Anda di halaman 1dari 29

CASE REPORT

SEORANG LAKI - LAKI 19 TAHUN DENGAN DHF

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Case Report I Stase


Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Dr. Harjono, Ponorogo.

Dosen Pembimbing Klinik :


dr. Bahrodin, Sp. PD.

Penyusun:
Ellyna Eka S, S. Ked.
J510170100

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UMS/ RSUD. DR. HARJONO PONOROGO
2017
CASE REPORT

SEORANG LAKI - LAKI 19 TAHUN DENGAN DHF

Yang Diajukan Oleh:


Ellyna Eka S, S. Ked.
J510170100

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari , Agustus 2017

Pembimbing :
dr. Bahrodin, Sp. PD. (_____________________)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Bahrodin, Sp. PD . (______________________)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : W. An
Usia : 19 Tahun 9 bulan 11 hari
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Status : Mahasiswa
Suku : Jawa

II. ANAMNESIS PASIEN


A. Keluhan Utama
Demam
B. Riwayat penyakit Sekarang
Pada tanggal 16 agustus 2017, pasien laki-laki 19 tahun datang ke
IGD RSUD dr. Harjono Ponorogo diantar keluarga. Pasien
mengeluhkan deman, demam dirasakan sudah 4 hari yang lalu disertai
dengan pusing. Pasien mengeluhkan badan terasa lemes, terasa sakit
semua sebelum masuk runah sakit. Pasien juga menuturkan bahwa
tidah ada bintik-bintik di badannya, pasien ke puskesmas untuk
meminta surat rujukan ke Rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mual
(+), muntah (+).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Komorbid Lain : HT (-), DM (-), Jantung (-), Liver (-)
2. Riwayat Alergi : disangkal
3. Riwayat Operasi : disangkal
4. Riwayat Opname : disangkal
5. Riwayat Trauma : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat keluarga sakit serupa : disangkal
2. Riwayat Keluarga : HT (-), DM (-), Jantung (-),
Liver (-)
3. Riwayat Atopi : disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
1. Merokok : disangkal
2. Makan pedas : disangkal
3. Minum kopi : disangkal
4. Minum teh : disangkal
5. Minum jamu : disangkal
6. Minum soda : disangkal

III. HASIL PEMERIKSAAN FISIK PASIEN


A. Keadaan Umum
KU : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4 V5 M6)
Gizi : Kesan gizi cukup.
B. Vital Sign
Tekanan Darah : 170/110 mmHg
Nadi : 98x/menit
RR : 20x/ menit
Suhu :C
C. Status Generalis
1. Kepala : simetris (-), deformitas (-), reflek cahaya (+/+)
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
2. Leher : simetris (-/-), deviasi trakea (-/-),
peningkatan JVP (-/-)
3. Kulit : dalam batas normal
4. Thorak : dinding thoraks jejas (-)
Pulmo :
- Inspeksi : pernafasan simetris kanan dan kiri
- Palpasi : gerakan tertinggal (-)
- Perkusi : sonor (-/-),
- Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Pappasi : Ictus cordis kuat angkat
- Perkusi :
Batas jantung
Batas jantung kanan atas : SIC II linea
parasternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea
parasternalis dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea
parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC V linea
medio klavicularis sinistra
- Auskultasi: bunyi jantung I-II regular,bising jantung (-)
5. Abdomen
Inspeksi: Dinding dada simetris dengan dinding perut,
distended (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusa (-).
Auskultasi: Peristaltik (+) normal
Perkusi: Anterior Tympani
Posterior nyeri ketok costovetebra
Palpasi: Supel, nyeri tekan (-). Hepar, lien dan ren
tidak teraba, balotement ginjal (-)
6. Ekstremitas
1. Ekstremitas Superior : edema tidak ditemukan, akral
hangat
2. Ekstremitas Inferior : edema tidak ditemukan, akral
hangat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap (16/08/2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
WBC 8,3 10^3uL 4.0-10.0
Lymph# 3,5 10^3uL 0,1-4
Mid# 0,6 10^3uL 0.1-0.9
Gran# 4,2 10^3uL 2-7
Lymph% 40,1 % 20-40
Mid% 7,3 % 3-9
Gran% 51,0 % 50-70
Hgb 17,1 g/dL 12-16
Rbc 5,55 10^3uL 4.0-5.5
Hct 48,6 % 40,0-54
Mcv 88,3 fL 80-100
Mch 30,8 pg 27-34
Mchc 34,5 g/dL 32-36
Rdw-cv 14,4 % 11-16
Rdw-sd 48,2 fL 35-58
Plt 115 10^3uL 100-300
Mpv 8,6 fL 6,5-12
Pdw 16,2 9-17
Pct 1,10 mL/L 1,08-2,82
P-lcc 38 10^3uL 30-90
P- lcr 34,3 % 11-45
Pemeriksaan (17/08/2017)
Nama test Flag hasil satuan Nilai rujukan
SEROLOGI
Widal paratyphi
S. thyphi O NEGATIF Negatif
S. thyphi H POSITIF 1/80 Negatif
S. parathyphi A H NEGATIF Negatif
S. parathyphi B H NEGATIF Negatif
KIMIA KLINIK
Trigliserida 105 Mg/Dl 20 200
HDL-Kolesterol 18 Mg/dL 40 -200
LDL-Kolesterol 93 Mg/dL < 130
Ureum 33,4 Mg/dL 10 50
Kreatinin 1,09 Mg/dL 0,6 1,3
Asam urat 9,4 Mg/dL 2,5 7,0
SGOT 70 u/L 1 37
SGPT 97 u/L 1- 40
Gamma GT 55 u/L 0 30
Alkali fosfatase 104 u/L 30 -120
Protein total 7,0 g/dl 6,2- 8,5
Albumin 4,0 g/dl 3,5 5,3
Globulin 3,5 g/dl 1,5 3,0
Bilirubin total 0,80 Mg/dL 0,2-1,2
Bilirubin direk 0,40 Mg/dL 0 0,5
Kolesteterol tot 105 Mg/dL 20 - 200

Pemeriksaan (18/08/2017)
Nama test Flag hasil satuan Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Darah lengjap
imunoglobulin 16,5 g/dL 14-18
Monosit 5100 /mm3 4000-10000
Hematokrit 51,3 H % 40-48
Trombosit 95000 L /mm3 150000-450000
Eritrosit 5,63 Juta/uL 4,4-5,9
....ex Eritrosit
MCV 91,2 Fl 75-100
MCH 29,3 Pg 26-34
MCHC 32,1 g/Dl 32-36
RDW 49,2 H % 11-16
MPV 11,3 H fL 8-11
PDW 16,6 fL 0,1-99,9
Hitung Jenis/diff
Limfosit 44,5 H % 25-40
Monosit 9,2 H % 2-8
Granulosit 46,3 L % 50-70

Pemeriksaan (19/08/2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
WBC 4,2 10^3uL 4.0-10.0
Lymph# 2,2 10^3uL 0,1-4
Mid# 0,5 10^3uL 0.1-0.9
Gran# 1,5 L 10^3uL 2-7
Lymph% 51,4 H % 20-40
Mid% 12,3 % 3-9
Gran% 36,3 % 50-70
Hgb 16,5 H g/dL 12-16
Rbc 5,61 H 10^3uL 4.0-5.5
Hct 50,6 % 40,0-54
Mcv 90,2 fL 80-100
Mch 29,4 pg 27-34
Mchc 32,6 g/dL 32-36
Rdw-cv 13,1 % 11-16
Rdw-sd 47,8 fL 35-58
Plt 75 L 10^3uL 100-300
Mpv 10,1 fL 6,5-12
Pdw 16,2 9-17
Pct 0,76 mL/L 1,08-2,82
P-lcc 29 10^3uL 30-90
P- lcr 39,2 % 11-45

V. RESUME MASALAH
A. Anamnesis
1.Demam
2.Pusinh
3.Mual, muntah
4.Lemes
B. Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 98x/m
RR : 20x/m
Suhu : pada saat datang 38o C
2. Pemeriksaan fisik : lidah kotor
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Plt : 115, plt sekarng : 75
S. thyphi H : POSITIF 1/80
SGOT : 70 H
SGPT : 97 H
Trombosit : 95000 L

VI. DIAGNOSIS
- DHF

VII. POMR
Probl Assessme
Abnormalitas IP Dx IP Tx IP Mx
em nt
Pemeriksaan fisik DD DHF -Darah -infus RL 20 tpm -TTV terutama
TD : 120/80 lengkap : -rnitidin 2xampl cek suhu
mmHg hb, plt, -ondancetron 3xampl -darah lengkap
Demam : 38 C hematokrit, -santagesik 3xampl -test widal
-widal test :
saat datang ke RS
s. thyphi dan
Lemes s.
Pusing parathyphi
Mual, muntah
Ptl : 115 dtng
Plt : 75
S. thyphi H :
POSITIF 1/80
SGOT : 70
SGPT : 97
Trombosit : 95000

Pemeriksaan hiper hiperurise Pemeriksaan Allupurinol tab 1x Klinis


laboratorium Asam urise mia kimia klinik 10mg
urat : 9,4 mia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DHF ( Dengue Haemorrhagic fever )/ DBD


A. Pengertian Demam Berdarah
Demam dengue (dengue fever, DF) adalah penyakit yang terutama
terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa
ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri
pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia
ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan. (Hendarwanto, 1996).
Demam berdarah dengue/DBD (dengue henorrhagic fever, DHF),
adalah suatu penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering
bersifat fatal, penyakit febril yang disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi
pembesaran plasma yang ditandai hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas hemostasis, dan pada kasus yang
parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein masif (dengue shock
syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik (Halstead,
2007).

B. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh
virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri

6
dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10
(Suhendro, 2006).
Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-2 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam
dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Sebagai
tambahan, terdapat 3 virus yang ditulari oleh artropoda (arbovirus)
lainnya yang menyebabkan penyakit mirip dengue (Halstead, 2007)

Tabel 1.1. Vektor dan distribusi geografis penyakit mirip dengue.


Virus Nama Penyakit Vektor D
Togavirus Chikungunya Aedes aegepty A
is
Aedes fr
Togavirus Onyong-nyong Anopheles
africanus funestus A
ik
Flavivirus West Nile Fever Culex molestus Ero
fr
Culex pa,
(Halstead, 2007). univittatus Afri

C. Penularan Demam Dengue


Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk
genus Aedes (terutama A. Aegepty dan A. Albopticus). Peningkatan kasus
setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya
tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air,
seperti bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya.
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus
dengue, yaitu:

a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan


vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat
lain.

b. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan


paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
c. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan
ketinggian di bawah 1000 di atas permukaan laut (Suhendro, 2006).

D. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini
masih diperdebatkan (Suhendro, 2006). Berdasarkan data yang ada,
terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan
dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue
(dengue shock syndrome).Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam
dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi
virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila seseorang mendapat infeksi
berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini Halstead
pada tahun 1973 mengajukan hipotesis yang disebut secondary
heterologous infection atau sequential infection hypothesis. Hipotesis ini
telah diakui oleh sebagian besar para ahli saat ini (Hendarwanto, 1996).

Infeksi dengue heterolog sekunder

Replikasi virus Respons antibody


Kompleks antigen virus-antibodi

Agregasi Aktivasi
Pengeluar Aktivasi
trombosit komplemen
an faktor III kaskade
trombosit koagulasi
Eliminasi Reaksi
trombosit oleh Aktivasi anafilaksis
sistem faktor
Konsumtifitas Hageman
retikuloendote Peningkatan
faktor-faktor
l (RES) permeabilitas
pembekuan
Ketidakseimbangan Kinin vaskular
fungsi trombosit Penurunan
jumlah faktor
pembekuan Syok
Trombositopenia

Gambar 2.1. Hipotesis secondary heterologous infection (Suhendro, 2006).

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD


adalah respon imun humoral. Respon humoral berupa pembentukan
antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang
dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi
virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE). Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-
sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus
dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon
gamma, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi
IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag berperan dalam
fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu,
aktivasi oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya senyawa
proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8,
dan C3 menurun.
Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel
untuk menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur
akhir nitrat oksida. Sistem pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi,
dan jumlah faktor XII (faktor Hageman) berkurang. Mekanisme
perdarahan pada DBD belum diketahui, tetapi terdapat hubungan
terhadap koagulasi diseminata intravaskular (dissemintated intravascular
coagulation, DIC) ringan, kerusakan hati, dan trombositopenia.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme
supresi sumsum tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup
trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari)
menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah
keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis
termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat
terjadi trombositopenia justru mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi
trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan
fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan senyawa
adenin-di-fosfat (ADP), peningkatan kadar -tromboglobulin dan faktor
prokoagulator IV yang merupakan penanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel
yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan
terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium
III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi
melalui jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga
berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak
(kalikrein C1-inhibitor complex) (Suhendro, 2006)
Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit, protein kecil,
dan, dalam beberapa kejadian, sel darah merah masuk ke dalam ruang
ekstravaskular. Redistribusi cairan internal ini, bersama dengan defisiensi
nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan muntah, berakibat pada
penurunan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung,
hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia (Halstead, 2007).
Penelitian tentang patogenesis yang menjelaskan keparahan
penyakit dengue sudah banyak dilakukan. Survei berkala terhadap
serotipe DENV memberi pandangan bahwa beberapa subtipe secara lebih
umum dikaitkan dengan keparahan dengue. Muntaz et al. (2006) dalam
penelitiannya menemukan DEN-3 menyebabkan infeksi lebih parah
dibandingkan serotipe lainnya. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan
virus untuk bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih tinggi.
Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group:
Report on Dengue (2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi
keparahan penyakit dengue:
1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya,
kombinasi serotipe primer dan sekunder DEN-1/DEN-2 atau DEN-
1/DEN-3 dipandang memberi risiko yang tinggi untuk terkena
dengue yang parah.
2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang
dihasilkan oleh aktivasi imun berhubungan dengan keparahan
penyakit.
3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan
sekunder, maka keparahan dengue semakin meningkat.
4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan
penyakit. Penelitian menunjukkan prevalensi DBD pada orang
negroid diasosiasikan dengan insidensi yang rendah (2%), sementara
orang kaukasoid memilki insidensi yang lebih tinggi (30%).

E. Manifestasi Klinis
Prediksi klinis infeksi virus dengue ditentukan oleh hubungan
kompleks antara faktor penjamu dan virus (WHO Scientific Working
Group: Report on Dengue, 2006).
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik
atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam
berdarah dengue, atau sindrom syok dengue (Suhendro, 2006).

1. Demam Dengue

Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis


bervariasi dan dipengaruhi usia pasien. Pada bayi dan anak-anak,
penyakit ini dapat tidak terbedakan atau dikarakteristikkan
sebagai demam selama 1-5 hari, peradangan faring, rinitis, dan
batuk ringan.

Kebanyakan remaja dan orang dewasa yang terinfeksi


mengalami demam secara mendadak, dengan suhu meningkat

o
cepat hingga 39,4-41,1 C, biasanya disertai nyeri frontal atau
retro-orbital, khususnya ketika mata ditekan. Kadang-kadang
nyeri punggung hebat mendahului demam. Suatu ruam transien
dapat terlihat selama 24-48 jam pertama demam. Denyut nadi
dapat relatif melambat sesuai derajat demam. Mialgia dan
artalgia segera terjadi setelah demam.
Dari hari kedua sampai hari keenam demam, mual dan
muntah terjadi, dan limfadenopati generalisata, hiperestesia atau
hiperalgesia kutan, gangguan pengecapan, dan anoreksia dapat
berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam makulopapular
terlihat, terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian
menghilang selama 1-5 hari. Kemudian ruam kedua terlihat,
suhu tubuh, yang sebelumnya sudah menurun ke normal, sedikit
meningkat dan mendemonstrasikan karakteristik pola suhu
bifasik

2. Demam Berdarah Dengue

Pembedaan antara demam demam dengue dan demam


berdarah dengue sulit pada awal perjalanan penyakit. Fase
pertama yang relatif lebih ringan berupa demam, malaise, mual-
muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut selama 2-5
hari diikuti oleh deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase
kedua ini, pasien umumnya pilek, ekstremitas basah oleh
berkeringat, badan hangat, wajah kemerah-merahan, diaforesis,
kelelahan, iritabilitas, dan nyeri epigastrik.
Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan
ekstremitas, ekimosis spontan, dan memar serta pendarahan
dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam
makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat dan
melelahkan. Denyut nadi lemah dan cepat, suara jantung
melemah. Hati dapat membesar 4-6 dan biasanya keras dan sulit
digerakkan.
Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue
berkomplikasi syok (sindrom syok dengue). Kurang dari 10%
pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan
gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak
diobati. Setelah krisis 24- 36 jam, pemulihan terjadi dengan cepat
pada anak yang diobati. Temperatur dapat kembali normal
sebelum atau selama syok. Bradikardia dan ektrasistol ventrikular
umumnya terjadi saat pemulihan (Halstead, 2007).

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi


perubahan hematologis. Parameter laboratorium yang dapat diperiksa
antara lain:

a. Leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui


limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (>15% dari jumlah total leukosit) yang pada
fase syok meningkat.

Tabel 2.2. Hitung leukosit normal.


Tipe sel Persentase Hitung Absolut
Leukosit 5.000-11.000/l
Normal
Neutrofil 45-75 4000-6000/l
Monosit 5-10 500-1000/l
Eosinofil 0-5 <450/l
Basofil 0-1 <50/l
Limfosit 10-45 2000-5000/l
(Hillman, 2005).

b. Trombosit umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit


< 100.000/l) pada hari ke 3-8.

c. Hematokrit kebocoran plasma dibuktikan dengan


ditemukannya peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit
awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

Tabel 2.3. Nilai normal hemoglobin/ hematokrit.


Usia/Jenis Kelamin Hemoglobin Hematokrit
(g/dl) (%)
Saat lahir 17 52
Anak-anak 12 36
Remaja 13 40
Pria Dewasa 16 (2) 47 (6)
Wanita dewasa (menstruasi) 13 (2) 40 (6)
Wanita dewasa (postmenopause) 14 (2) 42 (6)
Selama Kehamilan 12 (2) 37 (6)
(Hillman, 2005)

d. Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial


thromboplastin time (aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
Tabel 2.4. Tes koagulasi rutin.
Tes Nilai Normal
Hitung trombosit 150.000-350.000/l
Bleeding time (BT) 3-7 menit
Prothrombin time (PT) 10-14 detik
Partial thromboplastin time (aPTT) 25-38 detik
Fibrinogen
Orang sehat
200-400 mg/dl
Orang sakit
400-800 mg/dl
(Hillman, 2005).

e. Protein/albumin

Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai


normal albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total
adalah 5-8 g/dl (Price, 2003).

f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)

Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-


40 IU/l. Menurut Kalayanarooj (1997) anak dengan level enzim
hati yang meningkat sepertinya lebih rentan mengalami dengue
yang parah dibandingkan dengan yang memiliki level enzim hati
yang normal saat didiagnosis.

g. Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium


normal serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145
mEq/l.

h. Golongan darah dan cross match


Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.

i. Imunoserologi

Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM


terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer mulai
terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai
terdeteksi pada hari ke-2.

2. Radiologi

Pada foto dada didapatkan efusi pleura. Terutama pada hemithoraks


kanan. Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura
dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat
pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

G. Diagnosis
Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal
infeksi virus dengue (WHO Scientific Working Group, 2006). Perbedaan
utama antara demam dengue dan DBD adalah pada DBD ditemukan
adanya kebocoran plasma (Suhendro, 2006).

1. Demam Dengue

Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri


kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan, leukopenia) ditambah pemeriksaan serologis dengue
positif; atau ditemukan pasien demam dengue/ demam berdarah
dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

2. Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila


semua hal di bawah ini terpenuhi.
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif.

Petekie, ekimosis, atau purpura.

Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan


gusi), atau perdarahan di tempat lain.

Hematemesis atau melena.


c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/l).
d. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda kebocoran plasma sebagai
berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar


sesuai dengan umur dan jenis kelamin

Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi


cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit
sebelumnya

Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau


hipotermi.
Namun, pada laporan WHO Scientific Working Group: Report on
Dengue (2006) diperoleh beberapa laporan perdarahan parah pada pasien
yang tidak memiliki atau memilki bukti minimum kebocoran plasma.
Fenomena ini memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan
patofisiologinya belum dipahami dengan baik.

3. Sindrom Syok Dengue

Seluruh kriteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan


manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20
mmHg), hipotensi dibandingkan standard sesuai umur, kulit dingin
dan lembab serta gelisah.
Tabel 2.5. Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue.
DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam dis ertai 2 atau leukopeni a, openia,
lebih tanda: sakit kepala, trombosit a bukti n
nyeri retro-orbital, tidak ad plasma
mialgia, artr algia kebocora openia
I gejala di at as ditambah trombosit ,Ht Serologi
uji bendung positif <100.000
meningka t 20% dengue
DBD II gejala di at as ditambah trombositopenia positif
perdarahan pontan <100.000
,Ht
s meningka
t 20%
DBD III Gejala di atas ditambah trombositopenia
kegagalan sirkulasi (kulit <100.000
,Ht
dingin dan lembab serta meningka
t 20%
gelisah)
DBD IV Syok berat disertai trombosit ananopenia
dengan tekdarah <100.000 k
,Ht
dan nadi tidaterukur. meningka
t 20%

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada


pemberian cairan. Harris et al. (2003) mendemonstrasikan bahwa
meminum cairan seperti air atau jus buah dalam 24 jam sebelum pergi ke
dokter merupakan faktor protektif melawan kemungkinan dirawat inap di
rumah sakit.

Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat


di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar
yang bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue
atau DBD tanpa penyulit adalah:
1. Tirah baring.
2. Pemberian cairan. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk
minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup,
atau air tawar ditambah dengan garam saja).
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat
diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya
dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian
asetosal karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda


syok, yaitu:
1. Keadaan umum memburuk.
2. Terjadi pembesaran hati.
3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia.
4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.

Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera


dipersiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan
tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan
pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama
pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam. Terapi untuk sindrom syok dengue
bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskuler ke
tingkat yang normal. Dan hal ini tercapai dengan pemberian segera cairan
intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringers lactate (RL) atau bila
terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah
cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.
Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila
syok telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat
badan/ jam. Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan
bila tak tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander
plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg
berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus
dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga
keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik
dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah
syok selesai.
Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang
dapat diberikan pada pasien demam dengue/DBD:
1. Kristaloid.

a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam


larutan ringer laktat (D5/RL).
b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam
larutan ringer asetat (D5/RA).
c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5%
dalam larutan faali (D5/GF).
2. Koloid (plasma).

Transfusi darah dilakukan pada:

1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan


melena).

2. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala,


menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht.
Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah
masih banyak dipraktikkan. Padahal, penelitian Lum et al. (2003)
menemukan bukti bahwa praktik ini tidak berguna dalam
pencegahan perdarahan yang signifikan.
Pemberian kortikosteroid tidak memberikan efek yang
bermakna. Pada pasien dengan syok yang lama, koagulopati
intravaskular diseminata(dissminated intravascular coagulophaty,
DIC) diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila
dengan pemeriksaan hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu
diberikan. (Hendarwanto, 1996).

Tersangka DBD

Kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Uji torniket positif Uji torniket negatif

Jumlah Jumlah Rawat jalan


Rawat inap trombosit trombosit Antipiretik
<100.000/l >100.000/l Kontrol setiap hari
sampai demam hilang

Rawat jalan
Nilai tanda klinis, periksa
trombosit dan Ht bila
Segera bawa ke rumah sakit demam menetap setelah
hari sakit ke-3

Gambar 2.3. Penatalaksanaan tersangka DBD (Mansjoer, 2001).

I. Komplikasi
Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue
biasanya ringan dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan
elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam adalah komplikasi paling
sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak
umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari
epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru
perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak,
keadaan yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan signifikan.
Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya pada demam

chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia

berkepanjangan, depresi mental, bradikardi, dan fase febril,


astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol
ventrikular dapat terjadi.
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap
juga dapat terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia
dan hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi
nosokomial, serta praktik klinis yang buruk (Dengue: Guidelines for
diagnosis, treatment, prevention and control, WHO, 2009).
Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi
pada orang yang mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis
hemokonsentrasi dan trombositopenia (Halstead, 2007).

J. Prognosis

Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya


antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD,
kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan
penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus.
Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal
dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang
disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial (Halstead,
2007).

K. Pencegahan

Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada
pengobatan spesifik untuk menangani infeksi dengue. Hal ini membuat
pencegahan adalah langkah terpenting, dan pencegahan berarti
menghindari gigitan nyamuk jika kita tinggal di atau bepergian ke area
endemik (CDC, 2010).

Jalan terbaik untuk mengurangi nyamuk adalah menghilangkan


tempat nyamuk bertelur, seperti bejana/ wadah yang dapat menampung
air. Nyamuk dewasa menggigit pada siang hari dan malam hari saat
penerangan menyala. Untuk menghindarinya, dapat menggunakan losion
antinyamuk atau mengenakan pakaian lengan pajang/celana panjang dan
mengamankan jalan masuk nyamuk ke ruangan.
Penggunaan insektisida untuk memberantas nyamuk dapat
dilakukan dengan malathion. Cara penggunaan malathion adalah dengan
pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk
pemakaian rumah tangga dapat menggunakan golongan organofosfat,
karbamat atau pyrethoid (Hendarwanto, 1996)
DAFTAR PUSTAKA

Hendarwanto, 1996. Dengue. Dalam: Noer, Sjaifoellah et. al.,eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid I, ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 417-426.

Suhendro, Nainggolan, L., Chen, K., dan Pohan, H.T., 2006. Demam Berdarah
Dengue. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.,
dan Setiati, S., eds.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1709-1713.

Halstead, S.B., 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In:
Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton,
Bonita F., eds. Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed.. Philadelphia:
Saunders Elsevier, 1412- 1414.

Hillman, R.S., Ault, K.A., Rinder, dan Henry M., 2005. Hematology in Clinical
Practice 4th ed. New York: McGraw-Hill Companies.

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., dan Setiowulan, W., 2001.
Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, ed. Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI

Anda mungkin juga menyukai