Anda di halaman 1dari 75

I.

JUDUL PENELITIAN
Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Web Design Siswa Kelas XI Jurusan Multimedia di SMK Miftahul
Falah Kudus
II. LATAR BELAKANG

Pendidikan menjadi pilar penting bagi terciptanya kehidupan yang lebih baik,
yang merujuk pada perkembangan kemampuan fisik dan psikis. Berdasarkan tujuan
tersebut, dapat diketahui bahwa sejauh ini pemerintah telah memiliki arah dan
landasan yang jelas untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia. Selanjutnya hal itu
dipertegas kembali melalui Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang menjadi aturan dasar untuk pemenuhan standar minimal pendidikan.
Adapun standar minimal pendidikan yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah
No.32 Tahun 2013 dalam pasal 2 ayat 1 terdiri atas : (1) Standar Isi, (2) Standar
Proses; (3) Standar Kompetensi Lulusan; (4) Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan; (5) Standar Sarana dan Prasarana; (6) Standar Pengelolaan; (7)
Standar Pembiayaan; (8) Standar Penilaian Pendidikan. Berdasarkan beberapa standar
tersebut, maka standar minimal dari standar proses yang harus dipenuhi dalam
meningkatkan kompetensi dan kualitas peserta didik.
Uno (2008:1) mengemukakan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem
pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan baik
ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Pada arus global, kita sementara berhadapan
dengan tanngan globalisasi. Pada masa globalisasi ini pendidikan merupakan suatu
kebutuhan primer bagi manusia. Dunia pendidikan dituntut untuk lebih memberikan
kontribusi nyata untuk meningkatkan kemajuan bangsa. Untuk memajukannya
tentunya perlu kerjasama dari berbagai pihak antara lain orang tua, pihak sekolah,
lingkungan dan dari pihak siswa sendiri.
Namun pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum memahami
makna pendidikan yang seutuhnya, ada yang berpendapat bahwa belajar hanya dapat
dilakukan di sekolah dan dengan bimbingan guru. Padahal, kegiatan belajar adalah
kegiatan yang bersifat berkelanjutan dan terus-menerus. Menurut Gestalt (dalam
Slameto, 2010:11) Siswa memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga
di luar sekolah, dalam pergaulan, memperoleh pengalaman sendiri-sendiri, karena itu
sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan masyarakat agar semua
turut serta membantu perkembangan siswa secara harmonis. Persepsi yang harus
diluruskan agar siswa dapat memahami makna belajar. Dalam hal ini guru memiliki
peran utama dalam mengubah persepsi siswa yang kurang tepat tersebut.
Pada implementasi standar proses pendidikan, guru memiliki peran yang
cukup signifikan dan penting dalam proses pembelajaran. Sebagaimana tercantum
dalam PP No. 14 Tahun 2005 Pasal 4 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa
kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa guru mempunyai
peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Sardiman
(2012:125) guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-
mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang
potensial di bidang pembangunan. Salah satu tugas dari guru yaitu menyampaikan
pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa, sehingga siswa dapat memahami dan
mengerti maksud yang disampaikan guru, kemudian siswa dapat menguraikan dengan
ucapan atau tulisan. Guru haruslah orang dewasa yang memiliki tanggung jawab
dalam mengajar, mendidik dan membimbing peserta didik. Sebagaimana
diungkapkan oleh Uno (2008:15) bahwa guru adalah seorang dewasa yang secara
sadar bertanggungjawab dalam mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik.
Disini artinya guru mempunyai andil besar dalam berhasil atau tidaknya suatu
pembelajaran di sekolah. Guru berperan dalam membantu perkembangan peserta
didik untuk mewujudkan tujuan dalam pembelajaran. Bagian terpenting dalam
pengajaran adalah bagaimana guru dapat mengembangkan keprofesionalannya
melalui kegiatan belajar mengajar, dimana guru harus memiliki kemampuan untuk
merencanakan program pembelajaran dan kemampuan untuk melaksanakan
pembelajaran dengan maksimal (Uno, 2008:70).
Pengembangan potensi diri peserta didik dapat dilakukan melalui suatu proses
belajar. Menurut Slameto (2010:2) belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku. Sehingga pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai
berikut, Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Proses belajar
tersebut akan menghasilkan suatu perubahan dalam diri siswa yang disebut dengan
hasil belajar. Proses belajar diharakan dapat memberikan perubahan yang signifikan
dan bersifat positif ke arah yang lebih baik sehingga siswa memiliki kompetensi
tertentu. Perubahan tingkah laku antar siswa tentunya berbeda dikarenakan beberapa
faktor diantaranya karakteristik, tingkat intelegensi, kesehatan, motivasi,
kemandirian, bakat dan lain-lain.
Menurut Sanyaja (2006:19) peran guru adalah sebagai sumber belajar,
fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing dan evaluator. Sehingga sebagai
motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran menjadi lebih baik. Pada dasarnya dalam setiap proses
pembelajaran selalu dibutuhkan aktivitas, aktivitas merupakan prinsp yang sangat
penting dalam interaksi belajar-mengajar. Tanpa adanya aktivitas proses
pembelajaran akan terhambat dikarenakan interaksi antara guru dan siswa tidak
berjaland engan baik. Sardiman (2011:95) menyebutkan bahwa aktivitas belajar
merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaktis pembelajaran sebab
prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Tidak ada belajar
jika tanpa aktivitas, dalam kegiatan belajar subyek didik atau siswa harus aktif
berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas.
Terkait dengan peran guru sebagai agen pembelajaran, guru dituntut dapat
memberikan pembelajaran secara optimal dengan menggunakan berbagai metode dan
model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa. Sanjaya (2010: 14)
menegaskan bahwa seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan
mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan
minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa, termasuk didalamnya
memanfaatkan berbagai sumber danmedia pembelajaran untuk menjamin efektivitas
pembelajaran. Dipertegas kembali oleh Pribadi (2010:18), penerapan desain sistem
pembelajaran bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang sukses, yaitu
pembelajaran yang mampu membantu siswa mencapai kompetensi yang
diinginkannya. Oleh karena itu, pemilihan dan penerapan desain model pembelajaran
menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan penguasaan kompetensi siswa.
Salah satu kompetensi mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa Program
Multimedia pada jenjang SMK di kelas XI adalah mata pelajaran Web desain. Wahyu
(2015) menyebutkan Web desain merupakan salah satu mata pelajaran wajib dasar
pada dasar program keahlian Multimedia. Berdasarkan struktur kurikulum mata
pelajaran Web desain disampaikan dikelas XI semester 1 yang disampaikan dalam
waktu 4 jam pelajaran per minggu. Pada semester 1 ini materi web desain ditekankan
pada perintah-perintah dasar pada HTML untuk pembuatan halaman dan perintah
perintah menggunakan java script. Perintah HTML yang diajarkan pada web design 1
ini meliputi pembuatan komponen formulir serta pemberian style pada suatu halaman
web serta dasar HTML.
Berdasarkan beberapa studi yang ada, penggunaan web dalam pembelajaran
umumnya diterapkan di sekolah-sekolah tinggi atau universitas untuk menghasilkan
pembelajaran yang efektif dan bermakna. Akan tetapi model pembelajaran berbasis
web juga bisa diterapkan di tingkat sekolah dasar dan menengah. Seperti yang
diungkapkan oleh Passey (2000), ...web based learning is used often as examples of
materials produced by teacher for specific information gathering excercises or to
offer information on primary and secondary level. (Luik, 2006). Karena Blended ini
merupakan kombinasi dari pembelajaran berbasis web dan pembelajaran tatap muka,
maka pembelajaran ini dapat diterapkan pada mata pelajaran apa pun, termasuk pada
jurusan Multimedia di Sekolah Menengah Kejuruan yang salah satunya dipengaruhi
oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat.
Pembelajaran web desain merupakan pembelajaran dasar bagi siswa SMK
kelas XI. Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti laksanakan dengan cara
pengamatan langsung di kelas XI Jurusan Multimedia SMK Miftahul Falah Kudus
yang terdiri dari 30 siswa untuk memperoleh infomasi terkait gambaran kondisi siswa
pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Pada saat pembelajaran guru masih
menggunakan model konvensional, yaitu secara tatap muka (face to face) di kelas.
Guru dan siswa berpedoman pada buku pegangan dan modul, namun tidak jarang
guru juga menggunakan media pembelajaran powerpoint atau slide yang ditampilkan
melalui layar LCD Viewer. Pada awal pebelajaran siswa terlihat belum siap dengan
materi yang akan dipelajari karena belum bisa menjawab pertanyaan apersepsi yang
diajukan. Ketika guru menjelaskan materi di depan kelas, hanya terdapat sekitar 5
orang siswa atau 15% yang mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Sisanya
terdapat siswa yang berbincang dengan teman sebangkunya. Hampir sekitar 25 siswa
atau 85% siswa yang masih belum fokus ketika guru menjelaskan materi di depan
kelas. Selama ini, guru belum mengoptimalkan penggunaan fasilitias internet dalam
proses pembelajaran. Data awal juga diperoleh melalui wawancara dengan guru
Jurusan Multimedia kelas XI di SMK Miftahul Falah Kudus yaitu Bapak Syafiudin.
Menyatakan bahwa siswa memiliki prestasi yang bagus namun masih kurang aktif
dalam proses pembelajaran terlihat dalam observasi langsung yang sudah diakukan
bahwa aktivitas belajar dan hasil belajar siswa ketika di kelas masih rendah. Salah
satu faktor yang menyebabkan rendahnya aktivitas belajar dan hasil belajar siswa
adalah model mengajar guru yang masih menggunakan metode ceramah dalam
menyampaikan materi, sehingga pembelajaran masih terpusat pada guru saja. Hal ini
membuat siswa merasa cepat bosan dan kurang aktif. Tercermin dalam tindakan
siswa yang pasif dan kurang merespon materi yang diberikan, mengobrol dengan
temannya atau kurang siapnya siswa dalam menerima materi pembelajaran yang
diberikan.
Sugihartono dkk (2007:81) menyebutkan bahwa model pembelajaran
merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem
lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar
secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.
Salah satu model pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran
konvensional dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komuninasi untuk
meningkatkan kemandirian belajar siswa adalah Blended Learning. Yusuf (2011)
mendefinisikan blended learning sebagai integrasi antara face to face dan Elektronik
learning untuk membantu pengalaman kelas dengan mengembangkan teknologi
informasi dan komunikasi. Thorne (2003: 2) dalam Sjukur (2012) mendefinisikan
blended learning sebagai berikut. It Represents an opportunity to integrate the
innovative and technological advances offered by Elektronik learning with the
interaction and participation offered in the best of traditional learning. Definisi
diatas mengandung makna bahwa blended learning menggambarkan sebuah
kesempatan yang mengintegrasikan inovasi dan keuntungan teknologi pada
pembelajaran Elektronik dengan interaksi dan partisipasi dari keuntungan
pembelajaran tatap muka. Sementara itu, Chaeruman (2011) menjelaskan blended
learning sebagai pembelajaran yang mengkombinasikan setting pembelajaran
synchronous dan asynchronous secara tepat guna untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Beberapa definisi diatas, memberikan gambaran bahwa blended
learning merupakan kombinasi antara pembelajaran Elektronik dengan bantuan
teknologi informasi dan komunikasi secara tepat guna untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Adapun untuk dapat menerapkan model blended learning dalam
pembelajaran tentu diperlukan perencanaan terlebih dahulu yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan karakteristik siswa. Herman Dwi Surjono pada acara Workshop
Student Center Learning di Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada 10 Oktober 2016
mengemukakan :
Blended learning merupakan aspek pembelajaran terbaik dari pembelajaran
tatap muka dengan keunggulan pembelajaran Online
Beberapa alasan mengapa perlu diterapkannya pembelajaran berbasis blended
learning antara lain : kemudahan akses dan kenyamanan, peningkatan pembelajaran,
rancangan instruksional meningkat, petunjuk lebih jelas, aktivitas belajar lebih
terarah, keterlibatan meningkat melalui interaksi sosial, pengaturan waktu lebih baik
dll.

Hal lain yang memperkuat perlunya blended learning di aplikasikan dalam


pembelajaran yaitu jika dahulu hanya Universitas Terbuka yang diizinkan
menyelenggarakan pendidikan jarak jauh, maka dengan diterbitkannya surat
keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 107/U/2001 pada 2 Juli 2001 tentang
penyelenggaraan pendidikan tinggi jarak jauh, maka kapasitas penyelenggaraan
pendidikan terbuka dan jarak jauh menggunakan blended learning telah diizinkan.
Lembaga-lembaga pendidikan non-formal seperti kursus-kursus juga telah
memanfaatkan keunggulan blended learning untuk program-program unggulannya.
Karena secara spesifik dalam pendidikan, blended learning memiliki makna salah
satunya adalah menafaatkan jasa teknologi elektronik. Dimana dalam hal ini guru dan
siswa sama-sama dapat berkomunikasi dengan relatif lebih mudah tanpa dibatasi oleh
hal-hal yang protokoler sehingga dapat dikatakan aktivitas siswa dalam belajar lebih
terarah.

Berbagai konsep dan teknik baru dalam pembelajaran telah banyak


dikembangkan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Oleh karena itu, dibutuhkan
suatu model pembelajaran variatif yang dapat merangsang aktivitas siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran, sehingga siswa akan berperan aktif dan memberikan
feedback yang positif. Solusi pembelajaran yang diharapkan harus mampu
memberikan peningkatan terhadap aktivitas siswa dan hasil belajar siswa.
Pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa dalam
proses pembelajaran adalah Blended Learning. Pembelajaran Blended Learning
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadi pembelajar aktif yang
memahami kebutuhan dirinya dan mengupayakan pencapaian pemahaman akan
pengetahuan secara mandiri. Menurut Suprijono (2012:54) guru bertindak sebagai
fasilitator, memberikan dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok ke arah hasil
yang sudah disiapkan sebelumnya. Model pembelajaran Blended Learning
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan individu
tanpa meninggalkan interaksi sosial di dalam kelas, sehingga dengan sistem ini siswa
lebih berperan aktif dalam pembelajaran sedangkan guru sebagai fasilitator.

Adapun penelitian relevan pernah dilakukan oleh Pramesti (2016), volume 01,
nomor 02 dengan judul Pengaruh Penerapan Pembelajaran Blended Learning untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X Multimedia. Hasil dari penelitian ini
adalah aktivitas siswa di kelas yang menggunakan media pembelajaran berbasis
blended learning meningkat dibandingkan dengan kelas yang tidak menggunakan
blended learning. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata dari kelas X Multimedia 2
(Kelas Kontrol) adalah 85 dengan standar deviasi 6,52 sedangkan rata-rata dari kelas
X Multimedia 1 (Kelas Eksperimen) adalah 88 dengan standar deviasi 5,73. Hasil
tersebut menunjukkan rata-rata kelas ekperimen yang diberi perlakuan blended
learning lebih tinggi daripada kelas yang tidak diberi perlakuan blended learning.
Sedangkan nailai P-value diperoleh adalah 0,032 yang artinya lebih kecil dari 0,05
sehingga hipotesis terjawab bahwa nilai belaja siswa kelas eksperimen lebih baik dari
kelas kontrol. Persamaa penelitian ini dengan penelitian yang sedang diteliti adalah
pada variabel bebas yaitu model blended learning dan variabel terikat yaitu aktivitas
belajar siswa yang menunjukkan dengan diberinya perlakuan dengan blended
learning aktivitas siswa dalam belajar akan meningkat.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sutisna (2016) dengan judul


Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning pada Pendidikan Kesetaraan
Program Paket C dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar. Berdasarkan
pembahasan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: (1)
Penggunaan media yang berbasis TIK dalam pembelajaran program paket C di
PKBM pada umumnya belum optimal, karena terbatasnya sarana perangkat komputer
yang dimilikinya. Sehingga pada waktu pembelajaran tatap muka secara klasikal.
penggunaan media oleh tutor masih lemah. (2) Model konseptual pembelajaran
blended learning merupakan sebuah model pembelajaran yang menggunakan media
CD interaktif dan e-book pada proses belajar mengajarnya, dan sekaligus merupakan
sebuah alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik
program paket C pada PKBM. (3) Hasil implementasi model pembelajaran blended
learning yang dikembangkan cukup efektif, di mana berpengaruh 48,2% terhadap
peningkatan kemandirian belajar peserta didik program paket C pada PKBM.
Persamaan penelitian ini adalah pada variabel bebas yaitu model pembelajaran
blended learning.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Donnelly dan Claire MacAvinney


(2012) dengan judul Academic Development Perspectives of Blended Learning.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi elektronik, Web, Internet,
dan teknologi pembelajaran terkait telah menghasilkan iklim di mana pembelajaran
teknologi dipandang sebagai sarana untuk memperbaiki pembelajaran pendidikan
tinggi dan mengajar. Itu situasi telah berkembang dimana gelombang lebih dari
akademisi di seluruh dunia yang mulai menggunakan teknologi Elektronik dalam
mengajar mereka, serta menjadi bersemangat untuk mengeksplorasi pedagogi yang
berbeda, menyediakan lembaga pendidikan tinggi dengan pengembangan profesional
yang cukup tantangan. Pengalaman menunjukkan bahwa prasyarat untuk strategi
blended learning dalam belajar dan mengajar adalah bahwa akademisi mengajar
kursus mengenali kebutuhan untuk pengembangan akademik yang sesuai holistik
untuk menyediakan mereka dengan tidak hanya pemahaman tentang bagaimana cara
terbaik untuk menggunakan teknologi, tetapi lebih umumnya dalam meningkatkan
pemahaman mereka tentang bagaimana mengembangkan pembelajaran dicampur
efektif lingkungan. generasi berikutnya dicampur pengalaman belajar, ditandai
dengan integrasi ponsel dan pribadi perangkat, akan berkembang secara elektronik
memadukan menuju perpaduan yang juga dilengkapi benda konten modular untuk
personalisasi, mengubah dan memperkaya pembelajaran pada waktu dan semakin
pada istilah yang didefinisikan oleh pelajar.
Selain dapat meningkatkan motivasi, prestasi, dan hasil belajar siswa,manfaat
lain dari blended learning menurut Yendri (2011: 4), yaitu (1) meningkatkan hasil
pembelajaran melalui pendidikan jarak jauh; (2) meningkatkan kemudahan belajar
sehingga siswa menjadi puas dalam belajar melalui pendidikan jarak jauh; (3)
mengurangi biaya pembelajaran. Dengan manfaat tersebut, diharapkan dapat
mengatasi permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti akan mengkaji


masalah tersebut dengan melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Model
Pembelajaran Blended Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Web design
Siswa Kelas XI Jurusan Multimedia SMK Miftahul Falah Kudus.

III. IDENTIFIKASI MASALAH

Dari permasalahan tersebut peneliti telah mengidentifikasi masalah sebagai


berikut:
1. Metode pembelajaran yang masih bersifat konvensional, membuat siswa
menjadi kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran
2. Media pembelajaran yang digunakan guru belum maksimal untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa, sehingga siswa hanya membaca buku
sebagai sumber belajar.
3. Siswa memiliki prestasi yang bagus tetapi masih kurang aktif.
4. Faktor yang menyebabkan aktivitas siswa rendah Karena siswa hanya
mengandalkan guru untuk mendapatkan pengetahuan.
5. Perlunya metode yang inovatif dalam pembelajaran yang berkaitan dengan
internet karena guru belum optimal dalam memanfaatkan Internet dalam
pembelajaran
6. Kebanyakan siswa menggunakan fasilitas Internet hanya untuk mengakses
account sosial media mereka dibanding mengunduh materi-materi pelajaran.
7. Penggunaan model pembelajaran blended learning yang sesuai dengan
kebutuhan siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
IV. CAKUPAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah


diuraikan, maka penelitian yang dilakukan akan membahas mengenai hasil belajar
siswa, yaitu hasil belajar mata pelajaran web design. Hal ini bertujuan untuk
memperjelas penelitian yang dilakukan agar mendapatkan hasil penelitian yang
fokus, serta penafsiran terhadap hasil penilitian tidak berbeda, maka perlu dilakukan
pembatasan masalah. Penelitian ini hanya berfokus pada Pengembangan Model
Pembelajaran Blended Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Web desain
Siswa Kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul Falah Kudus.

V. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji antara lain :
1. Bagaimanakah implementasi model pembelajaran blended learning pada mata
pelajaran web design di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul Falah
Kudus.?
2. Bagaimanakah keefektifan model pembelajaran blended learning pada mata
pelajaran web design di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul Falah
Kudus.?

VI. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan dalam penelitian ini yaitu :


1. Mengimplementasikan model pembelajaran blended learning pada mata
pelajaran web desain di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul Falah
Kudus.
2. Menguji keefektifan model pembelajaran blended learning pada mata
pelajaran web desain di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul Falah
Kudus.
VII. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan baru tentang pengembangan
pembelajaran, khususnya pembelajaran dengan model blended learning pada mata
pelajaran web design di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul Falah Kudus.
Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sumbangan untuk ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang strategi maupun model pembelajaran dalam mata pelajaran
web design di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul Falah Kudus.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Menambah wawasan dan strategi tentang model pembelajaran blended
learning sehingga meningkatkan kulitas pembelajaran yang dilakukan.
b. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan masukan bagi
pihak sekolah terutama pada bidang model pembelajaran sekaligus sebagai bahan
supervise dari kepala sekolah untuk guru kelas.

VIII. KAJIAN PUSTAKA

Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya tentang intensitas pemberian tugas, kemandirian belajar dan hasil
belajar. Adapun hasil penelitian yang menjadi dasar penulis adalah sebagai berikut :
Penelitian lain dilakukan oleh Barokati dan Fajar Annas (2013) dengan judul
Pengembangan Pembelajaran Berbasis Blended Learning pada mata Kuliah
Pemrograman Komputer. Berdasarkan penelitian ini dapat diambil kesimpulan
bahwa pembelajaran blended learning memberikan kontribusi pada pengembangan
pembelajaran di FKIP UNISDA Lamongan dan dapat direspon positif oleh
mahasiswa sebagai pengguna (adanya penilaian mahasiswa sebesar 88,29%).
Selanjutnya kegiatan pembelajaran baik tatap muka maupun Elektronik dan offline
menunjukkan respon yang baik oleh penggunan.
Penelitian yang dilakukan oleh Arifiana dan Annisa Ratnasari (2013) dengan
judul Blended Learning As A Strategy To Improve Students Accounting Learning
Motivation Of First Grade Accounting Competency Program At SMK N 1 Bantul
Academic Year Of 2012/2013. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa
implementasi Blended Learning dapat meningkatkan Motivasi Belajar Akuntansi
Siswa Kelas X Kompetensi Keahlian Akuntansi SMK N 1 Bantul Tahun Pelajaran
2012/2013 dibuktikan dengan adanya peningkatan skor Motivasi Belajar Akuntansi
kelas X Akuntansi 3 dari 78,45% pada siklus pertama dan mencapai 85,46% pada
siklus kedua. Peningkatan jumlah siswa yang termotivasi dari 17 siswa pada siklus
pertama dan 26 siswa pada siklus kedua memantapkan hasil penelitian bahwa
Blended Learning mampu meningkatkan Motivasi Belajar Akuntansi siswa kelas X
Akuntansi 3 SMK N 1 Bantul secara klasikal tanpa dominasi dari beberapa siswa saja
Persamaan penelitian relevan dengan penelitian ini adalah penggunaan model
pembelajaran Blended Learning. Perbedaannya adalah pada Arifiana dan Annisa
Ratnasari (2013) yang diukur adalah motivasi belajar siswa sedangkan dalam
penelitian ini yang diukur adalah hasil belajar siswa. Selain itu, subjek penelitian
relevan adalah Siswa Kelas X Kompetensi Keahlian Akuntansi SMK N 1 Bantul
sedangkan penelitian ini adalah siswa kelas XI Multimedia 1 SMK Miftahul Falah
Kudus
Penelitian yang dilakukan oleh Kharisma (2012) dengan judul Penerapan
Model Pembelajaran Blended Learning Untuk Meningkatan Motivasi dan Hasil
Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Malang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motivasi dan hasil belajar akuntansi siswa
antara kelas yang diajar menggunakan model blended learning dengan memanfaatkan
situs jejaring sosial facebook dengan kelas yang diajar tidak menggunakan model
blended learning dengan memanfaatkan situs jejaring sosial facebook. Persamaan
penelitian relevan dengan penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran
Blended Learning. Perbedaannya adalah adalah pada penelitian Kharisma (2012)
yang diukur adalah motivasi dan hasil belajar siswa sedangkan dalam penelitian ini
yang diukur adalah aktivitas belajar siswa. Selain itu, subjek penelitian relevan adalah
siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Malang, sedangkan penelitian ini adalah siswa
kelas XI Multimedia 1 SMK Miftahul Falah Kudus.
Penelitian yang dilakukan oleh Barokati dan Fajar Annas (2013) dengan judul
Pengembangan Pembelajaran Berbasis Blended Learning pada mata kuliah
pemrograman komputer. Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan model
blended learning yang dikembangkan memberikan kontribusi pada pengembangan
pembelajaran di FKIP UNISDA Lamongan dan dapat direspon positif oleh
mahasiswa sebagai pengguna dibuktikan dengan adanya penilaian mahasiswa sebesar
88,29%.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sutisna (2016)
dengan judul Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning pada
Pendidikan Kesetaraan Program Paket C dalam meningkatkan Kemandirian Belajar.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan sebagai
berikut: (1) Penggunaan media yang berbasis TIK dalam pembelajaran program paket
C di PKBM pada umumnya belum optimal, karena terbatasnya sarana perangkat
komputer yang dimilikinya. Sehingga pada waktu pembelajaran tatap muka secara
klasikal. penggunaan media oleh tutor masih lemah. (2) Model konseptual
pembelajaran blended learning merupakan sebuah model pembelajaran yang
menggunakan media CD interaktif dan e-book pada proses belajar mengajarnya, dan
sekaligus merupakan sebuah alternatif pembelajaran untuk meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik program paket C pada PKBM. (3) Hasil
implementasi model pembelajaran blended learning yang dikembangkan cukup
efektif, di mana berpengaruh 48,2% terhadap peningkatan kemandirian belajar
peserta didik program paket C pada PKBM.
Penelitian lain yaitu dilakukan oleh Rizkiyah (2015), volume 1, nomor 1
dengan judul Penerapan Blended Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
pada Mata Pelajaran Ilmu Bangunan di Kelas X TGB SMK Negeri 7 Surabaya.
Hasil dari penelitian menunjukkan hasil belajar setelah dilakukan pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran blended learning mengalami peningkatan,
presentase ketuntasan belaja sebelum tindakan adalah 30,30%, setelah tindakan siklus
1 adalah 72,73%, dan setelah tindakan siklus 2 adalah 87,88%. (2) Hasil kegiatan
mengajar guru mengalami peningkatan dari siklus 1 dengan jumlah nilai rata-rata 55
dalam kategori cukup dan siklus 2 dengan jumlah nilai rata-rata 68,33 dalam kategori
baik. (3) Hasil kegiatan belajar siswa siklus 1 dengan jumlah nilai rata-rata 26,33
dalam kategori kurang, dan siklus 2 dengan jumlah nilai rata-rata 35 dalam kategori
baik. (4) Hasil respon siswa siklus 1 terhadap 33 siswa mendapatkan jumlah nilai
1210, dengan rata-rata 36,67 dalam kategori baik, dan siklus 2 terhadap 31 siswa
mendapatkan jumlah nilai 1242, dengan jumlah rata-rata 40,06 dan termasuk dalam
kategori sangat baik. Persamaan dalam penelitian ini adalah pada variabel bebas yaitu
model pembelajaran yang digunakan yaitu blended learning.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa maupun hasil belajar siswa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya terletak pada subjek penelitian, lokasi penelitian dan definisi operasional.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI Program Multimedia di SMK Miftahul
Falah Kudus. Lokasi penelitian ini adalah di SMK Miftahul Falah Kudus dengan
definisi operasional variabel dalam penelitian ini yaitu Model Pembelajaran Blended
Learning dan Hasil Belajar siswa.

IX. KAJIAN TEORI


1. Hakikat Belajar
1.1. Pengertian Belajar

Slameto (2010:2) menjelaskan pengertian secara psikologis, belajar merupakan


suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut
nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Menurut Slameto (2010:2) Belajar ialah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar menurut pandangan Skinner adalah suatu perilaku pada saat orang belajar
maka resonnya menjadi lebih baik (Dimyati dan Mudjiono,2010:9). Sedangkan
menurut Gagne bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Belajar
merupakan suatu proses penting dalam kehidupan manusia yang menckup seluruh
aspek manusia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Syaodih (2010:35) yang
menyatakan bahwa belajar merupakan serangkaian upaya untuk mengembangkan
kemampuan-kemampuan dan sikap serta nilai siswa, baik kemampuan intelektual,
sosial, afektif maupun psikomotor.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang ke arah yang lebih baik untuk
mengembangkan kemampuan individu baik dalam hal keterampilan, pengetahuan,
sikap maupun nilai.

1.2. Prinsip Belajar


Slameto (2010 :27) menjelaskan bahwa prinsip belajar dapat dilaksanakan dalam
situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual.
Dimyati dan Mudjiono (2010:42) mengemukakan prinsip-prinsip belajar sendiri
meliputi:
1. Perhatian dan Motivasi
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul apabila bahan pelajaran sesuai
dengan kebutuhannya, sehingga akan membangun motivasi siswa untuk
mempelajarinya.
2. Keaktifan
Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan yang
beraneka ragam bentuknya mulai dari aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas
fisik berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan, dsb.
Sedangkan aktivitas psikis berupa menggunakan khasanah pengetahuan yang
dimiliki dalam memecahkan masalah, membandingkan satu konsep dengan
konsep lain, menyimpulkan hasil percobaan, dsb.
3. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Dalam belajar melalui pengalaman langsung, siswa tidak sekedar mengamati
secara langsung tetapi harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan
bertanggung jawab terhadap hasilnya.

4. Pengulangan
Prinsip pengulangan penting dalam proses belajar karena untuk melatih daya-
daya jiwa, membentuk respon dan kebiasaan-kebiasaan yang benar.
5. Tantangan
Tantangan merupakan usaha menghadapi hambatan dalam proses belajar
artinya bahan materi yang mengandung masalah akan membuat siswa tertantang
untuk memecahkannya, sehingga siswa akan belajar dengan giat dan sungguh-
sunggu.
6. Balikan dan Penguatan
Hasil belajar yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan
berpengaruh pada usaha belajar selanjutnya. Balikan yang sesegera mungkin
diberikan kepada siswa, akan membuatnya terdorong untuk belajar lebih giat dan
bersemangat.
7. Perbedaan Individual
Setiap siswa memiliki perbedaan karakteristik psikis, kepribadian dan sifat
yang akan berpengaruh pada cara dan hasil belajar mereka. Sehingga perbedaan
individu ini perlu diperhatikan oleh guru agar proses belajar berjalan dengan
maksimal.
Berdasarkan pendapat ahli tentang prinsip-prinsip belajar, dapat disimpulkan
bahwa proses belajar terjadi secara bertahap pada diri siswa yang mencakup tiga hal
yaitu belajar merupakan perubahan perilaku, merupakan proses dan merupakan
bentuk pengalaman yang di dalamnya terdapat perhatian/motivasi, keaktifan,
keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan
serta perbedaan individu. Selain prinsip-prinsip tersebut, terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar yang akan menentukan berhasil atau tidaknya proses belajar
tersebut.
1.3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak


jenisnya, tetapi digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intern (faktor dari
dalam) dan faktor ekstern (faktor dari luar).

1.3.1. Faktor-faktor Intern


Faktir intern adalah faktor yang berasal dari diri individu. Meliputi faktor
jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan
1. Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan yang berpengaruh terhadap belajarnya
dan perlunya menjaga kesehatan badan. Saat keadaan cacat tubuh juga
mempengaruhi belajar yang dapat terganggu.
2. Faktor psikologis, ada 7 faktor yang tergolong dalam faktor psikologis yaitu :
Intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.
3. Faktor kelelahan, terdapat kelelahan jasmani dan kelelahan rohami. Kelelahan
jasmani terjadi dimana sirkulasi darah kurang lancar sehingga tubuh terihat
lemah lunglai. Kelelahan rohani sendiri terjadi karena adanya kelesuan dan
kebosanan.
1.3.2. Faktor-faktor Ekstern
Faktor Ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu.
Dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu : faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor
masyarakat.
1. Faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang
tua dan latar belakang kebudayaan.
2. Faktor sekolah, meliputi metode mengajar kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu
sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung metode belajar dan tugas rumah.
3. Faktor masyarakat, terjadi karena adanya siswa dalam masyarakat, kegiatan
siswa di masyarakat diantaranya kegiatan siswa dalam masyarakat, media
masa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 faktor yang
mempengaruhi belajar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Kedua faktor ini sangat
berkaitan satu sama lain dalam proses belajar karena saling mempengaruhi
keberhasilan proses belajar mengajar. Sehingga dari faktor-faktor tersebut melahirkan
teori-teori belajar sebagai dasar berjalannya proses belajar

1.4. Teori Belajar


Adanya terori merupakan hal pendukung utama dalam proses belajar. Menurut
Siregar dan Hartini Siregar (2014) teori belajar yaitu sebuah teori yang bertujuan
menjelaskan proses belajar dan fokus pada hubungan antara variabel-variabel yang
menentukan hasil belajar.
Banyak teori belajar yang menjadi pendukung utama dalam proses pembelajaran
akan tetapi peneliti membatasi beberpaa teori pembelajaran yang berkaitan dengan
variabel penelitian yaitu model pembelajaran blended learning. Beberapa teori
tersebut merupakan teori yang dikemukakan siregar.
Menurut Siregar dan Hartini Siregar (2014) teori pembelajaran harus
memasukkan variabel metode pembelajaran. Bila tidak, maka teori tersebut bukanlah
teori pembelajaran. Hal ini penting, sebab banyak terjadi apa yang dianggap sebagai
teori pembelajaran yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori pembelajaran selalu
menyebutkan metode pembelajaran, sedangkan teori belajar sama sekali tidak
berurusan dengan metode pembelajaran, beberapa teori dibawah ini yang peneliti
pakai untuk penelitian
1.4.1. Teori Kognitif

Pengkajian teori belajar kognitif memandang belajar sebagai proses


pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan
memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar pada
diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berpikir, yakni proses
pengolahan informasi (Rifai dan Catharina, 2012).

Teori belajar kognisi menekankan pada cara-cara seseorang menggunakan


pikirannya untuk belajar, mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang telah
diperoleh dan disimpan di dalam pikirannya secara efektif. Pada hakekatnya,
belajar mendasari pada pengamatan yang melibatkan seluruh indera, menyimpan
kesan lebih lama, dan menimbulkan sensasi yang membekas pada siswa. Adapun
proses belajar terdiri atas 3 tahapan, yaitu (1) asimilasi adalah proses
memasukan informasi ke dalam skema, (2) akomodasi adalah proses mengubah
skema yang telah dimiliki dengan informasi baru, dan (3) equilibrasi adalah
percobaan memperoleh keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi (Jean Piaget
dalam Rifai dan Catharina, 2012).

1.4.2. Teori Kontruktivistik

Belajar menurut Teori Konstruktivistik diartikan sebagai suatu proses


pembentukan pengetahuan oleh siswa yang belajar sendiri. Belajar lebih dari sekedar
mengingat saja. Rifai dan Catharina (2012:114), menyatakan pendidik bukan orang
yang mampu memberikan pengetahuan pada peserta didik, karena peserta didik yang
harus membentuk pengetahuan di dalam ingatannya sendiri. Inti dari teori
konstruktivistik ini adalah peserta didik yang harus terlibat aktif di dalam
pembelajaran, siswa sendiri yang harus mengartikan apa yang telah dipelajari dengan
konstruksi yang dibangun sebelumnya.
Seperti dalam prinsip blended learning dimana siswa akan dibentuk agar
memiliki aktivitas belajar yang lebih terarah. Belajar bukan hanya soal mengingat
saja akan tetapi lebih kepada kemampuan mengaplikasikan yang sudah didapat dari
pembelajaran. Pada teori ini peserta didik harus aktif dalam pembelajaran, hal itu
sesuai dengan makna pembelajaran blended learning yang bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa.
Fungsi teori belajar menurut Suprijono (2012) adalah : (a) Memberikan kerangka
kerja konseptual untuk suatu informasi belajar; (b) Memberikan rujukan untuk
menyusun rancangan pelaksanaan program; (c) Mendiagnosis masalah-masalah
dalam kegiatan belajar mengajar; (d) Mengkaji kejadian belajar dalam diri seseorang;
dan (e) Mengkaji faktor eksternal yang memfasilitasi proses belajar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teori belajar
merupakan sesuatu hal yang mendukung dan mendasari proses belajar. Teori belajar
juga menaruh perhatian pada hubungan antara variabel-variabel yang menentukan
hasil belajar dan tujuan utama dari teori belajar adalah menjelaskan proses belajar itu
sendiri.
2. Hakikat Pembelajaran
2.1. Pengertian Pembelajaran

Briggs (dalam Rifai, 2012:157) Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa


(events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu
memperoleh kemudahan. Sementara Gagne (dalam Rifai, 2012:157) menyatakan
bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang
dirancang untuk mendukung proses internal belajar.
Pembelajaran bertujuan untuk penguasaan materi atau pengetahuan. Pengetahuan
bersumber dari perangkat mata ajaran yang disampaikan di sekolah (Hamalik,
2007:26). Salah satu sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan saintifik
setelah siswa berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi sekitarnya
(Hamdani, 2010:23)
Berdasarkaan substansi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
suatu peristiwa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan perubahan ke arah
yang lebih baik agar tercapai suatu tujuan pembelajaran

2.2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran


Beberapa prinsip pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan
mengadaptasi pemikiran Fillbeck (dalam Siregar dan Hartini Siregar, 2014) sebagai
berikut :
1. Respons-respons baru (new respons) diulangs ebagai akibat dari respons yang
terjadi sebelumnya.
2. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon, tetapi juga di bawah
pengaruh kondisi atau tanda-tanda di lingkungan siswa
3. Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang
frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan.
4. Belajar yang berbentuk respons terhadap tanda-tanda yang terbatas akan
ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.
5. Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar
sesuatu yang kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah.
6. Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian
dan ketekuanan siswa selama proses siswa belajar.
7. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan
balik menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa.
8. Kebutuhan memecah materi yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil
dapat dikurangi dengan mewujudkannya dalam suatu model.
9. Keterampilan tingkat tinggi terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih
sederhana.
10. Belajar akan lebih cepat, efisien dan menyenangkan bila siswa diberi informasi
tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.
11. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju
dengan cepat ada yang lebih lambat.
12. Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan
kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk
membuat respon yang benar.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa prinsip pembelajaran
meliputi respon, sikap yang dikontrol oleh respon, situasi mental, kegiatan belajar dan
tahap persiapan.

3. Model Pembelajaran

Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan


informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model
pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
3.1. Pengertian Model Pembelajaran

Suprijono (2012: 45) menyebutkan bahwa model pembelajaran merupakan


landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori
belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan
implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Melalui kegiatan model pembelajaran
guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara
berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi juga sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar.
Joyce dan Weil (dalam Rusman, 2012: 133) menyebutkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana yang dapat digunakan untuk menyusun rencana
pembelajaran dalam jangka panjang, merancang bahan pelajaran dan melakukan
bimbingan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran dapat membantu siswa
dalam menggali informasi, ide, keterampilan, dan cara berpikir. Arends (dalam
Trianto, 2010: 54) menyebutkan bahwa dalam memilih model pembelajaran
didasarkan pada dua alasan penting yaitu model pembelajaran memiliki arti yang
lebih luas daripada strategi, metode, dan prosedur serta model pembelajaran dapat
berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam proses pembelajaran.
Menurut Arends (dalam Suprijono, 2012: 46) model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran,
tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan
kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar.

3.2. Ciri-Ciri Model Pembelajaran


Menurut Rusman (2012: 136), cirri-ciri model pembelajaran adalah sebagai
berikut:
1. Suatu model pembelajaran yang akan digunakan harus memperhatikan tujuan
dari perancangan model tersebut yaitu untuk melatih partisipasi dalam kelompok
secara demokratis.
2. Suatu model pembelajaran harus memiliki tujuan tertentu yang dapat dicapai
melalui model tersebut.
3. Model pembelajaran disusun untuk dapat dijadikan acuan untuk melakukan
perbaikan proses pembelajaran.
4. Model pembelajaran memiliki beberapa bagian yaitu urutan langkah
pembelajaran, adanya prinsip-prinsip reaksi, adanya sistem sosial, dan terdapat
suatu sistem pendukung.
5. Penerapan model pembelajaran dapat memberikan dampak terhadap proses
pembelajaran secara keseluruhan baik dilihat dari segi pembelajaran dengan hasil
belajar yang dapat diukur maupun dari segi pengiring yaitu berupa hasil belajar
jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar dengan acuan model pembelajaran yang telah
ditentukan.
3.3. Macam-Macam Model Pembelajaran

Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mendorong guru
untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
Suprijono (2012: 79) menyebutkan bahwa pembelajaran konstektual merupakan
konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
2. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif berfokus pada pembelajaran yang menggunakan
kelompok kecil untuk bekerja bersama dalam memaksimalkan belajar untuk
mencapai suatu tujuan. Sanjaya (2006: 246-247), pembelajaran kooperatif memiliki
empat prinsip utama yaitu: prinsip ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, interaksi tatap muka, dan partisipasi dan komunikasi.
3. Model Pembelajaran Kuantum
Model pembelajaran kuantum merupakan rangkaian dari berbagai teori atau
pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi yang jauh sebelumnya
sudah ada. Model pembelajaran kuantum memiliki beberapa karakteristik umum,
seperti pembelajaran ini berlandaskan pada psikologi kognitif, lebih bersifat
humanistis, bersifat konstruktivistis bukan behavioristis, memusatkan perhatian pada
interaksi yang bermakna, menekankan pada pembelajaran yang cepat dengan hasil
yang tinggi, mengutamakan keberagaman dan kebebasan, dan mengintegrasikan
totalitas tubuh dan pikiran. (Sugiyanto, 2010: 73-78)
4. Model Pembelajaran Terpadu
Model pembelajaran terpadu adalah model yang menggabungkan beberapa
pokok bahasan untuk disajikan dalam satu tema. Melalui pembelajaran ini, siswa
mampu mendapatkan pengalaman langsung, sehingga menambahkan daya dalam
menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan tentang sesuatu yang
dipelajari. (Sugiyanto, 2010: 126-127)
5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai
dukungan teoritisnya. Pembelajaran ini memfungsikan guru sebagai pembimbing dan
fasilitator sehingga peserta didik dapat berpikir dan menyelesaikan masalahnya
sendiri. (Sugiyanto, 2010: 152).
6. Model Pembelajaran Blended Learning
Blended learning merupakan model pembelajaran yang menggabungkan antara
sistem e-learning dengan model pembelajaran konvensional atau tata muka (face-to-
face) Graham (2004:3) mengemukakan :
The idea that BL is the combination of instruction from two historically
separate models of teaching and learning: traditional face to face learning
systems and distributed learning systems. It also emphasizes the central role of
computer-based technologies in Blended Learning.
Blended Learning merupakan kombinasi antara pembelajaran secara tatap muka
dengan pendekatan komputer.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah suatu alat yang digunakan pendidik untuk menyampaikan informasi kepada
peserta didik.

4. Model Pembelajaran Blended Learning


4.1. Pengertian Model Pembelajaran Blended Learning

Setimologi istilah Blended Learning terdiri dari dua kata yaitu Blended dan
Learning. Kata blend berarti campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar
bertambah baik atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan.
Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar, dengan demikian sepintas
mengandung makna pola pembelajaran yang mengandung unsur pencampuran, atau
penggabungan antara satu pola dengan pola yang lainnya. Graham (2004:3)
mengemukakan :
The idea that Blended Learning is the combination of instruction from two
historically separate models of teaching and learning: traditional face to face
learning systems and distributed learning systems. It also emphasizes the central
role of computer-based technologies in Blended Learning.
Diutarakan oleh Graham bahwa blended learning merupakan kombinasi antara
pembelajaran secara tatap muka dengan pendekatan komputer. Menurut Mosa (dalam
Rusman, 2012:242) menyampaikan bahwa pola belajar yang dicampurkan adalah dua
unsur utama yakni pembelajaran di kelas dengan Elektronik learning. Dalam
pembelajaran Elektronik ini terdapat pembelajaran menggunakan jaringan internet
yang di dalamnya ada pembelajaran berbasis web. Blended Learning ini merupakan
perpaduan dari teknologi Multimedia, CD-ROM, video streaming, kelas virtual, e-
mail, voicemail dan lain-lain dengan bentuk tradisional pelatihan di kelas dan
pelatihan setiap apa yang dibutuhkannya. Intinya penggabungan atau percampuran
dua pendekatan pembelajaran yang digunakan sehingga tercipta pola pembelajaran
baru dan tidak akan menimbulkan rasa bosan pada pererta didik. Pembelajaran
blended learning fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar harus mandiri pada waktu
tertentu dan bertanggung jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran
blended learning akan mengharuskan peserta didik memainkan peranan yang lebih
aktif dalam pembelajarannya. Peserta didik membuat perancangan dan mencari
materi dengan usaha dan inisiatif sendiri. Blended Learning ini tidak berarti
menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model
belajar tersebut melalui pengembangan teknologi pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Blended Learning adalah
perpaduan dari beberapa model proses pembelajaran dimana fokus utama dari
pembelajaran Blended Learning sendiri yaitu pesesrta didik, dimana peserta didik
harus bisa belajar mandiri, bukan lagi pada model teacher centered. Pada pelaksanan
blended learning sendiri terdiri atas beberapa model proses pembelajaran antara lain,
proses pembelajaran tatap muka, elektronik learning, belajar mandiri, dsb.

4.2. Komponen Blended Learning

Berdasarkan kesimpulan dari definisi blended learning menurut para ahli, maka
blended learning mempunyai 2 komponen pembelajaran yaitu pembelajaran tatap
muka dan Elektronik learning (e-learning).
1. Pembelajaran Tatap Muka (Konvensional)
Pembelajaran tatap muka sebagai salah satu bentuk model pembelajaran
konvensional yang mempertemukan guru dengan murid dalam satu ruangan untuk
belajar. Lebih lanjut, Gintings (2008: 43) dalam Moestofa dan Meini Sondang S
(2013) menjelaskan dalam metode pembelajaran konvensional guru menyampaikan
materi secara oral atau lisan dan siswa mendengarkan, mencatat, mengajukan
pertanyaan, dan dievaluasi. Sementara itu, Moestofa dan Meini Sondang S (2013)
mendefinisikan pembelajaran konvensional sebagai salah satu model pembelajaran
yang hanya memusatkan pada metode pembelajaran ceramah. Adapun tahap-tahap
pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:
a. Tahap pembukaan, dimana guru mengkondisikan siswa untuk memasuki suasana
belajar dengan menyampaikan salam dan tujuan pembelajaran;
b. Tahap pengembangan yaitu tahap dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
yang diisi dengan penyampaian materi secara lisan didukung oleh penggunaan
media;
c. Tahap evaluasi dimana guru mengevaluasi belajar siswa dengan membuat
kesimpulan atau rangkuman materi pembelajaran, pemberian tugas,dan diakhiri
dengan menyampaikan terima kasih atas keseriusan siswa dalampembelajaran.
Berdasarkan definisi di atas, menggambarkan bahwa pembelajaran tatap muka
(konvensional) merupakan proses belajar yang terencana pada suatu tempat tertentu
dengan melibatkan aktivitas belajar pendidik dan peserta didik sehingga terjadilah
interaksi sosial. Adapun peran guru dalam pembelajaran sangat penting dimana guru
sebagai sumber belajar dan informasi. Pada pembelajaran tatap muka (konvensional)
biasanya menggunakan berbagai macam metode dalam proses pembelajarannya,
meliputi: ceramah, penugasan, tanya jawab, dan demonstrasi.
2. Elektronik Learning (E-Learning)
Som Naidu (2006: 1) mendefinisikan e-learning is commonly referred to the
intentional use of networked information and communication technology in teaching
and learning. Definisi ini mengandung makna bahwa e-learning seringditunjukkan
dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses belajar-
mengajar. Elektronik learning (e-learning) merupakan pembelajaran yang
menggunakan rangkaian elektronik LAN, WAN, dan internet untuk menyampaikan
isi materi, belajar dengan e-learning merupakan salah satu bentuk penggunaanmedia
pembelajaran berbasis IT/berbasis internet (e-elarningpendidikan.com,2013). Lebih
lanjut, Rosenberg (dalam Rusman, 2012: 346) menekankan bahwa e-learning
merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi
yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Elektronik learning (e-learning)
merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan teknologi internet,
intranet, dan berbasis web yang memungkinkan terjadinya interaksi belajar antara
peserta didik dan pendidik dengan mengakses informasidan materi pelajaran kapan
pun dan dimanapun. Adapun persyaratan utama yang perlu dipenuhi dalam e-learning
adalah adanya akses dengan sumber informasi melalui internet dan adanya informasi
tentang letak sumber informasi yang inginkita dapatkan (Rusman, 2013: 335)
Rosenberg (dalam Rusman, 2012: 349) mengkategorikan tiga kriteria dasar yang
ada dalam e-learning adalah sebagai berikut:
a. e-learning bersifat jaringan yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat,
menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan dan haring
pembelajaran dan informasi.
b. e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan
standar teknologi internet;
c. e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi
pembelajaran yang mengungguli paradigma dalam pelatihan.
Beberapa kriteria di atas menjadi patokan dasar yang terdapat dalam
pembelajaran dengan sistem e-learning. Ada beberapa karakteristik e-learning
menurut Cisco (dalam Rusman, 2012: 348), adalah sebagai berikut:
a. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik. Dimana guru dan siswa, siswadengan
sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif
mudah dengan tanpa dibatasi waktu dan tempat;
b. Memanfaatkan keunggulan komputer (Digital Media dan ComputerNetworks);
c. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) yang
disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan sajadan
dimana saja apabila yang bersangkutan memerlukan;
d. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil, kemauan belajar danhal-
hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di
komputer.
Berdasarkan karakteristik Elektronik learning menunjukkan bahwa pembelajaran
dilakukan dengan memanfaatkan internet sehingga memungkinkan siswa dapat
belajar kapan saja dan dimana saja. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran,
penggunaan media, dan bahan ajar juga dikemas dalam suatu bentuk yang dapat
diakses dengan menggunakan internet. Haughey dalam Rusman (2012: 350)
menjelaskan bahwa ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran
berbasis internet (e-learning) adalah sebagai berikut:
a. Web course
Web course merupakan penggunaan internet untuk keperluan pendidikan yang
mana peserta didik dan pendidik sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya
tatap muka. Adapun penggunaan bahan ajar, media pembelajaran, sumber belajar
dikemas dengan memanfaatkan internet sepenuhnya. Selain itu, kegiatan
pembelajaran yang meliputi: diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, dan ujian
sepenuhnya juga disampaikan dengan internet. Model pengembangan ini
mengutamakan internet sebagai komponen yang paling signifikan dalam
pembelajaran.
b. Web centric course
Web centric course merupakan penggunaan internet yang memadukan antara
belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Model ini menekankan pada
pemberian materi pembelajaran dengan menggunakan internet dan sebagian lagi
melalui tatap muka. Dalam implementasinya, pendidik memberikan petunjuk kepada
peserta didik untuk mempelajari materi melalui web yang telah dibuatnya. Adapun
pada pembelajaran tatap muka, guru dan siswa lebih aktif untuk berdiskusi tentang
temuan materi yang telah dipelajari melalui web dengan akses internet. Dengan
demikian, fungsi dari pembelajaran jarak jauh dan tatap muka adalah saling
melengkapi.
c. Web enhanced course
Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan
kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Adapun peran guru dituntut untuk
menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing siswa dalam
menemukan situs-situs yang relevan dengan pembelajaran, menyajikan materi
melalui web yang menarik dan diminati, dan melayani bimbingan serta komunikasi
melalui internet. Adapun fungsi dari internet dalam pembelajaran ini adalah untuk
memberikan pengayaan dan komunikasi antara siswa dan guru, sesama siswa,
anggota kelompok, atau siswa dengan narasumber.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga pengembangan sistem
pembelajaran berbasis internet tersebut pada dasarnya memiliki karakteristik yang
berbeda-beda sesuai dengan fungsi, pola dan pendekatannya dalam pembelajaran.

4.3. Karakteristik Blended Learning

Berdasarkan definisi blended learning oleh Chaeruman (2011) yaitu


pembelajaran yang mengkombinasikan setting pembelajaran synchronous dan
asynchronous secara tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka
karakteristik model blended learning dengan pendekatan konstruktif (constructive
approach) ini memiliki dua setting pembelajaran, yaitu pembelajaran synchronous
dan asynchronous. Adapun karakteristik blended learning ini digambarkan dalam
bagan berikut.

Bagan 4.1 Bagan Karakteristik Blended Learning


sumber : Stanley (2007)

Dari bagan di atas, dijelaskan deskripsi dari masing-masing kuadran karakteristik


dan setting blended learning dalam tabel berikut.
Tabel 4.1 Kuadran Karakteristik Blended Learning
No Kuadran Diskripsi
1 Kuadran 1 (live a. dilaksanakan dalam pembelajaran tatap muka
synchronous) dengan strategi dan metode pembelajaran;
b. strategi pembelajaran dalam penelitian ini adalah
pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning);
c. metode pembelajaran, meliputi: ceramah, praktik,
diskusi, presentasi, demonstrasi, dan lain-lain:
- ceramah yang digunakan adalah ceramah
konstruktif di awal pembelajaran;
- praktik dalam blended learning lebih diarahkan
pada kegiatan pemecahan masalah dari
pengetahuan;
- diskusi dalam blended learning lebih diarahkan
pada kegiatan menggali ide-ide untuk
mengkonstruksikan pengetahuan;
- presentasi lebih diarahkan dengan menunjukan
hasil karya berdasarkan hasil pengkonstruksian
ide-ide dan pengetahuan.
2 Kuadran 2 (virtual a. pembelajaran dilakukan dalam waktu yang
synchronous) bersamaan namun dalam dimensi ruang yang
sama/berbeda, meliputi: video conference, audio
converence, chatting;
b. virtual synchronous merupakan perluasan live
synchronous dengan memanfaatkan teknologi untuk
mengambil peran pada pembelajaran Elektronik.
3 Kuadran 3 a. pembelajaran dilakukan dalam dimensi ruang
(asynchronous danwaktu yang berbeda (kapan saja dan dimana
mandiri) saja) melalui media pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara mandiri;
b. media pembelajaran dapat berbentuk cetak maupun
digital yang memperkenankan siswa memilih dan
mempelajari sensiri materi;
- media cetak dapat berupa buku, majalah,
modul,dan sebagainya;
- media digital dapat dikemas dalam bentuk doc,
ppt, pdf, html, flv, dan sebagainya.
4 Kuadran 4 a. pembelajaran yang dilakukan dalam dimensi
(asynchronous ruangdan waktu yang berbeda (kapan saja dan
kolaboratif) diman saja), tetapi peristiwa belajarnya melibatkan
lebihdari satu orang atau berkolaborasi;
b. meliputi: project work, mailinglist, forum diskusi;
c. memberikan kesempatan pada siswa dan guru untuk
diskusi, mengamati, menginvestigasi, dan
menganalisis masalah terkait materi pada
pembelajaran Elektronik.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik
blended learning yaitu perpaduan antara beberapa proses pembelajaran antara lain
adalah tatap muka, belajar mandiri, pembelajaran dunia maya,dsb.

4.4. Tujuan Blended Learning


1. Membantu peserta didik untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar,
sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
2. Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi guru dan peserta didik untuk
pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang.
3. Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi peserta didik, dengan
menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi Elektronik. Kelas
tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para siswa dalam pengalaman
interaktif. Sedangkan porsi Elektronik memberikan peserta didik dengan konten
Multimedia yang kaya

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Blended Learning
yaitu membantu proses pembelajaran agar lebih bervariasi, tidak monoton dan
memberikan peluang peserta didik untuk lebih mengeksplore sesuatu

4.5. Manfaat Blended Learning


1. Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka saja, tetapi ada penambahan
waktu pembelajaran dengan memanfaatkan media Elektronik.
2. Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi antara guru dan siswa
(mitra belajar).
3. Membantu memotivasi keaktifan siswa untuk ikut terlibat dalam proses
pembelajaran. Hal ini akan membentuk sikap kemandirian belajar pada siswa.
4. Meningkatkan kemudahan belajar sehingga siswa menjadi puas dalam belajar
Berdasarkan uraian di atas maka manfaat dari Blended learning adalah proses
pembelajaran tidak cenderung monoton dikarenakan dalam pelaksanaan pembelajaran
blended learning menggunakan system perpaduan beberapa model dalam
pelaksanaan pembelajaran.

4.6. Lima Kunci Blended Learning

Carman (2005: 2) menjelaskan ada lima kunci untuk melaksanakan pembelajaran


dengan blended learning, yaitu:
1. Live Event (Pembelajaran Tatap Muka)
Pembelajaran langsung atau tatap muka secara sinkronous dalam waktu dan
tempat yang sama ataupun waktu sama tetapi tempat berbeda. Pola pembelajaran
langsung masih menjadi pola utama yang sering digunakan guru dalam mengajar.
Pola pembelajaran ini perlu didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa.
2. Self-Paced Learning (Pembelajaran Mandiri)
Pembelajaran mandiri (self-paced learning) memungkinkan peserta belajar didik
dapat belajar kapan saja dan dimana saja secara Elektronik. Adapun konten
pembelajaran perlu dirancang khusus baik yang bersifat teks maupun Multimedia,
seperti: video, animasi, simulasi, gambar, audio, atau kombinasi semuanya. Selain
itu, pembelajaran mandiri juga dapat dikemas dalam bentuk buku, via web, via
mobile, streaming audio, maupun streaming video.
3. Collaboration (Kolaborasi)
Kolaborasi dalam pembelajaran blended learning dengan mengkombinasikan
kolaborasi antar pengajar maupun kolaborasi antar peserta belajar. Kolaborasi ini
dapat dikemas melalui perangkat-perangkat komunikasi, seperti forum, chatroom,
diskusi, email, website, dan sebagainya. Dengan kolaborasi ini diharapkan dapat
meningkatkan konstruksi pengetahuan maupun keterampilan dengan adanya
interaksi sosial dengan orang lain.
4. Assessment (Penilaian/Pengukuran Hasil Belajar)
Penilaian (assessment) merupakan langkah penting dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana
penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh siswa. Selain itu, penilaian juga
bertujuan sebagai tindak lanjut guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Adapun guru
sebagai perancang pembelajaran harus mampu meramu kombinasi jenis assessment
Elektronik dan offline baik yang bersifat tes maupun non-tes;
5. Performance Support Materials (Dukungan Bahan Belajar)
Bahan ajar merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung proses
pembelajaran. Penggunaan bahan ajar akan menunjang kompetensi siswa dalam
menguasai suatu materi. Dalam pembelajaran dengan blended learning hendaknya
dikemas dalam bentuk digital maupun cetak sehingga dapat diakses oleh peserta
belajar baik secara offline maupun Elektronik. Penggunaan bahan ajar yang dikemas
secara Elektronik sebaiknya juga mendukung aplikasi pembelajaran Elektronik.
Contoh: penggunaan bahan ajar berbentuk power point pada e-learning dengan
basis Edmodo. Bahan ajar ini mendukung pembelajaran Elektronik karena dapat
diakses oleh peserta didik.
Kelima kunci di atas memiliki keterkaitan dan pengaruh yang signifikan dalam
kegiatan pembelajaran dengan blended learning. Dengan kelima kunci tersebut,
pembelajaran yang didesain dengan model pembelajaran blended learning diharapkan
dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran sehingga berlangsung dengan
efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
blended merupakan suatu model pembelajaran yang menggabungkan antara kegiatan
tatap muka atau face to face dengan pembelajaran Elektronik yang bertujuan untuk
lebih memahamkan siswa.

4.7. Implementasi Blended Learning

Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008:251)


adalah pelaksanaan atau penerapan. Implementasi dalam teknologi pendidikan tahun
1994 termasuk pada kawasan pemanfaatan (Seels & Richey,1994: 28). Implementasi
adalah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang
sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Adapun tujuan dari implementasi adalah
menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalamorganisasi.
Berdasarkan definisi di atas, maka implementasi merupakan pelaksanaan
pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya. Terkait dengan penggunaan
blended learning, maka implementasi blended learning didefinisikan sebagai
penerapan dari pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan blended learning.
Pada implementasi pembelajaran menggunakan model blended learning,
Wahyuningsih (2013: 39) dengan pendekatan konstruktif dan setting pembelajaran
synchronous serta asynchronous secara tepat guna untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diadopsi dari Chaeruman (2011). Adapun langkah-langkah
kegiatan pembelajaran mengacu pada pembelajaran berbasismasalah (problem based
learning). Langkah-langkah implementasi blended learning yang mengacu pada
problem based learning menurut Arend (2008: 57), meliputi: orientasi, organisasi,
investigasi, presentasi, serta analisis dan evaluasi.Deskripsi langkah implementasi
blended learning secara lebih detail dijelaskandalam tabel berikut.
Tabel 4.2 Implementasi Blended Learning
Fase Kegiatan
Fase-1 Mendapatkan orientasi tentang permasalahan yang berkaitan dengan
Orientasi materi
Fase-2 Melakukan organisasi untuk meneliti dan mendefinisikan tugas belajar
Organisasi yang terkait dengan masalah
Fase-3 Melakukan inventigasi mandiri dan kelompok dengan cara
investigasi mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen,
serta mencari penjelasan dan solusi
Fase-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Presentasi
Fase-5 Melakukan analisis untuk merefleksi dan evaluasi terhadap investigasi
Analisis yang dilakukan dan proses yang digunakan.
dan
Evaluasi

Langkah implementasi di atas sudah tergambar jelas pada setiap kegiatan


pembelajaran dengan blended learning. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan blended learning harus mengacu pada langkah-
langkah kegiatan pembelajaran di atas. Terkait dengan lima kunci blended learning
dan langkah implementasi blended learning dengan pendekatan konstruktif di atas,
maka berikut ini digambarkan secara jelas implementasi blended learning menurut
Wahyuningsih (2013: 55).
Dari gambar bagan tergambar jelas mengenai lima kunci model blended learning
dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan blended learning. Selain itu, juga
tergambar kombinasi pembelajaran dengan synchronous dan a synchronous.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis model
blended learning memadukan pembelajaran tatap muka di kelas dengan pembelajaran
secara online. Model ini mengurangi aktivitas tatap muka di kelas sebagai akibat
pengurangan aktivitas tatap muka dialihkan kedalam model pembelajaran secara
online dengan memanfaatkan TIK.

4.8. Kelebihan dan Kekurang Blended Learning

Salah satu kelebihan blended learning menurut Dziuban, Hartman, dan Moskal
(2004: 3) adalah blended learning can also improve communication withthe students.
Blended learning can offer a higher level of interaction thancommonly experienced in
face to face course. Dengan kata lain, blended learning dapat juga meningkatkan
komunikasi dengan siswa. Blended learning dapat menawarkan satu level lebih tinggi
daripada pengalaman pada pembelajaran tatap muka. Dipertegas oleh Garrisson &
Kanuka (2004: 97) bahwa keuntungan yang paling spesifik dari model blended
learning adalah kesempatan untuk membangun rasa kebersamaan di antara peserta
didik. Kebersamaan tersebut terasa manakala para peserta didik dapat bertemu pada
pembelajaran tatap muka serta memiliki kesempatan untuk berdialog terbuka,
mengalami perdebatan kritis, dan berpartisipasi dalam berkomunikasi dengan
berbagai bentuk secara aman serta terbuka. Sedangkan menurut Bates (1995) dan
Wulf (1996) (dalam Riyana, 2009: 28) menjelaskan beberapa kelebihan Learning
Management System berbasis Blended Learning.
Kelebihan blended learning
a. meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau
instruktur (enhance interactivity);
b. memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja(time
and place flexibility);
c. menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach aglobal
audience);
d. mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy
updating of content as well as archivable capabilities).
Kekurangan blended learning :
a. Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila sarana
dan prasarana tidak mendukung.
b. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pebelajar, seperti komputer dan akses
Internet. Padahal dalam blended learning diperlukan akses Internet yang
memadai, apabila jaringan kurang memadai akan menyulitkan peserta dalam
mengikuti pembelajaran mandiri via Elektronik.
c. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan teknologi
d. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses
Internet
e. Membutuhkan strategi pembelajaran yang tepat untuk dapat memaksimalkan
potensi dari blended learning.

5. Hasil Belajar

Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu


yang mengalami proses belajar. Perubahan perilaku tersebut merupakan tujuan dari
pengajaran yang menggambarkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang harus
dimiliki siswa. Untuk mengukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap suatu materi
yang sudah diajarkan seringkali digunakan hasil belajar

5.1. Pengertian Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Suprijono,2013:5). Sependapat dengan
Purwanto (2011:44) yang menyebutkan bahwa hasil belajar dapat dijelaskan dengan
memahami dua kata yang membentukanya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil
menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang
mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Belajar dilakukan untuk
mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Menurut
Suprijono (dalam Thobroni,2016:20), menyebutkan bahwa hasil belajar adalah pola-
pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan
keterampilan. Hal tersebut diperoleh setelah siswa mengalami proses belajar, hasil
yang didapat menunjukkan adanya perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Hasil
belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah
mengalami kegiatan belajar (Rifai dan Cathrina Tri Anni, 2012:69). Seseorang
dikatakan telah belajar jika sudah terlihat adanya perubahan perilaku.
Gagne (dalam Thobroni, 2016:20) mengemukakan hasil belajar dapat berupa :
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupn tulisan.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang yang terdiri dari kemampuan mengiterogasi, analitis-sintesis fakta
konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani
dalam urusan dan koordinasi.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian
terhadap objek tertentu.
Sedangkan menurut Poerwanti (2008:7.5) menjelaskan bahwa hasil belajar
merupakan kemampuan siswa setelah mengikuti proses pembelajara. Hasil belajar
siswa dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ranah (domain), yaitu : (1) Domain
Kognitif ( pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logik-
matematika), (2) Domain Afektif (Sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan
emosional), (3) Domain Psikomotorik (Keterampilan atau yang mencakup kecerdasan
kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
bentuk dari perubahan tingkah laku manusia baik dari segi kognitif, afektif mupun
psikomotorik yang semuanya mengarah pada tujuan belajar yang dialami seorang
siswa.
5.2. Macam-Macam Hasil Belajar
Hasil belajar sebagaimana telah dijelaskan oleh Susanto (2016:6) meliputi
pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotorik) dan
aspek sikap siswa (aspek afektif).
1. Pemahaman konsep
Bloom (Susanto,2016:6) menjelaskan bawah pemahaman diartikan sebagai
kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Untuk
mengukur hasil belajar siswa yang berupa pemahaman konsep, guru dapat
melakukan evaluasi produk. Evaluasi produk dapat dilakukan dengan mengadakan
berbagai macam tes, baik secara lisan maupun tulisan.
2. Keterampilan proses
Usman dan Setiawati (dalam Susanto,2016:9) menjelaskan keterampilan proses
merupakan keterampilan yang mengarah pada pembangunan kemampuan mental,
fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi
dalam diri individu siswa.
3. Aspek sikap siswa
Sardiman (Susanto, 2016:11) menyebutkan, bahwa sikap merupakan
kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola dan teknik
tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun objek-
objek tertentu.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ragam dari hasil
belajar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pemahaman konsep (kognitif),
keterampilan proses (psikomotorik) dan aspek sikap (afektif). Dimana ketiga aspek
tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi.
5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Susanto (2016:12) dipengaruhi oleh fator internal dan
eksternal, sebagai berikut :
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, faktor internal
terdiri atas kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,
kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor eksternal
terdiri atas keluarga, sekolah dan masyarakat.
Sedangkan menurut Ruseffendi (dalam Susanto,2016:14 -18) faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa sebagai berikut :
1. Kecerdasan siswa
Tingkat kecerdasan siswa mempengaruhi cepat dan lambatnya siswa dalam
menerima informasi dan memecahkan masalah.
2. Kesiapan dan Kematangan
Kesiapan atau kematangan siswa dalam belajar akan mempengaruhi hasil
belajarnya. Setiap upaya belajar akan lebih berhasil jika dilakukan bersamaan
dengan tingkat kematangan individu.
3. Bakat siswa
Setiap bakat yang dimiliki siswa berpotensi untuk mencapai prestasi sampai
tingkat tertentu. Bakat yang dimiliki siswa akan mempengaruhi tinggi rendahnya
hasil belajar yang dicapai siswa.
4. Kemauan Belajar
Kemauan siswa untuk belajar yang disertai dengan rasa tanggung jawa yang
tinggi akan menumbuhkan kemandirian belajar pada diri siswa yang tentunya
berpengaruh positif terhadap hasil belajar yang diraihnya. Kemandirian belajar
tersebut akan menjadi penentu dalam mencapai keberhasilan belajar siswa.
5. Minat
Minat siswa yang besar terhadap pelajaran akan memusatkan perhatiannya
sehingga akan lebih cepat dalam menyerap materi pelajaran. Minat siswa yang besar
akan memaksimalkan hasil belajar siswa.
6. Model penyajian materi pelajaran
Model penyajian materi yang menyenangkan, tidak membosankan atau inovatif,
menarik, dan mudah dimengerti akan berpengaruh secara positif terhadap
keberhasilan siswa. Model penyajian materi pelajaran yang baik dapat mudah
dipahami oleh siswa.
7. Pribadi dan sikap guru
Siswa dalam kegiatan belajar tidak hanya melalui bacaan atau melalui guru saja
tetapi bisa melalui contoh-contoh yang baik dari sikap, tingkah laku dan perbuatan.
Kepribadian dan sikap guru yang kreatif dan penuh inovasi akan membuat siswa
untuk meniru gurunya. Hal ini akan membuat siswa memusatkan perhatiannya ke
guru dan dapat mempermudah siswa dalam menerima materi pelajaran.
8. Suasana pengajaran
Suasana pengajaran yang tenang, adanya dialog kritis antara siswa dengan guru,
dan suasana aktif di antara siswa akan memberikan nilai lebih pada proses
pembelajaran. Hal ini dapat meningkatkan hasil belajar secara maksimal.
9. Kompetensi guru
Kemampuan yang dimiliki guru diperlukan dalam membantu siswa belajar. Guru
yang profesional akan mempengaruhi keberhasilan belajar siswa menjadi lebih baik.
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompeten dalam bidangnya dan
menguasai dengan baik bahan yang akan diajarkan serta mampu memilih metode
belajar mengajar yang tepat sehingga pembelajaran akan berjalan dengan baik.
10. Masyarakat
Kehidupan modern dengan keterbukaan serta kondisi yang luas banyak
dipengaruhi dan dibentuk oleh kondisi masyarakat. Kondisi masyarakat yang baik
akan memberi pengaruh positif terhadap keberhasilan belajar siswa.
Berdasarkan uraian para ahli di atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar adalah faktor yang berasal dari dalam dan dari luar diri siswa sendiri.
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa terdiri atas kecerdasan, bakat dan minar,
kemaan belajar yang menumbuhkan kemandirian belajar, cara atau gaya belajar, serta
kesiapan belajar. Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri siswa terdiri atas
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
5.4. Pengkategorian Hasil Belajar
Syah (2013:15) batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan
dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran
tingkat kerberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar, diantarannya
adalah :
1. Norma skala angka dari 0 sampai 10
2. Norma skala angka dari 0 sampai 100
Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tergantung pada apa yang dipelajari
oleh peserta didik terdapat tiga ranah dalam belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif
dan ranah psikomotorik. Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian dalam
tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar kognitif yang
peneliti lakukan yaitu hasil belajar tes formatif. Tes formatif diselenggarakan secara
periodik sepanjang rentang proses pembelajaran, materi tes yang dipilih berdasarkan
tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan atau sub pokok materi (Poerwanti,2008:4-8).
Hasilnya untuk menentukan keberhasiln belajar peserta didik dan untuk mengetahui
keberhasilan proses pembelajaran. Tingkat keberhasilan dinyatakan
dengan skor dan nilai.
Tabel 4.1.
Pedoman Kualifikasi Hasil Belajar
Penilaian
Hasil Belajar
Nilai Kualifikasi
86-100 A Sangat tinggi
76-85 B Tinggi
66-75 C Cukup
56-65 D Rendah
< 55 E Kurang/Sangat Rendah

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dapat


dikategorikan yaitu hasil belajar yang sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah dan sangat
rendah dengan rentang nilai tertentu.
6. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan


menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk
melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan menengah kejuruan
mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta
mengembangkan sikap profesional. Sesuai dengan bentuknya, sekolah menengah
kejuruan menyelenggarakan program-program pendidikan yang disesuaikan
dengan jenis-jenis lapangan kerja (Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990).
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat. Sekolah di jenjang pendidikan dan jenis kejuruan dapat bernama Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk
lain yang sederajat (Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003).

SMK memiliki banyak program keahlian. Program keahlian yang dilaksanakan di


SMK menyesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja yang ada. Program keahlian pada
jenjang SMK juga menyesuaikan pada permintaan masyarakatdan pasar. Pendidikan
kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama
agar siap bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan pendidikan menengah kejuruan
menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, terbagi menjadi tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum pendidikan menengah kejuruan adalah : (a)
meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa;
(b) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga Negara yang berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab; (c)
mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebangsaan,
memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia; dan (d)
mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan
hidup dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup,serta
memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan efisien.

6.1. Karakteristik Siswa SMK

Anak usia Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada pada tahapan operasional
formal. Berdasarkan Piaget dalam Rifai dan Cathrina Tri Anni (2009: 30), tahap
operasional formal berkisar pada usia 11 tahun ke atas dimana anak sudah mampu
berpikir abstrak, idealis, dan logis. Hal ini ditandai dengan karakteristik anak pada
tahap operasional formal ini, adalah sebagai berikut:
1. kemampuan untuk berpikir abstrak;
2. menalar secara logis;
3. menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Pada anak rentang usia Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai menunjukkan
perilaku belajar, yaitu sebagai berikut:
1. anak mulai dapat memecahkan masalah walaupun disajikan secara
verbal(misalkan: A=B dan B=C);
2. anak mampu berpikir spekulatif tentang kualitas ideal yang mereka
inginkandalam diri mereka dan diri orang lain;
3. anak mulai menunjukkan keinginan untuk segera mewujudkan cita-citanya
4. anak sudah mampu menyusun rencana untuk rencana memecahkan masalahdan
secara sistematis menguji solusinya;
5. anak mampu mengembangkan hipotesis untuk memecahkan masalah danmenarik
kesimpulan secara sistematis.

6.2. Tujuan dan Ruang Lingkup Multimedia

Tujuan program keahlian Multimedia adalah membekali peserta didik dengan


keterampilan, pengetahuan dan sikap agar kompeten:

a. Mengoperasikan softwaredan periferal digital illustration, digital imaging, dan


web design
b. Mengoperasikan software dan periferal Multimedia, presentation , 2D animation,
dan 3D animation
c. Mengoperasikan software dan periferal digital audio, digital video, dan visual
effects.
7. Mata Pelajaran Web Desain
7.1. Pengertian Web Desain

Web Design adalah jenis desain grafis yang ditujukan untuk pengembangan dan
styling obyek lingkungan informasi Internet untuk menyediakan dengan fitur
konsumen high-end dan kualitas estetika. Definisi yang ditawarkan memisahkan
desain web dari web design, menekankan fitur fungsional dari sebuah situs web, serta
desain posisi web sebagai semacam desain grafis Tujuan dari pemberlajaran web
design ini adalah untuk membuat situs web atau dokumen elektronik dan aplikasi
yang berada pada web server dan menampilkan konten dan fitur antarmuka interaktif
kepada pengguna akhir dalam bentuk halaman Web. Seperti unsur-unsur teks, gambar
(gif, jpeg) untuk ditempatkan pada halaman menggunakan HTML / XHTML / tag
XML. Menampilkan media yang lebih kompleks (vektor grafis, animasi, video,
suara) membutuhkan plug-in seperti Adobe Flash, QuickTime, Java run-time dan
lain-lain. Plug-in juga dimasukkan ke dalam halaman web dengan menggunakan
HTML / tag XHTML

7.2. Standar Kompetensi Multimedia

Standar kompetensi lulusan pada jurusan Multimedia adalah sebagai berikut :


Tabel 4.3 Standar Kompetensi Lulusan Multimedia
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan mengamalkan 1.1. Memahami nilai-nilai keimanan dengan
ajaran agama yang dianutnya menyadari hubungan keteraturan dan
kompleksitas alam dan jagad raya
terhadap kebesaran Tuhan yang
menciptakannya
1.2. Mendiskripkan kebesaran Tuhan yang
menciptakan berbagai sumber energi di
alam
1.3. Mengamalkan nilai-nilai keimanan sesuai
dengan ajaran agamanya dalam
kehidupan sehari-hari
2. Menghayati dan mengamalkann 2.1. Menunjukan perilaku ilmiah (memliki rasa
perilaku jujur, disiplin, tanggung ingin tahu; hati-hati; bertanggung jawab;
jawab, peduli (gotong royong, terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli
kerjasama, toleran, damai), lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari
santun responsive dan proaktif sebagai wujud implementasi sikap dalam
dan menunjukan sikap sebagai melakukan percobaan dan berdiskusi
bagian dari solusi atas berbagai 2.2. Menghargai kerja individu dan kelompok
permasalahan dalam berinteraksi dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud
secara efektif dengan lingkungan implementasi melaksanakan percobaan
social dan alam serta dalam dan melaporkan hasil percobaan
menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia
3. Memahami, menerapkan dan 3.1 Memahami konsep teknolgi apliasi web
menganalisis pengetahuan 3.2 Memahami format teks pada halaman
factual, konseptual, dan web
procedural berdasarkan rasa 3.3 Memahami format table pada halaman
ingin tahunya ilmu pengetahuan, web
teknologi, seni, budaya, dan 3.4 Memahami tampilan format multimedia
humaniora dalam wawasan pada halaman web
kemanusiaan, kebangsaan, 3.5 Memahami format kaitan pada halaman
kenegaraan, dan peradaban web
terkait penyebab fenomena dan 3.6 Memahami format formulir pada
kejadian dalam bidang kerja halaman web
yang spesifik untuk 3.7 Memahami style pada halaman web
menyelesaikan masalah. 3.8 Memahami teknik pemrograman pada
halaman web
3.9 Memahami pengelolaan halaman web
menggunakan kode program
4. Mengolah, menalar, dan menyaji 4.1 Menyajikan berbagai teknologi
dalam ranah konkret dan ranah pengembangan aplikasi web
abstrak terkait dengan 4.2 Meyajikan teks dalam format tertentu
pengembangan dari yang pada halaman web
dipelajarinya disekolah secara 4.3 Menyajikan tabel pada halaman web
mandiri, dan mampu 4.4 Menyajikan tampilan format multimedia
melaksanakan tugas spesifik pada halam web
dibawah pengawasan langsung. 4.5 Menyajikan format kaitan pada halam
web
4.6 Menyajikan formulir pada halaman web
4.7 Menyajikan style tertentu pada halaman
web
4.8 Menyajikan teknik-teknik dalam
pemrograman web
4.9 Menyajikan hasil pengelolaan halaman
web menggunakan kode program

Akan tetapi peneliti membatasi materi Multimedia pada Kompetensi Inti


memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, dan
prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik
untuk memecahkan masalah pada kompetensi dasar 3.2 Memahami format teks pada
halaman web, 3.3 Memahami format tabel pada halaman web, 4.2 Menyajian tes
dalam format tertentu pada halaman web dan 4.3 Menyajikan tabel pada halaman
web.
8. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan tindakan untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan


yang diharapkan. Belajar juga dapat diperoleh dari pengalaman. Melalui belajar akan
timbul aktivitas. Aktivitas yang dimaksud bukan hanya aktivitas fisik tetapi juga
aktivitas psikis. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah
tingkah laku. Kombinasi aktivitas fisik dan aktivitas psikis akan membawa anak
menjadi aktif dalam proses pembelajaran. Keberhasilan siswa dapat dilihat dari
keaktifannya dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar tidak selamanya berjalan mulus. Pembelajaran yang tidak
efektif akan menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satunya yang
menjadi masalah adalah cara mengajar guru yang masih menggunakan metode
konvensional, dengan ceramah dan latihan. Metode konvensional menjadikan guru
sebagai pusat informasi mengakibatkan pembelajaran terjadi satu arah. Siswa tidak
memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Pembelajaran
yang seperti ini akan mengakibatkan terhambatnya perkembangan kemampuan
intelektual siswa. Pemakaian metode konvensional dalam proses pembelajaran
mengakibatkan peserta didik kurang mengoptimalkan aktivitasnya. Hal ini dapat
menyebabkan peserta didik menjadi pasif dan kurang bergairah dalam belajar,
sehingga dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran.
Kemajuan teknologi informasi memberikan manfaat yang luar biasa bagi dunia
pendidikan.Salah satunya adalah lahirnya model pembelajaran inovatif yang disebut
e-learning. E-Learning mampu mengubah proses pembelajaran satu arah dikelas
menjadi active learning dan student-centered education. E-learning merupakan model
pembelajaran Elektronik jarak jauh yang diharapkan mampu menggantikan model
pembelajaran konvensional yang memiliki banyak kelemahan. Namun dalam
implementasinya model pembelajaran e-learning memiliki banyak keterbatasan yang
hanya bisa dilakukan dengan pembelajaran secara tatap muka di kelas (face-to-face).
Lemahnya kualitas dan kontrol terhadap model pembelajaran e-learning seperti
belum mampunya siswa dalam mengelola waktu dan memproses informasi secara
mandiri menjadi permasalahan tersendiri dalam penyelenggaraan model pembelajaran
ini.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan dengan mengkombinasikan antara model
pembelajaran secara tatap muka dikelas (face-to-face) dengan model pembelajaran
berbasis e-learning. Model pembelajaran ini disebut model pembelajaran Blended
Learning. Model pembelajaran Blended Learning akan meningkatkan hasil belajar
siswa, karena siswa tidak hanya mendengarkan ceramah guru tetapi lebih banyak
melakukan aktivitas belajar seperti aktivitas mengamati, melakukan,
mendemontrasikan dan lain sebagainya. Dengan pembelajaran Blended Learning
siswa telah menempatkan dirinya sebagai aktor pembelajar aktif yang memahami
kebutuhan dirinya dan mengupayakan pencapaian pemahaman akan pengetahuan
secara mandiri.
Aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan model Blended Learning
dilakukan mulai dari kegiatan visual, kegiatan lisan, kegiatan metrik dan lain
sebagainya. Kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung
akan membuat siswa bersemangat mengikuti proses pembelajaran. Hal ini menjadi
dasar dari penerapan Model Pembelajaran Blended Learning yang diharapkan mampu
meningkatkan Hasil Belajar Web design siswa kelas XI Program Multimedia di SMK
Miftahul Falah Kudus.
Kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan guru dalam


mengelola kegiatan belajar untuk menciptakan proses belajar yang
Kondisi terarah dan juga berdampak pada hasil maupun aktivitas siswa
selama belajar.
Awal
Kurang efektifnya model pembelajaran menyebabkan rendahnya aktivitas
belajar siswa terutama pada saat pembelajaran berlangsung. Kurangnya
pemanfaatan sarana dan prasarana terutama pemanfaatan teknologi.

Perbaikan kualitas pembelajaran diawali dengan pengoptimalan sarana


dan prasarana. Pengembangan model pembelajaran yang lebih efektif
untuk menjadikan siswa aktif yaitu model Blended Learning.

Model pembelajaran tatap Metode online dapat memberikan


muka dengan menggunakan materi secara online tanpa batasan
Tindakan beberapa metode ruang dan waktu, selain itu
memungkinkan pembelajaran peserta didik lebih banyak
a
berlangsung secara interaktif memperoleh dan mengolah
dengan menggunakan berbagai informasi dari berbagai sumber
pendekatan, strategi, serta sehingga hal ini dapat menunjang
metode pengajaran. proses pembelajaran

Hasil Terjadi Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar setelah diberi perlakuan
Akhir dengan model pembelajaran Blended Learning

Bagan 4.2 Kerangka berpikir


9. Hipotesis

Dalam bukunya, Sugiyono (2015: 96) menyatakan jika hipotesis dapat dinyatakan
sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban
empirik dengan data. Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menentukan hipotesis
penelitian ini sebagai berikut:
Ha = Model Pembelajaran Blended Learning dapat meningkatkan Hasil Belajar
Web design Siswa Kelas X Program Multimedia di SMK Miftahul Falah
Kudus..
Sedangkan variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel bebas (X) : Model Pembelajaran Blended Learning
b. Variabel terikat (Y): Hasil Belajar Multimedia

X. METODE PENELITIAN

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2016: 3). Dalam penelitian ini,
metode yang digunakan adalah metode Research and Development (Penelitian
Pengembangan). Metode penelitian Research and Development merupakan metode
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji
keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2016: 407). Produk tersebut tidak selalu
berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, alat tulis, dan alat
pembelajaran lainnya. Akan tetapi, dapat pula dalam bentuk perangkat lunak
(software). Tujuan akhir dari metode penelitian research and development di bidang
pendidikan adalah lahirnya produk baru atau perbaikan terhadap produk lama untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dan diharapkan proses pendidikan menjadi lebih
efektif dan lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau Research and


Developmet (R&D) . Penelitian pengembangan atau R&D merupakan salah satu jenis
dari penelitian kuantitatif non eksperimental. Sugiyono (2015:407) menyatakan
bahwa metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunkan
untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Untuk
dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis
kebutuhan (digunakan metode wawancara atau kualitatif) dan untuk menguji
keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka
diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut (digunakan metode
eksperimen). Adapun desain penelitian ini terbagi ke dalam 3 bagian, yaitu desain
penelitian perencanaan, implementasi, dan keefektifan model pembelajaran blended
learning.
Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa Metode penelitian dan pengembangan
dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk meneliti, merancang, memproduksi dan
menguji validitas produk yang telah dihasilkan. Berdasarkan pengertian tersebut,
kegiatan penelitian dan pengembangan dapat disingkat menjadi 4P (Penelitian,
Perancangan, Produksi, dan Pengujian).
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan model pembelajaran blended
learning pada materi web design di program Multimedia SMK Miftahul Falah Kudus.

1.1. Desain Pengembangan Perencanaan Model Pembelajaran

Desain penelitian pada bagian perancangan pembelajaran disini mengacu pada


model yang akan digunakan yaitu Blended Learning dengan pendekatan konstruktif.
Adapun alur penelitian perancangan pembelajaran dengan model Blended Learning
jika digambarkan dalam bagan yaitu:

Analisis 1. Menyusun
Perlunya Desain silabus dan RPP Evaluasi
model perancanga sesuai sintaks Penerapan model
pembelajaran model Blended perancangan
n model pembelajaran
Learning model
baru yaitu pembelajara blended
2. Uji Silabus dan pembelajaran
blended n berupa learning dari
RPP pada ahli dengan blended
learning silabus dan segi hasil dan
model dan learning
berdasar data materi.
RPP proses
observasi 3. Revisi silabus
awal dan RPP.

Bagan 4.3 Alur desain pengembangan


perencanaan model pembelajaran blended learning
Pada bagan terlihat alur perencanaan pengembangan pada model
pembelajaran blended learning. Tahapan ini dimulai dari analisis masalah tentang
kebutuhan penggunaan model blended learning di SMK. Berdasarkan analisis
masalah yang ditemukan dari observasi awal tersebut kemudian dikembangkan
kedalam draft perencanaan berupa silabus dan RPP terkait tentang mata pelajaran
yang akan dikembangkan melalui model blended learning. Dalam penelitian ini,
perencanaan pembelajaran yang disusun dengan model blended learning dibatasi
pada pokok bahasan editing sederhana untuk membuat presentasi dan efek yang
menarik.
Draft silabus dan RPP tersebut kemudian disusun menjadi silabus dan RPP
yang nantinya akan divalidasi oleh ahli model yaitu blended learning dan ahli materi
pembelajaran dengan validitas konstruk. Kemudian dari hasil validasi ahli model dan
ahli materi pembelajaran akan menunjukkan tingkat kelayakan perencanaan
pembelajaran dengan model blended learning yang digunakan sebagai pedoman
dalam pengembangan pembelajaran pada tahap selanjutnya.

1.2. Desain Penelitian Implementasi Media Pembelajaran

Desain pengembangan pada tahap implementasi model pembelajaran blended


learning ini dilakukan dengan eksperimen menggunakan pola random control group
pretest-postest design. Pola ini didesain dengan mengambil sampel subjek yang
melibatkan sampel kontrol sebagai pembanding. Adapun setiap sampel subjek
tersebut dikenakan dua kali perlakuan, yaitu sebelum pelaksanaan pembelajaran
(pretest) dan sesudah menggunakan pembelajaran (posttest). Desain eksperimen pola
random control group pretest-postest design dapat digambarkan dalam tabel berikut.
Group Teknik Pretest Treatment Posttest
Pengambilan
E R O1 X O2
K R O3 O4
Keterangan :
R = Pengambilan sampel secara random (acak)
E = Kelompok eksperimen
K = Kelompok kontrol
X = Treatment (perlakuan)
O1 = Pretest kelompok eksperimen
O2 = Posttest kelompok eksperimen
O3 = Pretest kelompok kontrol
O4 = Posttest kelompok kontrol
Pada desain implementasi di atas menggambarkan adanya perbandingan
kelompok eksperimen yang diberi perlakuan model blended learning dan kelompok
kontrol yang tidak diberi perlakuan blended learning (model konvensional).
Perbedaan ini dilaukan untuk mengetahui sejauh mana implementasi pembelajaran
dengan model blended learning pada mata pelajaran web design dapat terlaksana.

1.3. Desain penelitian Keefektifan Model Pembelejaran

Pengujian keefektifan model pembelajaran blended learning dilakukan


dengan menilai hasil belajar siswa berdasarkan nilai ulangan harian dan didukung
dengan angket tentang keefektifan dan motivasi belajar siswa. Nilai ulangan harian
dilihat dari hasil belajar siswa pada pokok bahasan html dasar. Sedangan keefektifan
belajar siswa dilihat dari keterlibatan siswa dalam pembelajaran, serta motivasi
belajar siswa dilihat dari dorongan siswa dalam keikutsertaan pembelejaran dengan
model blended learning.

1.4. Prosedur Pengembangan

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and


Development) yang bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran blended
learning . Menurut Wina Sanjaya (2013:129), research and development merupakan
proses pengembangan dan validasi produk pendidikan. Dalam research and
development setidaknya ada tiga hal yang harus dipahami yakni; 1) tujuan akhir
research and development adalah suatu produk yang andal karena melewati
pengkajian terus menerus; 2) produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan
lapangan; 3) proses pengembangan produk dari mulai pengembangan produk awal
sampai produk jadi yang sudah divalidasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengembangan
ADDIE. ADDIE dikembangkan oleh Dick dan Carry (Mulyatiningsih, 2012:200)
untuk merancang sistem pembelajaran. Metode pengembangan ADDIE terdiri dari
tahap analysis, design, development, implementation, dan evaluation, berikut uraian
tiap tahapan.
1. Analysis
Pada tahap ini dilakukan analisis masalah perlunya suatu pengembangan.
Tahap analisis memuat analisis kebutuhan, analisis kurikulum, dan analisis
karakteristik siswa. Analisis kebutuhan dapat dilakukan dengan menganalisis
bahan ajar yang tersedia. Pada tahap ini akan diketahui bahan ajar apa yang perlu
dikembangkan untuk memfasilitasi peserta didik. Analisis selanjutnya adalah
analisis kurikulum yang dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kurikulum
yang digunakan. Hal ini dilakukan agar bahan ajar yang dikembangkan sesuai
dengan tuntutan kurikulum yang berlaku. Langkah selanjutnya adalah mengkaji
KD untuk merumuskan indikator-indikator pencapaian pembelajaran. Analisis
yang terakhir adalah analisis karakter peserta didik yang dilakukan dengan
observasi saat pembelajaran Multimedia.
2. Design
Setelah tahap analisis selesai, tahap selanjutnya yaitu tahap design. Pada tahap
ini dilakukan penentuan komponen-komponen penyusun perangkat pembelajaran
baik berupa RPP maupun LKS. Penyusunan rancangan awal RPP dan LKS
dilakukan dengan langkah-langkah yang telah diuraikan pada pembahasan
sebelumnya. Pada tahap ini juga dilakukan penyusunan instrumen penilaian
perangkat pembelajaran dan angket respons. Instrumen disusun dengan
memperhatikan aspek penilaian LKS yaitu aspek kesesuaian dengan syarat
didaktif, syarat konstruksi, syarat teknis dan kesesuaian dengan model yang
digunakan. Selanjutnya instrumen tersebut divalidasi oleh ahli materi, ahli media,
dan guru Multimedia
3. Development
Setelah selesai tahap design, tahap selanjutnya yaitu tahap development.
Tahap ini merupakan tahap pengembangan RPP serta model pembelajaran yang
akan diterapkan yaitu model pembelajaran blended learning. Kemudian RPP serta
pengembangan model tersebut divalidasi oleh ahli materi, ahli media, dan guru
Multimedia. Validasi dilakukan hingga pada akhirnya RPP serta produk
pengembangan dinyatakan valid.
4. Implementation
Setelah RPP serta produk pengembangan model pembelajaran dinyatakan
valid, perangkat tersebut diuji cobakan secara terbatas pada sekolah yang telah
ditentukan sebagai tempat penelitian. Pada tahap ini dilakukan pengujian tes hasil
belajar peserta didik untuk mengetahui keefektifan dari model pengembangan
blended learning yang dikembangkan. Kemudian pada tahap ini juga dilakukan
pengisian angket respons yang diisi oleh peserta didik. Angket respons ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat kepraktisan model pembelajaran yang
dikembangkan. Setelah didapatkan data dari tes hasil belajar dan angket respons
maka data tersebut diolah kemudian dianalisis.
5. Evaluation
Pada tahap ini peneliti melakukan revisi terhadap model pengembangan
berdasarkan masukan yang didapat dari angket respons. Hal tersebut bertujuan
agar model pengembangan yaitu blended learning yang dikembangkan benar-
benar sesuai dan dapat digunakan oleh sekolah yang lebih luas lagi.

2. Uji Coba Produk


2.1. Desain Uji Coba
Uji coba terdiri dari beberapa langkah:
a. Validasi desain oleh ahli
Dilaksanakan oleh 3 ahli yang terdiri dari 2 dosen ahli media dan 1 ahli materi
atau guru Multimedia. Ada dua validator yang dipilih yaitu validator media dan
validator materi. Validator media pada kesempatan ini merupakan Dosen
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan yang berpengalaman dalam bidang
pembuatan perangkat pembelajaran, dengan pendidikan minimal S2. Validator
media yang dimaksud adalah .................... dan ..................... Untuk validator
materi adalah ..............., guru mata pelajaran web design jurusan Multimedia di
SMK Miftahul Falah Kudus yang mempunyai pengalaman mengajar lebih dari ....
tahun.
b. Revisi desain berdasarkan saran dari ahli materi
Pada tahap revisi desain, rancangan pembelajaran diperbaiki dan
disempurnakan berdasarkan saran dan kritik dari validator media maupun
validator materi.
c. Uji coba produk
Setelah rancangan pembelajaran divalidasi dan direvisi selanjutnya peneliti
melakukan uji coba produk. Pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan
sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering
dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang atau penelitian
yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain
sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
Hal ini dikarenakan peneliti hanya akan membatasi penelitian di kelas XI jurusan
Multimedia SMK Miftahul Falah Kudus.
d. Revisi produk berdasarkan saran hasil uji coba

2.2. Jenis Data

a. Data kualitatif
Data kualitatif berupa masukan, kritikan, tanggapan, dan saran yang berkaitan
dengan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.
b. Data kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang berwujud angka-angka sebagai hasil observasi
atau pengukuran. Data ini diperoleh dari hasil penelitian ahli materi LKS dan ahli
media LKS, penilaian kualitas RPP, hasil angket respons siswa, hasil angket
aktivitas siswa serta hasil tes belajar siswa yang digunakan untuk menilai kualitas
perangkat pembelajaran.

3. Subjek Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1. Subyek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X program Multimedia di SMK


Miftahul Falah Kudus. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Miftahul Falah Kudus
selama 1 bulan.
1. Siswa
Siswa yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Miftahul
Falah Program Multimedia Kudus tahun ajaran 2017/2018. Siswa menjadi subyek
pada tahap analisis dan pemakaian produk.
2. Guru
Guru yang menjadi subyek pada penelitian ini adalah guru yang mengajar
pelajaran web design di kelas X SMK Miftahul Falah Program Multimedia Kudus
tahun ajaran 2017/2018. Guru dijadikan subyek saat peneliti menganalisis kebutuhan
media dan pemakaian produk.
3. Ahli
Ahli berperan dalam menguji kevalidan dan kelayakan media yang
dikembangkan, yang meliputi ahli media dan ahli materi.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Miftahul Falah Kabupaten Kudus Jawa


Tengah pada kelas X Program Multimedia.
3.3. Waktu Penelitian
4. Tabel 5.1 Jadwal Penelitian
Kegiatan Mei Juni Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Identifikasi
Masalah
Proposal
Penelitian
Analysis
Design
Implementation
Uji Expert
Revisi Produk
Testing
Penyusunan
Laporan

5. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013: 38). Dari judul penelitian
peneliti menetapkan variabel penelitian sebagai berikut:
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah kondisi atau karakterisitik oleh peneliti
dimanipulasikan dalam rangka untuk menerangkan hubungannya dengan
fenomena yang diobservasi (Sanjaya, 2013:95). Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah Model Pembelajaran Blended Learning.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang berubah, yang muncul
atau tidak muncul ketika peneliti mengintroduksi, mengubah, dan mengganti
variabel bebas (Sanjaya,2014:95). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
hasil belajar siswa jurusan mutimedia kelas XI pada bab web design dengan materi
html dasar. Dalam penelian ini hasil belajar yang diteliti adalah ranah kognitif,
afektif dan psikomotor.

6. Populasi dan Sampel Penelitian


6.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:117). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI program Multimedia di SMK
Miftahul Falah Kudus yang berjumlah 60 siswa.

6.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2013:118). Sampel pada penelitian ini peneliti
mengambil sampel siswa XI program Multimedia di SMK Miftahul Falah Kudus.
Dalam uji coba skala kecil, sampel yang digunakan adalah beberapa siswa kelas XI
program Multimedia di SMK Miftahul Falah Kudus yang diambil dengan
menggunakan teknik random sampling. Sedangkan sampel pada uji coba skala besar,
sampel penelitiannya adalah siswa kelas XI program Multimedia di SMK Miftahul
Falah Kudus diambil dengan cara sampling jenuh. Sampling jenuh yaitu seluruh
populasi yang tidak begitu besar. Jumlah sampel sebanyak 60 siswa.

7. Teknik Pengumpulan Data


7.1. Kuesioner Terbuka (Open Questionaire)

Quesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara


memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Sugiyono, 2013). Open Questionaire adalah seperangkat pertanyaan-
pertanyaan yang masih memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi responden untuk
memberikan jawaban atau tanggapannya terhadap kuesioner terbuka (open
questionaire). Jawaban dari penggunaan kuesioner terbuka yaitu bersifat opini.
(Sugiyono, 2013: 216).

7.2. Wawancara Tidak Struktur (Unstructured Interview)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti


tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya
berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Creswell (2012)
menyatakan, wawancara dalam penelitian survey dilakukan oleh peneliti dengan cara
merekam jawaban atas pertanyaan kepada responden dengan pedoman wawancara,
mendengarkan atas jawaban, mengamati perilaku, dan merekam semua respon dari
yang disurvei (Sugiyono, 2013: 210).

7.3. Data Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa


berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen
yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, (life histories),
ceritera, biografi, peraturan, kebijakan (Sugiyono, 2013: 239).

7.4. Pretes dan Post test

Anastari menyatakan bahwa tes merupakan pengukuran yang objektif dan


standar. Cronbach menambahkan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis guna
mengobservasi dan memberi deskripsi sejumlah atau lebih ciri seseorang dengan
bantuan skala numerik atau suatu sistem kategoris. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis. Ini berarti butir tes disusun
berdasarkan cara dan aturan tertentu, pemberian skor harus jelas dan dilakukan secara
terperinci, serta individu yang menempuh tes tersebut harus mendapat butir tes yang
sama dan dalam kondisi yang sebanding (Sugiyono, 2013:208).
a. Pretes
Pretest dapat diartikan sebagai kegiatan menguji tingkatan pengetahuan siswa
terhadap suatu materi yang akan disampaikan, kegiatan pretest dilakukan sebelum
kegiatan pengajaran diberikan. Manfaat dari diadakannya pretest adalah untuk
mengetahui kemampuan awal siswa mengenai suatu materi pelajaran yang
disampaikan. Dengan mengetahui kemampuan awal siswa ini, guru akan dapat
menentukan cara penyampaian pelajaran yang akan di tempuhnya. Adapun dalam
penelitian ini tujuan dari dilaksanakannya pretest adalah untuk mengetahui tingkat
hasil belajar siswa terhadap materi Multimedia sebelum menggunakan produk
media pembelajaran yang telah dirancang oleh peneliti atau untuk mengetahui
tingkat hasil belajar siswa ketika diajarkan dengan menggunakan media
pembelajaran konvensional.
b. Postes
Posttest merupakan bentuk pertanyaan yang diberikan setelah pelajaran atau
materi telah disampaikan. Posttest adalah evaluasi akhir saat materi yang di
ajarkan pada hari itu telah diberikan. Seorang guru memberi posttest dengan
maksud apakah siswa sudah mengerti dan memahami mengenai materi yang baru
saja diberikan pada hari itu. manfaat dari diadakannya posttest adalah untuk
mengetahui tentang kemampuan yang dicapai setelah berakhir penyampaiannya
materi pelajaran. Adapun dalan penelitian ini, hasil posttest dibandingkan dengan
hasil pretest yang telah dilakukan sehingga akan diketahui seberapa jauh tingkat
keefektifan atau pengaruh dan perbedaan hasil belajar dari pengajaran
menggunakan media pembelajaran konvensional dan menggunakan produk media
pembelajaran dari peneliti. Tujuan lain yaitu untuk mengetahui bagian mana dari
bahan pengajaran yang masih belum dipahami oleh sebagian besar siswa.

8. Uji Coba Instrumen, Validitas, dan Reliabilitas


8.1. Uji coba Instrumen

Analisis uji coba instrumen digunakan untuk melakukan uji coba pada 20
pertanyaan dalam materi html dasar pada kelas XI SMK Miftahul Falah kudus.
Tujuan melakukan uji coba instrumen ini adalah untuk mengetahui pertanyaan yang
memenuhi kriteria layak untuk digunakan sebagai soal pretest dan posttest pada uji
coba model pembelajaran blended learning dalam pembelajaran web design. Analisis
uji coba instrumen menggunakan validitas, realibilitas, taraf kesukaran dan daya
pembeda.

8.2. Validitas

Terdapat perbedaan istilah antara validitas dan valid. Validitas merupakan


sebuah kata benda sedangkan valid merupakatan kata sifat. Dalam pembicaraan
evaluasi pada umumnya orang hanya mengenal istilah valid untuk alat evaluasi atau
instrument evaluasi (Arikunto,2013:73). Jika data yang dihasilkan dari sebuah
instrumen valid, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut valid, karena dapat
memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan kenyataan atau
keadaan sesungguhnya (Arikunto, 2013:7).
Mencari suatu validitas pada data, validitas dapat diperoleh melalui uji coba
perangkat tes. Jenis tes yang digunakan adalah pilihan ganda. Teknik uji validitas
item yang digunakan yaitu Corrected Item Total Correlation yaitu dengan cara
mengkorelasikan skor item dengan skor totalnya dan melakukan korelasi terhadap
nilai koefisien item total yang overestimasi (estimasi nilai yang lebih tinggi dari
sebenarnya). Pada metode ini tidak perlu memasukkan skor total, karena sudah
dihitung secara otomatis. Kemudian pengujian signifikansi dilakukan dengan kriteria
menggunakan r table pada tingkat signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika hasil
perhitungan didapat rhitung > rtabel maka dikatakan butir soal tersebut telah
signifikan atau valid. Apabila rhitung < rtabel maka dikatakan butir soal tersebut
tidak signifikan atau tidak valid. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai
validitas yang tinggi. Untuk mencari suatu validitas data, dapat ditentukan oleh
rumus korelasi product moment (Arikunto, 2013: 211).
Keterangan:
rxy= koefisien validitas N
= jumlah subjek
X = skor soal benar
Y = skor total setiap siswa

8.3. Reliabilitas

Penggunaan kata realibilitas sering dikacaukan dengan kata reliable.


Realibilitas merupakan kata benda sedangkan reliable merupakan kata sifat atau
keadaan (Arikunto, 2013:74). Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil tes tersebut
menunjukkan ketetapan. Dengan kata lain, jika kepada para siswa tes yang sama pada
waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada pada urutan (ranking)
yang sama dalam kelompoknya.
Uji reliabilitas yang digunakan adalah Cronbach Alpha. Uji realibilitas
merupakan kelanjutan dari uji validitas, dimana item yang masuk pengujian adalah
item yang valid saja. Instrumen berupa tes dengan jumlah 20 pertanyaan berupa
pilihan ganda telah dilaksanakan uji coba terhadap siswa kelas XI di SMK Miftahul
Falah Kudus. Perhitungan menggunakan skor dikotomi yaitu jawaban benar diberi
skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Hasil rhitung yang diperoleh dikonsultasikan
dengan rtabel dengan taraf signifikan 0,05. Jika rhitung > rtabel maka tes dikatakan
reliabel (Arikunto, 2013: 125). Jika soal termasuk kriteria reliabel maka akan
digunakan untuk soal pretest- posttest saat uji coba pemakaian. Reliabilitas item soal
termasuk kriteria sangat tinggi jika rhitung 0,80-1,00; kriteria tinggi jika rhitung 0,60-
0,80; kriteria sedang jika rhitung 0,40-0,60; kriteria rendah jika 0,20-0,40; dan
termasuk sangat rendah jika rhitung 0,00-0,02.
Tabel 5.2 Kriteria Besarnya Reliabilitas
Besarnya reliabilitas Kriteria
0,00 0,20 Sangat rendah
0,20- 0,40 Rendah
0,60 0,80 Tinggi
0,80 - 1,00 Sangat tinggi

8.4. Tingkat Kesukaran

Menurut Arikunto (2013:223) indeks kesukaran (difficulty index) merupakan


bilangan yang menunjukkan sukar mudahnya suatu soal, dimana besarnya indeks
kesukaran yaitu antara 0,0 sampai 1,0. Penelitian ini menggunakan perhitungan taraf
kesukaran tiap soal sebagai berikut:.

Keterangan :
P : Indeks Kesukaran
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal benar
JS : Jumlah seluruh peserta test
Arikunto (2013:223-225)
Maka dengan adanya tingkat kesukaran dapat diklasifikasikan tingkat kesukaran
soal sebagai berikut:
Besarnya angka P Kriteria
0,00 - 0,30 Sukar
0,31 - 0,70 Sedang
0,71 1,00 Mudah
Sumber : Arikunto(2013)
8.5. Daya Pembeda

Menurut Arikunto (2013:226) daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal
untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa
yang bodoh (kemampuan rendah). Daya pembeda ditunjukkan oleh indeks
diskriminasi yang diberi simbol D. Rumus untuk menyatakan indeks diskriminasi
adalah:

Keterangan:
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Maka dengan adanya nilai diskriminasi dapat diklasifikasikan daya pembeda
sebagai berikut:
Besarnya angka D Kriteria
0,00 - 0,20 Jelek
0,21 - 0,40 Cukup
0,41 - 0,70 Baik
0,71 - 1,00 Sangat Baik
Sumber : Arikunto(2013)

9. Analisis Data
9.1. Analisis Data Produk
9.1.1. Analisis Kelayakan Media

Analisis data produk adalah analisis yang digunakan terhadap desain produk
yang dilakukan oleh validator ahli menggunakan skala Likert.
Analisisis kelayakan produk dilakukan untuk mengukur layak atau tidaknya
media yang dikembangkan, analisis kelayakan produk dilaksanakan oleh ahli materi
dan ahli media. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan analisis data
deskriptif. Dengan cara mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif. Data yang
diperoleh diubah dalam bentuk presentase menggunakan rumus sebagai berikut:

SP = x 100%

Keterangan:
SP = Skor Presentase
SK = Skor Komulatif
SM = Skor Maksimal
Setelah diketahui presentasenya maka dapat diketahui bahwa prototipe media
sudah baik atau belum berdasarkan kriteria berikut:
86% - 100% = sangat layak
81% - 85% = layak
71% - 80% = cukup
61% - 70% = kurang
60% = sangat kurang
Data dari uji ahli digunakan sebagai penilaian terhadap desain produk dan
sebagai acuan perlu atau tidaknya perbaikan desain. Selain menggunakan teknik
presentase, analisis data juga dilakukan secara deskriptif yaitu memaparkan saran
yang telah diberikan oleh para ahli. Hasil pemaparan inilah yang menjadi
pertimbangan perbaikan desain produk.
Hasil persentase data akan dikonversikan berdasarkan kriteria sangat layak,
layak, cukup layak dan tidak layak. Langkah-langkah untuk menentukan kriteria hasil
perolehan skor yaitu menggunakan rumus menurut Sudjana (2005: 46-50), yaitu
sebagai berikut:
1. Menentukan presentase skor maksimum
2. Menentukan presentase skor minimum
3. Menentukan rentang = Skor maks Skor min
4. Menentukan banyak kelas interval yang diperlukan = 5 (sangat layak, layak,
cukup layak dan kurang layak, sangat kurang) untuk kelayakan dan keefektifan
LKS.
5. Menentukan panjang kelas interval (p)
6. Memilih bawah kelas interval pertama

Kriteria Penilaian Skala Likert sebagai berikut:

Tabel 5.3 Kriteria Penilaian Skala Likert


Alternatif Jawaban Skor

Sangat Layak 5

Layak 4

Cukup 3

Kurang 2

Sangat Kurang 1

9.1.2. Analisis Tanggapan Guru dan Siswa

Hasil analisis tanggapan guru dan siswa terhadap pengguanaan media


monopoli game pada pembelajaran IPS materi sejarah perjuangan Indonesia melawan
penjajah diukur dengan skor1 untuk jawaban Ya 1 dan skor 0 untuk jawaban tidak .
Yang kemudian diolah dengan rumus :

(Purwanto, 2013:102)
Keterangan:
NP = nilai persen yang dicari atau diharapkan
R = skor mentah yang diperoleh siswa
SM = skor maksimun ideal dari tes yang bersangkutan
Hasil persentase data kelayakan kemudian dikonversikan dengan kriteria dibawah ini:
9.1.3. Analisis Data Awal/ Uji Persyaratan Analisis

Analisis data awal dalam penelitian ini yaitu dengan menghitung normalitas
data dan mengitung homogenitas data..Uji normalitas digunakan untuk mengetahui
apakah data hasil belajar tersebut berdistribusi normal atau tidak. Populasi
berdistribusi normal akan memudahkan untuk menyelesaika permasalahan dengan
mudah dan lancer. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varian
dalam populasi tersebut sama atau tidak.

9.1.4. Uji Normalitas

Normalitas data merupakan salah satu syarat pokok yang harus dipenuhi
dalam analisis parmetrik. Normalitas data merupakan hal yang penting karena dengan
data yang berdistribusi normal, maka data tersebut dianggap dapat mewakili populasi.
Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah rumus kolmogorov-
smirnov test. Uji normalitas ini memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi. Uji
normalitas menggunakan rumus chi kuadrat sebagai berikut :

Keterangan :
x2 : Chi kuadrat
fo : Frekuensi/ jumlah data hasil observasi
fh : jumlah frekuensi yang diharapkan
(Sugiyono, 2010:81)

9.1.5. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui nilai siswa pada saat pretest
dan posttest kelas XI SMK Miftahul Falah Kudus sama atau tidaknya variansi-
variansi dua buah distribusi atau lebih. Peneliti menggunakan rumus one-way
ANOVA Test untuk mengetahui homogenitas data. Hipotesis perhitungan meliputi Ho
yaitu data homogen dan Ha data tidak homogen. Ho diterima apabila signifikansi >
0,05 dan Ha diterima apabila signifikansi < 0,05. Untuk mengetahhui homogenitas
populasi yang berdistribusi normal dilakukan uji Bartlet yaitu menggunakan statistic
Chi-kuadrat dengan rumus ;

Keterangan :
S2 : Varians gabungan dari semua sampel
Ni : banyaknya siswa pada kelas
B : harga satuan Bartlet
(Sudjana, 2010:263)
Suatu populasi dikatakan homogenitas jika X2 hitung < X2tabel. Penghitungan
ini dibantu dengan menggunakan program SPSS 21.

9.1.6. Analisis Data Akhir

Analisis data akhir menngunakan Uji t-tes dan N-gain. Uji t-tes digunakan
untuk mengetahui perbedaan hasil belajar tejadi perbedaan yangsignifikan atau tidak.
Sedangkan N-gain digunakan untuk menghitung persentase signifikansi perbedaan
hasil belajar.

9.1.7. Uji N-gain digunakan untuk mengetahui keberhasilan pemahaman


konsep oleh siswa.

Peningkatan rata-rata hasil belajar posttest menggunakan media monopoli


game dapat dihitung menggunakan uji N-Gain. N-Gain merupakan normalisasi gain
yang diperoleh dari perbandingan selisih skor pretest dan posttest dengan selisih SMI
dan pretest. Berikut rumus N-gain :
Keterangan :
Sf Si
g= Skormaksimal - Si g = gain

Sf = nilai rata-rata kelas akhir


Si = nilai rata-rata kelas mula-mula

Tabel 5.4 Kriteria Hasil Belajar


Interval Koefisien Kriteria

N-gain< 0,3 Rendah

0,3 N-gain< 0,7 Sedang

N-gain 0,7 Tinggi

Sumber : Sutardi dalam Jurnal Eka (2013)

Hasil ini kemudian diklasifikasikan sesuai kriteria yang ditetapkan sebagai berikut:
1. Jika interval koefisien N-gain < 0,3 maka termasuk dalam kriteria rendah
2. Jika interval koefisien : 0,3 N-gain < 0,7maka termasuk dalam kriteria sedang
3. Jika interval koefisien : N-gain 0,7maka termasuk dalam kriteria tinggi

9.1.8. Uji Paired Sample t-test(Uji t)

Berdasarkan populasi, uji t atau biasa disebut uji beda terdiri dari duajenis,
yaitu independent sample t-test dan dependent sample t-test. Analisis data sampel
penelitian ini termasuk dalam dependent sample t-test. Syarat dependentsample t-test
selain normal adalah saling berkaitan. Maksudnya, hasil penelitiandiambil dari
subyek atau sampel yang sama. Hasil sebelum dan sesudah treatment. Uji perbedaan
rata-rata pretest dan posttest digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil rata-rata
pretest dan posttest model blended learning. Uji perbedaan rata-rata menggunakan
rumus uji paired t-test. Hipotesis perhitungan meliputi: (1) Ho : Tidak ada perbedaan
hasil belajar pretest dan posttest kelas XI SMK Miftahul Falah, (2) Ha : Ada
perbedaan hasil belajar pretest dan posttest kelas XI SMK Miftahul Falah. Ho
diterima jika signifikansi > 0,05 dan Ha diterima jika signifikansi < 0,05
Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk menganalisis pengaruh model
pembelajaran blended learning pada pembelajaran web design pada jurusan
Multimedia di kelas X SMK Miftahul Falah Kudus:

Keterangan :
X1 : rata-rata sampel 1
X2 : rata-rata sampel 2
s1 : Simpangan baku sampel 1
s2 : Simpangan baku sampel 2
s1 2 : Varians sampel 1
s2 1 : Varians sampel 2
r : Korelasi antara dua sampel

9.1.9. Analisis Data Hasil Belajar Siswa Ranah Afektif

Indikator hasil belajar siswa ranah afektif dalam penelitian ini ada 3 dan setiap
indikator mempunyai 4 deskriptor, dari data tersebut maka skor minimalnya adalah 3
dan skor maksimalnya adalah 12.
Nilai Maksimal = 3 x 4 = 12
Nilai Minimal =1x3 =3
Rentang = 12 3 =9
Interval = 9/4 = 2,25
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat dibuat tabel klasifikasi tingkatan
nilai untuk menentukan kriteria pada hasil belajar siswa ranah afektif sebagai berikut:

9.1.10. Analisis Data Hasil Belajar Siswa Ranah Psikomotor

Indikator hasil belajar siswa ranah psikomotor dalam penelitian ini ada 5 dan
setiap indikator mempunyai 3 deskriptor, dari data tersebut maka skor minimalnya
adalah 5 dan skor maksimalnya adalah 15
Nilai Maksimal = 3 x 5 = 15
Nilai Minimal =1x5 =5
Rentang = 15- 5 = 10
Interval = 10/4 = 2,5
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat dibuat tabel klasifikasi tingkatan
nilai untuk menentukan kriteria pada hasil belajar siswa ranah afektif sebagai berikut.

Anda mungkin juga menyukai