Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara
tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan
dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik
komplikasi ginjal, okular, neurologik dan kardiovaskuler.

Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan


disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini
terkadang disebut akselerasi puasa dan merupakan gangguan metabolisme
yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.

Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang


disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis
diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II).

I.2 Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
I.2.1 Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
I.2.2 Keadaan sakit atau infeksi
I.2.3 Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis
dan tidak diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
1.2.1 Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui
bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang
mendasari infeksi.
1.2.2 Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
1.2.3 Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
1.2.4 Kardiovaskuler : infark miokardium
1.2.5 Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.
(Samijean Nordmark, 2008)

1.3 Tanda Dan Gejala


Gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien KAD adalah :
1.3.1 Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
1.3.2 Terdapat keton di urin
1.3.3 Banyak buang air kecil sehingga dapat dehidrasi
1.3.4 Sesak nafas (nafas cepat dan dalam)
1.3.5 Nafas berbau aseton
1.3.6 Badan lemas
1.3.7 Kesadaran menurun sampai koma
1.3.8 Keadan umum lemah, bisa penurunan kesadaran
1.3.9 Polidipsi, polyuria
1.3.10 Anoreksia, mual, muntah, nyeri perut
1.3.11 Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic
1.3.12 Kulit kering
1.3.13 Keringat <<<
1.3.14 Kussmaul (cepat, dalam) karena asidosis metabolik

Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya KAD adalah:


1.3.1 Infeksi, stres akut atau trauma
1.3.2 Penghentian pemakaian insulin atau obat diabetes
1.3.3 Dosis insulin yang kurang

1.4 Patofisiologi
Adanya gangguan dalam regulasi insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat
menjadi diabetik ketoasidosis manakala terjadi
1.4.1 Diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa
1.4.2 Ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin
1.4.3 Adolescen dan pubertas
1.4.4 Aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes
1.4.5 Stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan
emosional.

Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya


jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk
keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga
jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi
karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan
insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi
atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.

Faktor-faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan KAD adalah


infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada KAD adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan


menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya
lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang
sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan
ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti
sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi terjadi
bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian
akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (pernapasan kussmaul).

Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat


kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah
merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus
diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid
normal.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri)
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis
diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 l air dan sampai 400 hingga
500 meq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam. Akibat
defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan
keton oleh hati. Pada KAD terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah
timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk
dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik

Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan mengalami


metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20 %
sampai 40 % diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses
tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa ke
dalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan
sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.

Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.


Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak
dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah
180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan
dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien
akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang
disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport


glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak
yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni
tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau
bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan
terjadi koma yang disebut koma diabetik (price, 1995).

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Pemeriksaan laboratorium
1.5.1.1 Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl.
Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah
yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya
bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa
ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat
disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 200 mg/dl,
sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
1.5.1.2 Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang
intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100
mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6
mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum
meningkat dengan jumlah yang sesuai.
1.5.1.3 Kalium
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat
dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek
jantung ekstrem di tingkat potasium.
1.5.1.4 Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan
pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30
mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan
kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan
keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil
pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini
dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai
derajat asidosis.
1.5.1.5 Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L)
atau ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari
infeksi.
1.5.1.6 Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH
pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah
lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini
relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis,
hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan
ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara
untuk menilai asidosis juga.
1.5.1.7 Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal.
Selain itu, ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis
jaringan yang mendasarinya.
1.5.1.8 -hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat kapiler dapat digunakan untuk
mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih
besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3
mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis
diabetik (KAD).
1.5.1.9 Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin kettosis. Hal ini digunakan untuk
mendeteksi infeksi saluran kencing yang mendasari.
1.5.1.10 Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 +
BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis
yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki
osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang
dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada
kondisi koma.

1.5.1.11 Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi
buruk, alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus
ditentukan.
1.5.1.12 Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
1.5.1.13 Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb
juga dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi
dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang
terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami
insufisiensi renal.

Tabel Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi


(peruraian) metabolik pada diabetes.

Sifat-sifat Diabetik Hyperosmolar Asidosis


ketoacidosis Non Ketoticcoma Laktat
(KAD) (HONK)
Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada

1.5.2 Pemeriksaan diagnostik


1.5.2.1 Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
1.5.2.2 Gula darah puasa normal atau diatas normal.
1.5.2.3 Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.Urinalisis
positif terhadap glukosa dan keton.
1.5.2.4 Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan
peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
1.5.2.5 Aseton plasma : Positif secara mencolok
1.5.2.6 Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meninggkat
1.5.2.7 Elektrolit : Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F
turun
1.5.2.8 Hemoglobin glikosilat : Meningkat 2-4 kali normal
1.5.2.9 Gas Darah Arteri : pH rendah, penurunan HCO3
(asidosismetabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
1.5.2.10 Trombosit darah : Ht mungkin meningkat, leukositosis,
hemokonsentrasi
1.5.2.11 Ureum/kreatinin : meningkat/normal
1.5.2.12 Amilase darah : meningkat mengindikasikan pankreatitis akut
1.6 Komplikasi
1.6.1 Ginjal diabetik (Nefropati Diabetik)
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai
naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita
nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus
melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan
gagal jantung kongesif.
1.6.2 Kebutaan (Retinopati Diabetik)
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
1.6.3 Syaraf (Neuropati Diabetik)
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa
stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa).
1.6.4 Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi
mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan
kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa
nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.
1.6.5 Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila
penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi
dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala
yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-
kejang.

1.6.6 Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni,
ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat
kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan
kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang
terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk
menambah tekanan darah.
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
7.1 Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
7.2 Menghentikan ketogenesis (insulin)
7.3 Koreksi gangguan elektrolit
7.4 Mencegah komplikasi
7.5 Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.

Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan


ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
Fase I/Gawat :
7.1 Rehidrasi
NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm selama 4
jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
7.2 Insulin
4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi minimal
7.3 Infus K (tidak boleh bolus)
7.3.1 Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
7.3.2 Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
7.3.3 Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
7.3.4 Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
7.4 Infus Bicarbonat
7.4.1 Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L
7.4.2 Berikan 44-132 mEq dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm
Pemberian Bicnat = [ 25 - HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
7.5 Antibiotik dosis tinggi

Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
Fase II/maintenance:
7.1 Cairan maintenance
7.1.1 Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
7.1.2 Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
7.2 Kalium
7.2.1 Perenteral bila K+ <4mEq
7.2.2 Peroral (air tomat/kaldu 1-2 gelas, 12 jam
7.3 Insulin reguler 4-6U/4-6jam SC
7.4 Makanan lunak karbohidrat komplek

8. Pathway
Gangguan produksi atau
gangguan reseptor insulin

Penurunan proses Penurunan kemampuan


penyimpanan glukosa reseptor sel dalam uptake
dalam hati glukosa

Kadar glukos darah >> Kelaparan tingkat seluler

Hiperosmolar darah Peningkatan proses glukolisis


dan glukoneogenesis

Proses pemekatan <<

Pembentukan benda keton

Glukosuria

Rangsang metabolism
anaerobik
Shift cairan
Poliuria intraseluler
ekstraseluer
Asidosis
Keseimbangan kalori negatif

Dehidrasi
Polipagia dan tenaga <<

Kesadaran terganggu
Nutrisi : kurang dari Gangguan keseimbangan
kebutuhan cairan dan elektrolit

Resiko tinggi cedera

II. Rencana Asuhan Klien Dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)


II.1Pengkajian
II.1.1 Aktivitas / Istrahat
II.1.1.1Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istrahat/tidur
II.1.1.2Tanda : takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau
aktifitas, letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot
II.1.2 Sirkulasi
II.1.2.1Gejala : adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas
dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama, takikardia
II.1.2.2Tanda : perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena
jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata
cekung
II.1.3 Integritas/ego
II.1.3.1Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi
II.1.3.2Tanda : ansietas, peka rangsang
II.1.4 Eliminasi
II.1.4.1Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK
baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare
II.1.4.2Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
II.1.5 Nutrisi/Cairan
II.1.5.1Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi
diet, peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan
berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan
diuretik (Thiazid)
II.1.5.2Tanda : kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)

II.1.6 Neurosensori
II.1.6.1Gejala : pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan
II.1.6.2Tanda : disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental,
refleks tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap
lanjut dari DKA)
II.1.7 Nyeri/kenyamanan
II.1.7.1Gejala : abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
II.1.7.2Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat
berhati-hati
II.1.8 Pernapasan
2.8.1.1 Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
2.8.1.2 Tanda : lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat
II.1.9 Keamanan
II.1.9.1Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit
II.1.9.2Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi,
menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, arestesia/paralisis
otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam)
II.1.10 Seksualitas
Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita
II.1.11 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik
(thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan
Rencana pemulangan : mungkin memrlukan bantuan dalam pengatuan
diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah

II.2Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (NANDA NIC-
NOC, 2011: 322)
II.2.1 Definisi : resiko penurunan, peningkatan, atau perpindahan secara
cepat cairan intravascular, interstitial, dan intraselular satu ke yang
lain. Diagnosis ini merujuk pada kehilangan atau kelebihan (atau
keduanya) cairan tubuh atau cairan pengganti.
II.2.2 Faktor resiko
Kehilangan volume cairan aktif
Kurang pengetahuan
Penyimpangan yang mempengaruhi absorbsi cairan
Penyimpangan yang mempengaruhi akses cairan
Penyimpangan yang mempengaruhi asupan cairan
Kehilangan berlebihan melalui rute normal (mis. diare)
Usia lanjut
BB ekstrem
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (mis. status
hipermetabolik
Kegagalan fungsi regulator
Kehilangan cairan melalui rute abnormal (mis. selang menetap)
Agens fermasutikal (mis. diuretik)

Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


(NANDA NIC NOC, 2011: 503)
2.2.1 Definisi : asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
2.2.2 Batasan karakteristik
Kram abdomen
Nyeri abdomen
Menghindari makanan
BB 20% atau lebih di bawah BB ideal
Kerapuhan kapiler
Diare
Kehilangan rambut berlebihan
Bising usus hiperaktif
Kurang makanan
Kurang informasi
Kurang minat pada makanan
Penurunan BB dengan asupan makanan adekuat
Kesalahan konsepsi
Kesalahan informasi
Membran mukosa pucat
Ketidakmampuan memakan makanan
Tonus otot menurun
Mengeluh gangguan sensasi rasa
Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (Recommended Daily
Allowance)
Cepat kenyang setelah makan
Sariawan rongga mulut
Kelemahan otot pengunyah
Kelemahan otot untuk menelan
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Ketergantungan zat kimia
Penyakit kronis
Kesulitan mengunyah atau menelan
Faktor ekonomi
Intoleransi makanan
Kebutuhan metabolik tinggi
Reflex mengisap pada bayi tidak adekuat
Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
Akses terhadap makanan terbatas
Hilang nafsu makan
Mual dan muntah
Pengabaian oleh orang tua
Gangguan psikologis

Diagnosa 3 : Resiko tinggi cedera (NANDA NC_NOC, 2011: 428)


2.2.1 Definisi : beresiko mengalami cedera sebagain akibat dari kondisi
lingkungan yang berinteraksi dengan sumber-sumber adaptif dan
pertahanan individu
2.2.2 Faktor resiko
2.2.2.1 Eksternal
Biologis (mis. tingkat imunisasi komunitas, mikroorganisme)
Zat beracun (mis. racun, polutan, obat, agens farmasi, alkohol,
nikotin, pengawet, kosmetik, pewarna)
Manusia (mis. agens nosokomial, pola ketegangan, atau faktor
kognitif, afektif, dan psikomotor)
Cara pemindahan/transport
Nutrisi (mis. desain, struktur, dan pegaturan komunitas,
bangunan dan/tau peralatan
2.2.2.2 Internal
Profil darah yang abnormal (mis. leukositosis/leukopenia,
gangguan faktor koagulasi, trombositopenia, sel sabit,
talasemia, penurunan Hb)
Disfungsi biokimia
Usia perkembangan (fisiologis, psikologis)
Disfungsi efektor
Disfungsi imun-autoimun
Disfungsi integrative
Malnutrisi
Fisik (mis. integritas kulit tidak utuh (gangguan mobiltas)
Psikologis (orientasi afektif)
Disfungsi sensorik
Hipoksia jaringan

2.3 Perencanaan
No. Tujuan & Kriteria
Intervensi (NIC) Rasional
Dx Hasil (NIC)
1. Setelah dilakukan asuhan Fluid management
keperawatan selama x 1. Timbang popok/pembalut
24 jam diharapkan jika diperlukan
pasien tidak mengalami 2. Pertahankan catatan intake
ketidakseimbangan dan output yng akurat
cairan dan elektrolit 3. Monitor status hidrasi
dengan kriteria hasil : (kelembaban membran
1. Mempertahankan mukosa, nadi adekuat,
urine output sesuai tekanan darah ortostatik), jika
dengan usia dan BB, diperlukan
BJ urine normal, Ht 4. Monitor vital sign
normal 5. Monitor masukan
2. Tekanan darah, nadi, makanan/cairan dan hitung
suhu tubuh dalam intake kalori harian
batas normal 6. Kolaborasikan pemberian
3. Tidak ada tanda-tanda cairan IV
dehidrasi 7. Monitor status nutrisi
4. Elastisitas turgor kulit 8. Berikan cairan IV pada suhu
baik, membran ruangan
mukosa lembab, tidak 9. Dorong masukan oral
ada rasa haus yang 10.Berikan penggantian
berlebihan nasogastric sesuai output
11.Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12.Tawarkan snack (jus buah,
buah segar)
13.Kolaborasi dengan dokter
jika tanda cairan berlebih
muncul memburuk
14.Atur kemungkinan tranfusi
15.Persiapan untuk transfusi

Hipovolemia management
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan Ht
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
6. Monitor BB
7. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
8. Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
9. Monitor adanya tanda gagal
ginjal
2. Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen nutrisi 1. Membantu atau menyediakan
keperawatan selama x asupan makanan dan cairan
24 jam diharapkan diet seimbang
pasien tidak mengalami 2. Pemberian makanan dan cairan
ketidakseimbangan 2. Terapi nutrisi untuk mendukung proses
nutrisi dengan kriteria metabolik pasien yang
hasil : malnutrisi atau beresiko tinggi
1. Mempertahankan BB terhadap malnutrisi
atau bertambah 3. Mengumpulkan dan
2. Menoleransi diet menganalisis data individu
yang dianjurkan 3. Pemantauan nutrisi untuk mencegah dan
3. Mempertahankan meminimalkan kurang gizi
massa tubuh dan 4. Membantu pasien untuk
berat badan dalam makan
batas normal 4. Bantuan perawatan- diri : 5. Memfasilitasi pencapaian
4. Memiliki nilai makan kenaikan BB
labotatorium dalam 5. Bantuan menaikkan berat
batas normal badan
3. Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen lingkungan : 1. Memantau dan memanipulasi
keperawatan selama x keamanan lingkungan fisik untuk
24 jam diharapkan memfasilitasi keamanan
pasien tidak mengalami 2. Mempraktikan tindakan
resiko cedera dengan 2. Pencegahan jatuh kewaspadaan khusus bersama
kriteria hasil : pasien yang beresiko terhadap
1. Mempersiapkan cedera akibat terjatuh
lingkungan yang 3. Menganalisis faktor resiko
aman potensial, menentukan resiko
2. Mengidentifikasi 3. Identifikasi resiko kesehatan, dan
resiko yang memprioritaskan strategi
meningkatkan penurunan resiko untuk
kerentanan terhadap individu atau kelompok
cedera 4. Mengumpulkan dan
3. Menghindari cedera menganalisis informasi secara
fisik 4. Surveilans keamanan terarah mengenai pasien dan
lingkungan untuk
dimanfaatkan dalam
meningkatkan dan memelihara
keamanan pasien

III. Daftar Pustaka


Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

http://diagnosa-keperawatan.kumpulan-askep.com/laporan-pendahuluan-
ketoasidosis-diabetikum-kad-98039/

http://dokumen.tips/documents/laporan-pendahuluan-ketoasidosis-diabetik-
kad.html

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta: Penerbit Mediaction.

Wallace, T.M. & Matthews, D.R. (2004). Recent Advance in The Monitoring
and management of Diabetic Ketoacidosis. QJ Med; 97 : 773-80.

Martapura, Desember 2016

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(....) (....)

Anda mungkin juga menyukai