Anda di halaman 1dari 31

Presentasi Kasus

DENGUE HAEMORRHAGE FEVER

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip
Di Puskesmas Cakranegara Mataram NTB

Diajukan Kepada YTH :


dr. H. Galih Wibisana ( Pembimbing Puskesmas )

Disusun oleh:

dr. Dewi Anita Amelia

dr. Megah Purnama

dr. Nisa Ladyasari

dr. Pt. Weda Widiaeni S.

dr. Renty Diana R.

PUSKESMAS CAKRANEGARA
KOTA MATARAM
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

DENGUE HAEMORRHAGE FEVER

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip

Di Puskesmas Cakranegara Mataram NTB

Telah diperiksa dan disetujui

Pada tanggal :

Oleh :

Dokter Pembimbing Puskesmas

dr. H. Galih Wibisana

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Demam dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang sering terjadi
pada daerah tropis yang disebabkan oleh virus dengue. Virus tersebut memerlukan
suatu vektor dalam transmisinya yaitu nyamuk Aedes aegypti. Dalam
perjalanannya, penyakit ini dapat mengancam jiwa apabila diikuti dengan
kebocoran plasma, perdarahan hebat, dan tanda-tanda syok pada pasien. Demam
dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang sering terjadi pada daerah tropis
yang disebabkan oleh virus dengue. Virus tersebut memerlukan suatu vektor
dalam transmisinya yaitu nyamuk Aedes aegypti. Dalam perjalanannya, penyakit
ini dapat mengancam jiwa apabila diikuti dengan kebocoran plasma, perdarahan
hebat, dan tanda-tanda syok pada pasien (CDC, 2012).
Kasus Demam Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus dan famili
Flaviviridae. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan
pertama dalam jumlah penderita Kasus Dengue setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 2000 hingga 2011, WorldHealth Organization (WHO)
mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tergolong tinggi di
Asia Tenggara. Penyakit Dengue (DF/DHF) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Di antara negara-negara Asia
Tenggara sendiri, Indonesia termasuk dalam grup A atau daerah hiperendemis
(WHO, 2011).
Infeksi Dengue sendiri telah menjadi masalah kesehatan masyarakat
Indonesia selama 40 tahun terakhir. Sejak tahun 2000 telah terjadi peningkatan
persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DF/DHF, dari 2
provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun
2013. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DF/DHF, pada awal tahun
2000 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus diakhir tahun 2013, dengan sebagian
besar kasus dengue terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun (Scott, 2014).

3
Berdasarkan patofisiologi infeksi dengue merupakan penyakit self limited.
Perdarahan merupakan salah satu dari komplikasi yang paling ditakutkan dan
berkaitan dengan tingginya angka mortalitas pada DBD ataupun Dengue dengan
syok. Mekanisme perdarahan pada dengue melibatkan multifaktor, tidak hanya
berkaitan dengan trombositopenia saja. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa derajat trombositopenia itu sendiri tidak berhubungan dengan
meningkatnya risiko perdarahan pada kasus dengue (RN Mikroo et al, 2007).
Melihat dari bukti empiris diatas, pendekatan diagnosa dan
penatalaksanaan terhadap Dengue, sangatlah penting. Pengetahuan yang tepat
dapat menghindarkan penderita dari keadaan yang lebih parah dan berpotensi
fatal. Pedoman tata laksana dengue juga terus mengalami perkembangan sesuai
dengan epidemiologi dan prognosis.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pendekatan diagnosa Demam Dengue atau Demam Berdarah


Dengue pada kasus?
Bagaimana penatalaksanaan dan terapi Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue yang tepat?

1.3 TujuanPenulisan
Laporan kasus ini bertujuan untuk memaparkan suatu kasus demam dengue
yang disertai manifestasi perdarahan dan pembahasan mengenai penangannya.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. Mikayla Keisha Azzahra
Usia : 1 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Perternakan Selagalas RT 006 RW 269
Suku : Sasak
Agama : Islam
MRS : 23 Februari 2017 pkl 10.00 WITA

2.2 Subyektif
Keluhan Utama: Bintik bintik merah di tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan muncul bintik-bintik kemerahan di seluruh
tubuh terutama di tangan dan kaki sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk
puskesmas cakranegara sakit. Sebelumnya pasien mengalami demam sejak 4 hari
sebelum masuk puskesmas cakranegara disertai batuk dan pilek. Demam disertai
dengan badan berkeringat dingin saat malam hari. Sejak 4 hari pasien tidak nafsu
makan. Pasien juga mengeluh mual namun pasien tidak muntah. Selain itu pasien
mengeluh pusing serta sedikit linu diseluruh sendi. Pasien tidak mengalami
perdarahan ditempat lain. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi. Adanya keluarga atau teman tempat
tinggal yang memiliki keluhan yang sama disangkal.
Pasien tiba di poli MTBS Puskesmas Cakranegara pada pukul 10.00
WITA dengan data:
BB : 8,9 Kg Nadi : 102x/menit
RR : 20x/menit Tax : 36,7 C

5
Terapi yang diberikan di UGD adalah
IVFD RL 20 tpm
Parasetamol Syr 3 x1 Cth PRN
Amoxsisilin Syr 3 x 1 Cth

2.3 Obyektif
(23 Februari 2017 Ruang Rawat Inap)
Keadaan Umum : Lemah, compos mentis, kesan gizi baik
BB : 8.9 kg
Tanda-Tanda Vital : Nadi 102x/menit
RR 20x/menit
Tax 36,7C
Kepala : Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Nasal: epistaksis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)

Thoraks : Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-


Cor : S1S2, regular, tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : distensi (-), umbilicus normal


Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : Turgor normal, tonus : normal
Hepar, lien, renal tidak teraba.
Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen

Ekstremitas : Akral hangat, edema -, Petekie (+)

6
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 23 Februari 2017
HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan
Hb 9,9 mg/dl L 13,3-17,7 P 11,7-
15,7
Hematokrit 32.0% L 40-54 P 35-47
Leukosit 6.700 cell/cmm 4.000-11.000
Eritrosit 4,09 L 4,5-6,5 P 3,0-6,0
Trombosit 99.000 cell/cmm 150.000-450.000

IMUNOSEROLOGI
THYPOID
Salmonella Paratyphy AH Negatif
Salmonella Paratyphy AO/BH Negatif
Salmonella typhy O Negatif
Salmonella typhy H Negatif

7
2.4. Assessment-Planning
Initial Planning Planning
Cue & Clue Problem List Planning Terapi
Diagnosa Diagnosa Monitoring
Perempuan 1 thn 1. Observasi Febris 1.Demam DL post - Bedrest - Subjektif
Mimisan sejak 1 hari SMRS (OF) hari ke 4 + berdarah terapi - IVFD Ringer Laktat 20 tpm - TTV
Demam sejak 4 hari SMRS trombositopenia + dengue cairan PO: Parasetamol Syr 3 x 1 Cth -trombosit dan
Nyeri ulu hati, mual (+), manifestasi 2. Demam Amoxcicilin Syr 3 x 1 Cth hematokrit
muntah (-) perdarahan dengue - Tanda tanda

Nyeri kepala, myalgia dan 3. Infeksi pendarahan

anoreksia arboviral

KU: lemah, compos mentis


BB: 8,9 Kg
Vital Sign
Nadi : 102x/mnt
RR : 20x/mnt
Tax : 36,7 oC

8
Nasal: epistaksis (-)
Hasil Hb 9,9 mg/dl
Hematokrit 32.0%
Leukosit 6.700
Eritrosit 4,09
Trombosit 99.000 cell/cmm

9
2.5 Follow up Pasien

24 Februari 2017
Subyektif
Demam (+) Lemas (+) Makan minum () Mimisan (-)
mual (+) muntah (-) Nyeri kepala (+) Nyeri sendi (+)
Obyektif
KU : Sedang
Nadi : 105x/m reguler kuat
RR : 20x/m
Tax : 38,2 0C
Kepala/Leher : dbn
Thorax : dbn
Abdomen : nyeri tekan epigastrium (+)
Extremitas : Petekie (+)

Lab Tanggal 24 Februari 2017


HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan
Hb 11,1 mg/dl L 13,3-17,7 P 11,7-15,7
Hematokrit 36,2 % L 40-54 P 35-47
Leukosit 5.900 cell/cmm 4.000-11.000
Eritrosit 4,59 L 4,5-6,5 P 3,0-6,0
Trombosit 94.000 cell/cmm 150.000-450.000

Assesment :
Demam Dengue
Planning Diagnosis :
DL serial

10
Planning Terapi
IVFD RL 20 tpm
PO: Paracetamol Syr 3 x 1 Cth
Amoxcicilin Syr 3 x 1 Cth
Pisidi 3 x 1 Cth

25 Februari 2017
Subyektif
Demam (+) Lemas (+) Makan minum () Mimisan (-)
mual (+) muntah (-) Nyeri kepala(+) Nyeri sendi (+)
Obyektif
KU: cukup
Nadi : 112x/m reguler kuat
RR : 20x/m
Tax : 37,6 C
K/L : dbn
Tho: dbn
Abd: nyeri tekan epigastric (+)
Ext : Petekie (+)

Tanggal 25 Februari 2017


HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan
Hb 10 mg/dl L 13,3-17,7 P 11,7-15,7
Hematokrit 32,0% L 40-54 P 35-47
Leukosit 7.300 cell/cmm 4.000-11.000
Eritrosit 4,09 L 4,5-6,5 P 3,0-6,0
Trombosit 172.000 cell/cmm 150.000-450.000

11
Assesment
Demam Dengue
Planning Diagnosis
-
Planning Terapi
IVFD RL 20 tpm
PO: Paracetamol Syr 3 x 1 Cth
Amoxcicilin Syr 3 x 1 Cth
Pisidi 3 x 1 Cth

26 Februari 2017

Subyektif
Demam (-) Lemas (-) Makan minum () Mimisan (-)
mual (+) muntah (-) Nyeri kepala(-) Nyeri sendi (-)
Obyektif
KU: baik
Nadi : 110x/m reguler kuat
RR : 20x/m
Tax : 36,,5 C

Assesment
Demam Dengue
Planning Diagnosis
-
Planning Terapi
IVFD RL 20 tpm
PO: Paracetamol Syr 3 x 1 Cth

12
Amoxcicilin Syr 3 x 1 Cth
Pisidi 3 x 1 Cth

27 Februari 2017
Subyektif
Tidak ada keluhan
Obyektif
KU: baik
Nadi : 102x/m reguler kuat
RR : 20x/m
Tax : 36,5 C
Assesment
Demam Dengue
Planning Diagnosis
-
Planning Terapi
KRS/ BLPL

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Dengue Infection


Demam dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang sering terjadi pada
daerah tropis yang disebabkan oleh virus dengue. Virus tersebut memerlukan
suatu vektor dalam transmisinya yaitu nyamuk Aedes aegypti. Dalam
perjalanannya, penyakit ini dapat mengancam jiwa apabila diikuti dengan
kebocoran plasma, perdarahan hebat, dan tanda-tanda syok pada pasien.

3.1.1 Etiologi dan Epidemiologi


Demam dengue dan demam berdarah dengue merupakan masalah
kesehatan yang sedang berkembang di daerah subtropis. Di Asia Tenggara,
dengan total populasi 1,5 miliar, 1,3 miliar dari jumlah tersebut berisiko terinfeksi
virus dengue. Banyak faktor yang mempengaruhi epidemiologi demam dengue,
dari segi lingkungan, biologis, dan faktor demogafi. Insiden dengue terkait dengan
iklim yang hangat dan lembab. Suhu yang meningkat serta curah hujan yang
tinggi telah terbukti meningkatkan efisiensi vektor dan pola gigitan nyamuk
terutama pada awal-awal tahun. Epidemiologi infeksi dengue memuncak pada
bulan Oktober-April di masa-masa musim hujan (Ona, 2011).
Virus Dengue merupakansuatu virus berukuran kecil (50 nm) terbungkus
kapsul lipoprotein yang mengandung single-strand RNA. Virus ini termasuk
kedalam genus Flavivirus dan keluarga (family) Flaviviridae. Dengue terdiri dari
tiga protein structural yaitu nucleoaprid atau core protein (C), protein membrane
(M), envelope protein (E), dan tujuh protein non-struktural (NS). Dari
keseluruhan protein non-sruktural, hanya glikoprotein selaput (NS1) yang
memiliki kepentingan diagnosis dan patologis karena berkaitan dengan
hemaglutinasi dan aktivitas netralisasi (WHO, 2011).
Terdapat 4 serotip virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3,
DENV-4. Pada anak-anak, virus yang biasa menyerang adalah DEN 1 dan DEN 3
yang menyebabkan infeksi ringan serta DEN 2 dan 4 yang tidak memberikan

14
gejala. Sedangkan pada dewasa, DEN 1 dan 3 merupakan infeksi berat sedangkan
DEN 2 dan 4 memberika gejala ringan sampai sedang. Infeksi sekunder dengan
serotip berbeda atau adanya infeksi ganda dapat menyebabkan klinis dengue yang
berat seperti DBD atau syok dengue (Scott, 2010).

3.1.2 Patogenesis dan Patofisiologi Infeksi Dengue


Patogenesis dengue masih belum dimengerti sepenuhnya. Namun
penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa demam dengue diasosiasikan
dengan infeksi sekunder oleh dengue serotipe 1-4 (Kliegman et al, 2007).
Walaupun pada beberapa pasien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dapat terjadi
pada infeksi primer. Peningkatan aktivasi imun, khususnya selama infeksi
sekunder, menyebabkan respon sitokin yang menghasilkan perubahan
permeabilitas vaskuler. Sebagai tambahan, produk virus seperti NS1 mungkin
memainkan peran dalam meregulasi aktivasi komplemen dan permeabilitas
vaskuler (WHO,2011).
Pada fase akut infeksi sekunder dengue terjadi peningkatan cepat aktivasi
dari sistem komplemen. Sesaat sebelum atau selama shock receptor Tumor
Necrosis Factor (TNF), Interferon- (IFN-), dan Interleukin-2 (IL-2)
meningkat. C1q, C3, C4, C5-C8, dan proaktivator C3 terdepresi dan kecepatan
katabolisme C3 meningkat. Faktor-faktor tersebut berinteraksi dengan sel endotel
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir Nitric
Oxide. Sistem pembekuan darah, fibrinolisis teraktivasi, dan kadar faktor XII
(Hageman Factor) terdepresi (Kliegman et al, 2007).
Mekanisme Dengue Hemorrhagic fever tidak diketahui. Diduga berhubungan
dengan mild degree DIC, liver damage, thrombocytopenia. Capillary damage
menyebabkan bocornya cairan, elektrolit, protein kecil, sel darah merah ke ruang
ekstravaskular. Internal redistribution of fluid serta defisit cairan (e.c. puasa,
haus, muntah) menyebabkan hemokonsentrasi, hipovolemi, meningkatnya beban
kerja jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik, hiponatremia (Kliegman et
al, 2007). Ciri khas dari DHF adalah peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan kebocoran plasma, berkurangnya volume plasma, dan shock pada

15
kasus yang berat. Kebocorannya unik sehingga ada kebocoran selektif plasma
pada rongga pleura dan peritoneum dan periode kebocorannya singkat 24-48 jam.
Pemulihan yang cepat dari shock tanpa sequelae dan tidak adanya inflamasi pada
pleura dan peritoneum mengindikasi perubahan fungsional pada integritas
vascular daripada kerusakan struktur endothelium sebagai mekanisme yang
mendasari (WHO, 2011).

3.2 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik maupun
simtomatik. Infeksi simtomatik berupa demam yang tidak dapat dibedakan
(sindroma viral), demam dengue (DF), atau demam berdarah dengue (DHF)
termasuk dengue shock syndrome (DSS). Manifestasi klinis tersebut tergantung
dari strain virus dan faktor inang seperti usia dan status imun (WHO, 2011).
1. Undifferentiated Fever
Merupakan gejala demam yang dapat dialami bayi, anak, maupun
dewasa yang terinfeksi oleh virus dengue untuk pertama kalinya. Demam
yang terjadi biasanya ringan dan tidak dapat dibedakan dengan infeksi
virus lainnya.
2. Dengue fever
Demam dengue lebih sering dialami anak-anak, remaja, dan
dewasa. Demam berlangsung akut dan terkadang bersifat bifasik disertai
nyeri kepala, myalgia, athralgia, rash, leukopenia, dan trombositopenia.
Gejala demam dengue yang paling berat biasanya hanya sebatas break-
bone fever yaitu nyeri otot, tulang, dan sendi khususnya pada dewasa.
3. Dengue Haemorrhagic fever
Demam berdarah dengue (DBD) lebih sering menyerang anak-
anak usia kurang dari 15 tahun di area hiperendemik akibat infeksi
berulang. DBD ditandai dengan demam mendadak tinggi disertai gejala-
gejala lain seperti demam dengue di awal fase. Manifestasi perdarahan
yang muncul adalah rumpleed test atau tes tourniquet yang positif, petekie,
memar, dan perdarahan saluran cerna. Di akhir fase demam, penderita

16
rentan mengalami syok hipovolemik (Dengue shock syndome) akibat
adanya kebocoran plasma.
Tanda bahaya yang perlu diwaspadai ialah muntah terus-menerus,
nyeri abdomen, gelisah, iritatif, dan oliguria. Patofisiologi DBD adalah
gangguan hemostasis dan kebocoran plasma. Temuan laboratorium seperti
trombositopenia dan peningkatan hematokrit biasa ditemukan sebelum
onset syok muncul. DBD umumnya terjadi pada anak-anak dengan infeksi
dengue sekunder dengan infeksi primer oleh DENV-1 dan DENV-3
seperti pada bayi.
4. Expanded dengue syndrome
Manifestasi yang jarang yang berkaitan dengan gangguan liver,
ginjal, otak, maupun jantung. Komplikasi ini terjadi akibat dari syok dan
komobid koinfeksi.

17
3.3 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

DF/DHF Grade Tanda dan Gejala Laboratori


DF Demam dengan dua dari Leucopenia (wbc
kriteria berikut: 5000 sel/mm3 )
Sakit kepala Trombositopenia
Nyeri retro-orbital (hitung platetelet
Myalgia 150.000 sel/mm3)
Nyeri tulang/arthalgia Peningkatan hematokrit
Manifestasi (5%-10%)
perdarahan Tidak ada kehilangan
Tidak ada kebocoran plasma
plasma
DHF I Demam dan manifestasi Trombositopenia 100.000
perdarahan (uji tourniquet sel/mm3; HCT meningkat
positif) dan bukti dari 20%
kebocoran plasma
DHF II Seperti grade I ditambah Trombositopenia 100.000
dengan perdarahan spontan sel/mm3; HCT meningkat
20%
DHF* III Seperti grade I dan II Trombositopenia 100.000
ditambah dengan kegagalan sel/mm3; HCT meningkat
sirkulasi (pulsasi lemah, 20%
tekanan pulsasi sempit ( 20
mmHg), hipotensi, gelisah
DHF* IV Seperti grade III ditambah Trombositopenia 100.000
syok dengan tidak terabanya sel/mm3; HCT meningkat
tekanan darah dan pulsasi 20%
*: DHF III dan IV adalah DSS

18
Diagnosis DHF ditegakkan bila semua dari kriteria ini terpenuhi:
- Demam akut 2-7 hari, biasanya bifasik.
- Terdapat minimal 1 dari Manifestasi perdarahan berikut:
o Rumpleed test atau tourniquet test (+)
o Petekie
o Ekimosis atau purpura
o Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi)
o hematemesis melena
- Trombositopenia (platelet count <100.000 cell/mm3)
- Adanya minimal 1 tanda kebocoran plasma akibat peningkatan
permeabilitas vaskular
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur
dan jenis kelamin
o Penurunan hematokrit >20% setelah pemberian terapi cairan
dibandingkan dengan hematokrit sebelumnya
o tanda kebocoran plasma: efusi pleura, ascites, hipoalbumin
(PAPDI, 2010; WHO, 2011).
Warning signs (tanda Bahaya):
- Tidak ada perbaikan klinis atau justru terjadi perburukan kondisi
selama perjalanan penyakit
- Muntah terus menerus tanpa intake yang baik
- Nyeri hebat abdomen
- Gelisah dan iritatif
- Perdarahan: epistaksis, melena, hematemesis, hematuria, dll.
- Hepatomegali
- Pucat, akral basah dan dingin
- Oliguria atau anuria dalam 4-6 jam (SEARO-WHO, 2011)

19
Kriteria MRS
Semua pasien dengan trombosit 100.000/mm3
Semua pasien dengan adanya tanda bahaya atau warning
signs
Pasien yang termasuk dalam kategori:
o Bayi (usia < 1thn)
o Pasien obesitas
o Pasien dengan penyakit lain sebagai komorbid
(diabetes, sindroma nefrotik, gagal ginjal kronis,
penyakit hemolitik, asma yang tidak terkontrol)
o Pasien dengan kondisi sosial buruk (hidup dirumah
sendirian, tempat tinggal jauh dari layahan kesehatan,
transportasi sulit)

3.4 Penatalaksanaan Demam Dengue dan Demam berdarah Dengue


3.4.1 Manajemen Pasien DF/DHF Rawat Jalan
1. Pastikan asupan cairan peroral adekuat
Cairan yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan sesuai umur.

2. Istirahat cukup (Adequate Bed rest)


3. Terpai supportif
4. Monitoring Hb, Hematokrit, dan trombosit per 24 jam.
5. Komunikasikan pada pasien untuk segera kontrol apabila terdapat
tanda-tanda warning sign. (WHO, 2011;DOH, 2012)

20
3.4.2 Manajemen Pasien Rawat Inap tanpa syok (DHF grade I-II) atau
Pasien Dengue tanpa Warning Sign
1. Monitoring darah lengkap setiap 24 jam
2. Pemberian cairan isotonik seperti Ringer laktat atau NaCl 0,9%. Jumlah cairan
disesuaikan dengan jumlah cairan rumatan menggunakan rumus Holliday
Segar.

3. Jika pasien tidak mengalami syok namun terdapat tanda dehidrasi ringan,
maka ditambahkan 5% defisit cairan yaitu

4. Cairan diberikn dalam waktu 24 jam, cairan rumatan tidak boleh dari 3000ml
per hari.

3.4.3. Manajemen Pasien Rawat Inap dengan Warning Sign Tanpa Syok
1. Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sebelum terapi cairan dan
sesudah terapi cairan adekuat selesai diberikan. Sedangkan monitoring
selanjtunya dilakukan setiap 24 jam.
2. Berikan hanya larutan isotonis seperti Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
dengan laju infus:

3. Jika setelah terapi cairan diatas hematokrit meningkat tajam, tingkatkan


laju sebesar 5-10ml/kg/BB/jam selama 2 jam. Jika nilai hematokrit tetap
atau sedikit meningkat, lanjutkan dengan laju yang sama 2-3ml/kgBB/ jam
selama 2-4 jam.

21
4. lanjutkan dengan terapi cairan rumatan bila hematokrit menurun, output
urin baik, intak oral baik. Terapi cairan pada pasien dengue hanya
dibuthkan dalam waktu 24-48 jam.
5. Monitoring pemeriksaan laboratorium lanjutan (DOH, 2012:WHO, 2011,
PAPDI, 2009).

22
3.4.4 Manajemen Pasien Rawat Inap dengan Syok Terkompensasi (DHF
Grade III)

23
3.4.5 Manajemen Pasien Rawat Inap dengan Syok Berkepanjangan (DHF
Grade IV)

24
25
3.5 Tanda perbaikan klinis
- Nadi, tekanan darah, dan laju respirasi stabil
- Temperatur normal
- Tidak terdapat tanda perdarahan baik internal maupun eksternal
- Kembalinya nafsu makan
- Tidak ada munta dan nyeri abdomen
- Produksi urin baik
- Hematokrit dalam batas normal
- Mulai menghilangnya peteki terutama pada ekstrimitas (WHO, 2011)
Kriteria KRS:
- Tidak terdapat demam setidaknya 24 jam tanpa pemberian antipiretik
- Kembalinya nafsu makan
- Perbaikan klinis yang dapat terlihat
- Produksi urin baik
- Minimal 2-3 hari setelah perbaikan dari syok
- Tidak terdapat ascites ataupun tanda distres akibat efusi pleura
- Trombosit lebih dari 50.000/mm3. Jika belum tercapai, pasien diharap
menghindari aktivitas traumatik selama 1-2 minggu hingga jumlah
platelet normal. Pada kasus normal, platelet meningkat dalam 3-5 hari
(WHO, 2011)

3.6 Komplikasi
Syok yang berkepanjangan dapat mengakibatkan asidosis metabolik dan
perdarahan masif akibat terjadinya DIC (WHO, 2011). Syok yang tidak diatasi
lebih dari 4 jam akan menyebabkan kegagalan fungsi pada multiorgan seperti
kegagalan fungsi hepar (pognosis 50%) atau kegagalan fungsi hepar dan ginjal
(prognosis 10%). Apabila terdapat kegagalan fungsi dari minimal tiga organ dan
salah satunya adalah fungsi respirasi, maka prognosis sangat buruk.
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu komplikasi yang
ditakutkan. Angka kejadian perdarahan saluran cerna lebih banyak ditemukan
pada DSS. Kondisi ini dapat dijelaskan karena perdarahan yang timbul akan

26
memperberat kehilangan volume plasma akibat kebocoran sehingga mempercepat
terjadinya syok (Raihan, 2010). Selain komplikasi tersebut, pasien juga dapat
mengalami kelebihan cairan karena pemberian yang terlalu banyak pada saat-saat
terjadi kebocoran plasma (WHO, 2011).

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien merupakan anak perempuan berusia 1 tahun yang datang dengan


keluhan muncul bintik bintik kemerahan di tubuh sejak 1 hari sebelum masuk
puskesmas. Sebelumnya pasien mengalami demam sejak 4 hari sebelum masuk
puskesmas. Demam disertai dengan badan berkeringat dingin saat malam hari.
Sejak 4 hari pasien tidak nafsu makan Pasien juga mengeluh mual namun pasien
tidak muntah. Selain itu pasien mengeluh pusing serta sedikit linu disendi.
Dari autoanamnesa tersebut, didapatkan beberapa gejala demam dengue
yang dialami oleh pasien yaitu demam, mual dengan nyeri epigastrium disertai
anoreksia, sakit kepala, dan myalgia athralgia. Pada pasien didapatkan kriteria dari
penegakan diagnosis kerja Dengue Haemorrhage Fever (DHF) yaitu demam
mendadak tinggi 2-7 hari disertai manifestasi perdarahan, pada pasien ini berupa
petekie. Sedangkan dari hasil laboratorium didapatkan trombositopenia dengan
nilai 99.000 cell/mm3 dengan hematokrit senilai 32%. Adanya kebocoran plasma
belum dapat ditentukan karena hematokrit normal pasien tidak diketahui dan
belum ada tanda kebocoran lain seperti asites dan efusi pleura. Untuk itu pasien
ini didiagnosis kerja sebagai Dengue with Warning Sign (without Shock).
Paien dengan demam dengue tanpa syok namun terdapat warning sign
seharusnya diberikan terapi cairan sesuai protokol C pada tinjauan pustaka. Di
ruang rawat inap pasien diberikan ringer laktat 20 tpm. Setelah dilakukan terapi
cairan pasien dimonitoring nilai Hb, hematokrit, dan trombositnya. Untuk itu
penegakan diagnosis menggunakan perbandingan nilai hematokrit sebelum dan
sesudah resusitasi. Setelah pemberian cairan, hematokrit pasien naik menjadi
36,2%. Meski penurunan ini tidak mencapai 20%, dan tidak terdapat tanda
kebocoran plasma, namun pasien tetap disuspek diagnosis DHF. Berdasarkan
SEARO-WHO 2011, penurunan hematokrit 10-20% harus tetap dicurigai sebagai
DHF karena bisa jadi saat itu pasien masih dalam tahap DHF fase febris yang

28
hanya dalam hitungan jam dapat menjadi DHF fase kritis dengan peningkatan
hematokrit > 20%. Adanya perdarahan spontan sebagai komplikasi dengan
trombosit < 100.000 cell/mm3 (99.000 cell/mm3)) , maka pasien disuspek
diagnosis DHF grade I.
Sesuai protokol C, pasien mengalami penurunan hematokrit yang cukup
signifkan setelah terapi cairan, untuk itu diruangan pasien diberikan lanjutan
terapi rumatan sesuai rumus holliday segar yaitu kristaloid 2500ml/hari selama
24-48 jam. Jika pasien mengalami tanda perbaikan, maka dilanjutkan terapi cairan
melalui oral.
Selain terapi cairan, terapi simtomatis juga diperlukan. Pasien diberikan
diberikan terapi paracetamol per oral 3x 1 Cth untuk menurunkan panas.
Amoxcicilin diberikan dengan indikasi ISPA pada pasien.
Pemberian steroid pada kasus demam dengue atau demam berdarah
dengue masih dalam kontroversi. Namun pada kasus ini sebaiknya steroid
dihindari untuk mencegah perdarahan saluran cerna karena pasien mengalami
trombositopenia berat yang sudah menyebabkan manifestasi perdarahan.
Pada tanggal 27 februari 2017 pasien boleh pulang dari puskesmas (rawat
inap hari ke 5) dengan pertimbangan nilai trombosit semakin meningkat (terakhir
172.000 cell/mm3), manifestasi perdarahan telah berhenti, dan fase kritis demam
dengue telah terlewati.

29
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus pasien anak perempuan usia 1 tahun, dengan
keluahan utama bintik bintik kemerahan dan gejala lain sesuaikriteria dari
penegakan diagnosis kerja Dengue Haemorrhage Fever (DHF) tanpa disertai
syok. Pasien mendapatkan terapi cairan sesuai dengan pedoman tatalaksana
terbaru dari WHO serta transfusi TC sesuai indikasi. Pasien telah menerima
penanganan yang tepat dan adekuat dari puskemas. Pasien mengalami
kemajuan yang baik dan dapat BLPL pada hari ke 5 rawat inap.

5.2 Saran
Diharapkan tenaga medis selalu memperbaharui pemahaman
mengenai diagnosis, dan penatalaksanaan demam berdarah dengue secara
tepat dan adekuat untuk pengobatan yang optimal karena pedoman
penatalaksaan dengue selalu berkembang dari waktu ke waktu.

30
DAFTAR PUSTAKA

Health Departement of Philippines, 2012. Revised Dengue Clinical Case


Guidelines 2011. Philippines: Department of Health.

Suhendro et al, 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Tropic Infection. PAPDI

Raihan et al, 2010. Faktor Prognosis Terjadinya Syok pada Demam Berdarah
Dengue. Sari Pediatri, Vol. 12, No.1, Juni 2010.

Setiati et al, 2006. Changing Epidemiology of Dengue Haemorrhagic fever in


Indonesia. Dengue Buletin. Volume 30-2006.

The Institute of Child health, 2011. Guidelines on Management of Dengue Fever


and Dengue Haemorrhagic Fever in Children and Adolescent. Pakistan:
p2-20.

WHO, 2011. Comprehensive and Guidelines for Prevention and Control of


Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. WHO Regional Office of
South-East Asia.

WHO, 2011. Guidelines for Treatment of Dengue Fever or Debgue


Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. Regional Office for South-East
Asia: New Delhi.

31

Anda mungkin juga menyukai