4%, untuk beton dengan
kuat tekan beton 21,6 MPa.
Analisi Perilaku Mekanis dan Fisis Beton Pasca Bakar (Yulia Corsika M.
S.dan Rahmi Karolina, 2010);
Diketahui dari jurnal tersebut bahwa beton akan mengalami penurunan
kekuatan seiring dengan kenaikan suhu dan lamanya durasi pembakaran.
Semakin tinggi temperatur dan lamanya durasi pembakaran menyebabkan
porositas beton yang semakin besar juga.
Kajian Perilaku Beton Bertulang Pasca Bakar (Koresj B. Sirait, 2003);
Laporan penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kerusakan balok bertulang
ternyata tidak separah yang diperlihatkan secara visual, dari pemodelan
didapatkan sisa daya pikul menjadi 79% dengan pembakaran pada suhu
500oC tetap selama 2 jam. Selain itu, penggunaan selimut beton yang lebih
tebal akan melindungi besi tulangan dari pengaruh panas kebakaran,
dianjurkan lebih dari 4 cm.
Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Kuat Tekan Beton Pasca Bakar Dengan
Subtitusi Sebagian Semen Oleh Fly ash Dan Penambahan Superplasticizer
(Angelina E. Lianasari, 2013);
Dari jurnal tersebut diketahui bahwa beton normal pada suhu 200C, 400C,
dan 500C mengalami penurunan kuat tekan secara berturut-turut sebesar
4,03%, 11,71%, 22,03%. Beton fly ash + Sikament LN pada suhu 200C,
400C, dan 500C mengalami penurunan kuat tekan secara berturut-turut
sebesar 8,64%, 10,96%, 14,37%.
Analisa Pengaruh Temperatur terhadap Kuat Tekan (Ahmand, I. A., Taufieq,
N. A. S., dan Aras, A.H., 2009);
36

Penelitian ini dilakukan terhadap benda uji yang digunakan berbentuk kubus
ukuran 15cm x 15cm x 15cm. Pemanasan dilakukan dalam oven pada
temperatur 200oC - 600oC dengan interval kenaikan 50oC dibakar dengan
lama waktu 3 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton
rata-rata menurun dengan adanya kenaikan temperatur. Beton yang telah
dipanasi pada temperatur 200oC, 400oC dan 6000C, kuat tekan rata-ratanya
berturut-turut sebesar 14,15%, 41,15% dan 64,92 % dari beton normal.
Penelitian Uji test di laboratorium dilakukan Sulendra dan Tatong (2007);
Balok yang dibuat di laboratorium dengan ukuran 400 x 200 x 200 (mm), di
panaskan selama 2 jam dengan suhu pemanasan 400oC, 600oC, 800oC,
1000oC dengan kuat tekan awal 23,01 MPa. Dilakukan uji kuat tekan untuk
mengetahui penurunan kuat tekan dengan alat Hammer Test, Kuat tekan hasil
pengujian Hammer Test terlihat pada suhu 400 C terjadi penurunan
kekuatannya sekitar 15% sedangkan pada suhu 600 C hingga 50 % dan pada
suhu 800 C terjadi penurunan yang signifikan sampai 80 %.
Analisa Kekuatan Beton Pasca Bakar dengan Metode Numerik (Yuzuar
Afrizal, 2013);
Jurnal ini menyimpulkan bahwa, terjadi perambatan panas beton pada waktu
15 menit pertama, mampu mencapai 93% pada lapis pertama sedalam 3,75
cm jika dibanding suhu diluar beton dan pada kondisi struktur gedung yang
terbakar, dibutuhkan waktu kurang dari 30 menit untuk merusak mutu beton
setebal selimut beton.

Anda mungkin juga menyukai