Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan suatu region. Nama Indonesia untuk kepulauan
nusantara pertama kali diperkenalkan oleh JR. Logan pada tahun 1850. Indonesia
sebagai bagian dari wilayah di permukaan bumi dianggap sebagi suatu
region berdasarkan kenyataan bahwa antar bagian wialayah Indonesia
mempunyai kesamaan-kesamaan tertentu, misalnya kesamaan iklim,
kesamaan letak, kesamaan bahasa dan ideology, kesamaan budaya, dan yang
paling penting secara hukum antar bagian wilayah Indonesia merupakan satu
kesatuan hukum Negara yang berasal dari wilayah bekas jajahan Hindia
Belanda ditambah dua daerah istimewa, Derah Istimewa Yogyakarta (DIY)
dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD)
Pulau sumatara merupakan salah satu dari kepulauan nusantara yang terletak
di barat bagian wilayah indonesia. secara geografis di bagian utara berbatasan
dengan teluk bangala, di bagian timur selat malaka, bagian selatan selat sunda dan
bagian barat berbatasan dengan samudra hindia. Satu-satunya hubungan darat
hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara sehingga memiliki ketergantungan
yang cukup tinggi dengan provinsi tersebut.Pulau sumatara merupakan pulau
terbesar ke-6 di dunia mempunyai letak astronomis 6o LU - 6o LS dan 95o BT -
106o BT. Di lihat dari letak astronomis nya di ketahui bahwa pulau sumtara di
lalui garis khatulistiwa ( garis 0o ),dengan ketinggian rata-rata 125 meter diatas
permukaan laut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Keadaan Fisiografi Nanggroe Aceh Darussalam?
2. Bagaimana Keadaan Iklim Nanggroe Aceh Darussalam?
3. Bagaimana Konsentrasi Kependudukan Nanggroe Aceh Darussalam?
4. Bagaimana Pengggunaan Lahan Pada Wilayah Nanggroe Aceh
Darussalam?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui wilayah Nanggroe
Aceh Darussalam, seperti keadaan fisiografi , iklim , kependudukan dan
penggunaan lahannya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fisiografi Aceh.

A. Karakteristik Aceh.

Aceh Utara berada pada jalur yang sangat strategis yang merupakan titik
tengah antara Banda Aceh sebagai Ibukota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dengan Medan sebagai ibukota Sumatera Utara. Disamping itu Kabupaten Aceh
Utara mempunyai daerah penyangga yang cukup luas yaitu Kabupaten Aceh
Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Timur dan Kabupaten Pidie.Letak
Kabupaten Aceh Utara pada pesisir aceh bagian utara juga mempunyai hubungan
perdagangan dengan Malaysia dan Thailand. Dukungan yang paling strategis
adanya sarana dan prasarana perhubungan laut yang relatif memadai dibandingkan
dengan kabupaten yang lain dalam Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Secara geografis wilayah Kota Banda Aceh mempunyai luas 1,36 km2
dengan batas batas sebagai berikut
a. Batas Selatan : Samudera Hindia
b. Batas Utara : Samudera Hindia
c. Batas Timur : Selat Malaka dan Malaysia
d. Batas Barat : Samudera Hindia

B. Keadaan Geografis Aceh.

Provinsi Aceh terletak di bagian barat Indonesia tepatnya di bagian ujung


Pulau Sumatera. Secara geografis Aceh terletak antara 2 - 6 lintang utara dan
95 98 lintang selatan dengan ketinggian rata-rata 125 meter diatas permukaan
laut. Batasbatas wilayah Aceh, sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat
Malaka, sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah barat dengan
Samudra Hindia.Satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera
Utara sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan provinsi
tersebut.

C. Kondisi Topografi.

Provinsi Aceh memiliki topografi datar hingga bergunung. Wilayah


dengan topografi daerah datar dan landai sekitar 32 persen dari luas wilayah,
sedangkan berbukit hingga bergunung mencapai sekitar 68 persen dari luas
wilayah. Daerah dengan topografi bergunung terdapat dibagian tengah Aceh yang

2
merupakan gugusan pegunungan bukit barisan dan daerah dengan topografi
berbukit dan landau terdapat dibagian utara dan timur Aceh. Berdasarkan kelas
topografi wilayah, Provinsi Aceh yang memiliki topografi datar (0 - 2%) tersebar
di sepanjang pantai barat selatan dan pantai utara timur sebesar 24.83 persen
dari total wilayah; landai (2 15%) tersebar di antara pegunungan Seulawah
dengan Sungai Krueng Aceh, di bagian pantai barat selatan dan pantai utara
timur sebesar 11,29 persen dari total wilayah; agak curam (15 -40%) sebesar
25,82 persen dan sangat curam (> 40%) yangmerupakan punggung pegunungan
Seulawah, gunung Leuser, dan bahu dari sungai-sungai yang ada sebesar 38,06
persen dari total wilayah.
Provinsi Aceh memiliki ketinggian rata-rata 125 m diatas permukaan laut.
Persentase wilayah berdasarkan ketinggiannya yaitu:
a. Daerah berketinggian 0-25 m dpl merupakan 22,62 persen luas wilayah
(1,283,877.27 ha),
b. Daerah berketinggian 25-1.000 m dpl sebesar 54,22 persen luas wilayah
(3,077,445.87 ha),
c. Daerah berketinggian di atas 1.000 m dpl sebesar 23,16 persen luas wilayah
(1,314,526.86 ha).

D. Jenis Tanah.

Berdasarkan Peta geologi, Jenis-jenis batuan yang terdapat di Aceh


diantaranya : Batuan sedimen alluvium, Batuan vulkanik, Batuan Pluton sehingga
kondisi Tanah disana dapat diuraikan sebagai berikut; Dari ujung Tamiang di
pantai timur Aceh dan diujung Pidie pada bagian utara, tanah terdiri dari
organozol dan alluvial. Kondisi yang sama juga ditemukan di daerah dari Batee ke
Ulhee Lheue (daerah yang dibut lembah Krueng Raya) dari (calang) ke Ujong
Raja (batas Aceh Barat dan Aceh Selatan) dan Dari Tapaktuan Ke Uong Singkil.
Jenis tanah berwarna merah kekuningan, lithosol dan regosol dapat ditemukan
melalui ujung Pidie dan Batee melalui Aceh Besar, mulai dari gunung Geurutee
ke Kuala Teunom (Aceh Barat) dan dari lereng gunung Tripa ke Tapak Tuan.
Hanya kondisi tanah yang mengandung tanah berwarna merah kekuningan yang
dapat ditemukan dari Ulee Lheue melalui Gunung Geureutee. Di pulau-pulau ke
dataran tinggi di Aceh, tanah mengandung tanah berwaran kuning, lithosol,
regosol dan tanah berwarana coklat. Khususnya pozdzolit, podzolic renzinz,
lithosol dan andosol berwarna abu- abu dapat ditemukan di Pidie, di bagian
Tenggara Aceh Timur terdapat organosol dan alluvial.

3
E. Patahan Aceh.

a. Patahan Segmen Aceh dan Seulimuem

Sesar Sumatra segmen Aceh membentang mulai dari Aceh Tengah


menerus sampai ke Mata Ie dan sampai ke Pulau Aceh. Sesar Sumatra segmen
Aceh ini, sejak tahun 1892 belum pernah digoncang gempa di atas 6 Mw. Pada
tahun 2013 ini, segmen ini telah mengalami gempa dengan skala di atas 6 Mw di
sekitar Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kejadian gempa 22 Januari 2013 tersebut
telah mengindikasi bahwa sesar Sumatra segmen Aceh melepaskan energi yang
sudah puluhan tahun tidak lepas. Energi yang sudah lepas ini membuat kita sedikit
lega karena dalam waktu beberapa puluh tahun ke depan mungkin di tempat
tersebut tidak akan terjadi lagi gempa namun segmen Aceh bagian lain harus
diwaspadai. Segmen Aceh bagian lain meliputi Banda Aceh dan Aceh Besar.
Kapan energi gempa tersebut akan lepas?? belum ada ilmu yang bisa
memprediksinya. Sesar Sumatra Segmen Seulimuem sedikit berbeda dengan
segmen Aceh. Pada Segmen Seulimuem telah beberapa kali terjadi gempa pada
tahun 1964 dan 17 Desember 1975 sebesar 6,2 Mw di kawasan Krueng Raya.
Sesar Sumatra segmen Aceh dan Seulimuem ini merupakan patahan di Aceh yang
banyak diketahui oleh orang.

b.Patahan Segmen Batee

Patahan di Aceh lainnya adalah Sesar/patahan Sumatra segmen Batee


menurut Danny Hilman dan Kerry Sieh bukan merupakan sesar aktif. Sesar geser
kanan ini juga tidak menunjukkan gejala gempa sejak beberapa puluh ribu tahun
yang lalu. Di daratan Aceh, sesar ini dimulai dari Aceh Selatan menujuk arah
Barat-Laut sampai jalur tengah antara perbatasan Aceh Barat dengan Aceh
Tengah. Pada tahun 1995, Bellier and Sebrier juga mendapakan bahwa sesar ini
bergerak sekitar 1,2 0.5 cm/year, nilai pergerakan ini didapat berdasarkan
perkiraan perubahan marfologi. Walaupun segmen ini tidak menunjukkan gempa
sejak beberapa ribu tahun yang lalu, Takeo Ito, dkk dari ITB, Nagoya Univ, BPPT
dan Universitas Syiah Kuala menemukan indikasi pergerakan segmen namun
energi yang tersimpan tidak begitu besar..

c. Patahan Segmen Tripa

Patahan Sumatra Segmen Tripa berada di antara Aceh Tenggara dengan Aceh
tengah. Pada segmen patahan ini pernah terjadi gempa sesar pada tahun 1990 di
Kab. Gayo Lues dengan magnitudo sebesar 6,8 Ms dan di Aceh Tenggara pada
tahun 1936 dengan magnitudo sebesar 7,2 Ms. Menurut Irwan Meilano, patahan

4
Sumatra segmen Tripa bergerak secara menganan (sesar geser kanan) dengan
kecepatan (laju geser/slip rate) sebesar 3,5 mm/tahun dengan kedalaman potensi
sumber gempa 10 Km.

d. Patahan Segmen Peusangan

Berbeda dengan segmen lainnya, Patahan segmen Peusangan ini merupakan


patahan di Aceh jarang sekali kita temukan dalam beberapa tulisan. Kalau segmen
Aceh, Seulimuem, Batee dan Tripa bagi sebagian orang sudah sangat familiar,
namun tidak dengan segmen Peusangan.

Di daratan Aceh, patahan Peusangan bagian utara berada di Bireun dan


menerus ke Selatan sampai ke Blang Pidie. Kondisi batimetri pulau Banyak yang
linear juga menunjukkan bahwa kawasan tersebut zona patahan Peusangan. Di
bagian utara, patahan Peusangan ini membentuk tepi lereng yang curam teras
Mergui.

F. Wilayah Rawan Bencana.

Secara geologis, Aceh berada di jalur penunjaman dari pertemuan lempeng


Asia dan Australia, serta berada di bagian ujung patahan besar Sumatera
(sumatera fault/transform) yang membelah pulau Sumatera dari Aceh sampai
Selat Sunda yang dikenal dengan Patahan Semangko. Zona patahan aktif yang
terdapat di wilayah Aceh adalah wilayah bagian tengah, yaitu di Kabupaten Aceh
Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Barat,
Nagan Raya, Aceh Barat Daya, dan Aceh Selatan. Hal ini dapat menyebabkan
Aceh mengalami bencana geologis yang cukup panjang.
Disamping persoalan pergerakan lempeng tektonik, Aceh juga memiliki
sejumlah gunung api aktif yang berpotensi menimbulkan bencana Khususnya
gunung api yang tergolong tipe A (yang pernah mengalami erupsi magmatik
sesudah tahun 1600). Di Aceh terdapat 3 gunung api tipe A, yaitu gunung Peut
Sagoe di Kabupaten Pidie, Gunung Bur Ni Telong dan Gunung Geureudong di
Kabupaten Bener Meriah , gunung Seulawah Agam di Kabupaten Aceh Besar dan
Cot. Simeuregun Jaboi di Sabang.
Kawasan dengan potensi rawan tsunami yaitu di sepanjang pesisir pantai
wilayah Aceh yang berhadapan dengan perairan laut yang potensial mengalami
tsunami seperti Samudera Hindia di sebelah barat (Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan
Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Simeulue), perairan
Laut Andaman di sebelah utara (Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang), dan
perairan Selat Malaka di sebelah utara dan timur (Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh
Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Tamiang.

5
2.2 Iklim Daerah Aceh.

Aceh beriklim tropis.Artinya dalam setahun terdiri atas musim kering


(Maret-Agustus) dan musim hujan (September Februari). Berdasarkan data dari
statistik Banda Aceh pada tahun 2015 yang merujuk data iklim pada tahun 2014
Kelembaban Udara di wilayah provinsi Aceh mencapai 79%, dengan rata rata
curah hujan adalah 188,7 mm. Di daerah pesisir, curah hujan berkisar antara 1.000
- 2.000 mm dan di dataran tinggi dan pantai barat selatan antara 1.500 - 2.500
mm. Penyebaran hujan ke semua daerah tidak sama, di daerah dataran tinggi dan
pantai barat selatan relatif lebih tinggi. Rata-rata suhu udara mencapai 27,1C
dengan rata-rata suhu udara maksimum 29 C dan minimumnya yaitu 25,7C,
serta tekanan udara mencapai 1.010,2 atm.

Dengan ada data yang telah di papar kan maka Aceh menurut klasifikasi
iklim kopen termasuk wilayah iklim hutan hujan tropis atau di kenal juga dengan
Af. Iklim di wilayah ini dicirikan dengan adanya tingkat kelembapan udara dan
curah hujan yang selalu tinggi sepanjang tahun. Oleh karena itu, tipe vegetasi
yang mendo minasi wilayah ini ialah hutan hujan tropis, yaitu tipe hutan lebat
dengan jenis tumbuhan yang sangat heterogen. Maka tak heran jika tumbuhan
endemik yang sangat langka, seperti Rafflesia arnoldi yang penyebarannya hanya
di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan dari mulai Nanggroe Aceh Darussalam
sampai Lampung tumbuh cukup banyak .

DKAT merupakan istilah dalam meteorologi dan kilmatologi yang


menunjukkan daerah di bumi yang termasuk ke dalam pusat daerah bertekanan
rendah atau doldrums. Daerah ini berada di kisaran lintang 20 LU- 20 LS dan
Indonesia temasuk di wilayah tersebut. Pada wilayah ini pemanasan matahari
yang berlangsung sepanjang tahun menyebabkan terjadinya arus panas konveksi
yang kemudian menjadi wilayah pusat awan hujan. Jumlah rata-rata hari hujan di
DKAT dapat mencapai 200 hari dalam setahun sehingga daerah ini merupakan
daerah paling basah di bumi. DKAT secara umum jauh dari sifat kering dan akan
selalu basah dan lembab sepanjang tahun. Pada umumnya di suatu tempat suhu
tinggi tekanan di atas wilayah itu rendah,dalam rangka memperoleh
keseimbangan, udara yang bertekanan tinggi bergerak ke tekanan lebih rendah.
Akibatnya pantai barat Sumatera dan Aceh sampai Bengkulu memperoleh hujan
terbanyak pada bulan Nopember.

6
7
2.3 Penggunaan Lahan Aceh.

Aceh dengan luas wilayah 5.736.557 ha sebagian peruntukan lahannya


berupa hutan dengan luas areal mencapai 65,1 persen dari total wilayahnya yang
membentang dari Pulau Weh sampai dengan kabupaten Aceh Singkil. Kondisi
karakteristik hutan Aceh di wilayah pesisir pada umumnya merupakan dataran
rendah dengan tingkat kepadatan tinggi dengan wilayah hutan yang tidak begitu
luas, sedangkan daerah dataran tinggi Aceh merupakan kawasan hutan yang
sangat luas.

Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan adalah 3.335.713 ha, sedikit
kurang dari luas kawasan hutan yaitu 3.372.819 ha. Hal ini berarti seluas 37.106
ha lahan kawasan hutan tanpa tutupan vegetasi. Secara alami kawasan hutan
tanpa tutupan vegetasi tersebut dapat berupa batuan atau lahan terbuka akibat
tanah longsor alami, atau terbuka akibat aktivitas manusia merambah kawasan
hutan. Luas penutupan lahan di luar kawasan hutan adalah 2.400.864 ha baik
dalam bentuk kawasan lindung di luar kawasan hutan, kawasan pengembangan
hutan rakyat, dan di areal penggunaan lain.
Provinsi Aceh memiliki luas wilayah 56.770,81 km2 atau 5.677.081 Ha .
Luas wilayah menurut penggunaan lahan utama sebagaimana disajikan pada

8
Buku Data Tabel SD-1 menunjukkan bahwa penggunaan lahan terbesar
adalah hutan seluas 3.400.891 Ha atau 59,90 persen dari luas total wilayah
Aceh. Selanjutnya secara berturut-turut adalah lahan kering 1.027.807 Ha
(18,10%), Perkebunan 734,165 Ha (12,93%), Non Pertanian 244.885 Ha
(4,31%), Sawah 235.259 (4,14%), dan badan air seluas 34,074 Ha (0,60%).
Kabupaten/ kota yang penggunaan lahannya untuk hutan lebih dari 75%
dari luas wilayahnya adalah Gayo Lues (87%), Aceh Tenggara (85%), Aceh
Selatan (83%), dan Aceh Tengah (79%), Aceh Barat Daya (74%). Keempat
kabupaten tersebut terletak di bagian tengah Provinsi Aceh yang wilayahnya
merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan di bagian utara Pulau
Sumatera. Tujuh kabupaten/kota lainnya memanfaatkan wilayahnya untuk
hutan antara 50-75% adalah Aceh Barat Daya, Bener Meriah, Aceh Jaya,
Simeulue, Pidie, Pidie Jaya, dan Kota Sabang. Sebanyak delapan
Kabupaten/Kota yang memanfaatkan lahannya berupa hutan antara 30-50%
adalah Kabupaten Nagan Raya, Kota Sabang, Subulussalam, Aceh Barat, Aceh
Timur, Bireun, Aceh Besar dan Aceh Tamiang, sedangkan 5 kabupaten/kota
lainnya kurang dari 30%, yaitu Aceh Singkil, Kota Langsa, Aceh Utara, Kota
Banda Aceh dan Kota Lhokseumawe.
Lahan Kering berupa tegalan/ kebun, pekarangan, dan ladang/ huma
menempati urutan ke dua dari luas wilayah penggunaan lahan utama. Total lahan
kering di wilayah provinsi Aceh berdasarkan Tabel SD-1 seluas 1.027.807 Ha
atau sebesar 18% dari luas Wilayah Aceh. Lahan kering paling luas terdapat di
Kabupaten Aceh Besar (55 %), Bireun (47%), dan Aceh Tamiang (43%). Tujuh
kabupaten yang memiliki luas lahan kering 20 35% adalah Kabupaten Aceh
Jaya, Aceh Utara, Bener Meriah, Nagan Raya, Pidie, Pidie Jaya, dan
Subulussalam. Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Barat Daya persentase lahan
kering secara berturut-turut sebesar 18% dan 17% sedangkan sisanya sebesar 1
10% terdapat di kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh
Tenggara, Aceh Timur, Gayo Lues, Simeulue, dan kota Sabang. Kota
Lhokseumawe tidak ada data lahan kering sedangkan Kota Banda Aceh dan Kota
Langsa tidak ada lahan kering.
Untuk kawasan perkebunan, persentase terbesar dari luas wilayahnya
adalah Kota Lhokseumawe sebesar 55% yaitu seluas 8.508 Ha dengan
komoditi Kelapa sawit, kakao, karet, tebu, kopi, kelapa, kapuk, kemiri, lada, dan
pinang. Salah satu kabupaten/ kota yang tidak mempunyai lahan perkebunan
adalah Kabupaten Bener Meriah, hingga saat ini tidak ada izin usaha perkebunan
swasta dan Hak Guna Usaha (HGU), tetapi jenisnya perkebunan rakyat.
Kabupaten lainnya yang juga tidak mempunyai lahan perkebunan adalah
Kabupaten Pidie dan Kabupaten Bireun, sedangkan Kota Banda Aceh dan
kabupaten Aceh Besar tidak tersedia data terkait lahan perkebunan. Kabupaten

9
Aceh Timur mempunyai area perkebunan paling luas di Provinsi Aceh yaitu
149.282 Ha diikuti Kabupaten Aceh Singkil 94.478 Ha, Aceh Tengah 57.185
Ha, dan Gayo Lues seluas 53.383 Ha.
Penggunaan lahan untuk tujuan non pertanian tertinggi di wilayah
perkotaan, yaitu Kota Banda Aceh (88,29% total luas wilayah). Kota
Lhokseumawe menggunakan 80.43% dari total wilayahnya untuk non pertanian,
sedangkan Kota Langsa 29.68%, Aceh Singkil (18,03%), Kota Sabang (16,53%),
dan Kabupaten Aceh Utara sebesar 10,41%. Di kabupaten lainnya penggunaan
lahan untuk non pertanian kurang dari 10% yaitu Kabupaten Aceh Barat, Aceh
Barat Daya, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Aceh Tengah,
Aceh Tenggara, Aceh Timur, Bener Meriah, Bireun, Gayo Lues, Nagan Raya,
Pidie, Pidie Jaya dan Simeuluie.

Tabel Distribusi Penggunaan Lahan di Provinsi Aceh

2.4 Konsentrasi Kependudukan Aceh.

Jumlah penduduk Aceh pada akhir 2016 adalah 5.096.428 jiwa. Laju
pertumbuhan penduduk Aceh selama 5 tahun (2011- 2014) sebesar 1,09 persen.
Kota Sabang memiliki laju pertumbuhan penduduk terendah dibandingkan
kabupaten/kota lain di Aceh yakni sebesar 0,07 persen, sedangkan yang tertinggi
adalah Kabupaten Aceh Utara yakni sebesar 0,56 persen. Kabupaten/kota yang
memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kabupaten Aceh Utara (593.492 jiwa)
dan jumlah penduduk terkecil adalah Kota Langsa (33.622 jiwa) seperti yang
disajikan pada Tabel Kependudukan. Sebaran penduduk di wilayah aceh masih
belum merata terbukti dengan terkonsentrasi penduduk di beberapa kabupaten di
Aceh diantaranya adalah Banda Aceh (4554 jiwa/km), Lhokseumawe (1276

10
jiwa/km), Langsa ( 832 jiwa/km), Bireuen (247 jiwa/km), Sabang (276
jiwa/km), Aceh Utara (220 jiwa/km), Pidie (160 jiwa/km), Aceh Besar (138
jiwa/km),Pidie Jaya ( 134 jiwa/km) dan wilayah dengan kepadatan terjarang
yaitu di Gayo Lues dengan 16 jiwa/km. Tetapi faktor pertumbuhan penduduk
tidak terlalu mempengaruhi konsentrasi penduduk di suatu wilayah di Aceh yaitu
Kabupaten Simeulue yang merupakan tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi
kedua mengalami kepadatan penduduk yang dapat di kategorikan jarang.

Penyebab konsentrasi penduduk di beberapa daerah tidak merata


disebabkan oleh beberapa hal , diantaranya adalah :

1. Daerah di bagian Pesisir Timur Aceh merupakan daerah startegis yang


menghubungkan Aceh dengan negara-negara lain seperti
Malaysia, Penang, Thailand , India, dan Singapura. Salah satu daerah
strategis adalah Kota Lhokseumawe . Kota Lhokseumawe adalah kota yang
berada persis di tengah- -tengah jalur timur Sumatera. Berada di antara Banda
Aceh dan Medan, sehingga kota ini merupakan jalur vital distribusi dan
perdagangan di Aceh. Selain di Kota Lhokseumawe , banyak daerah di Aceh
bagian pesisir timur yang menghubungkan Aceh dengan luar negeri ,salah
satunya adalah kota terpadat di Provinsi Aceh yaitu Kota Langsa dimana
pemerintah Aceh berkomitmen untuk menjadikan Pelabuhan Kuala Langsa
menjadi pelabuhan internasional .
2. Faktor ekonomi.
Kota Sabang merupakan zona ekonomi bebas Indonesia karena
merupakan titik paling utara Indonesia.
Pengembangan pembangunan terpusat di pusat pemerintahan karena
merupakan sentra dari kegiatan ekonomi menjadi daya tarik bagi
masyarakat yang dapat membawa pengaruh bagi tingginya arus tenaga
kerja baik dari dalam kota itu sendiri maupun dari luar wilayah kota,
sehingga menyebabkan pula tingginya arus urbanisasi.
3. Faktor Industri.
Pesisir Timur Aceh memiliki sejumlah industri besar di antaranya :
PT Arun: Kilang Pencairan Gas Alam di Lhokseumawe yang termasuk
terbesar di Indonesia.
PT Pupuk Iskandar Muda (PIM): Pabrik Pupuk Iskandar Muda di
Lhokseumawe
PT Aceh Asean Fertilizer (AAF): Pabrik Pupuk Asean di Lhokseumawe
PT Kertas Kraft Aceh (KKA): Pabrik Kertas di Lhokseumawe
PT Semen Andalas Indonesia-Lafarge (SAI): Semen Andalas di Aceh
BesarExxonMobil: Kilang Gas Alam di Lhokseumawe

11
Armada perikanan tangkap berskala besar beroperasi di Aceh
Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan.
4. Faktor Pertambangan.
Emas .
Aceh Barat : Woyla, Seunagan, Sungai Mas , Pegunungan
Beutong,
Aceh Tengah : Payakolak, Takengon.
Geumpang, Pidie.
Kec. Sikureung, Aceh Tamiang.
Batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh Barat.
Batu gamping di Tanah Greuteu Aceh Besar, di Tapaktuan Aceh Selatan
Bijih Tembaga
Pulau Bras sekitar kepulauan Aceh
Krueng Kala dan Gle Bruek Kecamatan Lhoong
Beutong Ateuh Kabupaten Nagan Raya
Pidie ,Geumpang dan Tangse i Krueng Sabee (Aceh Jaya) dan di
Tapaktuan Aceh Selatan.
Timah Hitam dan Seng
Krueng Beureung Krueng Isep di Aceh Barat.
Lokop Kecamatan Serbajadi Aceh Timur
Bijih Besi
pinggir pantai sekitar Krueng Raya, Lampanah (Aceh Besar).
Kecamatan Lhoong (Krueng Geunteut, Krueng Lhoong) Aceh
Besar.
Krueng Ligan Aceh Jaya, Kecamatan Babahrot.
Kuala Batee Aceh Barat daya.
Mangan
Lhok Kruet Kecamatan Sampoiniet Kabupaten Aceh Jaya.
Krueng Igeuh Kecamatan Tangse (Kabupaten Pidie).
Krueng Ligan (Aceh Jaya).
Molybdenum
Tangse Kab.Pidie,
Krueng Geunteut dan Krueng Lhoong Kabupaten Aceh Besar.
Lokop Kecaamtan Serbajadi Aceh Timur.
Timang Ragap dan Lawe Sigala-gala Aceh Tenggara.
Logam kromium
Tangse dan Geumpang (Kabupaten Pidie).

Data Kependudukan Aceh


Kepadatan
Pertumbuhan Jumlah
No. Kabupaten Penduduk(
Penduduk Penduduk
Jiwa/km)
1 Simeulue 0,42 90.291 49
2 Aceh Singkil 0,10 116.712 63
3 Aceh Selatan 0,10 228.603 55

12
4 Aceh Tenggara 0,10 204.468 49
5 Aceh Timur 0,09 77.084 76
6 Aceh Tengah 0,10 151.472 45
7 Aceh Barat 0,10 254.904 72
8 Aceh Besar 0,10 411.279 138
9 Pidie 0,09 200.412 134
10 Bireuen 0,09 197.921 247
11 Aceh Utara 0,56 400.913 220
12 Aceh Barat Daya 0,10 425.974 76
13 Gayo Lues 0,10 443.627 16
14 Aceh Tamiang 0,08 593.492 133
15 Nagan Raya 0,10 143.312 45
16 Aceh Jaya 0,12 89.500 23
17 Bener Meriah 0,10 282.921 73
18 Pidie Jaya 0,11 158.223 160
19 Banda Aceh 0,12 87.622 4552
20 Sabang 0,07 139.890 276
21 Langsa 0,10 33.622 832
22 Lhokseumawe 0,10 168.820 1276
23 Subulussalam 0,10 195.186 66

Sumber : http://aceh.bps.go.id

Kategori kepadatan penduduk :

1) < 100 : I : Sangat Kurang


2) 100 250 : II : Kurang
3) 250 500 : III : Sedang
4) 500 750 : IV : Lumayan
5) 750 1000 : V : Padat
6) > 1000 : VI : Sangat Padat

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Provinsi Aceh terletak di bagian barat Indonesia tepatnya di bagian ujung


Pulau Sumatera. Secara geografis Aceh terletak antara 2 - 6 lintang utara dan
95 98 lintang selatan dengan ketinggian rata-rata 125 meter diatas permukaan
laut. Batasbatas wilayah Aceh, sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat
Malaka, sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah barat dengan
Samudra Hindia.Satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera
Utara sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan provinsi
tersebut.

Aceh beriklim tropis. Artinya dalam setahun terdiri atas musim kering
(Maret-Agustus) dan musim hujan (September Februari). Kelembaban Udara di
wilayahprovinsi Aceh mencapai 79%, dengan rata rata curah hujan adalah 131,4
mm. Di daerah pesisir, curah hujan berkisar antara 1.000 - 2.000 mm dan di
dataran tinggi dan pantai barat selatan antara 1.500 - 2.500 mm.

Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan adalah 3.335.713 ha, sedikit
kurang dari luas kawasan hutan yaitu 3.372.819 ha. Hal ini berarti seluas 37.106
ha lahan kawasan hutan tanpa tutupan vegetasi. Secara alami kawasan hutan tanpa
tutupan vegetasi tersebut dapat berupa batuan atau lahan terbuka akibat tanah
longsor alami, atau terbuka akibat aktivitas manusia merambah kawasan hutan.
Luas penutupan lahan di luar kawasan hutan adalah 2.400.864 ha baik dalam
bentuk kawasan lindung di luar kawasan hutan, kawasan pengembangan hutan
rakyat, dan di areal penggunaan lain.

Jumlah penduduk Aceh pada akhir 2016 adalah 5.096.428 jiwa. Laju
pertumbuhan penduduk Aceh selama 5 tahun (2011- 2014) sebesar 1,09 persen.
Kota Sabang memiliki laju pertumbuhan penduduk terendah dan tertinggi adalah
Kota Sabang (0,07 persen dan Kabupaten Aceh Utara yakni sebesar 0,56 persen.
Sebaran penduduk di wilayah aceh masih belum merata terbukti dengan

14
terkonsentrasi penduduk di beberapa kabupaten di Aceh diantaranya adalah
Banda Aceh (4554 jiwa/km), Lhokseumawe (1276 jiwa/km), Langsa ( 832
jiwa/km), Bireuen (247 jiwa/km), Sabang (276 jiwa/km), Aceh Utara (220
jiwa/km), Pidie (160 jiwa/km), Aceh Besar (138 jiwa/km),Pidie Jaya ( 134
jiwa/km) dan wilayah kepadatan terjarang yaitu di Gayo Lues (16 jiwa/km).

15
16
17
18
19
20
21
DAFTAR PUSTAKA

http://lingkunganaceh.blogspot.co.id/2009/08/kondisi-fisik-wilayah-aceh.html

http://www.mongabay.co.id/2013/03/24/asosiasi-ilmuwan-biologi-dunia-
perubahan-tata-ruang-aceh-harus-lewat-penilaian-data-spasial-berkualitas/

http://www.mongabay.co.id/tag/rtrw-aceh/

http://aceh.bps.go.id/Subjek/view/id/153#subjekViewTab3|accordion-daftar-
subjek1

https://id.climate-data.org/location/3321/.

LAPORAN_SLHD_2014_PROVINSI_ACEH.pdf

http://aceh.bps.go.id/index.php

http://pertambangan-aceh.blogspot.co.id/

https://id.wikipedia.org/wiki/Aceh
http://wiensie99.blogspot.co.id/2016/02/sumber-daya-alam-provinsi-nanggroe-
aceh.html

22
23

Anda mungkin juga menyukai