Anda di halaman 1dari 16

CASE REPORT

SEORANG WANITA USIA 48 TAHUN DENGAN NYERI KEPALA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Pendidikan Dokter Umum Stase Ilmu Penyakit Dalam

Disusun Oleh:

Dyah Resti Mahardhika

J510170050

Pembimbing:

dr. Setyo Utomo, Sp. JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD DR. HARJONO KABUPATEN PONOROGO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017
CASE REPORT

SEORANG WANITA USIA 48 TAHUN DENGAN NYERI KEPALA

Disusun Oleh:

Dyah Resti Mahardhika

J510170050

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing

dr. Setyo Utomo, Sp. JP (..............................................................)

Dipresentasikan dihadapan

dr. Setyo Utomo, Sp. JP (..............................................................)


BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. M
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Usia : 48 tahun
d. Alamat : Surodikraman
e. Tanggal MRS : 7 Agustus 2017
f. Tanggal Pemeriksaan : 9 Agustus 2017

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri kepala.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien diantar oleh keluarganya datang ke IGD RSUD Dr. Hardjono


Ponorogo dengan keluhan nyeri kepala sejak 2 hari SMRS. Selain mengeluhkan
nyeri kepala, pasien juga mengeluhkan bahwa badannya terasa lemas. Keluhan
tersebut terjadi secara tiba-tiba. Demam (-), mual & muntah (-), sesak nafas (+),
sulit bicara (+), kejang (+), BAK dan BAB dalam batas normal. Pasien suka
mengkonsumsi makanan berlemak seperi santan, gorengan dan lain-lain.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat hipertensi, DM : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi, DM : disangkal

E. Anamnesis Sistem
Sistem Serebro spinal : Pusing (+), demam (-)
Sistem Respirasi : Batuk, pilek (-), sesak napas (+)
Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-)
Sistem Digestivus : Mual (-), muntah (-), BAB lancar
Sistem Urogenital : BAK lancar, urin berwarna kuning
Sistem Muskuloskeletal : Nyeri sendi (-), nyeri otot (-)
Sistem Integumentum : Akral hangat
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4VXM6)
Vital sign
- TD : 210/150 mmHg
- Nadi : 76x/menit, reguler
- Respirasi : 24x/meni, reguler
- Suhu : 37 o C

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kepala
- Normocephal
- Leher : pembesaran KGB (-/-)
- Mata : konjungtiva anemis (+/+)
Pemeriksaan Thoraks Paru
- Inspeksi : bentuk dada simetris, gerak napas tertinggal (-)
- Palpasi : fremitus diseluruh lapang dada (+/+)
- Perkusi : sonor diseluruh lapang paru (+/+)
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), rh(-/-), wh (-/-)
Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba (+) di SIC V linea midklavikularis sinistra
- Perkusi : kanan atas SIC II linea parasternalis dextra, kanan bawah SIC
IV linea parasternalis dextra, kiri atas SIC II linea

parasternalis sinistra, kiri bawah SIC V linea midklavikularis


sinistra
- Auskultasi : bunyi jantung I & II reguler
Abdomen
- Inspeksi : distensi (-),
- Auskultasi : peristaltik (+) normal
- Perkusi : timpani (+)
- Palapasi : supel (+), hepatomegali (-)
Ekstremitas
- Ekstremitas atas : akral hangat, CRT <2, edema (-/-)
- Ekstremitas bawah : akral hangat, CRT <2, edema (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Interpretasi Nilai Normal

Darah Lengkap

WBC 12.7 4.0-10.0 x 103/ul

HGB 15.5 Normal 11-15 g/dl


HCT 47.2 Normal 37.0-47.0 %

PLT 304 Normal 150-450 x 103/ul

RBC 5.27 Normal 3.8-5.2 x 106/ul

Index Eritrosit

RDW 14.2 Normal 11-16 %

MCV 89.6 Normal 75-100 fL

MCH 29.4 Normal 26-34 pg

MCHC 32.8 Normal 32-36 g/dl

Imunologi

HbsAg Kualitatif Negatif Normal Negatif

Pemeriksaan Hasil Interpretasi Nilai Normal

Kimia Klinik

Trigliserida 111 Normal 20-200 mg/dl

Kolesterol Total 270 20-200 mg/dl

HDL-Kolesterol 70 Normal 40-200 mg/dl

LDL-Kolesterol 217 <130 mg/dl

Ureum 34.50 Normal 10-50 mg/dl

Creatinin 0.82 Normal 0.6-1.3 mg/dl

Asam Urat 6.6 Normal 2.5-7.0 mg/dl

SGOT 17 Normal 1-37 U/L

SGPT 15 Normal 1-40 U/L


Globulin 3.3 1.5-3.0 g/dl

Albumin 4.8 Normal 3.5-5.3 g/dl

Protein Total 8.0 Normal 6.2-8.5 g/dl

Pemeriksaan Hasil Interpretasi Nilai Normal

Elektrolit

Kalium 3.8 Normal 2.50-6.0 mEq/l

Natrium 140 Normal 120.0-160.0 mEq/l

Chlorida 101 Normal 80.0-120.0 mmol/l

Calcium 10.0 Normal 8.8-10.3 mg/dl

Magnesium 2.10 Normal 1.8-3.0 mg/dl

B. Pemeriksaan EKG

Pada EKG didapatkan : Normal axis, irama sinus dengan VES


V. PATIENT ORIENTED MEDICAL REPORT

Abnormalitas Assesment Planning Planning Planning


Terapi
Diagnosis Monitoring
Nyeri kepala, Susp. Foto thoraks Bed rest Vital
Usg ginjal Terapi
badan lemas, Hipertensi sign (TD)
CT scan
diet : rendah EKG
sulit bicara, Emergensi
kepala Klinis
garam
kejang, sesak +
Inf. RL
nafas Afasia
20 tpm
EKG : normal O2 3
sinus dengan liter/mnt
VES Hidrochlo
TD : 210/150 r-
mmHg tiazid 1x50
mg
Captopril
3x25 mg
Isosorbid
dinitrat 3x5
mg
Peningkatan Dislipidemia - Terapi Kolester
kolesterol total diet : rendah ol darah
(270 mg/dl), lemak rutin
Simvastat
LDL-
in 1x10 mg
Kolresterol
(217 mg/dl)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. HIPERTENSI EMERGENSI
1. Definsi
Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik >120 mmHg
secara mendadak disertai kerusakan organ target. Bukti kerusakan organ target yang
dimaksud antara lain ensefalopati hipertensif, infark miokard akut, gagal jantung kiri
disertai edema paru, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsia. Hipertensi emergensi
harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat-
obatan anti hipertensi intravena agar dapat mencegah/membatasi kerusakan target
organ yang terjadi.

2. Epidemiologi
Secara global, angka kejadian hipertensi primer yang mengalami progresi
menjadi krisis hipertensi hanya kurang dari 1%. Rendahnya angka yang tampaknya
disebabkan oleh makin terjangkaunya terapi hipertensi sebaiknya tidak membuat
kita puas sebab semua hipertensi memiliki potensi untuk berkembang menjadi krisis
hipertensi. Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20%
hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat
timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat
sampai 120 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan
pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka
kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara
maju berkisar 2 7% dari populasi hipertensi, terutama pada usia 40 60 tahun
dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun.

3. Etiologi dan Faktor Risiko


Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa
disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab
hipertensi emergensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan
tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan
tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis
fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan
kerusakan fungsi autoregulasi.
Faktor risiko hipertensi emergensi diantaranya penderita yang tidak minum
obat atau minum obat antihipertensi tidak teratur, kehamilan, penderita dengan
rangsangan simpatis, dan penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.

4. Patofisiologi

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ
target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada
pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai
keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa
hemiparesis atau paresis nervus craniali. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan
penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal.
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut :
Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid
Hipertensi ensefalopati
Aorta diseksi akut
Oedema paru akut
Eklampsi
Feokhromositoma
Funduskopi KW III atau IV
Insufisiensi ginjal akut
Infark miokard akut, angina unstable
Sindroma kelebihan katekholamin
Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan
perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian
pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti;
angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien
yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.

6. Diagnosis Banding
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi
seperti :
- Hipertensi berat
- Emergensi neurologi
- Ansietas dengan hipertensi labil
- Oedema paru dengan payah jantung kiri

7. Penegakan Diagnosis
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kitasudah
dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting
ditanyakan :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya
Obat antihipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia: sering pada usia 40 60 tahun
Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, perubahan mental, ansietas )
Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru,
nyeri dada )
Riwayat penyakit: glomerulonefrosis, pyelonefritis
Riwayat kehamilan : tanda eklampsi
Pada pemeriksaan fisik dilkukan pengukuran TD ( baring dan berdiri )mencari
kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif,
altadiseksi). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan
neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit
penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
Pemeriksaan yang segera darah rutin, elektrolit, urinalisa, EKG, rontgen
thoraks
Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama IVP, CT Scan, dan sebagainya.

8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung
pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-
obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan
ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang
tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi
penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15%
pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan
akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.
2. Penatalaksanaan khusus
Neurologic emergency
Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi emergensi seperti
hypertensive encephalopathy, perdarahan intrakranial dan stroke iskemik
akut. American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan
darah > 180/105 mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan
MAP harus dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke
iskemik tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk
menentukan apakah tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara
terus-menerus MAP dipertahankan > 130 mmHg.
Cardiac emergency
Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada otot
jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi
yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan
nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti
dapat meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi
aorta akut pemberian obat-obatan -blocker (labetalol dan esmolol) secara IV
dapat diberikan pada terapi awal kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-
obatan vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat
menurunkan tekanan darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD
sistolik > 120mmHg) dalam waktu 20 menit.
Kidney Failure
Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi dari
hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria,
hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih
kontroversi, namun nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun
nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat.
Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi
keracunan sianida akibat dari pemberian nitroprussidedalam terapi gagal
ginjal.
Hyperadrenergic states
Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-obatan seperti
katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan
kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain atau
amphetamine dapat menyebabkan overdosis. Penghambat monoamin
oksidase dapat mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat
menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang-orang dengan kelebihan zat
seperti pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian
sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau phentolamine IV (ganglion
blocking agent). Golongan -blockers dapat diberikan sebagai tambahan
sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang dicetuskan
oleh klonidinterapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali klonidin
sebagaidosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang
telah dijelaskan di atas.

9. Komplikasi
Gangguan kesadaran dan lateralisasi pada otak
Gagal ginjal pada gangguan ginjal
Gagal jantung pada gangguan jantung
Perdarahan pada retina

10. Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan
gagal jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat dan
segera.

BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien nyeri kepala, lemas, sesak nafas, kejang, dan sulit bicara disertai
dengan peningkatan tekanan darahnya 210/150 mmHg yang terjadi secara mendadak. Pada
kasus tersebut merupakan hipertensi emergensi, karena terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik >180 dan diastolik >120 mmHg disertai adanya kerusakan organ target yang terjadi
secara mendadak. Pada pasien ini organ target yang terkena yaitu otak, karena adanya afasia
motorik, nyeri kepala dan kejang. Terjadinya stroke sendiri bisa disebabkan karena
atherosklerosis dan hipertensi. Pasien pada kasus ini gemar mengkonsumsi makanan
berlemak sehingga pada pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan kolesterol dan
LDL-kolesterol (dislipidemia). Aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi kronis yang
ditandai dengan terbentuknya plak dalam arteri besar. Aterosklerosis diawali dengan adanya
disfungsi endotel pembuluh darah. Endotel merupakan lapisan terdalam dari pembuluh darah
yang fungsinya menjaga dinding pembuluh darah dan fungsi sirkulasi. Endotel mempunyai
beberapa sifat seperti antiaterogenik, anti-inflamasi, anti proliferasi serta mengatur tonus
vaskular agar aliran dalam darah tetap lancar dalam pembuluh darah. Terjadinya disfungsi
endotel akan menyebabkan endotel berubah menjadi lebih bersifat vasokontriktor, aterogenik
serta proinflamasi. Terbentuknya plak aterosklerosis dapat menyebabkan lumen pembuluh
darah menjadi lebih sempit sehingga menyebabkan aliran darah ke otak berkurang yang akan
mengakibatkan terjadinya stroke iskemik. Akibat aliran darah ke otak berkurang, terjadi
penurunan oksigen di otak sehingga menyebabkan keadaan iskemia. Iskemia di otak dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan kematian sel saraf otak yang
akan berpengaruh pada fungsi otak secara keseluruhan serta menyebabkan defisit neurologis.
Selain itu, bisa juga disebabkan karena hipertensi yang akan menyebabkan robeknya
pembuluh darah di otak yang akan berakibat terjadinya stroke hemoragik. Hal tersebut dapat
terjadi karena pada hipertensi tekanan darah melebihi batas normal.

Atherosklerosis juga akan mengganggu sirkulasi darah dalam tubuh lainnya, apabila
terjadi di ginjal maka akan menyebabkan blood flow di ginjal menurun sehingga terjadi
respon renin-angiotensin yang akan menyebabkan hipertensi. Pada kasus ini, pasien jarang
mengontrol tekanan darahnya di puskesmas terdekat, sehingga bisa saja pada pasien ini sudah
terdapat riwayat hipertensi dalam waktu yang lama dan berakibat menjadi hipertensi
emergensi.

DAFTAR PUSTAKA

Devicaesaria A., 2014. Hipertensi Krisis. Jakarta : Departemen Neurologi Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Article Medicinus Vol. 27, No. 23, 9-12.
Rampengan SH., 2007. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi Urgensi. BIKBiomed,
Vol. 3, No. 4 :163-168.

Roesma J., 2009. Krisis Hipertensi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.

Saguner AM., Schiemann U., et al., 2010. Risk Factors Promoting Hypertensive
Crises : Evidence From a Longitudinal Study. AM J Hypertensi, 23:775-780.

Thomas L., 2011. Managing Hypertensive Emergency in the ED. Can FamPhysician
57:137-141.

Vaidya CK., Ouellette JR., 2007. Hypertensive Urgency and Emergency. pp 43-50.

Anda mungkin juga menyukai