Anda di halaman 1dari 98

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Msalah

Pendidikan menjadi pilar penting bagi terciptanya kehidupan yang lebih baik,

yang merujuk pada perkembangan kemampuan fisik dan psikis. Berdasarkan

tujuan tersebut, dapat diketahui bahwa sejauh ini pemerintah telah memiliki arah

dan landasan yang jelas untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia. Selanjutnya

hal itu dipertegas kembali melalui Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan yang menjadi aturan dasar untuk pemenuhan standar

minimal pendidikan. Adapun standar minimal pendidikan yang ditentukan oleh

Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2013 dalam pasal 2 ayat 1 terdiri atas : (1)

Standar Isi, (2) Standar Proses; (3) Standar Kompetensi Lulusan; (4) Standar

Pendidik dan Tenaga Kependidikan; (5) Standar Sarana dan Prasarana; (6) Standar

Pengelolaan; (7) Standar Pembiayaan; (8) Standar Penilaian Pendidikan.

Berdasarkan beberapa standar tersebut, maka standar minimal dari standar proses

yang harus dipenuhi dalam meningkatkan kompetensi dan kualitas peserta didik.

Uno (2008:1) mengemukakan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem

pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan baik

ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Pada arus global, kita sementara

berhadapan dengan tanngan globalisasi. Pada masa globalisasi ini pendidikan

merupakan suatu kebutuhan primer bagi manusia. Dunia pendidikan dituntut

untuk lebih memberikan kontribusi nyata untuk meningkatkan kemajuan bangsa.


2

Untuk memajukannya tentunya perlu kerjasama dari berbagai pihak antara lain

orang tua, pihak sekolah, lingkungan dan dari pihak siswa sendiri.

Namun pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum memahami

makna pendidikan yang seutuhnya, ada yang berpendapat bahwa belajar hanya

dapat dilakukan di sekolah dan dengan bimbingan guru. Padahal, kegiatan belajar

adalah kegiatan yang bersifat berkelanjutan dan terus-menerus. Menurut Gestalt

(dalam Slameto,2010:11) Siswa memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah

tetapi juga di luar sekolah, dalam pergaulan, memperoleh pengalaman sendiri-

sendiri, karena itu sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan

masyarakat agar semua turut serta membantu perkembangan siswa secara

harmonis. Persepsi yang harus diluruskan agar siswa dapat memahami makna

belajar. Dalam hal ini guru memiliki peran utama dalam mengubah persepsi siswa

yang kurang tepat tersebut.

Pada implementasi standar proses pendidikan, guru memiliki peran yang

cukup signifikan dan penting dalam proses pembelajaran. Sebagaimana tercantum

dalam PP No. 14 Tahun 2005 Pasal 4 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa

kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen

pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa guru mempunyai

peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Sardiman

(2012:125) guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-

mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia
3

yang potensial di bidang pembangunan. Salah satu tugas dari guru yaitu

menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa, sehingga siswa dapat

memahami dan mengerti maksud yang disampaikan guru, kemudian siswa dapat

menguraikan dengan ucapan atau tulisan. Guru haruslah orang dewasa yang

memiliki tanggung jawab dalam mengajar, mendidik dan membimbing peserta

didik. Sebagaimana diungkapkan oleh Uno (2008:15) bahwa guru adalah seorang

dewasa yang secara sadar bertanggungjawab dalam mendidik, mengajar dan

membimbing peserta didik. Disini artinya guru mempunyai andil besar dalam

berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran di sekolah. Guru berperan dalam

membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan dalam

pembelajaran. Bagian terpenting dalam pengajaran adalah bagaimana guru dapat

mengembangkan keprofesionalannya melalui kegiatan belajar mengajar, dimana

guru harus memiliki kemampuan untuk merencanakan program pembelajaran dan

kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran dengan maksimal (Uno, 2008:70).

Pengembangan potensi diri peserta didik dapat dilakukan melalui suatu proses

belajar. Menurut Slameto (2010:2) belajar merupakan suatu proses perubahan

yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata

dalam seluruh aspek tingkah laku. Sehingga pengertian belajar dapat didefinisikan

sebagai berikut, Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Proses

belajar tersebut akan menghasilkan suatu perubahan dalam diri siswa yang disebut
4

dengan hasil belajar. Proses belajar diharakan dapat memberikan perubahan yang

signifikan dan bersifat positif ke arah yang lebih baik sehingga siswa memiliki

kompetensi tertentu. Perubahan tingkah laku antar siswa tentunya berbeda

dikarenakan beberapa faktor diantaranya karakteristik, tingkat intelegensi,

kesehatan, motivasi, kemandirian, bakat dan lain-lain.

Menurut Sanyaja (2006:19) peran guru adalah sebagai sumber belajar,

fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing dan evaluator. Sehingga sebagai

motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar aktivitas siswa

dalam proses pembelajaran menjadi lebih baik. Pada dasarnya dalam setiap proses

pembelajaran selalu dibutuhkan aktivitas, aktivitas merupakan prinsp yang sangat

penting dalam interaksi belajar-mengajar. Tanpa adanya aktivitas proses

pembelajaran akan terhambat dikarenakan interaksi antara guru dan siswa tidak

berjaland engan baik. Sardiman (2011:95) menyebutkan bahwa aktivitas belajar

merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaktis pembelajaran

sebab prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Tidak ada

belajar jika tanpa aktivitas, dalam kegiatan belajar subyek didik atau siswa harus

aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya

aktivitas.

Terkait dengan peran guru sebagai agen pembelajaran, guru dituntut dapat

memberikan pembelajaran secara optimal dengan menggunakan berbagai metode

dan model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa. Sanjaya

(2010: 14) menegaskan bahwa seorang guru perlu memiliki kemampuan

merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang


5

dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan

siswa, termasuk didalamnya memanfaatkan berbagai sumber danmedia

pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran. Dipertegas kembali oleh

Pribadi (2010:18), penerapan desain sistem pembelajaran bertujuan untuk

menciptakan pembelajaran yang sukses, yaitu pembelajaran yang mampu

membantu siswa mencapai kompetensi yang diinginkannya. Oleh karena itu,

pemilihan dan penerapan desain model pembelajaran menjadi salah satu faktor

penentu keberhasilan penguasaan kompetensi siswa.

Salah satu kompetensi mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa Program

Multimedia pada jenjang SMK di kelas XI adalah mata pelajaran Web design.

Wahyu (2015) menyebutkan Web design merupakan salah satu mata pelajaran

wajib dasar pada dasar program keahlian Multimedia. Berdasarkan struktur

kurikulum mata pelajaran Web design disampaikan dikelas XI semester 1 yang

disampaikan dalam waktu 4 jam pelajaran per minggu. Pada semester 1 ini materi

web design ditekankan pada perintah-perintah dasar pada HTML untuk

pembuatan halaman dan perintah perintah menggunakan java script. Perintah

HTML yang diajarkan pada web design 1 ini meliputi pembuatan komponen

formulir serta pemberian style pada suatu halaman web serta dasar HTML.

Berdasarkan beberapa studi yang ada, penggunaan web dalam pembelajaran

umumnya diterapkan di sekolah-sekolah tinggi atau universitas untuk

menghasilkan pembelajaran yang efektif dan bermakna. Akan tetapi model

pembelajaran berbasis web juga bisa diterapkan di tingkat sekolah dasar dan

menengah. Seperti yang diungkapkan oleh Passey (2000), ...web based learning
6

is used often as examples of materials produced by teacher for specific

information gathering excercises or to offer information on primary and

secondary level. (Luik, 2006). Karena Blended ini merupakan kombinasi dari

pembelajaran berbasis web dan pembelajaran tatap muka, maka pembelajaran ini

dapat diterapkan pada mata pelajaran apa pun, termasuk pada jurusan Multimedia

di Sekolah Menengah Kejuruan yang salah satunya dipengaruhi oleh

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat.

Pembelajaran web design merupakan pembelajaran dasar bagi siswa SMK

kelas XI. Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti laksanakan dengan cara

pengamatan langsung di kelas XI Jurusan Multimedia SMK Miftahul Falah Kudus

yang terdiri dari 30 siswa untuk memperoleh infomasi terkait gambaran kondisi

siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Pada saat pembelajaran guru

masih menggunakan model konvensional, yaitu secara tatap muka (face to face) di

kelas. Guru dan siswa berpedoman pada buku pegangan dan modul, namun tidak

jarang guru juga menggunakan media pembelajaran powerpoint atau slide yang

ditampilkan melalui layar LCD Viewer. Pada awal pebelajaran siswa terlihat

belum siap dengan materi yang akan dipelajari karena belum bisa menjawab

pertanyaan apersepsi yang diajukan. Ketika guru menjelaskan materi di depan

kelas, hanya terdapat sekitar 5 orang siswa atau 15% yang mendengarkan dengan

sungguh-sungguh. Sisanya terdapat siswa yang berbincang dengan teman

sebangkunya. Hampir sekitar 25 siswa atau 85% siswa yang masih belum fokus

ketika guru menjelaskan materi di depan kelas. Selama ini, guru belum

mengoptimalkan penggunaan fasilitias internet dalam proses pembelajaran. Data


7

awal juga diperoleh melalui wawancara dengan guru Jurusan Multimedia kelas XI

di SMK Miftahul Falah Kudus yaitu Bapak Syafiudin. Menyatakan bahwa siswa

memiliki prestasi yang bagus namun masih kurang aktif dalam proses

pembelajaran terlihat dalam observasi langsung yang sudah diakukan bahwa

aktivitas belajar dan hasil belajar siswa ketika di kelas masih rendah. Salah satu

faktor yang menyebabkan rendahnya aktivitas belajar dan hasil belajar siswa

adalah model mengajar guru yang masih menggunakan metode ceramah dalam

menyampaikan materi, sehingga pembelajaran masih terpusat pada guru saja. Hal

ini membuat siswa merasa cepat bosan dan kurang aktif. Tercermin dalam

tindakan siswa yang pasif dan kurang merespon materi yang diberikan, mengobrol

dengan temannya atau kurang siapnya siswa dalam menerima materi

pembelajaran yang diberikan.

Sugihartono dkk (2007:81) menyebutkan bahwa model pembelajaran

merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk

menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem

lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan

belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.

Salah satu model pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran

konvensional dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komuninasi untuk

meningkatkan kemandirian belajar siswa adalah Blended Learning. Yusuf (2011)

mendefinisikan blended learning sebagai integrasi antara face to face dan

Elektronik learning untuk membantu pengalaman kelas dengan mengembangkan

teknologi informasi dan komunikasi. Thorne (2003: 2) dalam Sjukur (2012)


8

mendefinisikan blended learning sebagai berikut. It Represents an opportunity to

integrate the innovative and technological advances offered by Elektronik

learning with the interaction and participation offered in the best of traditional

learning. Definisi diatas mengandung makna bahwa blended learning

menggambarkan sebuah kesempatan yang mengintegrasikan inovasi dan

keuntungan teknologi pada pembelajaran Elektronik dengan interaksi dan

partisipasi dari keuntungan pembelajaran tatap muka. Sementara itu, Chaeruman

(2011) menjelaskan blended learning sebagai pembelajaran yang

mengkombinasikan setting pembelajaran synchronous dan asynchronous secara

tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Beberapa definisi diatas,

memberikan gambaran bahwa blended learning merupakan kombinasi antara

pembelajaran Elektronik dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi

secara tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun untuk dapat

menerapkan model blended learning dalam pembelajaran tentu diperlukan

perencanaan terlebih dahulu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik

siswa. Herman Dwi Surjono pada acara Workshop Student Center Learning di

Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada 10 Oktober 2016 mengemukakan :

Blended learning merupakan aspek pembelajaran terbaik dari pembelajaran

tatap muka dengan keunggulan pembelajaran Online

Beberapa alasan mengapa perlu diterapkannya pembelajaran berbasis blended

learning antara lain : kemudahan akses dan kenyamanan, peningkatan

pembelajaran, rancangan instruksional meningkat, petunjuk lebih jelas, aktivitas


9

belajar lebih terarah, keterlibatan meningkat melalui interaksi sosial, pengaturan

waktu lebih baik dll.

Hal lain yang memperkuat perlunya blended learning di aplikasikan dalam

pemblajaran yaitu jika dahulu hanya Universitas Terbuka yang diizinkan

menyelenggarakan pendidikan jarak jauh, maka dengan diterbitkannya surat

keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 107/U/2001 pada 2 Juli 2001 tentang

penyelenggaraan pendidikan tinggi jarak jauh, maka kapasitas penyelenggaraan

pendidikan terbuka dan jarak jauh menggunakan blended learning telah diizinkan.

Lembakan-lembaga pendidikan non-formal seperti kursus-kursus juga telah

menafaatkan keunggulan blended learning untuk program-program unggulannya.

Karena secara spesifik dalam pendidikan, blended learning memiliki makna salah

satunya adalah menafaatkan jasa teknologi elektronik. Dimana dalam hal ini guru

dan siswa sama-sama dapat berkomunikasi dengan relatif lebih mudah tanpa

dibatasi oleh hal-hal yang protokoler sehingga dapat dikatakan aktivitas siswa

dalam belajar lebih terarah.

Berbagai konsep dan teknik baru dalam pembelajaran telah banyak

dikembangkan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu model pembelajaran variatif yang dapat merangsang aktivitas

siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga siswa akan berperan aktif

dan memberikan feedback yang positif. Solusi pembelajaran yang diharapkan

harus mampu memberikan peningkatan terhadap aktivitas siswa dan hasil belajar

siswa. Pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar

siswa dalam proses pembelajaran adalah Blended Learning. Pembelajaran


10

Blended Learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadi

pembelajar aktif yang memahami kebutuhan dirinya dan mengupayakan

pencapaian pemahaman akan pengetahuan secara mandiri. Menurut Suprijono

(2012:54) guru bertindak sebagai fasilitator, memberikan dukungan tetapi tidak

mengarahkan kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya. Model

pembelajaran Blended Learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan kemampuan individu tanpa meninggalkan interaksi sosial di

dalam kelas, sehingga dengan sistem ini siswa lebih berperan aktif dalam

pembelajaran sedangkan guru sebagai fasilitator.

Adapun penelitian relevan pernah dilakukan oleh Pramesti (2016), volume 01,

nomor 02 dengan judul Pengaruh Penerapan Pembelajaran Blended Learning

untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X Multimedia. Hasil dari

penelitian ini adalah aktivitas siswa di kelas yang menggunakan media

pembelajaran berbasis blended learning meningkat dibandingkan dengan kelas

yang tidak menggunakan blended learning. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata

dari kelas X Multimedia 2 (Kelas Kontrol) adalah 85 dengan standar deviasi 6,52

sedangkan rata-rata dari kelas X Multimedia 1 (Kelas Eksperimen) adalah 88

dengan standar deviasi 5,73. Hasil tersebut menunjukkan rata-rata kelas

ekperimen yang diberi perlakuan blended learning lebih tinggi daripada kelas

yang tidak diberi perlakuan blended learning. Sedangkan nailai P-value diperoleh

adalah 0,032 yang artinya lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis terjawab bahwa

nilai belaja siswa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Persamaa

penelitian ini dengan penelitian yang sedang diteliti adalah pada variabel bebas
11

yaitu model blended learning dan variabel terikat yaitu aktivitas belajar siswa

yang menunjukkan dengan diberinya perlakuan dengan blended learning aktivitas

siswa dalam belajar akan meningkat.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sutisna (2016) dengan judul

Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning pada Pendidikan

Kesetaraan Program Paket C dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar.

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan sebagai

berikut: (1) Penggunaan media yang berbasis TIK dalam pembelajaran program

paket C di PKBM pada umumnya belum optimal, karena terbatasnya sarana

perangkat komputer yang dimilikinya. Sehingga pada waktu pembelajaran tatap

muka secara klasikal. penggunaan media oleh tutor masih lemah. (2) Model

konseptual pembelajaran blended learning merupakan sebuah model

pembelajaran yang menggunakan media CD interaktif dan e-book pada proses

belajar mengajarnya, dan sekaligus merupakan sebuah alternatif pembelajaran

untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik program paket C pada

PKBM. (3) Hasil implementasi model pembelajaran blended learning yang

dikembangkan cukup efektif, di mana berpengaruh 48,2% terhadap peningkatan

kemandirian belajar peserta didik program paket C pada PKBM. Persamaan

penelitian ini adalah pada variabel bebas yaitu model pembelajaran blended

learning.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Roisin Donnelly dan Claire

MacAvinney dengan judul Academic Development Perspectives of Blended

Learning pada tahun 2012. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
12

komunikasi elektronik, Web, Internet, dan teknologi pembelajaran terkait telah

menghasilkan iklim di mana pembelajaran teknologi dipandang sebagai sarana

untuk memperbaiki pembelajaran pendidikan tinggi dan mengajar. Itu situasi telah

berkembang dimana gelombang lebih dari akademisi di seluruh dunia yang mulai

menggunakan teknologi Elektronik dalam mengajar mereka, serta menjadi

bersemangat untuk mengeksplorasi pedagogi yang berbeda, menyediakan

lembaga pendidikan tinggi dengan pengembangan profesional yang cukup

tantangan. Pengalaman menunjukkan bahwa prasyarat untuk strategi blended

learning dalam belajar dan mengajar adalah bahwa akademisi mengajar kursus

mengenali kebutuhan untuk pengembangan akademik yang sesuai holistik untuk

menyediakan mereka dengan tidak hanya pemahaman tentang bagaimana cara

terbaik untuk menggunakan teknologi, tetapi lebih umumnya dalam meningkatkan

pemahaman mereka tentang bagaimana mengembangkan pembelajaran dicampur

efektif lingkungan. generasi berikutnya dicampur pengalaman belajar, ditandai

dengan integrasi ponsel dan pribadi perangkat, akan berkembang secara

Elektronik memadukan menuju perpaduan yang juga dilengkapi benda konten

modular untuk personalisasi, mengubah dan memperkaya pembelajaran pada

waktu dan semakin pada istilah yang didefinisikan oleh pelajar.

Selain dapat meningkatkan motivasi, prestasi, dan hasil belajar siswa,manfaat

lain dari blended learning menurut Yendri (2011: 4), yaitu (1) meningkatkan hasil

pembelajaran melalui pendidikan jarak jauh; (2) meningkatkan kemudahan belajar

sehingga siswa menjadi puas dalam belajar melalui pendidikan jarak jauh; (3)
13

mengurangi biaya pembelajaran. Dengan manfaat tersebut, diharapkan dapat

mengatasi permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti akan mengkaji

masalah tersebut dengan melakukan penelitian Research and Development dengan

judul Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Web design Siswa Kelas XI Jurusan Multimedia

SMK Miftahul Falah Kudus

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti telah mengidentifikasi masalah

sebagai berikut :

1. Metode pembelajaran yang masih bersifat konvensional, membuat siswa

menjadi kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran


2. Media pembelajaran yang digunakan guru belum maksimal untuk

meningkatkan aktivitas belajar siswa, sehingga siswa hanya membaca

buku sebagai sumber belajar.


3. Siswa memiliki prestasi yang bagus tetapi masih kurang aktif.
4. Faktor yang menyebabkan aktivitas siswa rendah Karena siswa hanya

mengandalkan guru untuk mendapatkan pengetahuan.


5. Perlunya metode yang inovatif dalam pembelajaran yang berkaitan

dengan internet karena guru belum optimal dalam memanfaatkan Internet

dalam pembelajaran
6. Kebanyakan siswa menggunakan fasilitas Internet hanya untuk

mengakses account sosial media mereka dibanding mengunduh materi-

materi pelajaran.
7. Penggunaan model pembelajaran blended learning yang sesuai dengan

kebutuhan siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


14

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah

diuraikan, maka penelitian yang dilakukan akan membahas mengenai hasil belajar

siswa, yaitu hasil belajar mata pelajaran web design. Hal ini bertujuan untuk

memperjelas penelitian yang dilakukan agar mendapatkan hasil penelitian yang

fokus, serta penafsiran terhadap hasil penilitian tidak berbeda, maka perlu

dilakukan pembatasan masalah. Penelitian ini hanya berfokus pada

Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Web design Siswa Kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul

Falah Kudus

1.4 Rumusan Masalah

Dari latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah

dikemukakan maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji antara lain :

1.4.1 Bagaimanakah implementasi model pembelajaran blended learning pada

mata pelajaran web design di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul

Falah Kudus.?
1.4.2 Bagaimanakah keefektifan model pembelajaran blended learning pada

mata pelajaran web design di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul

Falah Kudus.?

1.5 Tujuan Penelitian


15

Tujuan penelitian merupakan apa yang ingin dicapai oleh peneliti dalam

melakukan penelitian. Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dalam

penelitian ini adalah untuk :

1.5.1 Mengimplementasikan model pembelajaran blended learning pada mata

pelajaran web design di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul

Falah Kudus.
1.5.2 Menguji keefektifan model pembelajaran blended learning pada mata

pelajaran web design di kelas XI Program Multimedia SMK Miftahul

Falah Kudus.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis artinya hasil penelitian bermanfaat untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan. Manfaat praktis artnya bermanfaat bagi

berbagai pihak untuk memperbaiki kinerja terutama bagi sekolah, guru dan

peserta didik. Uraian selengkapnya adalah sebagai berikut :

1.6.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang positif

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang

pendidikan . Wujud sumbangan ini adalah hasil dari penelitian ini dapat menjadi

rujukan untuk perkembangan ilmu pendidikan dalam menerapkan pembelajaran

yang efektif dan inovatif dalam pembelajaran Web Design di Jurusan Multimedia

di SMK. Selain itu manfaat teoritis dari penelitian ini antara lain :
16

a. Memberikan informasi bagi pihak-pihak tertentu tentang pentingnya

penggunaan model belajar dalam pembelajaran web design..


b. Memberikan sumbangsih pengetahuan tentang pentingnya menguasai model

yang menunjang pembelajaran.


1.6.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

1.6.2.1 Bagi Guru


Menambah wawasan dan strategi tentang model pembelajaran blended

learning sehingga meningkatkan kulitas pembelajaran yang dilakukan.

1.6.2.2 Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan masukan

bagi pihak sekolah terutama pada bidang model pembelajaran sekaligus sebagai

bahan supervise dari kepala sekolah untuk guru kelas.


17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Belajar dan Pembelajaran
2.1.1.1 Pengertian Belajar
Slameto (2010:2) menjelaskan pengertian secara psikologis, belajar

merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi hidupnya. Perubahan-

perubahan tersebut nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Menurut Slameto

(2010:2) Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengamatannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.


Belajar menurut pandangan Skinner adalah suatu perilaku pada saat orang

belajar maka resonnya menjadi lebih baik (Dimyati dan Mudjiono,2010:9).

Sedangkan menurut Gagne bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks.

Belajar merupakan suatu proses penting dalam kehidupan manusia yang menckup

seluruh aspek manusia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Syaodih (2010:35)

yang menyatakan bahwa belajar merupakan serangkaian upaya untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap serta nilai siswa, baik

kemampuan intelektual, sosial, afektif maupun psikomotor.


Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang ke arah yang lebih

baik untuk mengembangkan kemampuan individu baik dalam hal keterampilan,

pengetahuan, sikap maupun nilai.


2.1.1.2 Prinsip Belajar
18

Slameto (2010 :27) menjelaskan bahwa prinsip belajar dapat dilaksanakan

dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual.
Dimyati dan Mudjiono (2010:42) mengemukakan prinsip-prinsip belajar

sendiri meliputi:
a. Perhatian dan Motivasi
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul apabila bahan pelajaran sesuai

dengan kebutuhannya, sehingga akan membangun motivasi siswa untuk

mempelajarinya.
b. Keaktifan
Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan yang

beraneka ragam bentuknya mulai dari aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik

berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan, dsb. Sedangkan

aktivitas psikis berupa menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam

memecahkan masalah, membandingkan satu konsep dengan konsep lain,

menyimpulkan hasil percobaan, dsb.


c. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Dalam belajar melalui pengalaman langsung, siswa tidak sekedar mengamati

secara langsung tetapi harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan

bertanggung jawab terhadap hasilnya.


d. Pengulangan
Prinsip pengulangan penting dalam proses belajar karena untuk melatih daya-

daya jiwa, membentuk respon dan kebiasaan-kebiasaan yang benar.


e. Tantangan
Tantangan merupakan usaha menghadapi hambatan dalam proses belajar

artinya bahan materi yang mengandung masalah akan membuat siswa tertantang

untuk memecahkannya, sehingga siswa akan belajar dengan giat dan sungguh-

sunggu.
f. Balikan dan Penguatan
19

Hasil belajar yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan

berpengaruh pada usaha belajar selanjutnya. Balikan yang sesegera mungkin

diberikan kepada siswa, akan membuatnya terdorong untuk belajar lebih giat dan

bersemangat.
g. Perbedaan Individual

Setiap siswa memiliki perbedaan karakteristik psikis, kepribadian dan sifat yang

akan berpengaruh pada cara dan hasil belajar mereka. Sehingga perbedaan

individu ini perlu diperhatikan oleh guru agar proses belajar berjalan dengan

maksimal.

Berdasarkan pendapat ahli tentang prinsip-prinsip belajar, dapat disimpulkan

bahwa proses belajar terjadi secara bertahap pada diri siswa yang mencakup tiga

hal yaitu belajar merupakan perubahan perilaku, merupakan proses dan

merupakan bentuk pengalaman yang di dalamnya terdapat perhatian/motivasi,

keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan

dan penguatan serta perbedaan individu. Selain prinsip-prinsip tersebut, terdapat

faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yang akan menentukan berhasil atau

tidaknya proses belajar tersebut.


2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

banyak jenisnya, tetapi digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intern

(faktor dari dalam) dan faktor ekstern (faktor dari luar).


2.1.1.3.1 Faktor-faktor Intern
Faktir intern adalah faktor yang berasal dari diri individu. Meliputi faktor

jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan


20

a. Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan yang berpengaruh terhadap belajarnya

dan perlunya menjaga kesehatan badan. Saat keadaan cacat tubuh juga

mempengaruhi belajar yang dapat terganggu.


b. Faktor psikologis, ada 7 faktor yang tergolong dalam faktor psikologis yaitu :

Intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.


c. Faktor kelelahan, terdapat kelelahan jasmani dan kelelahan rohami. Kelelahan

jasmani terjadi dimana sirkulasi darah kurang lancar sehingga tubuh terihat

lemah lunglai. Kelelahan rohani sendiri terjadi karena adanya kelesuan dan

kebosanan.
2.1.1.3.2 Faktor-faktor Ekstern
Faktor Ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu.

Dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu : faktor keluarga, faktor sekolah dan

faktor masyarakat.
1. Faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian

orang tua dan latar belakang kebudayaan.


2. Faktor sekolah, meliputi metode mengajar kurikulum, relasi guru dengan

siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu

sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung metode belajar dan tugas rumah.
3. Faktor masyarakat, terjadi karena adanya siswa dalam masyarakat, kegiatan

siswa di masyarakat diantaranya kegiatan siswa dalam masyarakat, media

masa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.


Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 faktor yang

mempengaruhi belajar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Kedua faktor ini

sangat berkaitan satu sama lain dalam proses belajar karena saling mempengaruhi

keberhasilan proses belajar mengajar. Sehingga dari faktor-faktor tersebut

melahirkan teori-teori belajar sebagai dasar berjalannya proses belajar.


21

2.1.1.4 Teori Belajar


Adanya terori merupakan hal pendukung utama dalam proses belajar.

Menurut Siregar (2015:23) teori belajar yaitu sebuah teori yang bertujuan

menjelaskan proses belajar dan fokus pada hubungan antara variabel-variabel

yang menentukan hasil belajar.


Banyak teori belajar yang menjadi pendukung utama dalam proses

pembelajaran akan tetapi peneliti membatasi beberpaa teori pembelajaran yang

berkaitan dengan variabel penelitian yaitu model pembelajaran blended learning.

Beberapa teori tersebut merupakan teori yang dikemukakan siregar.


Menurut Siregar (2015:25) teori pembelajaran harus memasukkan variabel

metode pembelajaran. Bila tidak, maka teori tersebut bukanlah teori pembelajaran.

Hal ini penting, sebab banyak terjadi apa yang dianggap sebagai teori

pembelajaran yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori pembelajaran selalu

menyebutkan metode pembelajaran, sedangkan teori belajar sama sekali tidak

berurusan dengan metode pembelajaran. Ada beberapa teori belajar menurut

Siregar (2015:25), antara lain :


a. Teori Behavioristik
Belajar di dalam teori behavioristik diartikan sebagai sebuah proses

interaksi yang terjadi antara stimulus dan respon. Menurut Thorndike (dalam

Risnawati, 2011:15) Stimulus adalah suatu hal yang merangsang terjadinya

kegiatan belajar sedangkan respon adalah reaksi yang muncul akibat adanya

stimulus, dapat dalam bentuk tingkah laku yang bisa diamati ataupun tidak

diamati. Kegiatan belajar dalam teroi behavioristik diperlukan adanya

motivasi dan dilakukan dengan mencoba-coba apabila seseorang tidak tahu

bagaimana cara memberikan respon, sehingga dengan mencoba-coba


22

kemungkinan akan ditemukan respon yang tepat untuk masalah yang

dihadapinya.
Berdasarkan teori ini, stimulus merupakan suatu rangsangan untuk

menciptakan suatu proses belajar, sedangakan respon adalah reaksi yang

muncul setelah diberikannya stimulus. Dalam penelitian ini, model

pembelajaran blended learning merupakan stimulus yang merangsang terjadi

proses belajar, sehingga dari stimulus ini muncul respon aktivitas belajar yang

baik dan meningkat.


b. Teori Kognitivistik
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada proses belajar daripada

hasil belajar. Belajar dalam teori ini diartikan sebagai suatu usaha yang

dilakukan siswa secara aktif untuk memahami sesuatu. Keaktifan tersebut

berupa mencari pengalaman, informasi, memecahkan masalah, mengamati

lingkungan , dan mempraktikkan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang sebelumnya akan menentukan

keberhasilan dalam mempelajari pengetahuan yang baru. Menurut Rifai

(2012:106), perilaku manusia ditentukan oleh faktor dari dalam diri manusia,

bukan dari stimulus yang berasal dari luar dirinya. Menurut Risnawati

(2016:70), teori belajar kognitif Brunner menekankan pada proses belajar

dengan mengalami sendiri agar proses tersebut dapat direkam dalam

pikirannya dengan caranya sendri. Brunner mengembangkan sebuah model

pengajaran yang mendorong siswa untuk belajar secara mandiri melalui

keterlibatan aktif dalam memecahkan masalah dan guru memotivasi siswa


23

untuk memperoleh pengalaman dengan kegiatan yang memungkinkan siswa

menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.


Berdasarkan teori ini, peningkatan aktivitas ketika terjadi proses

pembelajaran lebih penting daripada hasil belajar karena nantinya model

blended learning ini akan memacu meningkatnya aktivitas belajar siswa yang

nantinya akan berimbas pada membaiknya hasil belajar.


c. Teori Kontruktivistik
Belajar menurut Teori Konstruktivistik diartikan sebagai suatu proses

pembentukan pengetahuan oleh siswa yang belajar sendiri. Belajar lebih dari

sekedar mengingat saja. Rifai (2012:114), menyatakan pendidik bukan orang

yang mampu memberikan pengetahuan pada peserta didik, karena peserta

didik yang harus membentuk pengetahuan di dalam ingatannya sendiri. Inti

dari teori konstruktivistik ini adalah peserta didik yang harus terlibat aktif di

dalam pembelajaran, siswa sendiri yang harus mengartikan apa yang telah

dipelajari dengan konstruksi yang dibangun sebelumnya.


Seperti dalam prinsip blended learning dimana siswa akan dibentuk agar

memiliki aktivitas belajar yang lebih terarah. Belajar bukan hanya soal

mengingat saja akan tetapi lebih kepada kemampuan mengaplikasikan yang

sudah didapat dari pembelajaran. Pada teori ini peserta didik harus aktif

dalam pembelajaran, hal itu sesuai dengan makna pembelajaran blended

learning yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa.


Fungsi teori belajar menurut Suprijono (2009:15) adalah : (a) Memberikan

kerangka kerja konseptual untuk suatu informasi belajar; (b) Memberikan

rujukan untuk menyusun rancangan pelaksanaan program; (c) Mendiagnosis

masalah-masalah dalam kegiatan belajar mengajar; (d) Mengkaji kejadian


24

belajar dalam diri seseorang; dan (e) Mengkaji faktor eksternal yang

memfasilitasi proses belajar.


Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teori belajar

merupakan sesuatu hal yang mendukung dan mendasari proses belajar. Teori

belajar juga menaruh perhatian pada hubungan antara variabel-variabel yang

menentukan hasil belajar dan tujuan utama dari teori belajar adalah

menjelaskan proses belajar itu sendiri.


2.1.2 Hakikat Pembelajaran
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran
Briggs (dalam Rifai, 2012:157) Pembelajaran adalah seperangkat

peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga

peserta didik itu memperoleh kemudahan. Sementara Gagne (dalam Rifai,

2012:157) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa

eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar.
Pembelajaran bertujuan untuk penguasaan materi atau pengetahuan.

Pengetahuan bersumber dari perangkat mata ajaran yang disampaikan di sekolah

(Hamalik,2007:26). Salah satu sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan

saintifik setelah siswa berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi

sekitarnya (Hamdani, 2010:23)


Berdasarkaan substansi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

adalah suatu peristiwa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan

perubahan ke arah yang lebih baik agar tercapai suatu tujuan pembelajaran.
2.1.2.2 Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Beberapa prinsip pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan

mengadaptasi pemikiran Fillbeck (dalam Siregar, 2015:16) sebagai berikut :


a. Respons-respons baru (new respons) diulangs ebagai akibat dari respons yang

terjadi sebelumnya.
25

b. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon, tetapi juga di bawah

pengaruh kondisi atau tanda-tanda di lingkungan siswa


c. Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau

berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang

menyenangkan.
d. Belajar yang berbentuk respons terhadap tanda-tanda yang terbatas akan

ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.


e. Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar

sesuatu yang kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah.


f. Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi

perhatian dan ketekuanan siswa selama proses siswa belajar.


g. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai

umpan balik menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa.


h. Kebutuhan memecah materi yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil

dapat dikurangi dengan mewujudkannya dalam suatu model.


i. Keterampilan tingkat tinggi terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih

sederhana.
j. Belajar akan lebih cepat, efisien dan menyenangkan bila siswa diberi

informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.


k. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju

dengan cepat ada yang lebih lambat.


l. Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan

mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik

bagi dirinya untuk membuat respon yang benar.


Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa prinsip

pembelajaran meliputi respon, sikap yang dikontrol oleh respon, situasi mental,

kegiatan belajar dan tahap persiapan.


2.1.3 Model Pembelajaran
26

Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik

mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan

ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran

Suprijono (2012: 45) menyebutkan bahwa model pembelajaran merupakan

landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan

teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi

kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Melalui kegiatan

model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi,

ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran

berfungsi juga sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru

dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Joyce dan Weil (dalam Rusman,2012: 133) menyebutkan bahwa model

pembelajaran adalah suatu rencana yang dapat digunakan untuk menyusun

rencana pembelajaran dalam jangka panjang, merancang bahan pelajaran dan

melakukan bimbingan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran dapat

membantu siswa dalam menggali informasi, ide, keterampilan, dan cara berpikir.

Arends (dalam Trianto, 2010: 54) menyebutkan bahwa dalam memilih model

pembelajaran didasarkan pada dua alasan penting yaitu model pembelajaran

memiliki arti yang lebih luas daripada strategi, metode, dan prosedur serta model

pembelajaran dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam proses

pembelajaran.
27

Menurut Arends (dalam Suprijono, 2012: 46) model pembelajaran mengacu

pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan

pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan

pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan

sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

2.1.3.2 Ciri-Ciri Model Pembelajaran

Menurut Rusman (2012: 136), cirri-ciri model pembelajaran adalah sebagai

berikut:

1. Suatu model pembelajaran yang akan digunakan harus memperhatikan tujuan

dari perancangan model tersebut yaitu untuk melatih partisipasi dalam

kelompok secara demokratis.


2. Suatu model pembelajaran harus memiliki tujuan tertentu yang dapat dicapai

melalui model tersebut.


3. Model pembelajaran disusun untuk dapat dijadikan acuan untuk melakukan

perbaikan proses pembelajaran.


4. Model pembelajaran memiliki beberapa bagian yaitu urutan langkah

pembelajaran, adanya prinsip-prinsip reaksi, adanya sistem sosial, dan

terdapat suatu sistem pendukung.


5. Penerapan model pembelajaran dapat memberikan dampak terhadap proses

pembelajaran secara keseluruhan baik dilihat dari segi pembelajaran dengan

hasil belajar yang dapat diukur maupun dari segi pengiring yaitu berupa hasil

belajar jangka panjang.


6. Membuat persiapan mengajar dengan acuan model pembelajaran yang telah

ditentukan.
28

2.1.3.3 Macam-Macam Model Pembelajaran

Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mendorong guru

untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa

(Nurhadi, 2003). Suprijono (2012: 79) menyebutkan bahwa pembelajaran

konstektual merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif berfokus pada pembelajaran yang

menggunakan kelompok kecil untuk bekerja bersama dalam memaksimalkan

belajar untuk mencapai suatu tujuan. Sanjaya (2009: 246-247), pembelajaran

kooperatif memiliki empat prinsip utama yaitu: prinsip ketergantungan positif,

tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka, dan partisipasi dan

komunikasi.

3. Model Pembelajaran Kuantum

Model pembelajaran kuantum merupakan rangkaian dari berbagai teori atau

pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi yang jauh sebelumnya

sudah ada. Model pembelajaran kuantum memiliki beberapa karakteristik umum,

seperti pembelajaran ini berlandaskan pada psikologi kognitif, lebih bersifat


29

humanistis, bersifat konstruktivistis bukan behavioristis, memusatkan perhatian

pada interaksi yang bermakna, menekankan pada pembelajaran yang cepat dengan

hasil yang tinggi, mengutamakan keberagaman dan kebebasan, dan

mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran. (Sugiyanto, 2010: 73-78)

4. Model Pembelajaran Terpadu

Model pembelajaran terpadu adalah model yang menggabungkan beberapa

pokok bahasan untuk disajikan dalam satu tema. Melalui pembelajaran ini, siswa

mampu mendapatkan pengalaman langsung, sehingga menambahkan daya dalam

menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan tentang sesuatu yang

dipelajari. (Sugiyanto, 2010: 126-127)

5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai

dukungan teoritisnya. Pembelajaran ini memfungsikan guru sebagai pembimbing

dan fasilitator sehingga peserta didik dapat berpikir dan menyelesaikan

masalahnya sendiri. (Sugiyanto, 2010: 152).

6. Model Pembelajaran Blended Learning

Blended learning merupakan model pembelajaran yang menggabungkan

antara sistem e-learning dengan model pembelajaran konvensional atau tata muka

(face-to-face) Graham (2004:3) mengemukakan :

The idea that BL is the combination of instruction from two historically

separate models of teaching and learning: traditional face to face learning

systems and distributed learning systems. It also emphasizes the central role

of computer-based technologies in Blended Learning.


30

Blended Learning merupakan kombinasi antara pembelajaran secara tatap muka

dengan pendekatan komputer.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah suatu alat yang digunakan pendidik untuk menyampaikan

informasi kepada peserta didik.

2.1.4 Model Pembelajaran Blended Learning


2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Blended Learning

Setimologi istilah Blended Learning terdiri dari dua kata yaitu Blended dan

Learning. Kata blend berarti campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas

agar bertambah baik atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan.

Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar, dengan demikian

sepintas mengandung makna pola pembelajaran yang mengandung unsur

pencampuran, atau penggabungan antara satu pola dengan pola yang lainnya.

Graham (2004:3) mengemukakan :

The idea that BL is the combination of instruction from two

historically separate models of teaching and learning: traditional face to

face learning systems and distributed learning systems. It also emphasizes

the central role of computer-based technologies in Blended Learning.

Diutarakan oleh Graham bahwa blended learning merupakan kombinasi

antara pembelajaran secara tatap muka dengan pendekatan komputer. Menurut

Mosa (dalam Rusman, 2012:242) menyampaikan bahwa pola belajar yang

dicampurkan adalah dua unsur utama yakni pembelajaran di kelas dengan

Elektronik learning. Dalam pembelajaran Elektronik ini terdapat pembelajaran


31

menggunakan jaringan internet yang di dalamnya ada pembelajaran berbasis web.

Blended Learning ini merupakan perpaduan dari teknologi Multimedia, CD-

ROM, video streaming, kelas virtual, e-mail, voicemail dan lain-lain dengan

bentuk tradisional pelatihan di kelas dan pelatihan setiap apa yang dibutuhkannya.

Intinya penggabungan atau percampuran dua pendekatan pembelajaran yang

digunakan sehingga tercipta pola pembelajaran baru dan tidak akan menimbulkan

rasa bosan pada pererta didik. Pembelajaran blended learning fokus utamanya

adalah pelajar. Pelajar harus mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung jawab

untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran blended learning akan

mengharuskan peserta didik memainkan peranan yang lebih aktif dalam

pembelajarannya. Peserta didik membuat perancangan dan mencari materi dengan

usaha dan inisiatif sendiri. Blended Learning ini tidak berarti menggantikan model

belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut

melalui pengembangan teknologi pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Blended Learning

adalah perpaduan dari beberapa model proses pembelajaran dimana fokus utama

dari pembelajaran Blended Learning sendiri yaitu pesesrta didik, dimana peserta

didik harus bisa belajar mandiri, bukan lagi pada model teacher centered. Pada

pelaksanan blended learning sendiri terdiri atas beberapa model proses

pembelajaran antara lain, proses pembelajaran tatap muka, elektronik learning,

belajar mandiri, dsb.

2.1.4.2 Komponen Blended Learning


32

Berdasarkan kesimpulan dari definisi blended learning menurut para ahli,

maka blended learning mempunyai 2 komponen pembelajaran yaitu pembelajaran

tatap muka dan Elektronik learning (e-learning).

1. Pembelajaran Tatap Muka (Konvensional)

Pembelajaran tatap muka sebagai salah satu bentuk model pembelajaran

konvensional yang mempertemukan guru dengan murid dalam satu ruangan untuk

belajar. Lebih lanjut, Gintings (2008: 43) dalam Mochammad Moestofa dan Meini

Sondang S (2013) menjelaskan dalam metode pembelajaran konvensional guru

menyampaikan materi secara oral atau lisan dan siswa mendengarkan, mencatat,

mengajukan pertanyaan, dan dievaluasi. Sementara itu, Mochammad Moestofa

dan Meini Sondang S (2013) mendefinisikan pembelajaran konvensional sebagai

salah satu model pembelajaran yang hanya memusatkan pada metode

pembelajaran ceramah. Adapun tahap-tahap pembelajaran konvensional adalah

sebagai berikut:

a. Tahap pembukaan, dimana guru mengkondisikan siswa untuk memasuki

suasana belajar dengan menyampaikan salam dan tujuan pembelajaran;


b. Tahap pengembangan yaitu tahap dalam pelaksanaan proses belajar mengajar

yang diisi dengan penyampaian materi secara lisan didukung oleh

penggunaan media;
c. Tahap evaluasi dimana guru mengevaluasi belajar siswa dengan membuat

kesimpulan atau rangkuman materi pembelajaran, pemberian tugas,dan

diakhiri dengan menyampaikan terima kasih atas keseriusan siswa

dalampembelajaran.
33

Berdasarkan definisi di atas, menggambarkan bahwa pembelajaran tatap

muka (konvensional) merupakan proses belajar yang terencana pada suatu tempat

tertentu dengan melibatkan aktivitas belajar pendidik dan peserta didik sehingga

terjadilah interaksi sosial. Adapun peran guru dalam pembelajaran sangat penting

dimana guru sebagai sumber belajar dan informasi. Pada pembelajaran tatap muka

(konvensional) biasanya menggunakan berbagai macam metode dalam proses

pembelajarannya, meliputi: ceramah, penugasan, tanya jawab, dan demonstrasi.

2. Elektronik Learning (E-Learning)

Som Naidu (2006: 1) mendefinisikan e-learning is commonly referred to

the intentional use of networked information and communication technology in

teaching and learning. Definisi ini mengandung makna bahwa e-learning

seringditunjukkan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam

proses belajar-mengajar. Elektronik learning (e-learning) merupakan

pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik LAN, WAN, dan internet

untuk menyampaikan isi materi (pradipha.com, 2012), belajar dengan e-learning

merupakan salah satu bentuk penggunaanmedia pembelajaran berbasis IT/berbasis

internet (e-elarningpendidikan.com,2013). Lebih lanjut, Rosenberg (dalam

Rusman, 2012: 346) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan

teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.

Definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Elektronik learning (e-learning)

merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan teknologi internet,

intranet, dan berbasis web yang memungkinkan terjadinya interaksi belajar antara
34

peserta didik dan pendidik dengan mengakses informasidan materi pelajaran

kapan pun dan dimanapun. Adapun persyaratan utama yang perlu dipenuhi dalam

e-learning adalah adanya akses dengan sumber informasi melalui internet dan

adanya informasi tentang letak sumber informasi yang inginkita dapatkan

(Rusman, 2013: 335)

Rosenberg (dalam Rusman, 2012: 349) mengkategorikan tiga kriteria

dasar yang ada dalam e-learning adalah sebagai berikut:

a. e-learning bersifat jaringan yang membuatnya mampu memperbaiki

secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan

dan haring pembelajaran dan informasi.


b. e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan

menggunakan standar teknologi internet;


c. e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi

pembelajaran yang mengungguli paradigma dalam pelatihan.

Beberapa kriteria di atas menjadi patokan dasar yang terdapat dalam

pembelajaran dengan sistem e-learning. Ada beberapa karakteristik e-learning

menurut Cisco (dalam Rusman, 2012: 348), adalah sebagai berikut:

a. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik. Dimana guru dan siswa,

siswadengan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat

berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi waktu dan

tempat;
b. Memanfaatkan keunggulan komputer (Digital Media dan

ComputerNetworks);
35

c. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) yang

disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan

sajadan dimana saja apabila yang bersangkutan memerlukan;


d. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil, kemauan belajar

danhal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat

setiap saat di komputer.

Berdasarkan karakteristik Elektronik learning menunjukkan bahwa

pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan internet sehingga memungkinkan

siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja. Oleh karena itu, kegiatan

pembelajaran, penggunaan media, dan bahan ajar juga dikemas dalam suatu

bentuk yang dapat diakses dengan menggunakan internet. Haughey dalam

Rusman (2012: 350) menjelaskan bahwa ada tiga kemungkinan dalam

pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet (e-learning) adalah sebagai

berikut:

a. Web course

Web course merupakan penggunaan internet untuk keperluan pendidikan

yang mana peserta didik dan pendidik sepenuhnya terpisah dan tidak

diperlukan adanya tatap muka. Adapun penggunaan bahan ajar, media

pembelajaran, sumber belajar dikemas dengan memanfaatkan internet

sepenuhnya. Selain itu, kegiatan pembelajaran yang meliputi: diskusi,

konsultasi, penugasan, latihan, dan ujian sepenuhnya juga disampaikan


36

dengan internet. Model pengembangan ini mengutamakan internet sebagai

komponen yang paling signifikan dalam pembelajaran.

b. Web centric course

Web centric course merupakan penggunaan internet yang memadukan

antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Model ini

menekankan pada pemberian materi pembelajaran dengan menggunakan

internet dan sebagian lagi melalui tatap muka. Dalam implementasinya,

pendidik memberikan petunjuk kepada peserta didik untuk mempelajari materi

melalui web yang telah dibuatnya. Adapun pada pembelajaran tatap muka,

guru dan siswa lebih aktif untuk berdiskusi tentang temuan materi yang telah

dipelajari melalui web dengan akses internet. Dengan demikian, fungsi dari

pembelajaran jarak jauh dan tatap muka adalah saling melengkapi.

c. Web enhanced course

Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang

peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Adapun peran

guru dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet,

membimbing siswa dalam menemukan situs-situs yang relevan dengan

pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, dan

melayani bimbingan serta komunikasi melalui internet. Adapun fungsi dari

internet dalam pembelajaran ini adalah untuk memberikan pengayaan dan

komunikasi antara siswa dan guru, sesama siswa, anggota kelompok, atau

siswa dengan narasumber.


37

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga pengembangan

sistem pembelajaran berbasis internet tersebut pada dasarnya memiliki

karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi, pola dan pendekatannya

dalam pembelajaran.

2.1.4.3 Karakteristik Blended Learning

Berdasarkan definisi blended learning oleh Chaeruman (2011) yaitu

pembelajaran yang mengkombinasikan setting pembelajaran synchronous dan

asynchronous secara tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka

karakteristik model blended learning dengan pendekatan konstruktif (constructive

approach) ini memiliki dua setting pembelajaran, yaitu pembelajaran synchronous

dan asynchronous. Adapun karakteristik blended learning ini digambarkan dalam

bagan berikut.

Bagan 2.1 Bagan Karakteristik Blended Learning

sumber : Stanley (2007)

Dari bagan di atas, dijelaskan deskripsi dari masing-masing kuadran

karakteristik dan setting blended learning dalam tabel berikut.


38

Tabel 2.1 Kuadran Karakteristik Blended Learning

No Kuadran Diskripsi
1 Kuadran 1 (live a. dilaksanakan dalam pembelajaran tatap muka

synchronous) dengan strategi dan metode pembelajaran;


b. strategi pembelajaran dalam penelitian ini adalah

pembelajaran berbasis masalah (problem based

learning);
c. metode pembelajaran, meliputi: ceramah, praktik,

diskusi, presentasi, demonstrasi, dan lain-lain:


- ceramah yang digunakan adalah ceramah

konstruktif di awal pembelajaran;


- praktik dalam blended learning lebih

diarahkan pada kegiatan pemecahan masalah

dari pengetahuan;
- diskusi dalam blended learning lebih

diarahkan pada kegiatan menggali ide-ide

untuk mengkonstruksikan pengetahuan;


- presentasi lebih diarahkan dengan

menunjukan hasil karya berdasarkan hasil

pengkonstruksian ide-ide dan pengetahuan.


2 Kuadran 2 a. pembelajaran dilakukan dalam waktu yang

(virtual bersamaan namun dalam dimensi ruang yang

synchronous) sama/berbeda, meliputi: video conference, audio

converence, chatting;
b. virtual synchronous merupakan perluasan live

synchronous dengan memanfaatkan teknologi

untuk mengambil peran pada pembelajaran


39

Elektronik.
3 Kuadran 3 a. pembelajaran dilakukan dalam dimensi ruang

(asynchronous danwaktu yang berbeda (kapan saja dan dimana

mandiri) saja) melalui media pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat belajar secara

mandiri;
b. media pembelajaran dapat berbentuk cetak

maupun digital yang memperkenankan siswa

memilih dan mempelajari sensiri materi;


- media cetak dapat berupa buku, majalah,

modul,dan sebagainya;
- media digital dapat dikemas dalam bentuk

doc, ppt, pdf, html, flv, dan sebagainya.


4 Kuadran 4 a. pembelajaran yang dilakukan dalam dimensi

(asynchronous ruangdan waktu yang berbeda (kapan saja dan

kolaboratif) diman saja), tetapi peristiwa belajarnya

melibatkan lebihdari satu orang atau

berkolaborasi;
b. meliputi: project work, mailinglist, forum diskusi;
c. memberikan kesempatan pada siswa dan guru

untuk diskusi, mengamati, menginvestigasi, dan

menganalisis masalah terkait materi pada

pembelajaran Elektronik.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik

blended learning yaitu perpaduan antara beberapa proses pembelajaran antara lain

adalah tatap muka, belajar mandiri, pembelajaran dunia maya,dsb.


40

2.1.4.4 Tujuan Blended Learning


1. Membantu peserta didik untuk berkembang lebih baik di dalam proses

belajar, sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.


2. Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi guru dan peserta didik

untuk pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang.


3. Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi peserta didik, dengan

menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi Elektronik.

Kelas tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para siswa dalam

pengalaman interaktif. Sedangkan porsi Elektronik memberikan peserta

didik dengan konten Multimedia yang kaya

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Blended

Learning yaitu membantu proses pembelajaran agar lebih bervariasi, tidak

monoton dan memberikan peluang peserta didik untuk lebih mengeksplore

sesuatu.

2.1.4.5 Manfaat Blended Learning


1. Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka saja, tetapi ada

penambahan waktu pembelajaran dengan memanfaatkan media Elektronik.


2. Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi antara guru dan

siswa (mitra belajar).


3. Membantu memotivasi keaktifan siswa untuk ikut terlibat dalam proses

pembelajaran. Hal ini akan membentuk sikap kemandirian belajar pada siswa.
4. Meningkatkan kemudahan belajar sehingga siswa menjadi puas dalam

belajar

Berdasarkan uraian di atas maka manfaat dari Blended learning adalah proses

pembelajaran tidak cenderung monoton dikarenakan dalam pelaksanaan


41

pembelajaran blended learning menggunakan system perpaduan beberapa model

dalam pelaksanaan pembelajaran.

2.1.4.6 Lima Kunci Blended Learning

Carman (2005: 2) menjelaskan ada lima kunci untuk melaksanakan

pembelajaran dengan blended learning, yaitu:

1. Live Event (Pembelajaran Tatap Muka)

Pembelajaran langsung atau tatap muka secara sinkronous dalam waktu

dan tempat yang sama ataupun waktu sama tetapi tempat berbeda. Pola

pembelajaran langsung masih menjadi pola utama yang sering digunakan guru

dalam mengajar. Pola pembelajaran ini perlu didesain sedemikian rupa untuk

mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa.

2. Self-Paced Learning (Pembelajaran Mandiri)

Pembelajaran mandiri (self-paced learning) memungkinkan peserta belajar

didik dapat belajar kapan saja dan dimana saja secara Elektronik. Adapun

konten pembelajaran perlu dirancang khusus baik yang bersifat teks maupun

Multimedia, seperti: video, animasi, simulasi, gambar, audio, atau kombinasi

semuanya. Selain itu, pembelajaran mandiri juga dapat dikemas dalam bentuk

buku, via web, via mobile, streaming audio, maupun streaming video.

3. Collaboration (Kolaborasi)

Kolaborasi dalam pembelajaran blended learning dengan

mengkombinasikan kolaborasi antar pengajar maupun kolaborasi antar peserta

belajar. Kolaborasi ini dapat dikemas melalui perangkat-perangkat

komunikasi, seperti forum, chatroom, diskusi, email, website, dan sebagainya.


42

Dengan kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan konstruksi

pengetahuan maupun keterampilan dengan adanya interaksi sosial dengan

orang lain.

4. Assessment (Penilaian/Pengukuran Hasil Belajar)


Penilaian (assessment) merupakan langkah penting dalam pelaksanaan

proses pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

sejauh mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh siswa. Selain

itu, penilaian juga bertujuan sebagai tindak lanjut guru dalam pelaksanaan

pembelajaran. Adapun guru sebagai perancang pembelajaran harus mampu

meramu kombinasi jenis assessment Elektronik dan offline baik yang bersifat

tes maupun non-tes;


5. Performance Support Materials (Dukungan Bahan Belajar)
Bahan ajar merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung

proses pembelajaran. Penggunaan bahan ajar akan menunjang kompetensi

siswa dalam menguasai suatu materi. Dalam pembelajaran dengan blended

learning hendaknya dikemas dalam bentuk digital maupun cetak sehingga

dapat diakses oleh peserta belajar baik secara offline maupun Elektronik.

Penggunaan bahan ajar yang dikemas secara Elektronik sebaiknya juga

mendukung aplikasi pembelajaran Elektronik. Contoh: penggunaan bahan ajar

berbentuk power point pada e-learning dengan basis Edmodo. Bahan ajar ini

mendukung pembelajaran Elektronik karena dapat diakses oleh peserta didik.

Kelima kunci di atas memiliki keterkaitan dan pengaruh yang signifikan

dalam kegiatan pembelajaran dengan blended learning. Dengan kelima kunci

tersebut, pembelajaran yang didesain dengan model pembelajaran blended


43

learning diharapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran

sehingga berlangsung dengan efektif dan efisien.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

blended merupakan suatu model pembelajaran yang menggabungkan antara

kegiatan tatap muka atau face to face dengan pembelajaran Elektronik yang

bertujuan untuk lebih memahamkan siswa.

2.1.4.7 Impementasi Blended Learning

Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008:251)

adalah pelaksanaan atau penerapan. Implementasi dalam teknologi pendidikan

tahun 1994 termasuk pada kawasan pemanfaatan (Seels & Richey,1994: 28).

Implementasi adalah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan

yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Adapun tujuan dari implementasi

adalah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalamorganisasi.

Berdasarkan definisi di atas, maka implementasi merupakan pelaksanaan

pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya. Terkait dengan penggunaan

blended learning, maka implementasi blended learning didefinisikan sebagai

penerapan dari pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan blended

learning. Pada implementasi pembelajaran menggunakan model blended

learning, Wahyuningsih (2013: 39) dengan pendekatan konstruktif dan setting

pembelajaran synchronous serta asynchronous secara tepat guna untuk mencapai

tujuan pembelajaran yang diadopsi dari Chaeruman (2011). Adapun langkah-

langkah kegiatan pembelajaran mengacu pada pembelajaran berbasismasalah

(problem based learning). Langkah-langkah implementasi blended learning yang


44

mengacu pada problem based learning menurut Arend (2008: 57), meliputi:

orientasi, organisasi, investigasi, presentasi, serta analisis dan evaluasi.Deskripsi

langkah implementasi blended learning secara lebih detail dijelaskandalam tabel

berikut.

Tabel 2.2 Implementasi Blended Learning

Fase Kegiatan
Fase-1 Mendapatkan orientasi tentang permasalahan yang berkaitan dengan

Orientasi materi
Fase-2 Melakukan organisasi untuk meneliti dan mendefinisikan tugas

Organisasi belajar yang terkait dengan masalah


Fase-3 Melakukan inventigasi mandiri dan kelompok dengan cara

investigasi mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen,

serta mencari penjelasan dan solusi


Fase-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Presentasi
Fase-5 Melakukan analisis untuk merefleksi dan evaluasi terhadap

Analisis investigasi yang dilakukan dan proses yang digunakan.

dan

Evaluasi
Langkah implementasi di atas sudah tergambar jelas pada setiap kegiatan

pembelajaran dengan blended learning. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan

pembelajaran dengan menggunakan blended learning harus mengacu pada

langkah-langkah kegiatan pembelajaran di atas. Terkait dengan lima kunci

blended learning dan langkah implementasi blended learning dengan pendekatan


45

konstruktif di atas, maka berikut ini digambarkan secara jelas implementasi

blended learning menurut Wahyuningsih (2013: 55).

Dari gambar bagan tergambar jelas mengenai lima kunci model blended

learning dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan blended learning.

Selain itu, juga tergambar kombinasi pembelajaran dengan synchronous dan a

synchronous.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis

model blended learning memadukan pembelajaran tatap muka di kelas dengan

pembelajaran secara online. Model ini mengurangi aktivitas tatap muka di kelas

sebagai akibat pengurangan aktivitas tatap muka dialihkan kedalam model

pembelajaran secara online dengan memanfaatkan TIK.

2.1.4.8 Kelebihan dan Kekurangan Blended Learning

Salah satu kelebihan blended learning menurut Dziuban, Hartman, dan

Moskal (2004: 3) adalah blended learning can also improve communication

withthe students. Blended learning can offer a higher level of interaction

thancommonly experienced in face to face course. Dengan kata lain, blended

learning dapat juga meningkatkan komunikasi dengan siswa. Blended learning

dapat menawarkan satu level lebih tinggi daripada pengalaman pada pembelajaran

tatap muka. Dipertegas oleh Garrisson & Kanuka (2004: 97) bahwa keuntungan

yang paling spesifik dari model blended learning adalah kesempatan untuk

membangun rasa kebersamaan di antara peserta didik. Kebersamaan tersebut

terasa manakala para peserta didik dapat bertemu pada pembelajaran tatap muka

serta memiliki kesempatan untuk berdialog terbuka, mengalami perdebatan kritis,


46

dan berpartisipasi dalam berkomunikasi dengan berbagai bentuk secara aman serta

terbuka. Sedangkan menurut Bates (1995) dan Wulf (1996) (dalam Riyana, 2009:

28) menjelaskan beberapa kelebihan Learning Management System berbasis

Blended Learning adalah sebagai berikut:

a. meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru

atau instruktur (enhance interactivity);


b. memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan

saja(time and place flexibility);


c. menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach

aglobal audience);
d. mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy

updating of content as well as archivable capabilities).

Kekurangan blended learning :

a. Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila

sarana dan prasarana tidak mendukung.


b. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pebelajar, seperti komputer dan akses

Internet. Padahal dalam blended learning diperlukan akses Internet yang

memadai, apabila jaringan kurang memadai akan menyulitkan peserta dalam

mengikuti pembelajaran mandiri via Elektronik.


c. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan teknologi
d. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses

Internet
e. Membutuhkan strategi pembelajaran yang tepat untuk dapat memaksimalkan

potensi dari blended learning.


2.1.5 Hasil Belajar
Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada

individu yang mengalami proses belajar. Perubahan perilaku tersebut merupakan


47

tujuan dari pengajaran yang menggambarkan keterampilan, pengetahuan, dan

sikap yang harus dimiliki siswa. Untuk mengukur sejauh mana penguasaan siswa

terhadap suatu materi yang sudah diajarkan seringkali digunakan hasil belajar.

2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Suprijono,2013:5).

Sependapat dengan Purwanto (2011:44) yang menyebutkan bahwa hasil belajar

dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentukanya, yaitu hasil

dan belajar. Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya

suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara

fungsional. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku

pada individu yang belajar. Menurut Suprijono (dalam Thobroni,2016:20),

menyebutkan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,

pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Hal tersebut

diperoleh setelah siswa mengalami proses belajar, hasil yang didapat

menunjukkan adanya perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Hasil belajar

merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami

kegiatan belajar (Rifai,2012:69). Seseorang dikatakan telah belajar jika sudah

terlihat adanya perubahan perilaku.


Gagne (dalam Thobroni, 2016:20) mengemukakan hasil belajar dapat

berupa :
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk

bahasa, baik lisan maupn tulisan.


48

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang yang terdiri dari kemampuan mengiterogasi, analitis-sintesis fakta

konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.


c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi.


e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tertentu.


Sedangkan menurut Poerwanti (2008:7.5) menjelaskan bahwa hasil belajar

merupakan kemampuan siswa setelah mengikuti proses pembelajara. Hasil belajar

siswa dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ranah (domain), yaitu : (1) Domain

Kognitif ( pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan

logik-matematika), (2) Domain Afektif (Sikap dan nilai atau yang mencakup

kecerdasan emosional), (3) Domain Psikomotorik (Keterampilan atau yang

mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan

musikal).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan bentuk dari perubahan tingkah laku manusia baik dari segi kognitif,

afektif mupun psikomotorik yang semuanya mengarah pada tujuan belajar yang

dialami seorang siswa.

2.1.5.2 Macam-macam Hasil Belajar


Hasil belajar sebagaimana telah dijelaskan oleh Susanto (2016:6) meliputi

pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotorik)

dan aspek sikap siswa (aspek afektif).


1. Pemahaman konsep
49

Bloom (Susanto,2016:6) menjelaskan bawah pemahaman diartikan sebagai

kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Untuk

mengukur hasil belajar siswa yang berupa pemahaman konsep, guru dapat

melakukan evaluasi produk. Evaluasi produk dapat dilakukan dengan mengadakan

berbagai macam tes, baik secara lisan maupun tulisan.


2. Keterampilan proses
Usman dan Setiawati (dalam Susanto,2016:9) menjelaskan keterampilan

proses merupakan keterampilan yang mengarah pada pembangunan kemampuan

mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih

tinggi dalam diri individu siswa.


3. Aspek sikap siswa
Sardiman (Susanto, 2016:11) menyebutkan, bahwa sikap merupakan

kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola dan teknik

tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun objek-

objek tertentu.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ragam dari hasil

belajar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pemahaman konsep (kognitif),

keterampilan proses (psikomotorik) dan aspek sikap (afektif). Dimana ketiga

aspek tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi.
2.1.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Susanto (2013:12) dipengaruhi oleh fator internal dan

eksternal, sebagai berikut :


1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, faktor internal

terdiri atas kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,

kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.


2. Faktor eksternal
50

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor eksternal

terdiri atas keluarga, sekolah dan masyarakat.


Sedangkan menurut Ruseffendi (dalam Susanto,2013:14 -18) faktor-faktor

yang mempengaruhi hasil belajar siswa sebagai berikut :


1. Kecerdasan siswa
Tingkat kecerdasan siswa mempengaruhi cepat dan lambatnya siswa dalam

menerima informasi dan memecahkan masalah.


2. Kesiapan dan Kematangan
Kesiapan atau kematangan siswa dalam belajar akan mempengaruhi hasil

belajarnya. Setiap upaya belajar akan lebih berhasil jika dilakukan bersamaan

dengan tingkat kematangan individu.


3. Bakat siswa
Setiap bakat yang dimiliki siswa berpotensi untuk mencapai prestasi sampai

tingkat tertentu. Bakat yang dimiliki siswa akan mempengaruhi tinggi rendahnya

hasil belajar yang dicapai siswa.


4. Kemauan Belajar
Kemauan siswa untuk belajar yang disertai dengan rasa tanggung jawa yang

tinggi akan menumbuhkan kemandirian belajar pada diri siswa yang tentunya

berpengaruh positif terhadap hasil belajar yang diraihnya. Kemandirian belajar

tersebut akan menjadi penentu dalam mencapai keberhasilan belajar siswa.


5. Minat
Minat siswa yang besar terhadap pelajaran akan memusatkan perhatiannya

sehingga akan lebih cepat dalam menyerap materi pelajaran. Minat siswa yang

besar akan memaksimalkan hasil belajar siswa.


6. Model penyajian materi pelajaran
Model penyajian materi yang menyenangkan, tidak membosankan atau

inovatif, menarik, dan mudah dimengerti akan berpengaruh secara positif terhadap

keberhasilan siswa. Model penyajian materi pelajaran yang baik dapat mudah

dipahami oleh siswa.


7. Pribadi dan sikap guru
51

Siswa dalam kegiatan belajar tidak hanya melalui bacaan atau melalui guru

saja tetapi bisa melalui contoh-contoh yang baik dari sikap, tingkah laku dan

perbuatan. Kepribadian dan sikap guru yang kreatif dan penuh inovasi akan

membuat siswa untuk meniru gurunya. Hal ini akan membuat siswa memusatkan

perhatiannya ke guru dan dapat mempermudah siswa dalam menerima materi

pelajaran.
8. Suasana pengajaran
Suasana pengajaran yang tenang, adanya dialog kritis antara siswa dengan

guru, dan suasana aktif di antara siswa akan memberikan nilai lebih pada proses

pembelajaran. Hal ini dapat meningkatkan hasil belajar secara maksimal.


9. Kompetensi guru
Kemampuan yang dimiliki guru diperlukan dalam membantu siswa belajar.

Guru yang profesional akan mempengaruhi keberhasilan belajar siswa menjadi

lebih baik. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompeten dalam

bidangnya dan menguasai dengan baik bahan yang akan diajarkan serta mampu

memilih metode belajar mengajar yang tepat sehingga pembelajaran akan berjalan

dengan baik.
10. Masyarakat
Kehidupan modern dengan keterbukaan serta kondisi yang luas banyak

dipengaruhi dan dibentuk oleh kondisi masyarakat. Kondisi masyarakat yang baik

akan memberi pengaruh positif terhadap keberhasilan belajar siswa.


Berdasarkan uraian para ahli di atas, maka faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar adalah faktor yang berasal dari dalam dan dari luar

diri siswa sendiri. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa terdiri atas

kecerdasan, bakat dan minar, kemaan belajar yang menumbuhkan kemandirian

belajar, cara atau gaya belajar, serta kesiapan belajar. Sedangkan faktor yang
52

berasal dari luar diri siswa terdiri atas lingkungan keluarga, sekolah dan

masyarakat.
2.1.5.4 Pengkategorian Hasil Belajar
Muhibbin Syah (2013:15) batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu

berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif

norma pengukuran tingkat kerberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar

mengajar, diantarannya adalah :


1) Norma skala angka dari 0 sampai 10
2) Norma skala angka dari 0 sampai 100
Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tergantung pada apa yang

dipelajari oleh peserta didik terdapat tiga ranah dalam belajar yaitu ranah kognitif,

ranah afektif dan ranah psikomotorik. Dalam penelitian ini peneliti melakukan

penelitian dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar

kognitif yang peneliti lakukan yaitu hasil belajar tes formatif. Tes formatif

diselenggarakan secara periodik sepanjang rentang proses pembelajaran, materi

tes yang dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan atau sub

pokok materi (Poerwanti,2008:4-8). Hasilnya untuk menentukan keberhasiln

belajar peserta didik dan untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran.

Tingkat keberhasilan dinyatakan


dengan skor dan nilai.

Tabel 2.1.
Pedoman Kualifikasi Hasil Belajar

Penilaian
Hasil Belajar
Nilai Kualifikasi
86-100 A Sangat tinggi
76-85 B Tinggi
66-75 C Cukup
56-65 D Rendah
53

< 55 E Kurang/Sangat Rendah

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dapat

dikategorikan yaitu hasil belajar yang sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah dan

sangat rendah dengan rentang nilai tertentu.


2.1.6 Mata Pelajaran Web Desain
2.1.6.1 Pengertian Web Desain

Web Design adalah jenis desain grafis yang ditujukan untuk

pengembangan dan styling obyek lingkungan informasi Internet untuk

menyediakan dengan fitur konsumen high-end dan kualitas estetika. Definisi yang

ditawarkan memisahkan desain web dari web design, menekankan fitur fungsional

dari sebuah situs web, serta desain posisi web sebagai semacam desain grafis

Tujuan dari pemberlajaran web design ini adalah untuk membuat situs web atau

dokumen elektronik dan aplikasi yang berada pada web server dan menampilkan

konten dan fitur antarmuka interaktif kepada pengguna akhir dalam bentuk

halaman Web. Seperti unsur-unsur teks, gambar (gif, jpeg) untuk ditempatkan

pada halaman menggunakan HTML / XHTML / tag XML. Menampilkan media

yang lebih kompleks (vektor grafis, animasi, video, suara) membutuhkan plug-in

seperti Adobe Flash, QuickTime, Java run-time dan lain-lain. Plug-in juga

dimasukkan ke dalam halaman web dengan menggunakan HTML / tag XHTML

2.1.6.2 Standar Kompetensi Multimedia

Standar kompetensi lulusan pada jurusan Multimedia adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.3 Standar Kompetensi Lulusan Multimedia


54

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR


1. Menghayati dan mengamalkan 1.1. Memahami nilai-nilai keimanan dengan

ajaran agama yang dianutnya menyadari hubungan keteraturan dan

kompleksitas alam dan jagad raya

terhadap kebesaran Tuhan yang

menciptakannya
1.2. Mendiskripkan kebesaran Tuhan yang

menciptakan berbagai sumber energi di

alam
1.3. Mengamalkan nilai-nilai keimanan

sesuai dengan ajaran agamanya dalam

kehidupan sehari-hari
2. Menghayati dan 2.1. Menunjukan perilaku ilmiah (memliki

mengamalkann perilaku jujur, rasa ingin tahu; hati-hati; bertanggung

disiplin, tanggung jawab, jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif

peduli (gotong royong, dan peduli lingkungan) dalam aktivitas

kerjasama, toleran, damai), sehari-hari sebagai wujud implementasi

santun responsive dan proaktif sikap dalam melakukan percobaan dan

dan menunjukan sikap sebagai berdiskusi


2.2. Menghargai kerja individu dan
bagian dari solusi atas berbagai
kelompok dalam aktivitas sehari-hari
permasalahan dalam
sebagai wujud implementasi
berinteraksi secara efektif
melaksanakan percobaan dan
dengan lingkungan social dan
melaporkan hasil percobaan
alam serta dalam menempatkan

diri sebagai cerminan bangsa


55

dalam pergaulan dunia

3. Memahami, menerapkan dan 3.1 Memahami konsep teknolgi apliasi web


3.2 Memahami format teks pada halaman
menganalisis pengetahuan
web
factual, konseptual, dan 3.3 Memahami format table pada halaman

procedural berdasarkan rasa web


3.4 Memahami tampilan format multimedia
ingin tahunya ilmu
pada halaman web
pengetahuan, teknologi, seni, 3.5 Memahami format kaitan pada halaman

budaya, dan humaniora dalam web


3.6 Memahami format formulir pada
wawasan kemanusiaan,
halaman web
kebangsaan, kenegaraan, dan 3.7 Memahami style pada halaman web
3.8 Memahami teknik pemrograman pada
peradaban terkait penyebab
halaman web
fenomena dan kejadian dalam 3.9 Memahami pengelolaan halaman web

bidang kerja yang spesifik menggunakan kode program

untuk menyelesaikan masalah.


4. Mengolah, menalar, dan 4.1 Menyajikan berbagai teknologi

menyaji dalam ranah konkret pengembangan aplikasi web


4.2 Meyajikan teks dalam format tertentu
dan ranah abstrak terkait
pada halaman web
dengan pengembangan dari 4.3 Menyajikan tabel pada halaman web
4.4 Menyajikan tampilan format
56

yang dipelajarinya disekolah multimedia pada halam web


4.5 Menyajikan format kaitan pada halam
secara mandiri, dan mampu
web
melaksanakan tugas spesifik 4.6 Menyajikan formulir pada halaman web
4.7 Menyajikan style tertentu pada halaman
dibawah pengawasan langsung.
web
4.8 Menyajikan teknik-teknik dalam

pemrograman web
4.9 Menyajikan hasil pengelolaan halaman

web menggunakan kode program

Akan tetapi peneliti membatasi materi Multimedia pada Kompetensi Inti

memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, dan

prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,

seni, budaya, dan humaniora dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang

kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah pada kompetensi dasar 3.2

Memahami format teks pada halaman web, 3.3 Memahami format tabel pada

halaman web, 4.2 Menyajian tes dalam format tertentu pada halaman web dan 4.3

Menyajikan tabel pada halaman web.

2.1.6.3 Tujuan dan Ruang Lingkup Multimedia

Tujuan program keahlian Multimedia adalah membekali peserta didik

dengan keterampilan, pengetahuan dan sikap agar kompeten:

a. Mengoperasikan softwaredan periferal digital illustration, digital imaging,

dan web design


57

b. Mengoperasikan software dan periferal Multimedia, presentation , 2D

animation, dan 3D animation


c. Mengoperasikan software dan periferal digital audio, digital video, dan

visual effects.
2.1.6.4 Sekolah Menengan Kejuruan (SMK)
Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang

pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa

untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan menengah kejuruan

mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta

mengembangkan sikap profesional. Sesuai dengan bentuknya, sekolah menengah

kejuruan menyelenggarakan program-program pendidikan yang disesuaikan

dengan jenis-jenis lapangan kerja (Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990).

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan

pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang

pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang

sederajat. Sekolah di jenjang pendidikan dan jenis kejuruan dapat bernama

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK),

atau bentuk lain yang sederajat (Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun

2003).
SMK memiliki banyak program keahlian. Program keahlian yang

dilaksanakan di SMK menyesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja yang ada.

Program keahlian pada jenjang SMK juga menyesuaikan pada permintaan

masyarakatdan pasar. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang

mempersiapkan peserta didik terutama agar siap bekerja dalam bidang tertentu.

Tujuan pendidikan menengah kejuruan menurut Undang-Undang Nomor 20


58

Tahun 2003, terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum

pendidikan menengah kejuruan adalah : (a) meningkatkan keimanan dan

ketakwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi warga Negara yang berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab; (c)

mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebangsaan,

memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia; dan (d)

mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap

lingkungan hidup dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan

lingkungan hidup,serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan

efisien.
2.1.6.5 Karakteristik Siswa SMK

Anak usia Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada pada tahapan

operasional formal. Berdasarkan Piaget dalam Achmad Rifai dan Catharina (2009:

30), tahap operasional formal berkisar pada usia 11 tahun ke atas dimana anak

sudah mampu berpikir abstrak, idealis, dan logis. Hal ini ditandai dengan

karakteristik anak pada tahap operasional formal ini, adalah sebagai berikut:

1. kemampuan untuk berpikir abstrak;


2. menalar secara logis;
3. menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.

Pada anak rentang usia Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai

menunjukkan perilaku belajar, yaitu sebagai berikut:

1. anak mulai dapat memecahkan masalah walaupun disajikan secara

verbal(misalkan: A=B dan B=C);


59

2. anak mampu berpikir spekulatif tentang kualitas ideal yang mereka

inginkandalam diri mereka dan diri orang lain;


3. anak mulai menunjukkan keinginan untuk segera mewujudkan cita-citanya
4. anak sudah mampu menyusun rencana untuk rencana memecahkan

masalahdan secara sistematis menguji solusinya;


5. anak mampu mengembangkan hipotesis untuk memecahkan masalah

danmenarik kesimpulan secara sistematis.


2.2 Kajian Empiris

Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh

beberapa peneliti sebelumnya tentang intensitas pemberian tugas, kemandirian

belajar dan hasil belajar. Adapun hasil penelitian yang menjadi dasar penulis

adalah sebagai berikut : Penelitian lain dilakukan oleh Nisaul Barokati dan Fajar

Annas dengan judul Pengembangan Pembelajaran Berbasis Blended Learning

pada mata Kuliah Pemrograman Komputer pada tahun 2013. Berdasarkan

penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran blended learning

memberikan kontribusi pada pengembangan pembelajaran di FKIP UNISDA

Lamongan dan dapat direspon positif oleh mahasiswa sebagai pengguna (adanya

penilaian mahasiswa sebesar 88,29%). Selanjutnya kegiatan pembelajaran baik

tatap muka maupun Elektronik dan offline menunjukkan respon yang baik oleh

penggunan.

Penelitian yang dilakukan oleh Alita Arifiana Anisa (2013) dengan judul

Blended Learning As A Strategy To Improve Students Accounting Learning

Motivation Of First Grade Accounting Competency Program At SMK N 1 Bantul

Academic Year Of 2012/2013. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa

implementasi Blended Learning dapat meningkatkan Motivasi Belajar Akuntansi


60

Siswa Kelas X Kompetensi Keahlian Akuntansi SMK N 1 Bantul Tahun Pelajaran

2012/2013 dibuktikan dengan adanya peningkatan skor Motivasi Belajar

Akuntansi kelas XAkuntansi 3 dari 78,45% pada siklus pertama dan mencapai

85,46% pada siklus kedua. Peningkatan jumlah siswa yang termotivasi dari 17

siswa pada siklus pertama dan 26 siswa pada siklus kedua memantapkan hasil

penelitian bahwa Blended Learning mampu meningkatkan Motivasi Belajar

Akuntansi siswa kelas X Akuntansi 3 SMK N 1 Bantul secara klasikal tanpa

dominasi dari beberapa siswa saja Persamaan penelitian relevan dengan penelitian

ini adalah penggunaan model pembelajaran Blended Learning. Perbedaannya

adalah pada Alita Arifiana Anisa yang diukur adalah motivasi belajar siswa

sedangkan dalam penelitian ini yang diukur adalah hasil belajar siswa. Selain itu,

subjek penelitian relevan adalah Siswa Kelas X Kompetensi Keahlian Akuntansi

SMK N 1 Bantul sedangkan penelitian ini adalah siswa kelas XI Multimedia 1

SMK Miftahul Falah Kudus

Penelitian yang dilakukan oleh Lewis Kharisma Permatasari (2012)

dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Blended Learning Untuk

Meningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA

Negeri 8 Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

motivasi dan hasil belajar akuntansi siswa antara kelas yang diajar menggunakan

model blended learning dengan memanfaatkan situs jejaring sosial facebook

dengan kelas yang diajar tidak menggunakan model blended learning dengan

memanfaatkan situs jejaring sosial facebook. Persamaan penelitian relevan dengan

penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran Blended Learning.


61

Perbedaannya adalah adalah pada penelitian Lewis Kharisma Permatasari yang

diukur adalah motivasi dan hasil belajar siswa sedangkan dalam penelitian ini

yang diukur adalah aktivitas belajar siswa. Selain itu, subjek penelitian relevan

adalah siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Malang, sedangkan penelitian ini

adalah siswa kelas XI Multimedia 1 SMK Miftahul Falah Kudus.

Penelitian yang dilakukan oleh Nisaul Barokati dan Fajar Annas tahun

2013 dengan judul Pengembangan Pembelajaran Berbasis Blended Learning

pada mata kuliah pemrograman komputer. Hasil dari penelitian ini adalah

pembelajaran dengan model blended learning yang dikembangkan memberikan

kontribusi pada pengembangan pembelajaran di FKIP UNISDA Lamongan dan

dapat direspon positif oleh mahasiswa sebagai pengguna dibuktikan dengan

adanya penilaian mahasiswa sebesar 88,29%.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Anan Sutisna

pada tahun 2016 dengan judul Pengembangan Model Pembelajaran Blended

Learning pada Pendidikan Kesetaraan Program Paket C dalam meningkatkan

Kemandirian Belajar. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini, maka dapat

ditarik simpulan sebagai berikut: (1) Penggunaan media yang berbasis TIK dalam

pembelajaran program paket C di PKBM pada umumnya belum optimal, karena

terbatasnya sarana perangkat komputer yang dimilikinya. Sehingga pada waktu

pembelajaran tatap muka secara klasikal. penggunaan media oleh tutor masih

lemah. (2) Model konseptual pembelajaran blended learning merupakan sebuah

model pembelajaran yang menggunakan media CD interaktif dan e-book pada

proses belajar mengajarnya, dan sekaligus merupakan sebuah alternatif


62

pembelajaran untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik program

paket C pada PKBM. (3) Hasil implementasi model pembelajaran blended

learning yang dikembangkan cukup efektif, di mana berpengaruh 48,2% terhadap

peningkatan kemandirian belajar peserta didik program paket C pada PKBM.

Penelitian lain yaitu dilakukan oleh Apriliya Rizkiyah pada tahun 2015,

volume 1, nomor 1 dengan jusul Penerapan Blended Learning untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ilmu Bangunan di Kelas

X TGB SMK Negeri 7 Surabaya. Hasil dari penelitian menunjukkan hasil belajar

setelah dilakukan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran blended

learning mengalami peningkatan, presentase ketuntasan belaja sebelum tindakan

adalah 30,30%, setelah tindakan siklus 1 adalah 72,73%, dan setelah tindakan

siklus 2 adalah 87,88%. (2) Hasil kegiatan mengajar guru mengalami peningkatan

dari siklus 1 dengan jumlah nilai rata-rata 55 dalam kategori cukup dan siklus 2

dengan jumlah nilai rata-rata 68,33 dalam kategori baik. (3) Hasil kegiatan belajar

siswa siklus 1 dengan jumlah nilai rata-rata 26,33 dalam kategori kurang, dan

siklus 2 dengan jumlah nilai rata-rata 35 dalam kategori baik. (4) Hasil respon

siswa siklus 1 terhadap 33 siswa mendapatkan jumlah nilai 1210, dengan rata-rata

36,67 dalam kategori baik, dan siklus 2 terhadap 31 siswa mendapatkan jumlah

nilai 1242, dengan jumlah rata-rata 40,06 dan termasuk dalam kategori sangat

baik. Persamaan dalam penelitian ini adalah pada variabel bebas yaitu model

pembelajaran yang digunakan yaitu blended learning.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning dapat meningkatkan


63

aktivitas belajar siswa maupun hasil belajar siswa. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya terletak pada subjek penelitian, lokasi penelitian

dan definisi operasional. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI Program

Multimedia di SMK Miftahul Falah Kudus. Lokasi penelitian ini adalah di SMK

Miftahul Falah Kudus dengan definisi operasional variabel dalam penelitian ini

yaitu Model Pembelajaran Blended Learningdan Hasil Belajar siswa


2.3 Kerangka Berpikir

Belajar merupakan tindakan untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan

yang diharapkan. Belajar juga dapat diperoleh dari pengalaman. Melalui belajar

akan timbul aktivitas. Aktivitas yang dimaksud bukan hanya aktivitas fisik tetapi

juga aktivitas psikis. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk

mengubah tingkah laku. Kombinasi aktivitas fisik dan aktivitas psikis akan

membawa anak menjadi aktif dalam proses pembelajaran. Keberhasilan siswa

dapat dilihat dari keaktifannya dalam mengikuti proses belajar mengajar.

Proses belajar mengajar tidak selamanya berjalan mulus. Pembelajaran yang

tidak efektif akan menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satunya

yang menjadi masalah adalah cara mengajar guru yang masih menggunakan

metode konvensional, dengan ceramah dan latihan. Metode konvensional

menjadikan guru sebagai pusat informasi mengakibatkan pembelajaran terjadi

satu arah. Siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan

berpikirnya. Pembelajaran yang seperti ini akan mengakibatkan terhambatnya

perkembangan kemampuan intelektual siswa. Pemakaian metode konvensional

dalam proses pembelajaran mengakibatkan peserta didik kurang mengoptimalkan


64

aktivitasnya. Hal ini dapat menyebabkan peserta didik menjadi pasif dan kurang

bergairah dalam belajar, sehingga dapat menghambat tercapainya tujuan

pembelajaran.

Kemajuan teknologi informasi memberikan manfaat yang luar biasa bagi

dunia pendidikan.Salah satunya adalah lahirnya model pembelajaran inovatif yang

disebut e-learning. E-Learning mampu mengubah proses pembelajaran satu arah

dikelas menjadi active learning dan student-centered education. E-learning

merupakan model pembelajaran Elektronik jarak jauh yang diharapkan mampu

menggantikan model pembelajaran konvensional yang memiliki banyak

kelemahan. Namun dalam implementasinya model pembelajaran e-learning

memiliki banyak keterbatasan yang hanya bisa dilakukan dengan pembelajaran

secara tatap muka di kelas (face-to-face). Lemahnya kualitas dan kontrol terhadap

model pembelajaran e-learning seperti belum mampunya siswa dalam mengelola

waktu dan memproses informasi secara mandiri menjadi permasalahan tersendiri

dalam penyelenggaraan model pembelajaran ini.

Masalah tersebut dapat diatasi dengan dengan mengkombinasikan antara model

pembelajaran secara tatap muka dikelas (face-to-face) dengan model

pembelajaran berbasis e-learning. Model pembelajaran ini disebut model

pembelajaran Blended Learning. Model pembelajaran Blended Learning akan

meningkatkan hasil belajar siswa, karena siswa tidak hanya mendengarkan

ceramah guru tetapi lebih banyak melakukan aktivitas belajar seperti aktivitas

mengamati, melakukan, mendemontrasikan dan lain sebagainya. Dengan

pembelajaran Blended Learning siswa telah menempatkan dirinya sebagai aktor


65

pembelajar aktif yang memahami kebutuhan dirinya dan mengupayakan

pencapaian pemahaman akan pengetahuan secara mandiri.

Aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan model Blended Learning

dilakukan mulai dari kegiatan visual, kegiatan lisan, kegiatan metrik dan lain

sebagainya. Kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran

berlangsung akan membuat siswa bersemangat mengikuti proses pembelajaran.

Hal ini menjadi dasar dari penerapan Model Pembelajaran Blended Learning yang

diharapkan mampu meningkatkan Hasil Belajar Web design siswa kelas XI

Program Multimedia di SMK Miftahul Falah Kudus.

Kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan guru dalam


Kondisi mengelola kegiatan belajar untuk menciptakan proses belajar yang
terarah dan juga berdampak pada hasil maupun aktivitas siswa
Awal selama belajar.
Kurang efektifnya model pembelajaran menyebabkan rendahnya aktivitas
belajar siswa terutama pada saat pembelajaran berlangsung. Kurangnya
pemanfaatan sarana dan prasarana terutama pemanfaatan teknologi.

Perbaikan kualitas pembelajaran diawali dengan pengoptimalan sarana


dan prasarana. Pengembangan model pembelajaran yang lebih efektif
untuk menjadikan siswa aktif yaitu model Blended Learning.

Model pembelajaran tatap Metode online dapat memberikan


muka dengan menggunakan materi secara online tanpa batasan
beberapa metode ruang dan waktu, selain itu
memungkinkan pembelajaran peserta didik lebih banyak
berlangsung secara interaktif memperoleh dan mengolah
Tindakan dengan menggunakan berbagai informasi dari berbagai sumber
pendekatan, strategi, serta sehingga hal ini dapat menunjang
a metode pengajaran. proses pembelajaran
Hasil
Akhir 66

Terjadi Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar setelah diberi perlakuan


dengan model pembelajaran Blended Learning

Bagan 2.2 Kerangka berpikir

2.4 Hipotesis

Dalam bukunya, Sugiyono (2015: 96) menyatakan jika hipotesis dapat

dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum

jawaban empirik dengan data. Berdasarkan pengertian di atas, peneliti

menentukan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

Ha = Model Pembelajaran Blended Learning dapat meningkatkan Hasil Belajar

Web design Siswa Kelas X Program Multimedia di SMK Miftahul Falah

Kudus..

Sedangkan variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel bebas (X) : Model Pembelajaran Blended Learning

Variabel terikat (Y): Hasil Belajar Multimedia.


67

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (R&D) model Analysis,

Design, Development, Implementation, Evaluation (ADDIE). Penelitian

pengembangan atau R&D merupakan salah satu jenis dari penelitian kuantitatif

non eksperimental. Sugiyono (2015:407) menyatakan bahwa metode penelitian

dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunkan untuk menghasilkan

produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Untuk dapat

menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis

kebutuhan (digunakan metode wawancara atau kualitatif) dan untuk menguji

keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka

diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut (digunakan

metode eksperimen). Adapun desain penelitian ini terbagi ke dalam 3 bagian,

yaitu desain penelitian perencanaan, implementasi, dan keefektifan model

pembelajaran blended learning.

Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa Metode penelitian dan pengembangan

dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk meneliti, merancang, memproduksi dan

menguji validitas produk yang telah dihasilkan. Berdasarkan pengertian tersebut,

kegiatan penelitian dan pengembangan dapat disingkat menjadi 4P (Penelitian,

Perancangan, Produksi, dan Pengujian).

Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan model pembelajaran blended

learning pada materi web design di program Multimedia SMK Miftahul Falah

Kudus.
68

3.1.1 Desain Pengembangan Perencanaan Model Pembelajaran

Desain penelitian pada bagian perancangan pembelajaran disini mengacu

pada model yang akan digunakan yaitu Blended Learning dengan pendekatan

konstruktif. Adapun alur penelitian perancangan pembelajaran dengan model

Blended Learning jika digambarkan dalam bagan yaitu:

Menyusun
silabus dan
Analisis Desain RPP sesuai
Perlunya perancangan sintaks model Penerapan Evaluasi
model model Blended perancangan model
pembelajaran pembelajaran Learning model pembelajaran
baru yaitu berupa pembelajaran blended
blended Uji Silabus dan
silabus dan dengan learning dari
learning RPP pada ahli
RPP blended segi hasil dan
berdasar data model dan
observasi learning proses
materi.
awal
Revisi silabus
dan RPP.

Bagan 3.3 Alur desain pengembangan

perencanaan model pembelajaran blended learning

Pada bagan terlihat alur perencanaan pengembangan pada model

pembelajaran blended learning. Tahapan ini dimulai dari analisis masalah tentang

kebutuhan penggunaan model blended learning di SMK. Berdasarkan analisis

masalah yang ditemukan dari observasi awal tersebut kemudian dikembangkan

kedalam draft perencanaan berupa silabus dan RPP terkait tentang mata pelajaran
69

yang akan dikembangkan melalui model blended learning. Dalam penelitian ini,

perencanaan pembelajaran yang disusun dengan model blended learning dibatasi

pada pokok bahasan editing sederhana untuk membuat presentasi dan efek yang

menarik.

Draft silabus dan RPP tersebut kemudian disusun menjadi silabus dan RPP

yang nantinya akan divalidasi oleh ahli model yaitu blended learning dan ahli

materi pembelajaran dengan validitas konstruk. Kemudian dari hasil validasi ahli

model dan ahli materi pembelajaran akan menunjukkan tingkat kelayakan

perencanaan pembelajaran dengan model blended learning yang digunakan

sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran pada tahap selanjutnya.

3.1.2 Desain Penelitian Implementasi Model Pembelajaran

Desain pengembangan pada tahap implementasi model pembelajaran blended

learning ini dilakukan dengan eksperimen menggunakan pola random control

group pretest-postest design. Pola ini didesain dengan mengambil sampel subjek

yang melibatkan sampel kontrol sebagai pembanding. Adapun setiap sampel

subjek tersebut dikenakan dua kali perlakuan, yaitu sebelum pelaksanaan

pembelajaran (pretest) dan sesudah menggunakan pembelajaran (posttest). Desain

eksperimen pola random control group pretest-postest design dapat digambarkan

dalam tabel berikut.

Group Teknik Pretest Treatment Posttest

Pengambilan
E R O1 X O2
K R O3 O4
70

Keterangan :

R = Pengambilan sampel secara random (acak)

E = Kelompok eksperimen

K = Kelompok kontrol

X = Treatment (perlakuan)

O1 = Pretest kelompok eksperimen

O2 = Posttest kelompok eksperimen

O3 = Pretest kelompok kontrol

O4 = Posttest kelompok kontrol

Pada desain implementasi di atas menggambarkan adanya perbandingan

kelompok eksperimen yang diberi perlakuan model blended learning dan

kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan blended learning (model

konvensional). Perbedaan ini dilaukan untuk mengetahui sejauh mana

implementasi pembelajaran dengan model blended learning pada mata pelajaran

web design dapat terlaksana.

3.1.3 Desain Penelitian Keefektifan Model Pembelajaran Blended Learning

Pengujian keefektifan model pembelajaran blended learning dilakukan

dengan menilai hasil belajar siswa berdasarkan nilai ulangan harian dan didukung

dengan angket tentang keefektifan dan motivasi belajar siswa. Nilai ulangan

harian dilihat dari hasil belajar siswa pada pokok bahasan html dasar. Sedangan

keefektifan belajar siswa dilihat dari keterlibatan siswa dalam pembelajaran, serta

motivasi belajar siswa dilihat dari dorongan siswa dalam keikutsertaan

pembelejaran dengan model blended learning.


71

3.1.4 Prosedur Pengembangan

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and

Development) yang bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran

blended learning . Menurut Wina Sanjaya (2013:129), research and development

merupakan proses pengembangan dan validasi produk pendidikan. Dalam

research and development setidaknya ada tiga hal yang harus dipahami yakni; 1)

tujuan akhir research and development adalah suatu produk yang andal karena

melewati pengkajian terus menerus; 2) produk yang dihasilkan sesuai dengan

kebutuhan lapangan; 3) proses pengembangan produk dari mulai pengembangan

produk awal sampai produk jadi yang sudah divalidasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengembangan

ADDIE. ADDIE dikembangkan oleh Dick dan Carry (Endang Mulyatiningsih,

2012:200) untuk merancang sistem pembelajaran. Metode pengembangan ADDIE

terdiri dari tahap analysis, design, development, implementation, dan evaluation,

berikut uraian tiap tahapan.

1. Analysis

Pada tahap ini dilakukan analisis masalah perlunya suatu pengembangan.

Tahap analisis memuat analisis kebutuhan, analisis kurikulum, dan analisis

karakteristik siswa. Analisis kebutuhan dapat dilakukan dengan menganalisis

bahan ajar yang tersedia. Pada tahap ini akan diketahui bahan ajar apa yang perlu

dikembangkan untuk memfasilitasi peserta didik. Analisis selanjutnya adalah

analisis kurikulum yang dilakukan dengan memperhatikan karakteristik

kurikulum yang digunakan. Hal ini dilakukan agar bahan ajar yang dikembangkan
72

sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku. Langkah selanjutnya adalah

mengkaji KD untuk merumuskan indikator-indikator pencapaian pembelajaran.

Analisis yang terakhir adalah analisis karakter peserta didik yang dilakukan

dengan observasi saat pembelajaran Multimedia.

2. Design

Setelah tahap analisis selesai, tahap selanjutnya yaitu tahap design. Pada

tahap ini dilakukan penentuan komponen-komponen penyusun perangkat

pembelajaran baik berupa RPP maupun LKS. Penyusunan rancangan awal RPP

dan LKS dilakukan dengan langkah-langkah yang telah diuraikan pada

pembahasan sebelumnya. Pada tahap ini juga dilakukan penyusunan instrumen

penilaian perangkat pembelajaran dan angket respons. Instrumen disusun dengan

memperhatikan aspek penilaian LKS yaitu aspek kesesuaian dengan syarat

didaktif, syarat konstruksi, syarat teknis dan kesesuaian dengan model yang

digunakan. Selanjutnya instrumen tersebut divalidasi oleh ahli materi, ahli media,

dan guru Multimedia

3. Development

Setelah selesai tahap design, tahap selanjutnya yaitu tahap development.

Tahap ini merupakan tahap pengembangan RPP serta model pembelajaran yang

akan diterapkan yaitu model pembelajaran blended learning. Kemudian RPP serta

pengembangan model tersebut divalidasi oleh ahli materi, ahli media, dan guru

Multimedia. Validasi dilakukan hingga pada akhirnya RPP serta produk

pengembangan dinyatakan valid.

4. Implementation
73

Setelah RPP serta produk pengembangan model pembelajaran dinyatakan

valid, perangkat tersebut diuji cobakan secara terbatas pada sekolah yang telah

ditentukan sebagai tempat penelitian. Pada tahap ini dilakukan pengujian tes hasil

belajar peserta didik untuk mengetahui keefektifan dari model pengembangan

blended learning yang dikembangkan. Kemudian pada tahap ini juga dilakukan

pengisian angket respons yang diisi oleh peserta didik. Angket respons ini

bertujuan untuk mengetahui tingkat kepraktisan model pembelajaran yang

dikembangkan. Setelah didapatkan data dari tes hasil belajar dan angket respons

maka data tersebut diolah kemudian dianalisis.

5. Evaluation

Pada tahap ini peneliti melakukan revisi terhadap model pengembangan

berdasarkan masukan yang didapat dari angket respons. Hal tersebut bertujuan

agar model pengembangan yaitu blended learning yang dikembangkan benar-

benar sesuai dan dapat digunakan oleh sekolah yang lebih luas lagi.

3.2 Uji Coba Produk

1. Desain Uji Coba

Uji coba terdiri dari beberapa langkah:

a. Validasi desain oleh ahli

Dilaksanakan oleh 3 ahli yang terdiri dari 2 dosen ahli media dan 1 ahli materi

atau guru Multimedia. Ada dua validator yang dipilih yaitu validator media

dan validator materi. Validator media pada kesempatan ini merupakan Dosen

Kurikulum dan Teknologi Pendidikan yang berpengalaman dalam bidang

pembuatan perangkat pembelajaran, dengan pendidikan minimal S2. Validator


74

media yang dimaksud adalah .................... dan ..................... Untuk validator

materi adalah ..............., guru mata pelajaran web design jurusan Multimedia

di SMK Miftahul Falah Kudus yang mempunyai pengalaman mengajar lebih

dari .... tahun.

b. Revisi desain berdasarkan saran dari ahli materi

Pada tahap revisi desain, rancangan pembelajaran diperbaiki dan

disempurnakan berdasarkan saran dan kritik dari validator media maupun

validator materi.

c. Uji coba produk

Setelah rancangan pembelajaran divalidasi dan direvisi selanjutnya peneliti

melakukan uji coba produk. Pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan teknik sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan

sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering

dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang atau

penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat

kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi

dijadikan sampel. Hal ini dikarenakan peneliti hanya akan membatasi

penelitian di kelas XI jurusan Multimedia SMK Miftahul Falah Kudus.

d. Revisi produk berdasarkan saran hasil uji coba

2. Jenis Data

a. Data kualitatif

Data kualitatif berupa masukan, kritikan, tanggapan, dan saran yang berkaitan

dengan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.


75

b. Data kuantitatif

Data kuantitatif yaitu data yang berwujud angka-angka sebagai hasil observasi

atau pengukuran. Data ini diperoleh dari hasil penelitian ahli materi LKS dan ahli

media LKS, penilaian kualitas RPP, hasil angket respons siswa, hasil angket

aktivitas siswa serta hasil tes belajar siswa yang digunakan untuk menilai kualitas

perangkat pembelajaran.

3.3 Subjek penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian


3.3.1 Subyek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X program Multimedia di SMK

Miftahul Falah Kudus. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Miftahul Falah Kudus

selama 3 bulan.

1. Siswa
Siswa yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa kelas X SMK

Miftahul Falah Program Multimedia Kudus tahun ajaran 2017/2018. Siswa

menjadi subyek pada tahap analisis dan pemakaian produk.


2. Guru
Guru yang menjadi subyek pada penelitian ini adalah guru yang mengajar

pelajaran web design di kelas X SMK Miftahul Falah Program Multimedia

Kudus tahun ajaran 2017/2018. Guru dijadikan subyek saat peneliti

menganalisis kebutuhan media dan pemakaian produk.


3. Ahli
Ahli berperan dalam menguji kevalidan dan kelayakan media yang

dikembangkan, yang meliputi ahli media dan ahli materi.


3.3.2 Lokasi Penelitian
76

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Miftahul Falah Kabupaten Kudus

Jawa Tengah pada kelas X Program Multimedia.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2009: 38). Dari judul penelitian

peneliti menetapkan variabel penelitian sebagai berikut:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah kondisi atau karakterisitik oleh peneliti

dimanipulasikan dalam rangka untuk menerangkan hubungannya dengan

fenomena yang diobservasi (Sanjaya,2014:95). Variabel bebas dalam penelitian

ini adalah Model Pembelajaran Blended Learning.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang berubah, yang muncul

atau tidak muncul ketika peneliti mengintroduksi, mengubah, dan mengganti

variabel bebas (Sanjaya,2014:95). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

hasil belajar siswa jurusan mutimedia kelas XI pada bab web design dengan

materi html dasar. Dalam penelian ini hasil belajar yang diteliti adalah ranah

kognitif, afektif dan psikomotor.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
77

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015:117).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI program Multimedia

di SMK Miftahul Falah Kudus yang berjumlah 60 siswa.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2015:118). Sampel pada penelitian ini peneliti

mengambil sampel siswa XI program Multimedia di SMK Miftahul Falah Kudus.

Dalam uji coba skala kecil, sampel yang digunakan adalah beberapa siswa kelas

XI program Multimedia di SMK Miftahul Falah Kudus yang diambil dengan

menggunakan teknik random sampling. Sedangkan sampel pada uji coba skala

besar, sampel penelitiannya adalah siswa kelas XI program Multimedia di SMK

Miftahul Falah Kudus diambil dengan cara sampling jenuh. Sampling jenuh yaitu

seluruh populasi yang tidak begitu besar. Jumlah sampel sebanyak 60 siswa.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


1) Kuesioner Terbuka (Open Questionaire)

Quesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya (Sugiyono, 2011). Open Questionaire adalah seperangkat

pertanyaan-pertanyaan yang masih memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi

responden untuk memberikan jawaban atau tanggapannya terhadap kuesioner


78

terbuka (open questionaire). Jawaban dari penggunaan kuesioner terbuka yaitu

bersifat opini. (Sugiyono, 2015: 216).

2) Wawancara Tidak Struktur (Unstructured Interview)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti

tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan

lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya

berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Creswell (2012)

menyatakan, wawancara dalam penelitian survey dilakukan oleh peneliti dengan

cara merekam jawaban atas pertanyaan kepada responden dengan pedoman

wawancara, mendengarkan atas jawaban, mengamati perilaku, dan merekam

semua respon dari yang disurvei (Sugiyono, 2015: 210).

3) Data Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, (life

histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan (Sugiyono, 2015: 239).

4) Pretes dan Post test

Anastari menyatakan bahwa tes merupakan pengukuran yang objektif dan

standar. Cronbach menambahkan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis guna

mengobservasi dan memberi deskripsi sejumlah atau lebih ciri seseorang dengan

bantuan skala numerik atau suatu sistem kategoris. Dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis. Ini berarti butir tes disusun

berdasarkan cara dan aturan tertentu, pemberian skor harus jelas dan dilakukan
79

secara terperinci, serta individu yang menempuh tes tersebut harus mendapat butir

tes yang sama dan dalam kondisi yang sebanding (Sugiyono, 2015:208).

a. Pretes

Pretest dapat diartikan sebagai kegiatan menguji tingkatan pengetahuan

siswa terhadap suatu materi yang akan disampaikan, kegiatan pretest dilakukan

sebelum kegiatan pengajaran diberikan. Manfaat dari diadakannya pretest adalah

untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai suatu materi pelajaran yang

disampaikan. Dengan mengetahui kemampuan awal siswa ini, guru akan dapat

menentukan cara penyampaian pelajaran yang akan di tempuhnya. Adapun dalam

penelitian ini tujuan dari dilaksanakannya pretest adalah untuk mengetahui tingkat

hasil belajar siswa terhadap materi Multimedia sebelum menggunakan produk

media pembelajaran yang telah dirancang oleh peneliti atau untuk mengetahui

tingkat hasil belajar siswa ketika diajarkan dengan menggunakan media

pembelajaran konvensional.

b. Postes

Posttest merupakan bentuk pertanyaan yang diberikan setelah pelajaran

atau materi telah disampaikan. Posttest adalah evaluasi akhir saat materi yang di

ajarkan pada hari itu telah diberikan. Seorang guru memberi posttest dengan

maksud apakah siswa sudah mengerti dan memahami mengenai materi yang baru

saja diberikan pada hari itu. manfaat dari diadakannya posttest adalah untuk

mengetahui tentang kemampuan yang dicapai setelah berakhir penyampaiannya

materi pelajaran. Adapun dalan penelitian ini, hasil posttest dibandingkan dengan

hasil pretest yang telah dilakukan sehingga akan diketahui seberapa jauh tingkat
80

keefektifan atau pengaruh dan perbedaan hasil belajar dari pengajaran

menggunakan media pembelajaran konvensional dan menggunakan produk media

pembelajaran dari peneliti. Tujuan lain yaitu untuk mengetahui bagian mana dari

bahan pengajaran yang masih belum dipahami oleh sebagian besar siswa.

3.7 Uji Coba Instrumen, Validitas, dan Reliabilitas


3.7.1 Uji coba Instrumen

Analisis uji coba instrumen digunakan untuk melakukan uji coba pada 20

pertanyaan dalam materi html dasar pada kelas XI SMK Miftahul Falah kudus.

Tujuan melakukan uji coba instrumen ini adalah untuk mengetahui pertanyaan

yang memenuhi kriteria layak untuk digunakan sebagai soal pretest dan posttest

pada uji coba model pembelajaran blended learning dalam pembelajaran web

design. Analisis uji coba instrumen menggunakan validitas, realibilitas, taraf

kesukaran dan daya pembeda.

3.7.2 Validitas

Terdapat perbedaan istilah antara validitas dan valid. Validitas merupakan

sebuah kata benda sedangkan valid merupakatan kata sifat. Dalam pembicaraan

evaluasi pada umumnya orang hanya mengenal istilah valid untuk alat evaluasi

atau instrument evaluasi (Arikunto,2013:73). Jika data yang dihasilkan dari

sebuah instrumen valid, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut valid,

karena dapat memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan

kenyataan atau keadaan sesungguhnya (Arikunto, 2013:7).


81

Mencari suatu validitas pada data, validitas dapat diperoleh melalui uji coba

perangkat tes. Jenis tes yang digunakan adalah pilihan ganda. Teknik uji validitas

item yang digunakan yaitu Corrected Item Total Correlation yaitu dengan cara

mengkorelasikan skor item dengan skor totalnya dan melakukan korelasi terhadap

nilai koefisien item total yang overestimasi (estimasi nilai yang lebih tinggi dari

sebenarnya). Pada metode ini tidak perlu memasukkan skor total, karena sudah

dihitung secara otomatis. Kemudian pengujian signifikansi dilakukan dengan

kriteria menggunakan r table pada tingkat signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika

hasil perhitungan didapat rhitung > rtabel maka dikatakan butir soal tersebut telah

signifikan atau valid. Apabila rhitung < rtabel maka dikatakan butir soal tersebut

tidak signifikan atau tidak valid. Suatu instrumen yang valid atau sahih

mempunyai validitas yang tinggi. Untuk mencari suatu validitas data, dapat

ditentukan oleh rumus korelasi product moment (Suharsimi Arikunto, 2010: 211).

Keterangan:

rxy= koefisien validitas

N = jumlah subjek

X = skor soal benar

Y = skor total setiap siswa

3.7.3 Reliabilitas
82

Penggunaan kata realibilitas sering dikacaukan dengan kata reliable.

Realibilitas merupakan kata benda sedangkan reliable merupakan kata sifat atau

keadaan (Arikunto, 2013:74). Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil tes

tersebut menunjukkan ketetapan. Dengan kata lain, jika kepada para siswa tes

yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada pada

urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya.

Uji reliabilitas yang digunakan adalah Cronbach Alpha. Uji realibilitas

merupakan kelanjutan dari uji validitas, dimana item yang masuk pengujian

adalah item yang valid saja. Instrumen berupa tes dengan jumlah 20 pertanyaan

berupa pilihan ganda telah dilaksanakan uji coba terhadap siswa kelas XI di SMK

Miftahul Falah Kudus. Perhitungan menggunakan skor dikotomi yaitu jawaban

benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Hasil rhitung yang diperoleh

dikonsultasikan dengan rtabel dengan taraf signifikan 0,05. Jika rhitung > rtabel

maka tes dikatakan reliabel (Arikunto, 2012: 125). Jika soal termasuk kriteria

reliabel maka akan digunakan untuk soal pretest- posttest saat uji coba pemakaian.

Reliabilitas item soal termasuk kriteria sangat tinggi jika rhitung 0,80-1,00;

kriteria tinggi jika rhitung 0,60-0,80; kriteria sedang jika rhitung 0,40-0,60;

kriteria rendah jika 0,20-0,40; dan termasuk sangat rendah jika rhitung 0,00-0,02.

Tabel 5.2 Kriteria Besarnya Reliabilitas

Besarnya reliabilitas Kriteria

0,00 0,20 Sangat rendah


0,20- 0,40 Rendah
0,60 0,80 Tinggi
83

0,80 - 1,00 Sangat tinggi

3.7.4 Tingkat Kesukaran

Menurut Arikunto (2013:223) indeks kesukaran (difficulty index)

merupakan bilangan yang menunjukkan sukar mudahnya suatu soal, dimana

besarnya indeks kesukaran yaitu antara 0,0 sampai 1,0. Penelitian ini

menggunakan perhitungan taraf kesukaran tiap soal sebagai berikut:.

Keterangan :

P : Indeks Kesukaran

B : Banyaknya siswa yang menjawab soal benar

JS : Jumlah seluruh peserta test

Arikunto (2013:223-225)

Maka dengan adanya tingkat kesukaran dapat diklasifikasikan tingkat

kesukaran soal sebagai berikut:


84

3.7.5 Daya Pembeda

Menurut Arikunto (2013:226) daya pembeda soal adalah kemampuan suatu

soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan

siswa yang bodoh (kemampuan rendah). Daya pembeda ditunjukkan oleh indeks

diskriminasi yang diberi simbol D. Rumus untuk menyatakan indeks diskriminasi

adalah:

Keterangan:

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Maka dengan adanya nilai diskriminasi dapat diklasifikasikan daya pembeda

sebagai berikut:
85

3.8 Analisis Data


3.8.1 Analisis Data Produk
3.8.1.1 Analisis Kelayakan Media

Analisis data produk adalah analisis yang digunakan terhadap desain produk

yang dilakukan oleh validator ahli menggunakan skala Likert.

Analisisis kelayakan produk dilakukan untuk mengukur layak atau tidaknya

media yang dikembangkan, analisis kelayakan produk dilaksanakan oleh ahli

materi dan ahli media. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan analisis

data deskriptif. Dengan cara mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif.

Data yang diperoleh diubah dalam bentuk presentase menggunakan rumus sebagai

berikut:

SP = x 100%

Keterangan:
SP = Skor Presentase
SK = Skor Komulatif
SM = Skor Maksimal

Setelah diketahui presentasenya maka dapat diketahui bahwa prototipe

media sudah baik atau belum berdasarkan kriteria berikut:

86% - 100% = sangat layak


81% - 85% = layak
71% - 80% = cukup
61% - 70% = kurang
60% = sangat kurang
86

Data dari uji ahli digunakan sebagai penilaian terhadap desain produk dan

sebagai acuan perlu atau tidaknya perbaikan desain. Selain menggunakan teknik

presentase, analisis data juga dilakukan secara deskriptif yaitu memaparkan saran

yang telah diberikan oleh para ahli. Hasil pemaparan inilah yang menjadi

pertimbangan perbaikan desain produk.

Hasil persentase data akan dikonversikan berdasarkan kriteria sangat layak,

layak, cukup layak dan tidak layak. Langkah-langkah untuk menentukan kriteria

hasil perolehan skor yaitu menggunakan rumus menurut Sudjana (2005: 46-50),

yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan presentase skor maksimum


2. Menentukan presentase skor minimum
3. Menentukan rentang = Skor maks Skor min
4. Menentukan banyak kelas interval yang diperlukan = 5 (sangat layak, layak,

cukup layak dan kurang layak, sangat kurang) untuk kelayakan dan

keefektifan LKS.
5. Menentukan panjang kelas interval (p)
6. Memilih bawah kelas interval pertama

Kriteria Penilaian Skala Likert sebagai berikut:

Tabel 5.3 Kriteria Penilaian Skala Likert

Alternatif Jawaban Skor

Sangat Layak 5
Layak 4
Cukup 3
Kurang 2
Sangat Kurang 1
87

3.8.1.2 Analisis Tanggapan Guru dan Siswa

Hasil analisis tanggapan guru dan siswa terhadap pengguanaan media

monopoli game pada pembelajaran IPS materi sejarah perjuangan Indonesia

melawan penjajah diukur dengan skor1 untuk jawaban Ya 1 dan skor 0 untuk

jawaban tidak . Yang kemudian diolah dengan rumus :

(Purwanto, 2013:102)

Keterangan:

NP = nilai persen yang dicari atau diharapkan

R = skor mentah yang diperoleh siswa

SM = skor maksimun ideal dari tes yang bersangkutan

Hasil persentase data kelayakan kemudian dikonversikan dengan kriteria dibawah

ini:

3.8.2 Analisis Data Awal/ Uji Persyaratan Analisis

Analisis data awal dalam penelitian ini yaitu dengan menghitung normalitas

data dan mengitung homogenitas data..Uji normalitas digunakan untuk

mengetahui apakah data hasil belajar tersebut berdistribusi normal atau tidak.

Populasi berdistribusi normal akan memudahkan untuk menyelesaika

permasalahan dengan mudah dan lancer. Uji homogenitas digunakan untuk

mengetahui apakah varian dalam populasi tersebut sama atau tidak.

3.8.2.1 Uji Normalitas


88

Normalitas data merupakan salah satu syarat pokok yang harus dipenuhi

dalam analisis parmetrik. Normalitas data merupakan hal yang penting karena

dengan data yang berdistribusi normal, maka data tersebut dianggap dapat

mewakili populasi. Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah

rumus kolmogorov-smirnov test. Uji normalitas ini memiliki tingkat toleransi yang

lebih tinggi. Uji normalitas menggunakan rumus chi kuadrat sebagai berikut :

Keterangan :

x2 : Chi kuadrat

fo : Frekuensi/ jumlah data hasil observasi

fh : jumlah frekuensi yang diharapkan

(Sugiyono, 2010:81)

3.8.2.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui nilai siswa pada saat pretest

dan posttest kelas XI SMK Miftahul Falah Kudus sama atau tidaknya variansi-

variansi dua buah distribusi atau lebih. Peneliti menggunakan rumus one-way

ANOVA Test untuk mengetahui homogenitas data. Hipotesis perhitungan meliputi

Ho yaitu data homogen dan Ha data tidak homogen. Ho diterima apabila

signifikansi > 0,05 dan Ha diterima apabila signifikansi < 0,05. Untuk

mengetahhui homogenitas populasi yang berdistribusi normal dilakukan uji

Bartlet yaitu menggunakan statistic Chi-kuadrat dengan rumus ;


89

Keterangan :

S2 : Varians gabungan dari semua sampel

Ni : banyaknya siswa pada kelas

B : harga satuan Bartlet

(Sudjana, 2010:263)

Suatu populasi dikatakan homogenitas jika X2 hitung < X2tabel.

Penghitungan ini dibantu dengan menggunakan program SPSS 21.

3.8.2 Analisis Data Akhir

Analisis data akhir menngunakan Uji t-tes dan N-gain. Uji t-tes digunakan

untuk mengetahui perbedaan hasil belajar tejadi perbedaan yangsignifikan atau

tidak. Sedangkan N-gain digunakan untuk menghitung persentase signifikansi

perbedaan hasil belajar.

3.8.2.1 Uji N-gain digunakan untuk mengetahui keberhasilan

pemahaman konsep oleh siswa.

Peningkatan rata-rata hasil belajar posttest menggunakan media

monopoli game dapat dihitung menggunakan uji N-Gain. N-Gain merupakan

normalisasi gain yang diperoleh dari perbandingan selisih skor pretest dan

posttest dengan selisih SMI dan pretest. Berikut rumus N-gain :

g= Sf Si
Keterangan :
g = gain
90

Skormaksimal - Si
Sf = nilai rata-rata kelas akhir
Si = nilai rata-rata kelas mula-mula

Tabel 5.4 Kriteria Hasil Belajar

Interval Koefisien Kriteria

N-gain< 0,3 Rendah

0,3 N-gain< 0,7 Sedang

N-gain 0,7 Tinggi

Sumber : Sutardi dalam Jurnal Eka (2013)

Hasil ini kemudian diklasifikasikan sesuai kriteria yang ditetapkan sebagai

berikut:

1. Jika interval koefisien N-gain < 0,3 maka termasuk dalam kriteria rendah

2. Jika interval koefisien : 0,3 N-gain < 0,7maka termasuk dalam kriteria sedang

3. Jika interval koefisien : N-gain 0,7maka termasuk dalam kriteria tinggi

3.8.2.2 Uji Paired Sample t-test(Uji t)

Berdasarkan populasi, uji t atau biasa disebut uji beda terdiri dari duajenis,

yaitu independent sample t-test dan dependent sample t-test. Analisis data sampel

penelitian ini termasuk dalam dependent sample t-test. Syarat dependentsample t-

test selain normal adalah saling berkaitan. Maksudnya, hasil penelitiandiambil

dari subyek atau sampel yang sama. Hasil sebelum dan sesudah treatment. Uji

perbedaan rata-rata pretest dan posttest digunakan untuk mengetahui perbedaan


91

hasil rata-rata pretest dan posttest model blended learning. Uji perbedaan rata-rata

menggunakan rumus uji paired t-test. Hipotesis perhitungan meliputi: (1) Ho :

Tidak ada perbedaan hasil belajar pretest dan posttest kelas XI SMK Miftahul

Falah, (2) Ha : Ada perbedaan hasil belajar pretest dan posttest kelas XI SMK

Miftahul Falah. Ho diterima jika signifikansi > 0,05 dan Ha diterima jika

signifikansi < 0,05

Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk menganalisis pengaruh

model pembelajaran blended learning pada pembelajaran web design pada jurusan

Multimedia di kelas X SMK Miftahul Falah Kudus:

Keterangan :

X1 : rata-rata sampel 1

X2 : rata-rata sampel 2

s1 : Simpangan baku sampel 1

s2 : Simpangan baku sampel 2

s12 : Varians sampel 1

s21 : Varians sampel 2

r : Korelasi antara dua sampel


92

3.8.2.3 Analisis Data Hasil Belajar Siswa Ranah Afektif

Indikator hasil belajar siswa ranah afektif dalam penelitian ini ada 3 dan

setiap indikator mempunyai 4 deskriptor, dari data tersebut maka skor minimalnya

adalah 3 dan skor maksimalnya adalah 12.

Nilai Maksimal = 3 x 4 = 12

Nilai Minimal =1x3 =3

Rentang = 12 3 =9

Interval = 9/4 = 2,25

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat dibuat tabel klasifikasi

tingkatan nilai untuk menentukan kriteria pada hasil belajar siswa ranah afektif

sebagai berikut:

3.8.2.4 Analisis Data Hasil Belajar Siswa Ranah Psikomotor

Indikator hasil belajar siswa ranah psikomotor dalam penelitian ini ada 5 dan

setiap indikator mempunyai 3 deskriptor, dari data tersebut maka skor minimalnya

adalah 5 dan skor maksimalnya adalah 15

Nilai Maksimal = 3 x 5 = 15

Nilai Minimal =1x5 =5

Rentang = 15- 5 = 10
93

Interval = 10/4 = 2,5

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat dibuat tabel klasifikasi

tingkatan nilai untuk menentukan kriteria pada hasil belajar siswa ranah afektif

sebagai berikut.
94

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


95

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa :
1) Intensitas Pemberian Tugas mempunyai hubungan positif dan signifikan

terhadap hasil belajar IPS. Hal ini ditunjukkan dengan hasil korelasi antara

intensitas pemberian tugas dan hasil belajar IPS diperoleh r hitung 0,729

sedangkan r table dengan taraf signifikansi 5% untuk N = 60 adalah 0,254.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa r hitung > r table yaitu 0,729, maka Ha

yang berbunyi Terdapat hubungan antara intensitas pemberian tugas

dengan hasil belajar IPS siswa kelas V SDN Gugus Ki Hajar Dewantara

Kecamatan Tugu, Kota Semarang diterima.


2) Kemandirian belajar mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap

hasil belajar IPS. Hal ini ditunjukkan dengan hasil korelasi antara

kemandirian belajar siswa dan hasil belajar IPS diperoleh r hitung 0,632

sedangkan r tabel dengan taraf signifikansi 5% untuk N = 60 adalah 0,254.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa r hitung > r table yaitu 0,632 , maka

Ha yang berbunyi Terdapat hubungan antara kemandirian belajar dengan

hasil belajar IPS siswa kelas V SDN Gugus Ki Hajar Dewantara

Kecamatan Tugu, Kota Semarang diterima.


3) Intensitas pemberian Tugas dan Kemandirian Belajar mempunyai

hubungan positif dan signifikan terhadap hasil belajar IPS. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,542 atau 54,2% dan nilai
96

Fhitung sebesar 35,975 dengan nilai sig. 0,000 < 0,05. Persamaan regresi

yang terbentuk yaitu Y = 37,898 + 0,392 X1 + 0,172 X2.


5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan yaitu :
1) Bagi Guru
Guru dalam proses pembelajaran hendaknya selalu menumbuhkan

kemandirian belajar dan memperhatikan tentang pentingnya pemberian

tugas untuk siswa. Kegiatan pembelajaran hendaknya berisi dorongan

untuk menumbuhkan kemandirian belajar dan memperhatikan terkait

dengan pemberian tugas. Guru tidak hanya terfokus pada ranah kognitif

saja, namun juga memperhatikan ranah afektif dan psikomotor.


2) Bagi Siswa
Siswa hendaknya memahami pentingya pemberian tugas belajar dan juga

kemandirian dalam belajar seingga siswa dapat mencapai hasil belajar IPS

yang optimal meningat untuk mata pelajaran IPS diperlukan banyak

hafalan tetapi juga waktu pembelajaran yang kurang.


3) Bagi Orangtua
Bagi orang tua disarankan untuk dapat menciptakan suasana rumah yang

nyaman dan kondusif untuk tempat belajar siswa sekaligus melatih siswa

untuk lebih belajar mandiri melalui kegiatan mengerjakan tugas yang

diberikan guru.
4) Bagi Penelitian selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang akan melaksanakan penelitian serupa

diharapkan untuk mengembangkan penelitian ini, baik sebagai penelitian

lanjutan maupun penelitian lain yang terkait dengan intensitas pemberian

tugas, kemandirian belajar dan hasil belajar sehingga diharapkan pada

penelitian selanjutnya dapat menemukan hal-hal baru yang bermanfaat.


97

Temuan hal-hal baru pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat

diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.


98

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai