A. Pengantar
Pendidikan merupakan tonggak kehidupan untuk mengembangkan
kemampuan serta mutu kehidupan dan martabat manusia. Dengan kata
lain, baik buruknya diri manusia tergantung dari pendidikan yang telah
dijalaninya. Begitu pula yang terjadi di Indonesia, pendidikan menjadi suatu
hal yang penting sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan Undang-
Undang dasar 1945 yang mencantumkan bahwa tujuan pendidikan nasional
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan (Amandemen UUD 1945 pasal 31 ayat 1). Dilanjutkan
dalam ayat 2 bahwa mengikuti pendidikan dasar merupakan kewajiban bagi
setiap warga negara dan kewajiban pemerintah membiayainya. Serta lebih
62
penting adalah bagaimana agar materi pelajaran yang diterima anak didik di
kelas dapat diterapkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan agama Islam pada anak sangat terkait dengan bagaimana
perkembangan kognitif anak. Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak
tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky
(1896-1934), seorang psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting
tentang pikiran anak ini lebih dari setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky
mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20.
Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama 1920-
an dan 1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat
pada tahun 1960-an. Sejak saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat
berpengaruh. Vygotsky adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan
Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan
dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju
dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan
membentuk gambaran realitas batinnya sendiri.
Dasar teori Vygtsky keterkaitannya dengan pendidikan adalah
pengamatan bahwa perkembangan dan pembelajaran terjadi di dalam
konteks sosial, yakni di dunia yang penuh dengan orang yang berinteraksi
dengan anak sejak anak itu lahir. Orang-orang inilah yang sangat berperan
dalam membantu anak belajar dengan menunjukkan benda-benda,
dengan berbicara sambil bermain, dengan membacakan ceritera, dengan
mengajukan pertanyaan dan sebagainya. Dengan kata lain, orang dewasa
menjadi perantara bagi anak dan dunia sekitarnya.
Belajar lewat instruksi dan perantara adalah ciri inteligensi manusia.
Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami
lebih banyak hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajar sendiri.
Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir terbantu dengan berinteraksi
dengan orang dewasa.
Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu
dalam konteks sosial dengan orang lain dan bahasa membantu proses
ini dalam banyak hal. Lambat laun, anak semakin menjauhkan diri dari
ketergantungannya kepada orang dewasa dan menuju kemandirian
bertindak dan berpikir. Pergeseran dari berpikir dan berbicara nyaring
sambil melakukan sesuatu ke tahap berpikir dalam hati tanpa suara disebut
internalisasi.
ELEMENTARY
Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
64
ELEMENTARY
Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
66
ELEMENTARY
Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
68
ELEMENTARY
Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
70
ELEMENTARY
Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
72
Banyak dasar perilaku tertanam sejak dalam keluarga, juga sikap hidup dan
kebiasaan. Faktor luar dari orang tuanya seperti ekonomi, adat-istiadat,
keadaan orang tuanya, kesempatan dan cara memuaskan dirinya, banyak
berpengaruh. Bagaimanapun pengaruh luar keluarga berkesan pada anak,
sayangnya setiap kali ia kembali keluarganya, dan sebagian besar waktunya
ada di situ; sehingga dasar kehidupan keluargalah yang meninggalkan
dasar yang paling dalam bagi pendidikannya. Kemajuan dan perkembangan
pribadi lebih menguntungkan pada anak yang hidup dalam keluarga yang
baik, religius dan lingkungan yang baik serta religius pula.
Sementara sekolah mempunyai tugas dalam masyarakat sebagai
pemelihara kebutuhan masyarakat, dan mewariskannya kepada generasi
penerusnya. Segala warisan budaya diberikan oleh sekolah kepada subyek-
subyeknya. Tugas lain dari sekolah adalah menumbuhkan dan meneguhkan
pendidikan agama agar masyarakat menjadi baik dan menjadi masyarakat
yang berbudaya Islami.
Selanjutnya, di samping sekolah dan keluarga, proses pendidikan
juga sangat dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat,
seperti kelompok keagamaan seperti Taman pendidikan al-Quran, kelompok
bermain dan lain-lain. Terdapat satu kelompok khusus yang datangnya
bukan dari orang dewasa, tetapi dari anak-anak lain yang hampir seusia,
yang disebut kelompok sebaya. Kelompok sebaya ini juga merupakan agen
sosialisasi yang mempunyai pengaruh kuat searah dengan bertambahnya
usia anak. Kelompok sebaya terdiri dari sejumlah individu yang rata-rata
usianya hampir sama yang mempunyai kepentingan tertentu yang bersifat
sangat sementara.
Kelompok sebaya bukanlah merupakan lembaga yang bersifat tetap
sebagaimana keluarga. Pada beberapa kelompok sebaya, bahkan tidak jelas
siapa sebenarnya yang menjadi anggota dan siapa yang bukan anggota. Anak-
anak selalu pindah dari suatu kelompok ke kelompok sebaya lainnya sejalan
dengan bertambahnya usia anak yang bersangkutan. Banyak anak menjadi
anggota lebih dari satu kelompok dalam waktu yang bersamaan. Pada suatu
saat seorang anak menjadi anggota kelompok sebaya di kampungnya dan
di sekolah misalnya pada saat anak mengikuti kegiatan Taman Pendidikan
Al-Quran dan sebagainya. Di dalam masing-masing kelompok seorang anak
mempunyai status tertentu dan dituntut dari kelompok sebaya dan adanya
kecenderungan setiap anggota kelompok untuk memenuhi ekspektasi itu,
ELEMENTARY
Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
74
komitmen ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri
handayani.
Ing ngarsa sung tulada, beraksentuasi pada makna bahwa guru harus
di depan menjadi panutan, dapat digugu dan ditiru atas semua perkataan dan
perbuatannya. Ing madya mangun karsa, yaitu mampu menjadi mediator
untuk menjadikan siswanya berkarya dan berkehendak atas kemampuan
masing-masing. Tut wuri handayani, dengan maksud guru harus mampu
mendorong dari belakang terhadap anak didiknya untuk senantiasa berbuat
yang lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri, bangsa dan negara.
Implikasi teori Vygotaky pada pendidikan agama Islam pada anak
yang lain adalah perlu disediakannya waktu yang memadai untuk muatan
materi pendidikan agama Islam; yakni menuntut pemantapan pengetahuan
hingga terbentuk watak dan kepribadian. Materi yang diajarkan di sekolah
diharuskan sesuai permasalahan riil di masyarakat. Materi suatu pelajaran
berada di langit yang sulit untuk diterapkan di muka bumi. Seharusnya,
semua mata pelajaran tidak mengabaikan permasalahan riil yang terjadi
di masyarakat, bahkan murid -murid harus senantiasa dilatih untuk
memecahkan permasalahan riil di masyarakat sesuai dengan jenjang
pendidikannya. Namun demikian materi pendidikan agama Islam juga harus
sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Pembelajaran agama Islama haruslah yang memungkinkan anak
memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
akademisnya dalam berbagai lingkungan, baik lingkungan sekolah maupun
lingkungan luar sekolah untuk memecahkan persoalan-persoalan yang
terjadi di masyarakat atau persoalan riil yang disimulasikan di dalam kelas.
Pembelajaran terjadi ketika anak mampu memerankan dirinya sebagai
anggota masyarakat --baik sebagai warga negara, warga masyarakat, pekerja,
maupun mahasiswa-- untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi di
masyarakat sesuai dengan peranan dan tanggung jawab mereka.
Selain itu, guru perlu mengupayakan supaya anak berusaha agar bisa
mengembangkan diri masing-masing secara maksimal, yaitu mengembangkan
kemampuan berpikir dan bekerja secara independen (sesuai dengan teori
Piaget), di lain pihak, guru perlu juga mengupayakan supaya tiap-tiap anak juga
aktif berinteraksi dengan anak-anak lain dan orang-orang lain di lingkungan
masing-masing (sesuai dengan teori Vygotsky). Jika kedua hal itu dilakukan,
perkembangan kognitif tiap-tiap anak akan bisa terjadi secara optimal.
E. Kesimpulan
Teori belajar Vygotsky merupakan salah satu teori belajar sosial yang
menarik apalagi bila di aplikasikan pada pendidikan agama pada anak. Teori
ini juga sangat sesuai kareana menekankan pentingnya peranan lingkungan
kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-
tipe manusia. Proses interaksi sangat penting, karena selama proses interaksi
ini terjadi pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship), yaitu proses di
mana seseorang yang sedang belajar tahap demi tahap memperoleh keahlian
melalui interaksinya dengan orang-orang di sekitar yang telah mempunyai
religiusitas yang baik.
Isi kurikulum dan metodologi PAI yang digunakan mengajar
harus didasarkan pada kondisi sosial, budaya, emosi dan pengembangan
intelektual anak, membentuk kelompok belajar yang saling tergantung di
mana anak saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok
kecil, menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri,
mempertimbangkan keragaman anak. Bahwa proses belajar tidak dapat
dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan aktivitas
berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna
sebagai hasil dari pemikiran individu melalui interaksi dalam suatu konteks
sosial.
Selain itu, implikasi teori Vigotsky terhadap pendidikan Agama Islam
menuntut guru dalam pembelajaran di kelas untuk memadukan berbagai
strategi pembelajaran kontekstual sehingga pengajaran akan efektif bagi
siswa dengan berbagai inteligensi dan merencanakan pembelajaran sesuai
dengan kewajaran perkembangan mental anak.
ELEMENTARY
Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
76
DAFTAR PUSTAKA