ABSTRAKSI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan penyelengaraan penataan ruang di kawasan perkotaan
diantaranya adalah semakin menurunnya kualitas permukiman yang
ditunjukkan antara lain oleh: kemacetan, kawasan kumuh, pencemaran (air,
69
Spectra Nomor 17 Volume IX Januari 2011: 69-81
udara, suara, sampah), hilangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau
(RTH) untuk artikulasi sosial dan kesehatan masyarakat, kurang tersedianya
sarana jaringan pejalan kaki, tidak tersedianya ruang untuk kegiatan sektor
informal, serta bencana alam gempa, banjir dan longsor yang frekuensinya
semakin sering dan dampaknya semakin luas, terutama pada kawasan yang
berfungsi lindung. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Pasal 28 disebutkan bahwa RTRW Kota
merupakan mutatis mutandis dengan perencanaan RTRW Kabupaten dan
ditambahkan dengan pengaturan tentang rencana penyediaan dan
pemanfaatan RTH, RTNH, prasarana, dan sarana jaringan pejalan kaki,
angkutan umum, kegiatan sektor informal, serta ruang evakuasi bencana.
Sedangkan pada Pasal 65 disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan
ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.
Kota Tidore Kepulauan adalah salah satu kota di provinsi Maluku
Utara. Kota ini memiliki luas wilayah 9.564,7 km dan berpenduduk
sebanyak 98.025 jiwa. Kota ini sudah terkenal sejak jaman penjajahan
dahulu karena hasil cengkeh dan pala. Sebagai salah satu wilayah yang
berkembang, perkembangan fisik kawasan di wilayah ini ikut terpengaruh
seiring dengan menggeliatnya pembangunan di Kota Tidore. Pembangunan
kota bukan sekedar mengembangkan kota dan meningkatkannya menjadi
lebih luas jangkauannya, melainkan mengoptimalkan pemanfaatan lahan
yang efisien, pemenuhan kebutuhan masyarakat kota yang kontinyu, serta
pencapaian infrastruktur sarana dan prasarana kota yang sustainable dan
teratur (Budi Rahardjo Eko, 1998). Sebagai salah satu kawasan pesisir dan
kepulauan, menjadikan Kota Tidore Kepulauan memiliki karakterisitik yang
khas dalam pengembangan pemanfaatan ruang wilayahnya. Wilayah
daratan dan pesisir yang dimiliki membutuhkan pendekatan yang berbeda
didalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang
di Kota Tidore Kepulauan.
Berdasarkan kebijakan penataan ruang wilayah terkait dengan
penyediaan ruang terbuka, salah satu potensi yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan pemanfaatan ruang pada wilayah ini adalah penyediaan
ruang terbuka sebagai faktor utama yang mempengaruhi perkembangan
permukiman dan kebutuhan prasarana/sarana perkotaan. Keberadaan
ruang terbuka sebagai ruang publik merupakan bagian integral kegiatan
pembangunan dan keberadaan suatu kawasan perkotaan (Darmawan,
2005). Dalam konteks penyediaan ruang terbuka, maka hampir semua kota-
kota di Indonesia mengalami defisit karena jumlah besaran/luas ruang
terbuka yang disediakan oleh Pemerintah Kota tidak mampu menampung
kebutuhan beberapa aktivitas sosial yang semestinya merupakan hak dari
warga kotanya. Salah satu fungsi utama ruang publik adalah sebagai tempat
interaksi antar komunitas untuk berbagai tujuan, baik individu maupun
kelompok. Dalam hal ini ruang publik merupakan bagian dari sistem sosial
masyarakat yang keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari dinamika
70
Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
71
Spectra Nomor 17 Volume IX Januari 2011: 69-81
secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain adalah
taman kota, taman pemakaman umum, serta jalur hijau sepanjang jalan,
sungai, dan pantai. Sedangkan yang termasuk ruang terbuka hijau privat,
antara lain adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/
swasta yang ditanami tumbuhan.
Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau, diketahui bahwa:
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau
mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam.
Ruang terbuka hijau publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola
oleh Pemerintah Kota/Kabupaten yang digunakan sepenuhnya
untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Ruang terbuka hijau privat adalah RTH milik institusi tertentu atau
orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan
terbatas, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung
milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Ruang terbuka non hijau adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan
yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang
diperkeras maupun yang berupa badan air.
Sebuah definisi yang dipublikasi secara luas terdapat pada buku The
Dimension of Urban Design oleh Carmona, et all (2003) mendefinisikan
open space sebagai hamparan lahan tidak terbangun atau secara minimum
terbangun dengan beberapa jenis penggunaan (misalnya: lapangan golf,
lahan pertanian, taman, permukiman kepadatan rendah) atau lahan yang
dibiarkan tidak terbangun untuk tujuan estetika atau ekologis, kesehatan,
kesejahteraan, atau keamanan (misalnya: jalur hijau, jalur banjir, lereng atau
lahan basah).
Ruang terbuka dapat juga diklasifikasi berdasarkan kepemilikan, yaitu:
(1) ruang terbuka privat (lahan pada perumahan atau pertanian milik privat);
(2) ruang terbuka untuk kepentingan umum (lahan yang ditujukan atau
direncanakan sebagai ruang terbuka dengan akses dan penggunaan secara
umum oleh masyarakat); serta (3) ruang terbuka publik (lahan yang dimiliki
secara publik untuk penggunaan rekreasi masyarakat baik aktif ataupun
pasif).
72
Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
73
Spectra Nomor 17 Volume IX Januari 2011: 69-81
Tabel 1.
Visualisasi Kondisi Kawasan Alternatif Perencanaan
Kawasan Pantai
Tugulafa
Kawasan Open
Space di sekitar
Kantor Dinas Tata
Ruang &
Kebersihan
Kawasan Hutan
Mangrove di Pantai
Tugulafa
74
Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
Kawasan Pantai
Rum Bali Bunga
Gambar 1.
Diskusi Kelompok yang Difasilitasi oleh Peneliti
Gambar 2.
Proses Desain Kelompok I
75
Spectra Nomor 17 Volume IX Januari 2011: 69-81
Gambar 3.
Proses Desain Kelompok II
Gambar 4.
Proses Desain Kelompok III
76
Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
bermain sambil belajar apa manfaat hutan mangrove, sehingga mereka bisa
turut menjaga kelestarian hutan bakau.
Gambar 5.
Hasil Desain Kelompok I
Gambar 6.
Hasil Desain Kelompok II
77
Spectra Nomor 17 Volume IX Januari 2011: 69-81
Gambar 7.
Hasil Desain Kelompok III
78
Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
Gambar 8.
Grand Design RTNH Sebagai Sarana Rekreasi
Gambar 9.
Grand Design RTNH Sebagai Sarana Interaksi Antar Komunitas
79
Spectra Nomor 17 Volume IX Januari 2011: 69-81
Gambar 10.
Grand Design RTNH Sebagai Penambah Estetika Kota
Gambar 11.
Grand Design RTNH Sebagai Sarana Pendidikan
80
Perencanaan RTNH dengan Metode Participatory Planning Maria Christina Endarwati
KESIMPULAN
Kesimpulan dari FGD bersama masyarakat Kota Tidore Kepulauan
menghasilkan adanya dukungan masyarakat untuk melestarikan hutan
bakau (mangrove) yang ada di wilayah Pantai Tugulufa. Selain itu, mereka
juga mengharapkan agar ide-ide dalam mengembangkan kawasan tersebut
dapat ditampung dalam perencanaan khususnya dalam RTNH Kota Tidore
Kepulauan. Mereka akan bahu membahu menjaga kelestarian bakau dan
menginginkan agar hasil ataupun gagasan mereka dapat dituangkan dalam
perencanaan dan pembangunan kawasan tersebut. Proses partisipasi
masyarakat tersebut diharapkan dapat diterapkan juga untuk wilayah lain,
sehingga masyarakat dapat turut berperanserta membangun dan
merancang wilayahnya sendiri.
Pustaka Acuan
Budirahardjo, Eko. 1998. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung: Penerbit
Alumni.
Carmona, et al. 2003. Public Space Urban Space: The Dimension of Urban Design.
London: Architectural Press.
Darmawan, Edy. 2005. Analisa Ruang Publik: Arsitektur Kota. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen PU. 2009. Penyediaan
Pemanfaatan Ruang terbuka Non Hijau di wilayah kota/Kawasan Perkotaan.
Hakim, Rustam dan Hadi Utomo. 2003. Komponen Perancangan Arsitektur
Lansekap: Prinsip Unsur dan Aplikasi Desain. Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2005 Tahun 2005 tentang
Pedoman dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
81