JUDUL PENELITIAN
Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Web Design Siswa Kelas XI Jurusan Multimedia di SMK Miftahul
Falah Kudus
II. LATAR BELAKANG
Pendidikan menjadi pilar penting bagi terciptanya kehidupan yang lebih baik,
yang merujuk pada perkembangan kemampuan fisik dan psikis. Berdasarkan tujuan
tersebut, dapat diketahui bahwa sejauh ini pemerintah telah memiliki arah dan
landasan yang jelas untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia. Selanjutnya hal itu
dipertegas kembali melalui Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang menjadi aturan dasar untuk pemenuhan standar minimal pendidikan.
Adapun standar minimal pendidikan yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah
No.32 Tahun 2013 dalam pasal 2 ayat 1 terdiri atas : (1) Standar Isi, (2) Standar
Proses; (3) Standar Kompetensi Lulusan; (4) Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan; (5) Standar Sarana dan Prasarana; (6) Standar Pengelolaan; (7)
Standar Pembiayaan; (8) Standar Penilaian Pendidikan. Berdasarkan beberapa standar
tersebut, maka standar minimal dari standar proses yang harus dipenuhi dalam
meningkatkan kompetensi dan kualitas peserta didik.
Uno (2008:1) mengemukakan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem
pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan baik
ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Pada arus global, kita sementara berhadapan
dengan tanngan globalisasi. Pada masa globalisasi ini pendidikan merupakan suatu
kebutuhan primer bagi manusia. Dunia pendidikan dituntut untuk lebih memberikan
kontribusi nyata untuk meningkatkan kemajuan bangsa. Untuk memajukannya
tentunya perlu kerjasama dari berbagai pihak antara lain orang tua, pihak sekolah,
lingkungan dan dari pihak siswa sendiri.
Namun pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum memahami
makna pendidikan yang seutuhnya, ada yang berpendapat bahwa belajar hanya dapat
dilakukan di sekolah dan dengan bimbingan guru. Padahal, kegiatan belajar adalah
kegiatan yang bersifat berkelanjutan dan terus-menerus. Menurut Gestalt (dalam
Slameto, 2010:11) Siswa memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga
di luar sekolah, dalam pergaulan, memperoleh pengalaman sendiri-sendiri, karena itu
sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan masyarakat agar semua
turut serta membantu perkembangan siswa secara harmonis. Persepsi yang harus
diluruskan agar siswa dapat memahami makna belajar. Dalam hal ini guru memiliki
peran utama dalam mengubah persepsi siswa yang kurang tepat tersebut.
Pada implementasi standar proses pendidikan, guru memiliki peran yang
cukup signifikan dan penting dalam proses pembelajaran. Sebagaimana tercantum
dalam PP No. 14 Tahun 2005 Pasal 4 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa
kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa guru mempunyai
peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Sardiman
(2012:125) guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-
mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang
potensial di bidang pembangunan. Salah satu tugas dari guru yaitu menyampaikan
pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa, sehingga siswa dapat memahami dan
mengerti maksud yang disampaikan guru, kemudian siswa dapat menguraikan dengan
ucapan atau tulisan. Guru haruslah orang dewasa yang memiliki tanggung jawab
dalam mengajar, mendidik dan membimbing peserta didik. Sebagaimana
diungkapkan oleh Uno (2008:15) bahwa guru adalah seorang dewasa yang secara
sadar bertanggungjawab dalam mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik.
Disini artinya guru mempunyai andil besar dalam berhasil atau tidaknya suatu
pembelajaran di sekolah. Guru berperan dalam membantu perkembangan peserta
didik untuk mewujudkan tujuan dalam pembelajaran. Bagian terpenting dalam
pengajaran adalah bagaimana guru dapat mengembangkan keprofesionalannya
melalui kegiatan belajar mengajar, dimana guru harus memiliki kemampuan untuk
merencanakan program pembelajaran dan kemampuan untuk melaksanakan
pembelajaran dengan maksimal (Uno, 2008:70).
Pengembangan potensi diri peserta didik dapat dilakukan melalui suatu proses
belajar. Menurut Slameto (2010:2) belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku. Sehingga pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai
berikut, Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Proses belajar
tersebut akan menghasilkan suatu perubahan dalam diri siswa yang disebut dengan
hasil belajar. Proses belajar diharakan dapat memberikan perubahan yang signifikan
dan bersifat positif ke arah yang lebih baik sehingga siswa memiliki kompetensi
tertentu. Perubahan tingkah laku antar siswa tentunya berbeda dikarenakan beberapa
faktor diantaranya karakteristik, tingkat intelegensi, kesehatan, motivasi,
kemandirian, bakat dan lain-lain.
Menurut Sanyaja (2006:19) peran guru adalah sebagai sumber belajar,
fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing dan evaluator. Sehingga sebagai
motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran menjadi lebih baik. Pada dasarnya dalam setiap proses
pembelajaran selalu dibutuhkan aktivitas, aktivitas merupakan prinsp yang sangat
penting dalam interaksi belajar-mengajar. Tanpa adanya aktivitas proses
pembelajaran akan terhambat dikarenakan interaksi antara guru dan siswa tidak
berjaland engan baik. Sardiman (2011:95) menyebutkan bahwa aktivitas belajar
merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaktis pembelajaran sebab
prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Tidak ada belajar
jika tanpa aktivitas, dalam kegiatan belajar subyek didik atau siswa harus aktif
berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas.
Terkait dengan peran guru sebagai agen pembelajaran, guru dituntut dapat
memberikan pembelajaran secara optimal dengan menggunakan berbagai metode dan
model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa. Sanjaya (2010: 14)
menegaskan bahwa seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan
mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan
minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa, termasuk didalamnya
memanfaatkan berbagai sumber danmedia pembelajaran untuk menjamin efektivitas
pembelajaran. Dipertegas kembali oleh Pribadi (2010:18), penerapan desain sistem
pembelajaran bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang sukses, yaitu
pembelajaran yang mampu membantu siswa mencapai kompetensi yang
diinginkannya. Oleh karena itu, pemilihan dan penerapan desain model pembelajaran
menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan penguasaan kompetensi siswa.
Salah satu kompetensi mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa Program
Multimedia pada jenjang SMK di kelas XI adalah mata pelajaran Web desain. Wahyu
(2015) menyebutkan Web desain merupakan salah satu mata pelajaran wajib dasar
pada dasar program keahlian Multimedia. Berdasarkan struktur kurikulum mata
pelajaran Web desain disampaikan dikelas XI semester 1 yang disampaikan dalam
waktu 4 jam pelajaran per minggu. Pada semester 1 ini materi web desain ditekankan
pada perintah-perintah dasar pada HTML untuk pembuatan halaman dan perintah
perintah menggunakan java script. Perintah HTML yang diajarkan pada web design 1
ini meliputi pembuatan komponen formulir serta pemberian style pada suatu halaman
web serta dasar HTML.
Berdasarkan beberapa studi yang ada, penggunaan web dalam pembelajaran
umumnya diterapkan di sekolah-sekolah tinggi atau universitas untuk menghasilkan
pembelajaran yang efektif dan bermakna. Akan tetapi model pembelajaran berbasis
web juga bisa diterapkan di tingkat sekolah dasar dan menengah. Seperti yang
diungkapkan oleh Passey (2000), ...web based learning is used often as examples of
materials produced by teacher for specific information gathering excercises or to
offer information on primary and secondary level. (Luik, 2006). Karena Blended ini
merupakan kombinasi dari pembelajaran berbasis web dan pembelajaran tatap muka,
maka pembelajaran ini dapat diterapkan pada mata pelajaran apa pun, termasuk pada
jurusan Multimedia di Sekolah Menengah Kejuruan yang salah satunya dipengaruhi
oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat.
Pembelajaran web desain merupakan pembelajaran dasar bagi siswa SMK
kelas XI. Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti laksanakan dengan cara
pengamatan langsung di kelas XI Jurusan Multimedia SMK Miftahul Falah Kudus
yang terdiri dari 30 siswa untuk memperoleh infomasi terkait gambaran kondisi siswa
pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Pada saat pembelajaran guru masih
menggunakan model konvensional, yaitu secara tatap muka (face to face) di kelas.
Guru dan siswa berpedoman pada buku pegangan dan modul, namun tidak jarang
guru juga menggunakan media pembelajaran powerpoint atau slide yang ditampilkan
melalui layar LCD Viewer. Pada awal pebelajaran siswa terlihat belum siap dengan
materi yang akan dipelajari karena belum bisa menjawab pertanyaan apersepsi yang
diajukan. Ketika guru menjelaskan materi di depan kelas, hanya terdapat sekitar 5
orang siswa atau 15% yang mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Sisanya
terdapat siswa yang berbincang dengan teman sebangkunya. Hampir sekitar 25 siswa
atau 85% siswa yang masih belum fokus ketika guru menjelaskan materi di depan
kelas. Selama ini, guru belum mengoptimalkan penggunaan fasilitias internet dalam
proses pembelajaran. Data awal juga diperoleh melalui wawancara dengan guru
Jurusan Multimedia kelas XI di SMK Miftahul Falah Kudus yaitu Bapak Syafiudin.
Menyatakan bahwa siswa memiliki prestasi yang bagus namun masih kurang aktif
dalam proses pembelajaran terlihat dalam observasi langsung yang sudah diakukan
bahwa aktivitas belajar dan hasil belajar siswa ketika di kelas masih rendah. Salah
satu faktor yang menyebabkan rendahnya aktivitas belajar dan hasil belajar siswa
adalah model mengajar guru yang masih menggunakan metode ceramah dalam
menyampaikan materi, sehingga pembelajaran masih terpusat pada guru saja. Hal ini
membuat siswa merasa cepat bosan dan kurang aktif. Tercermin dalam tindakan
siswa yang pasif dan kurang merespon materi yang diberikan, mengobrol dengan
temannya atau kurang siapnya siswa dalam menerima materi pembelajaran yang
diberikan.
Sugihartono dkk (2007:81) menyebutkan bahwa model pembelajaran
merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem
lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar
secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.
Salah satu model pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran
konvensional dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komuninasi untuk
meningkatkan kemandirian belajar siswa adalah Blended Learning. Yusuf (2011)
mendefinisikan blended learning sebagai integrasi antara face to face dan Elektronik
learning untuk membantu pengalaman kelas dengan mengembangkan teknologi
informasi dan komunikasi. Thorne (2003: 2) dalam Sjukur (2012) mendefinisikan
blended learning sebagai berikut. It Represents an opportunity to integrate the
innovative and technological advances offered by Elektronik learning with the
interaction and participation offered in the best of traditional learning. Definisi
diatas mengandung makna bahwa blended learning menggambarkan sebuah
kesempatan yang mengintegrasikan inovasi dan keuntungan teknologi pada
pembelajaran Elektronik dengan interaksi dan partisipasi dari keuntungan
pembelajaran tatap muka. Sementara itu, Chaeruman (2011) menjelaskan blended
learning sebagai pembelajaran yang mengkombinasikan setting pembelajaran
synchronous dan asynchronous secara tepat guna untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Beberapa definisi diatas, memberikan gambaran bahwa blended
learning merupakan kombinasi antara pembelajaran Elektronik dengan bantuan
teknologi informasi dan komunikasi secara tepat guna untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Adapun untuk dapat menerapkan model blended learning dalam
pembelajaran tentu diperlukan perencanaan terlebih dahulu yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan karakteristik siswa. Herman Dwi Surjono pada acara Workshop
Student Center Learning di Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada 10 Oktober 2016
mengemukakan :
Blended learning merupakan aspek pembelajaran terbaik dari pembelajaran
tatap muka dengan keunggulan pembelajaran Online
Beberapa alasan mengapa perlu diterapkannya pembelajaran berbasis blended
learning antara lain : kemudahan akses dan kenyamanan, peningkatan pembelajaran,
rancangan instruksional meningkat, petunjuk lebih jelas, aktivitas belajar lebih
terarah, keterlibatan meningkat melalui interaksi sosial, pengaturan waktu lebih baik
dll.
Adapun penelitian relevan pernah dilakukan oleh Pramesti (2016), volume 01,
nomor 02 dengan judul Pengaruh Penerapan Pembelajaran Blended Learning untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X Multimedia. Hasil dari penelitian ini
adalah aktivitas siswa di kelas yang menggunakan media pembelajaran berbasis
blended learning meningkat dibandingkan dengan kelas yang tidak menggunakan
blended learning. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata dari kelas X Multimedia 2
(Kelas Kontrol) adalah 85 dengan standar deviasi 6,52 sedangkan rata-rata dari kelas
X Multimedia 1 (Kelas Eksperimen) adalah 88 dengan standar deviasi 5,73. Hasil
tersebut menunjukkan rata-rata kelas ekperimen yang diberi perlakuan blended
learning lebih tinggi daripada kelas yang tidak diberi perlakuan blended learning.
Sedangkan nailai P-value diperoleh adalah 0,032 yang artinya lebih kecil dari 0,05
sehingga hipotesis terjawab bahwa nilai belaja siswa kelas eksperimen lebih baik dari
kelas kontrol. Persamaa penelitian ini dengan penelitian yang sedang diteliti adalah
pada variabel bebas yaitu model blended learning dan variabel terikat yaitu aktivitas
belajar siswa yang menunjukkan dengan diberinya perlakuan dengan blended
learning aktivitas siswa dalam belajar akan meningkat.
V. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji antara lain :
1. Bagaimanakah implementasi model pembelajaran blended learning pada mata
pelajaran web design di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul Falah
Kudus.?
2. Bagaimanakah keefektifan model pembelajaran blended learning pada mata
pelajaran web design di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul Falah
Kudus.?
Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya tentang intensitas pemberian tugas, kemandirian belajar dan hasil
belajar. Adapun hasil penelitian yang menjadi dasar penulis adalah sebagai berikut :
Penelitian lain dilakukan oleh Barokati dan Fajar Annas (2013) dengan judul
Pengembangan Pembelajaran Berbasis Blended Learning pada mata Kuliah
Pemrograman Komputer. Berdasarkan penelitian ini dapat diambil kesimpulan
bahwa pembelajaran blended learning memberikan kontribusi pada pengembangan
pembelajaran di FKIP UNISDA Lamongan dan dapat direspon positif oleh
mahasiswa sebagai pengguna (adanya penilaian mahasiswa sebesar 88,29%).
Selanjutnya kegiatan pembelajaran baik tatap muka maupun Elektronik dan offline
menunjukkan respon yang baik oleh penggunan.
Penelitian yang dilakukan oleh Arifiana dan Annisa Ratnasari (2013) dengan
judul Blended Learning As A Strategy To Improve Students Accounting Learning
Motivation Of First Grade Accounting Competency Program At SMK N 1 Bantul
Academic Year Of 2012/2013. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa
implementasi Blended Learning dapat meningkatkan Motivasi Belajar Akuntansi
Siswa Kelas X Kompetensi Keahlian Akuntansi SMK N 1 Bantul Tahun Pelajaran
2012/2013 dibuktikan dengan adanya peningkatan skor Motivasi Belajar Akuntansi
kelas X Akuntansi 3 dari 78,45% pada siklus pertama dan mencapai 85,46% pada
siklus kedua. Peningkatan jumlah siswa yang termotivasi dari 17 siswa pada siklus
pertama dan 26 siswa pada siklus kedua memantapkan hasil penelitian bahwa
Blended Learning mampu meningkatkan Motivasi Belajar Akuntansi siswa kelas X
Akuntansi 3 SMK N 1 Bantul secara klasikal tanpa dominasi dari beberapa siswa saja
Persamaan penelitian relevan dengan penelitian ini adalah penggunaan model
pembelajaran Blended Learning. Perbedaannya adalah pada Arifiana dan Annisa
Ratnasari (2013) yang diukur adalah motivasi belajar siswa sedangkan dalam
penelitian ini yang diukur adalah hasil belajar siswa. Selain itu, subjek penelitian
relevan adalah Siswa Kelas X Kompetensi Keahlian Akuntansi SMK N 1 Bantul
sedangkan penelitian ini adalah siswa kelas XI Multimedia 1 SMK Miftahul Falah
Kudus
Penelitian yang dilakukan oleh Kharisma (2012) dengan judul Penerapan
Model Pembelajaran Blended Learning Untuk Meningkatan Motivasi dan Hasil
Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Malang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motivasi dan hasil belajar akuntansi siswa
antara kelas yang diajar menggunakan model blended learning dengan memanfaatkan
situs jejaring sosial facebook dengan kelas yang diajar tidak menggunakan model
blended learning dengan memanfaatkan situs jejaring sosial facebook. Persamaan
penelitian relevan dengan penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran
Blended Learning. Perbedaannya adalah adalah pada penelitian Kharisma (2012)
yang diukur adalah motivasi dan hasil belajar siswa sedangkan dalam penelitian ini
yang diukur adalah aktivitas belajar siswa. Selain itu, subjek penelitian relevan adalah
siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Malang, sedangkan penelitian ini adalah siswa
kelas XI Multimedia 1 SMK Miftahul Falah Kudus.
Penelitian yang dilakukan oleh Barokati dan Fajar Annas (2013) dengan judul
Pengembangan Pembelajaran Berbasis Blended Learning pada mata kuliah
pemrograman komputer. Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan model
blended learning yang dikembangkan memberikan kontribusi pada pengembangan
pembelajaran di FKIP UNISDA Lamongan dan dapat direspon positif oleh
mahasiswa sebagai pengguna dibuktikan dengan adanya penilaian mahasiswa sebesar
88,29%.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sutisna (2016)
dengan judul Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning pada
Pendidikan Kesetaraan Program Paket C dalam meningkatkan Kemandirian Belajar.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan sebagai
berikut: (1) Penggunaan media yang berbasis TIK dalam pembelajaran program paket
C di PKBM pada umumnya belum optimal, karena terbatasnya sarana perangkat
komputer yang dimilikinya. Sehingga pada waktu pembelajaran tatap muka secara
klasikal. penggunaan media oleh tutor masih lemah. (2) Model konseptual
pembelajaran blended learning merupakan sebuah model pembelajaran yang
menggunakan media CD interaktif dan e-book pada proses belajar mengajarnya, dan
sekaligus merupakan sebuah alternatif pembelajaran untuk meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik program paket C pada PKBM. (3) Hasil
implementasi model pembelajaran blended learning yang dikembangkan cukup
efektif, di mana berpengaruh 48,2% terhadap peningkatan kemandirian belajar
peserta didik program paket C pada PKBM.
Penelitian lain yaitu dilakukan oleh Rizkiyah (2015), volume 1, nomor 1
dengan judul Penerapan Blended Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
pada Mata Pelajaran Ilmu Bangunan di Kelas X TGB SMK Negeri 7 Surabaya.
Hasil dari penelitian menunjukkan hasil belajar setelah dilakukan pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran blended learning mengalami peningkatan,
presentase ketuntasan belaja sebelum tindakan adalah 30,30%, setelah tindakan siklus
1 adalah 72,73%, dan setelah tindakan siklus 2 adalah 87,88%. (2) Hasil kegiatan
mengajar guru mengalami peningkatan dari siklus 1 dengan jumlah nilai rata-rata 55
dalam kategori cukup dan siklus 2 dengan jumlah nilai rata-rata 68,33 dalam kategori
baik. (3) Hasil kegiatan belajar siswa siklus 1 dengan jumlah nilai rata-rata 26,33
dalam kategori kurang, dan siklus 2 dengan jumlah nilai rata-rata 35 dalam kategori
baik. (4) Hasil respon siswa siklus 1 terhadap 33 siswa mendapatkan jumlah nilai
1210, dengan rata-rata 36,67 dalam kategori baik, dan siklus 2 terhadap 31 siswa
mendapatkan jumlah nilai 1242, dengan jumlah rata-rata 40,06 dan termasuk dalam
kategori sangat baik. Persamaan dalam penelitian ini adalah pada variabel bebas yaitu
model pembelajaran yang digunakan yaitu blended learning.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa maupun hasil belajar siswa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya terletak pada subjek penelitian, lokasi penelitian dan definisi operasional.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI Program Multimedia di SMK Miftahul
Falah Kudus. Lokasi penelitian ini adalah di SMK Miftahul Falah Kudus dengan
definisi operasional variabel dalam penelitian ini yaitu Model Pembelajaran Blended
Learning dan Hasil Belajar siswa.
4. Pengulangan
Prinsip pengulangan penting dalam proses belajar karena untuk melatih daya-
daya jiwa, membentuk respon dan kebiasaan-kebiasaan yang benar.
5. Tantangan
Tantangan merupakan usaha menghadapi hambatan dalam proses belajar
artinya bahan materi yang mengandung masalah akan membuat siswa tertantang
untuk memecahkannya, sehingga siswa akan belajar dengan giat dan sungguh-
sunggu.
6. Balikan dan Penguatan
Hasil belajar yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan
berpengaruh pada usaha belajar selanjutnya. Balikan yang sesegera mungkin
diberikan kepada siswa, akan membuatnya terdorong untuk belajar lebih giat dan
bersemangat.
7. Perbedaan Individual
Setiap siswa memiliki perbedaan karakteristik psikis, kepribadian dan sifat
yang akan berpengaruh pada cara dan hasil belajar mereka. Sehingga perbedaan
individu ini perlu diperhatikan oleh guru agar proses belajar berjalan dengan
maksimal.
Berdasarkan pendapat ahli tentang prinsip-prinsip belajar, dapat disimpulkan
bahwa proses belajar terjadi secara bertahap pada diri siswa yang mencakup tiga hal
yaitu belajar merupakan perubahan perilaku, merupakan proses dan merupakan
bentuk pengalaman yang di dalamnya terdapat perhatian/motivasi, keaktifan,
keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan
serta perbedaan individu. Selain prinsip-prinsip tersebut, terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar yang akan menentukan berhasil atau tidaknya proses belajar
tersebut.
1.3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Belajar
3. Model Pembelajaran
Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mendorong guru
untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
Suprijono (2012: 79) menyebutkan bahwa pembelajaran konstektual merupakan
konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
2. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif berfokus pada pembelajaran yang menggunakan
kelompok kecil untuk bekerja bersama dalam memaksimalkan belajar untuk
mencapai suatu tujuan. Sanjaya (2006: 246-247), pembelajaran kooperatif memiliki
empat prinsip utama yaitu: prinsip ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, interaksi tatap muka, dan partisipasi dan komunikasi.
3. Model Pembelajaran Kuantum
Model pembelajaran kuantum merupakan rangkaian dari berbagai teori atau
pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi yang jauh sebelumnya
sudah ada. Model pembelajaran kuantum memiliki beberapa karakteristik umum,
seperti pembelajaran ini berlandaskan pada psikologi kognitif, lebih bersifat
humanistis, bersifat konstruktivistis bukan behavioristis, memusatkan perhatian pada
interaksi yang bermakna, menekankan pada pembelajaran yang cepat dengan hasil
yang tinggi, mengutamakan keberagaman dan kebebasan, dan mengintegrasikan
totalitas tubuh dan pikiran. (Sugiyanto, 2010: 73-78)
4. Model Pembelajaran Terpadu
Model pembelajaran terpadu adalah model yang menggabungkan beberapa
pokok bahasan untuk disajikan dalam satu tema. Melalui pembelajaran ini, siswa
mampu mendapatkan pengalaman langsung, sehingga menambahkan daya dalam
menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan tentang sesuatu yang
dipelajari. (Sugiyanto, 2010: 126-127)
5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai
dukungan teoritisnya. Pembelajaran ini memfungsikan guru sebagai pembimbing dan
fasilitator sehingga peserta didik dapat berpikir dan menyelesaikan masalahnya
sendiri. (Sugiyanto, 2010: 152).
6. Model Pembelajaran Blended Learning
Blended learning merupakan model pembelajaran yang menggabungkan antara
sistem e-learning dengan model pembelajaran konvensional atau tata muka (face-to-
face) Graham (2004:3) mengemukakan :
The idea that BL is the combination of instruction from two historically
separate models of teaching and learning: traditional face to face learning
systems and distributed learning systems. It also emphasizes the central role of
computer-based technologies in Blended Learning.
Blended Learning merupakan kombinasi antara pembelajaran secara tatap muka
dengan pendekatan komputer.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah suatu alat yang digunakan pendidik untuk menyampaikan informasi kepada
peserta didik.
Setimologi istilah Blended Learning terdiri dari dua kata yaitu Blended dan
Learning. Kata blend berarti campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar
bertambah baik atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan.
Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar, dengan demikian sepintas
mengandung makna pola pembelajaran yang mengandung unsur pencampuran, atau
penggabungan antara satu pola dengan pola yang lainnya. Graham (2004:3)
mengemukakan :
The idea that Blended Learning is the combination of instruction from two
historically separate models of teaching and learning: traditional face to face
learning systems and distributed learning systems. It also emphasizes the central
role of computer-based technologies in Blended Learning.
Diutarakan oleh Graham bahwa blended learning merupakan kombinasi antara
pembelajaran secara tatap muka dengan pendekatan komputer. Menurut Mosa (dalam
Rusman, 2012:242) menyampaikan bahwa pola belajar yang dicampurkan adalah dua
unsur utama yakni pembelajaran di kelas dengan Elektronik learning. Dalam
pembelajaran Elektronik ini terdapat pembelajaran menggunakan jaringan internet
yang di dalamnya ada pembelajaran berbasis web. Blended Learning ini merupakan
perpaduan dari teknologi Multimedia, CD-ROM, video streaming, kelas virtual, e-
mail, voicemail dan lain-lain dengan bentuk tradisional pelatihan di kelas dan
pelatihan setiap apa yang dibutuhkannya. Intinya penggabungan atau percampuran
dua pendekatan pembelajaran yang digunakan sehingga tercipta pola pembelajaran
baru dan tidak akan menimbulkan rasa bosan pada pererta didik. Pembelajaran
blended learning fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar harus mandiri pada waktu
tertentu dan bertanggung jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran
blended learning akan mengharuskan peserta didik memainkan peranan yang lebih
aktif dalam pembelajarannya. Peserta didik membuat perancangan dan mencari
materi dengan usaha dan inisiatif sendiri. Blended Learning ini tidak berarti
menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model
belajar tersebut melalui pengembangan teknologi pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Blended Learning adalah
perpaduan dari beberapa model proses pembelajaran dimana fokus utama dari
pembelajaran Blended Learning sendiri yaitu pesesrta didik, dimana peserta didik
harus bisa belajar mandiri, bukan lagi pada model teacher centered. Pada pelaksanan
blended learning sendiri terdiri atas beberapa model proses pembelajaran antara lain,
proses pembelajaran tatap muka, elektronik learning, belajar mandiri, dsb.
Berdasarkan kesimpulan dari definisi blended learning menurut para ahli, maka
blended learning mempunyai 2 komponen pembelajaran yaitu pembelajaran tatap
muka dan Elektronik learning (e-learning).
1. Pembelajaran Tatap Muka (Konvensional)
Pembelajaran tatap muka sebagai salah satu bentuk model pembelajaran
konvensional yang mempertemukan guru dengan murid dalam satu ruangan untuk
belajar. Lebih lanjut, Gintings (2008: 43) dalam Moestofa dan Meini Sondang S
(2013) menjelaskan dalam metode pembelajaran konvensional guru menyampaikan
materi secara oral atau lisan dan siswa mendengarkan, mencatat, mengajukan
pertanyaan, dan dievaluasi. Sementara itu, Moestofa dan Meini Sondang S (2013)
mendefinisikan pembelajaran konvensional sebagai salah satu model pembelajaran
yang hanya memusatkan pada metode pembelajaran ceramah. Adapun tahap-tahap
pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:
a. Tahap pembukaan, dimana guru mengkondisikan siswa untuk memasuki suasana
belajar dengan menyampaikan salam dan tujuan pembelajaran;
b. Tahap pengembangan yaitu tahap dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
yang diisi dengan penyampaian materi secara lisan didukung oleh penggunaan
media;
c. Tahap evaluasi dimana guru mengevaluasi belajar siswa dengan membuat
kesimpulan atau rangkuman materi pembelajaran, pemberian tugas,dan diakhiri
dengan menyampaikan terima kasih atas keseriusan siswa dalampembelajaran.
Berdasarkan definisi di atas, menggambarkan bahwa pembelajaran tatap muka
(konvensional) merupakan proses belajar yang terencana pada suatu tempat tertentu
dengan melibatkan aktivitas belajar pendidik dan peserta didik sehingga terjadilah
interaksi sosial. Adapun peran guru dalam pembelajaran sangat penting dimana guru
sebagai sumber belajar dan informasi. Pada pembelajaran tatap muka (konvensional)
biasanya menggunakan berbagai macam metode dalam proses pembelajarannya,
meliputi: ceramah, penugasan, tanya jawab, dan demonstrasi.
2. Elektronik Learning (E-Learning)
Som Naidu (2006: 1) mendefinisikan e-learning is commonly referred to the
intentional use of networked information and communication technology in teaching
and learning. Definisi ini mengandung makna bahwa e-learning seringditunjukkan
dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses belajar-
mengajar. Elektronik learning (e-learning) merupakan pembelajaran yang
menggunakan rangkaian elektronik LAN, WAN, dan internet untuk menyampaikan
isi materi, belajar dengan e-learning merupakan salah satu bentuk penggunaanmedia
pembelajaran berbasis IT/berbasis internet (e-elarningpendidikan.com,2013). Lebih
lanjut, Rosenberg (dalam Rusman, 2012: 346) menekankan bahwa e-learning
merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi
yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Elektronik learning (e-learning)
merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan teknologi internet,
intranet, dan berbasis web yang memungkinkan terjadinya interaksi belajar antara
peserta didik dan pendidik dengan mengakses informasidan materi pelajaran kapan
pun dan dimanapun. Adapun persyaratan utama yang perlu dipenuhi dalam e-learning
adalah adanya akses dengan sumber informasi melalui internet dan adanya informasi
tentang letak sumber informasi yang inginkita dapatkan (Rusman, 2013: 335)
Rosenberg (dalam Rusman, 2012: 349) mengkategorikan tiga kriteria dasar yang
ada dalam e-learning adalah sebagai berikut:
a. e-learning bersifat jaringan yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat,
menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan dan haring
pembelajaran dan informasi.
b. e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan
standar teknologi internet;
c. e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi
pembelajaran yang mengungguli paradigma dalam pelatihan.
Beberapa kriteria di atas menjadi patokan dasar yang terdapat dalam
pembelajaran dengan sistem e-learning. Ada beberapa karakteristik e-learning
menurut Cisco (dalam Rusman, 2012: 348), adalah sebagai berikut:
a. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik. Dimana guru dan siswa, siswadengan
sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif
mudah dengan tanpa dibatasi waktu dan tempat;
b. Memanfaatkan keunggulan komputer (Digital Media dan ComputerNetworks);
c. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) yang
disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan sajadan
dimana saja apabila yang bersangkutan memerlukan;
d. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil, kemauan belajar danhal-
hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di
komputer.
Berdasarkan karakteristik Elektronik learning menunjukkan bahwa pembelajaran
dilakukan dengan memanfaatkan internet sehingga memungkinkan siswa dapat
belajar kapan saja dan dimana saja. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran,
penggunaan media, dan bahan ajar juga dikemas dalam suatu bentuk yang dapat
diakses dengan menggunakan internet. Haughey dalam Rusman (2012: 350)
menjelaskan bahwa ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran
berbasis internet (e-learning) adalah sebagai berikut:
a. Web course
Web course merupakan penggunaan internet untuk keperluan pendidikan yang
mana peserta didik dan pendidik sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya
tatap muka. Adapun penggunaan bahan ajar, media pembelajaran, sumber belajar
dikemas dengan memanfaatkan internet sepenuhnya. Selain itu, kegiatan
pembelajaran yang meliputi: diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, dan ujian
sepenuhnya juga disampaikan dengan internet. Model pengembangan ini
mengutamakan internet sebagai komponen yang paling signifikan dalam
pembelajaran.
b. Web centric course
Web centric course merupakan penggunaan internet yang memadukan antara
belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Model ini menekankan pada
pemberian materi pembelajaran dengan menggunakan internet dan sebagian lagi
melalui tatap muka. Dalam implementasinya, pendidik memberikan petunjuk kepada
peserta didik untuk mempelajari materi melalui web yang telah dibuatnya. Adapun
pada pembelajaran tatap muka, guru dan siswa lebih aktif untuk berdiskusi tentang
temuan materi yang telah dipelajari melalui web dengan akses internet. Dengan
demikian, fungsi dari pembelajaran jarak jauh dan tatap muka adalah saling
melengkapi.
c. Web enhanced course
Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan
kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Adapun peran guru dituntut untuk
menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing siswa dalam
menemukan situs-situs yang relevan dengan pembelajaran, menyajikan materi
melalui web yang menarik dan diminati, dan melayani bimbingan serta komunikasi
melalui internet. Adapun fungsi dari internet dalam pembelajaran ini adalah untuk
memberikan pengayaan dan komunikasi antara siswa dan guru, sesama siswa,
anggota kelompok, atau siswa dengan narasumber.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga pengembangan sistem
pembelajaran berbasis internet tersebut pada dasarnya memiliki karakteristik yang
berbeda-beda sesuai dengan fungsi, pola dan pendekatannya dalam pembelajaran.
Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Blended Learning
yaitu membantu proses pembelajaran agar lebih bervariasi, tidak monoton dan
memberikan peluang peserta didik untuk lebih mengeksplore sesuatu
Salah satu kelebihan blended learning menurut Dziuban, Hartman, dan Moskal
(2004: 3) adalah blended learning can also improve communication withthe students.
Blended learning can offer a higher level of interaction thancommonly experienced in
face to face course. Dengan kata lain, blended learning dapat juga meningkatkan
komunikasi dengan siswa. Blended learning dapat menawarkan satu level lebih tinggi
daripada pengalaman pada pembelajaran tatap muka. Dipertegas oleh Garrisson &
Kanuka (2004: 97) bahwa keuntungan yang paling spesifik dari model blended
learning adalah kesempatan untuk membangun rasa kebersamaan di antara peserta
didik. Kebersamaan tersebut terasa manakala para peserta didik dapat bertemu pada
pembelajaran tatap muka serta memiliki kesempatan untuk berdialog terbuka,
mengalami perdebatan kritis, dan berpartisipasi dalam berkomunikasi dengan
berbagai bentuk secara aman serta terbuka. Sedangkan menurut Bates (1995) dan
Wulf (1996) (dalam Riyana, 2009: 28) menjelaskan beberapa kelebihan Learning
Management System berbasis Blended Learning.
Kelebihan blended learning
a. meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau
instruktur (enhance interactivity);
b. memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja(time
and place flexibility);
c. menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach aglobal
audience);
d. mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy
updating of content as well as archivable capabilities).
Kekurangan blended learning :
a. Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila sarana
dan prasarana tidak mendukung.
b. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pebelajar, seperti komputer dan akses
Internet. Padahal dalam blended learning diperlukan akses Internet yang
memadai, apabila jaringan kurang memadai akan menyulitkan peserta dalam
mengikuti pembelajaran mandiri via Elektronik.
c. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan teknologi
d. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses
Internet
e. Membutuhkan strategi pembelajaran yang tepat untuk dapat memaksimalkan
potensi dari blended learning.
5. Hasil Belajar
Anak usia Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada pada tahapan operasional
formal. Berdasarkan Piaget dalam Rifai dan Cathrina Tri Anni (2009: 30), tahap
operasional formal berkisar pada usia 11 tahun ke atas dimana anak sudah mampu
berpikir abstrak, idealis, dan logis. Hal ini ditandai dengan karakteristik anak pada
tahap operasional formal ini, adalah sebagai berikut:
1. kemampuan untuk berpikir abstrak;
2. menalar secara logis;
3. menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Pada anak rentang usia Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai menunjukkan
perilaku belajar, yaitu sebagai berikut:
1. anak mulai dapat memecahkan masalah walaupun disajikan secara
verbal(misalkan: A=B dan B=C);
2. anak mampu berpikir spekulatif tentang kualitas ideal yang mereka
inginkandalam diri mereka dan diri orang lain;
3. anak mulai menunjukkan keinginan untuk segera mewujudkan cita-citanya
4. anak sudah mampu menyusun rencana untuk rencana memecahkan masalahdan
secara sistematis menguji solusinya;
5. anak mampu mengembangkan hipotesis untuk memecahkan masalah danmenarik
kesimpulan secara sistematis.
Web Design adalah jenis desain grafis yang ditujukan untuk pengembangan dan
styling obyek lingkungan informasi Internet untuk menyediakan dengan fitur
konsumen high-end dan kualitas estetika. Definisi yang ditawarkan memisahkan
desain web dari web design, menekankan fitur fungsional dari sebuah situs web, serta
desain posisi web sebagai semacam desain grafis Tujuan dari pemberlajaran web
design ini adalah untuk membuat situs web atau dokumen elektronik dan aplikasi
yang berada pada web server dan menampilkan konten dan fitur antarmuka interaktif
kepada pengguna akhir dalam bentuk halaman Web. Seperti unsur-unsur teks, gambar
(gif, jpeg) untuk ditempatkan pada halaman menggunakan HTML / XHTML / tag
XML. Menampilkan media yang lebih kompleks (vektor grafis, animasi, video,
suara) membutuhkan plug-in seperti Adobe Flash, QuickTime, Java run-time dan
lain-lain. Plug-in juga dimasukkan ke dalam halaman web dengan menggunakan
HTML / tag XHTML
Hasil Terjadi Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar setelah diberi perlakuan
Akhir dengan model pembelajaran Blended Learning
Dalam bukunya, Sugiyono (2015: 96) menyatakan jika hipotesis dapat dinyatakan
sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban
empirik dengan data. Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menentukan hipotesis
penelitian ini sebagai berikut:
Ha = Model Pembelajaran Blended Learning dapat meningkatkan Hasil Belajar
Web design Siswa Kelas X Program Multimedia di SMK Miftahul Falah
Kudus..
Sedangkan variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel bebas (X) : Model Pembelajaran Blended Learning
b. Variabel terikat (Y): Hasil Belajar Multimedia
X. METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2016: 3). Dalam penelitian ini,
metode yang digunakan adalah metode Research and Development (Penelitian
Pengembangan). Metode penelitian Research and Development merupakan metode
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji
keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2016: 407). Produk tersebut tidak selalu
berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, alat tulis, dan alat
pembelajaran lainnya. Akan tetapi, dapat pula dalam bentuk perangkat lunak
(software). Tujuan akhir dari metode penelitian research and development di bidang
pendidikan adalah lahirnya produk baru atau perbaikan terhadap produk lama untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dan diharapkan proses pendidikan menjadi lebih
efektif dan lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
1. Desain Penelitian
Analisis 1. Menyusun
Perlunya Desain silabus dan RPP Evaluasi
model perancanga sesuai sintaks Penerapan model
pembelajaran model Blended perancangan
n model pembelajaran
Learning model
baru yaitu pembelajara blended
2. Uji Silabus dan pembelajaran
blended n berupa learning dari
RPP pada ahli dengan blended
learning silabus dan segi hasil dan
model dan learning
berdasar data materi.
RPP proses
observasi 3. Revisi silabus
awal dan RPP.
a. Data kualitatif
Data kualitatif berupa masukan, kritikan, tanggapan, dan saran yang berkaitan
dengan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.
b. Data kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang berwujud angka-angka sebagai hasil observasi
atau pengukuran. Data ini diperoleh dari hasil penelitian ahli materi LKS dan ahli
media LKS, penilaian kualitas RPP, hasil angket respons siswa, hasil angket
aktivitas siswa serta hasil tes belajar siswa yang digunakan untuk menilai kualitas
perangkat pembelajaran.
5. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013: 38). Dari judul penelitian
peneliti menetapkan variabel penelitian sebagai berikut:
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah kondisi atau karakterisitik oleh peneliti
dimanipulasikan dalam rangka untuk menerangkan hubungannya dengan
fenomena yang diobservasi (Sanjaya, 2013:95). Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah Model Pembelajaran Blended Learning.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang berubah, yang muncul
atau tidak muncul ketika peneliti mengintroduksi, mengubah, dan mengganti
variabel bebas (Sanjaya,2014:95). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
hasil belajar siswa jurusan mutimedia kelas XI pada bab web design dengan materi
html dasar. Dalam penelian ini hasil belajar yang diteliti adalah ranah kognitif,
afektif dan psikomotor.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:117). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI program Multimedia di SMK
Miftahul Falah Kudus yang berjumlah 60 siswa.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2013:118). Sampel pada penelitian ini peneliti
mengambil sampel siswa XI program Multimedia di SMK Miftahul Falah Kudus.
Dalam uji coba skala kecil, sampel yang digunakan adalah beberapa siswa kelas XI
program Multimedia di SMK Miftahul Falah Kudus yang diambil dengan
menggunakan teknik random sampling. Sedangkan sampel pada uji coba skala besar,
sampel penelitiannya adalah siswa kelas XI program Multimedia di SMK Miftahul
Falah Kudus diambil dengan cara sampling jenuh. Sampling jenuh yaitu seluruh
populasi yang tidak begitu besar. Jumlah sampel sebanyak 60 siswa.
Analisis uji coba instrumen digunakan untuk melakukan uji coba pada 20
pertanyaan dalam materi html dasar pada kelas XI SMK Miftahul Falah kudus.
Tujuan melakukan uji coba instrumen ini adalah untuk mengetahui pertanyaan yang
memenuhi kriteria layak untuk digunakan sebagai soal pretest dan posttest pada uji
coba model pembelajaran blended learning dalam pembelajaran web design. Analisis
uji coba instrumen menggunakan validitas, realibilitas, taraf kesukaran dan daya
pembeda.
8.2. Validitas
8.3. Reliabilitas
Keterangan :
P : Indeks Kesukaran
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal benar
JS : Jumlah seluruh peserta test
Arikunto (2013:223-225)
Maka dengan adanya tingkat kesukaran dapat diklasifikasikan tingkat kesukaran
soal sebagai berikut:
Besarnya angka P Kriteria
0,00 - 0,30 Sukar
0,31 - 0,70 Sedang
0,71 1,00 Mudah
Sumber : Arikunto(2013)
8.5. Daya Pembeda
Menurut Arikunto (2013:226) daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal
untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa
yang bodoh (kemampuan rendah). Daya pembeda ditunjukkan oleh indeks
diskriminasi yang diberi simbol D. Rumus untuk menyatakan indeks diskriminasi
adalah:
Keterangan:
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Maka dengan adanya nilai diskriminasi dapat diklasifikasikan daya pembeda
sebagai berikut:
Besarnya angka D Kriteria
0,00 - 0,20 Jelek
0,21 - 0,40 Cukup
0,41 - 0,70 Baik
0,71 - 1,00 Sangat Baik
Sumber : Arikunto(2013)
9. Analisis Data
9.1. Analisis Data Produk
9.1.1. Analisis Kelayakan Media
Analisis data produk adalah analisis yang digunakan terhadap desain produk
yang dilakukan oleh validator ahli menggunakan skala Likert.
Analisisis kelayakan produk dilakukan untuk mengukur layak atau tidaknya
media yang dikembangkan, analisis kelayakan produk dilaksanakan oleh ahli materi
dan ahli media. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan analisis data
deskriptif. Dengan cara mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif. Data yang
diperoleh diubah dalam bentuk presentase menggunakan rumus sebagai berikut:
SP = x 100%
Keterangan:
SP = Skor Presentase
SK = Skor Komulatif
SM = Skor Maksimal
Setelah diketahui presentasenya maka dapat diketahui bahwa prototipe media
sudah baik atau belum berdasarkan kriteria berikut:
86% - 100% = sangat layak
81% - 85% = layak
71% - 80% = cukup
61% - 70% = kurang
60% = sangat kurang
Data dari uji ahli digunakan sebagai penilaian terhadap desain produk dan
sebagai acuan perlu atau tidaknya perbaikan desain. Selain menggunakan teknik
presentase, analisis data juga dilakukan secara deskriptif yaitu memaparkan saran
yang telah diberikan oleh para ahli. Hasil pemaparan inilah yang menjadi
pertimbangan perbaikan desain produk.
Hasil persentase data akan dikonversikan berdasarkan kriteria sangat layak,
layak, cukup layak dan tidak layak. Langkah-langkah untuk menentukan kriteria hasil
perolehan skor yaitu menggunakan rumus menurut Sudjana (2005: 46-50), yaitu
sebagai berikut:
1. Menentukan presentase skor maksimum
2. Menentukan presentase skor minimum
3. Menentukan rentang = Skor maks Skor min
4. Menentukan banyak kelas interval yang diperlukan = 5 (sangat layak, layak,
cukup layak dan kurang layak, sangat kurang) untuk kelayakan dan keefektifan
LKS.
5. Menentukan panjang kelas interval (p)
6. Memilih bawah kelas interval pertama
Sangat Layak 5
Layak 4
Cukup 3
Kurang 2
Sangat Kurang 1
(Purwanto, 2013:102)
Keterangan:
NP = nilai persen yang dicari atau diharapkan
R = skor mentah yang diperoleh siswa
SM = skor maksimun ideal dari tes yang bersangkutan
Hasil persentase data kelayakan kemudian dikonversikan dengan kriteria dibawah ini:
9.1.3. Analisis Data Awal/ Uji Persyaratan Analisis
Analisis data awal dalam penelitian ini yaitu dengan menghitung normalitas
data dan mengitung homogenitas data..Uji normalitas digunakan untuk mengetahui
apakah data hasil belajar tersebut berdistribusi normal atau tidak. Populasi
berdistribusi normal akan memudahkan untuk menyelesaika permasalahan dengan
mudah dan lancer. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varian
dalam populasi tersebut sama atau tidak.
Normalitas data merupakan salah satu syarat pokok yang harus dipenuhi
dalam analisis parmetrik. Normalitas data merupakan hal yang penting karena dengan
data yang berdistribusi normal, maka data tersebut dianggap dapat mewakili populasi.
Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah rumus kolmogorov-
smirnov test. Uji normalitas ini memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi. Uji
normalitas menggunakan rumus chi kuadrat sebagai berikut :
Keterangan :
x2 : Chi kuadrat
fo : Frekuensi/ jumlah data hasil observasi
fh : jumlah frekuensi yang diharapkan
(Sugiyono, 2010:81)
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui nilai siswa pada saat pretest
dan posttest kelas XI SMK Miftahul Falah Kudus sama atau tidaknya variansi-
variansi dua buah distribusi atau lebih. Peneliti menggunakan rumus one-way
ANOVA Test untuk mengetahui homogenitas data. Hipotesis perhitungan meliputi Ho
yaitu data homogen dan Ha data tidak homogen. Ho diterima apabila signifikansi >
0,05 dan Ha diterima apabila signifikansi < 0,05. Untuk mengetahhui homogenitas
populasi yang berdistribusi normal dilakukan uji Bartlet yaitu menggunakan statistic
Chi-kuadrat dengan rumus ;
Keterangan :
S2 : Varians gabungan dari semua sampel
Ni : banyaknya siswa pada kelas
B : harga satuan Bartlet
(Sudjana, 2010:263)
Suatu populasi dikatakan homogenitas jika X2 hitung < X2tabel. Penghitungan
ini dibantu dengan menggunakan program SPSS 21.
Analisis data akhir menngunakan Uji t-tes dan N-gain. Uji t-tes digunakan
untuk mengetahui perbedaan hasil belajar tejadi perbedaan yangsignifikan atau tidak.
Sedangkan N-gain digunakan untuk menghitung persentase signifikansi perbedaan
hasil belajar.
Hasil ini kemudian diklasifikasikan sesuai kriteria yang ditetapkan sebagai berikut:
1. Jika interval koefisien N-gain < 0,3 maka termasuk dalam kriteria rendah
2. Jika interval koefisien : 0,3 N-gain < 0,7maka termasuk dalam kriteria sedang
3. Jika interval koefisien : N-gain 0,7maka termasuk dalam kriteria tinggi
Berdasarkan populasi, uji t atau biasa disebut uji beda terdiri dari duajenis,
yaitu independent sample t-test dan dependent sample t-test. Analisis data sampel
penelitian ini termasuk dalam dependent sample t-test. Syarat dependentsample t-test
selain normal adalah saling berkaitan. Maksudnya, hasil penelitiandiambil dari
subyek atau sampel yang sama. Hasil sebelum dan sesudah treatment. Uji perbedaan
rata-rata pretest dan posttest digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil rata-rata
pretest dan posttest model blended learning. Uji perbedaan rata-rata menggunakan
rumus uji paired t-test. Hipotesis perhitungan meliputi: (1) Ho : Tidak ada perbedaan
hasil belajar pretest dan posttest kelas XI SMK Miftahul Falah, (2) Ha : Ada
perbedaan hasil belajar pretest dan posttest kelas XI SMK Miftahul Falah. Ho
diterima jika signifikansi > 0,05 dan Ha diterima jika signifikansi < 0,05
Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk menganalisis pengaruh model
pembelajaran blended learning pada pembelajaran web design pada jurusan
Multimedia di kelas X SMK Miftahul Falah Kudus:
Keterangan :
X1 : rata-rata sampel 1
X2 : rata-rata sampel 2
s1 : Simpangan baku sampel 1
s2 : Simpangan baku sampel 2
s1 2 : Varians sampel 1
s2 1 : Varians sampel 2
r : Korelasi antara dua sampel
Indikator hasil belajar siswa ranah afektif dalam penelitian ini ada 3 dan setiap
indikator mempunyai 4 deskriptor, dari data tersebut maka skor minimalnya adalah 3
dan skor maksimalnya adalah 12.
Nilai Maksimal = 3 x 4 = 12
Nilai Minimal =1x3 =3
Rentang = 12 3 =9
Interval = 9/4 = 2,25
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat dibuat tabel klasifikasi tingkatan
nilai untuk menentukan kriteria pada hasil belajar siswa ranah afektif sebagai berikut:
Indikator hasil belajar siswa ranah psikomotor dalam penelitian ini ada 5 dan
setiap indikator mempunyai 3 deskriptor, dari data tersebut maka skor minimalnya
adalah 5 dan skor maksimalnya adalah 15
Nilai Maksimal = 3 x 5 = 15
Nilai Minimal =1x5 =5
Rentang = 15- 5 = 10
Interval = 10/4 = 2,5
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat dibuat tabel klasifikasi tingkatan
nilai untuk menentukan kriteria pada hasil belajar siswa ranah afektif sebagai berikut.