Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
laporan kasus dengan judul TB Paru ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Deanty Ayu,Sp.A, selaku pembimbing
dalam penyusunan laporan kasus ini, serta teman-teman sekalian dan pihak-pihak
lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi laporan kasus ini agar menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR ISI
3
4
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar........................................................................................ 3
Daftar Isi................................................................................................. 4
Daftar Tabel............................................................................................ 4
Daftar Gambar........................................................................................ 5
Bab 1 Pendahuluan.................................................................................. 6
A. Latar Belakang............................................................................ 6
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan. 7
A. Identitas Pasien........................................................................... 8
B. Anamnesis................................................................................... 8
C. Pemeriksaan Fisik....................................................................... 10
D. Pemeriksaan Penunjang............................................................. 13
E. Problem List............................................................................... 15
F. Diagnosis Kerja.......................................................................... 15
G. Diagnosis Banding..................................................................... 15
H. Penatalaksanaan......................................................................... 15
I. Prognosis.................................................................................... 15
J. Follow Up................................................................................... 16
A. Definisi TB............................................................................... 16
B. Epidemiologi............................................................................ 16
C. Patogenesis TB......................................................................... 17
D. Klasifikasi TB ........................................................................ 23
E. Diagnosis TB ...................................................................... 25
F. Diagnosis Banding.................................................................. 31
G. Penatalaksanaan TB................................................................. 31
H. Pencegahan ............................................................................. 35
Bab 4 Kesimpulan................................................................................ 38
Daftar Pustaka
Daftar Tabel
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai saat ini Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan yang
penting di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia termasuk dalam 5
negara dengan jumlah kasus TB terbanyak di dunia. Tuberculosis pada anak
merupakan komponen penting dalam pengendalian TB oleh karena jumlah anak
berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi dan
terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Di Indonesia
proporsi kasus TB anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi dalam
program TB hanya 9% dari yang diperkirakan 10-15%, dan pada tingkat
kabupaten/kota menunjukkan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu antara 1,2-
17,3% di tahun 2015. Strategi Nasional 2015-2019 terdapat 6 indikator utama
dan 10 indikator operasional. Program pengendalian TB, 2 diantaranya adalah
cakupan penemuan kasus TB anak sebesar 80% dan cakupan anak <5 tahun
mendapat pengobatan pencegahan PP INH sebesar 50% pada tahun 2019.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan TB ?
2. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dari TB ?
3. Bagaimana penatalaksanaan dari TB ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian dari TB
2. Menjelaskan cara menegakkan diagnosis dari TB
3. Menjelaskan penatalaksanaan dari TB
8
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : An. M A
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 31 Mei 2014
Umur : 3 tahun 4 bulan 7 hari
BB : 13 kg
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Kalipang 006/011 Grati, Pasuruan
Tgl MRS : Tgl 8 Mei 2017
Tgl Pemeriksaan: Tgl 8 Mei 2017
Tgl KRS : Tgl 9 Mei 2017
No. RM : 0032xxxx
B. Anamnesa
1. Keluhan Utama
Sesak Nafas dan Batuk
2. Riwayat Penyakit Sekarang
semakin memberat jika anak selesai bermain dan pada malam hari.
Sering batuk, diketahui anak sering batuk kemudian sembuh,
kemudian batuk lagi. BAB dan BAK lancar tetapi makan dan
minum agak susah. Ibu tidak mengetahui apakah anaknya
megalami penurunan berat badan atau tidak.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : 456
Tingkat perkembangan :
1. Berat Badan : 13 Kg
11
3. Kepala/Leher
Kepala : Bentuk kepala normocephali
Mata : Edema palpebra -/-, Mata cowong -/-,
Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterus -/-, pupil isokor
3mm/3mm, refleks cahaya +/+, refleks pupil +/+
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), bentuk dalam
batas normal
Mulut : Mukosa bibir kemerahan, sianosis (-)
4. Thorax
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris
Palpasi : Bentuk dan pergerakan dada simetris
Perkusi : Suara ketok sonor/sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Cor : S1S2 tunggal, Pulmo :vesikuler/vesikuler
Rh (+)(+) Wh (-)(-)
5. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, distended (-)
Palpasi : Meteorismus (-), turgor kulit menurun (-)
Perkusi : timpani semua regio abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
6. Inguinal, Genitalia, Anus : tidak di evaluasi
12
7. Ekstremitas Atas
Akral hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik.
8. Ekstremitas Bawah
Akral hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik
D. Laboratorium
1. Darah Lengkap
Leukosit (WBC) 10,4 103/L
Neutrophil 6,3 103/L
Limfosit 2,4 103/L
Monosit 1,5 103/L
Eosinophil 0,0 103/L
Basophil 0,1 103/L
Neutrophil% 61,1 %
Limfosit% 23,5 %
Monosit% 14,4 %
Eosinophil% 0,0 %
Basophil% 1,0 %
Eritrosit (RBC) 5,190 106/L
Hemoglobin (HGB) 11,40 g/dL
Hematokrit (HCT) 34,90 %
MCV 67,30 M3
MCH 21,90 pg
MCHC 32,50 g/dL
RDW 14,60 %
13
Kimia Klinik
Gula darah
Foto RLD
E. Problem List
1. Sesak
2. Batuk
3. Scoring TB : 5
4. Kakek penderita TB
F. Diagnosis Banding
1. Bronchopneumonia
2. Asma
G. Diagnosis Kerja
1. TB Paru
H. Penatalaksanaan
1. MRS
2. Bedrest
3. PDx : DL, GDA, Foto Thorak AP
4. PTx :
IVFD D5 S 1000cc/hari
14
hangat, CRT
<2 detik,
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah menular
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa.
B. Epidemiologi
Epidemiologi Tuberlulosis adalah rangkaian gambaran informasi yang menjelaskan
beberapa hal terkait orang, tempat, waktu dan lingkungan. Secara sistematis dan
informatif menguraikan sejarah penyakit tuberkulosis, prevalens tuberkulosis,
kondisi infeksi tuberkulosis dan cara/ risiko penularan serta upaya pencegahannya.
Cara Penularan:
Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak.
Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya, kecuali
anak tersebut BTA positif atau menderita adult type TB.
Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama
pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif.
Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan
penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB
17
BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan
hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.
Besaran masalah TB Anak
Tuberkulosis anak merupakan factor penting di negara-negara berkembang karena
jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh
populasi.
Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun
200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap
tahun akibat TB
Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik
yang child-friendly dan tidak adekuatnya system pencatatan dan pelaporan kasus
TB anak.
Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang
tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan
memberikan peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak.
Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua
kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011
dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi
proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB
anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan
dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada
kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus
BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.
C.Patogenesis
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam
percik renik (droplet nuclei) yang ukurannyasangat kecil (<5 m), akan terhirup dan
dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan
18
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus
primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex).
yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif.
Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat
sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala
sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian
tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga
di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus
dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-
valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.
Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
20
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan
gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh,
bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru,
limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain
seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang
tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses
patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan focus Simon, yang di kemudian
hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host)
dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita)
terutama di bawah dua tahun.
*Catatan:
Juknis Manajemen TB Anak
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic
spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan
vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
23
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis
regional (3).
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen)
atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB
tipe dewasa (adult type TB).
Penentuan klasifikasi dan tipe kasus TB pada anak tergantung dari hal berikut:
Lokasi atau organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
24
Anak dengan gejala hanya pembesaran kelenjar tidak selalu menderita TB Ekstra
Paru.
Pasien TB paru dengan atau tanpa TB ekstra paru diklasifikasikan sebagai TB paru
Riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Baru
Kasus TB anak yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (28 dosis) dengan hasil pemeriksaan
bakteriologis sesuai definisi di atas, lokasi penyakit bisa paru atau ekstra paru.
b. Pengobatan ulang
Kasus TB Anak yang pernah mendapat pengobatan dengan OAT lebih dari 1 bulan
(28 dosis) dengan hasil pemeriksaan bakteriologis sesuai definisi di atas, lokasi
penyakit bisa paru atau ekstra paru. Berdasarkan hasil pengobatan sebelumnya, anak
dapat diklasifikasikan sebagai kambuh, gagal atau pasien yang diobati kembali
setelah putus berobat (lost to follow-up).
Berat dan ringannya penyakit
a. TB ringan: tidak berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian, misalnya
TB primer tanpa komplikasi, TB kulit, TB kelenjar dll
b. TB berat: TB pada anak yang berisiko menimbulkan kecacatan berat atau
kematian, misalnya TB meningitis, TB milier, TB tulang dan sendi, TB abdomen,
termasuk TB hepar, TB usus, TB paru BTA positif, TB resisten obat, TB HIV.
Status HIV
Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada semua anak suspek TB pada daerah
endemis HIV atau risiko tinggi terinfeksi HIV. Berdasarkan pemeriksaan HIV, TB
pada anak diklasifikasikan sebagai:
a. HIV positif
b. HIV negatif
c. HIV tidak diketahui
d. HIV expose/ curiga HIV. Anak dengan orang tua penderita HIV diklasifikasikan
sebagai HIV expose, sampai terbukti HIV negatif. Apabila hasil pemeriksaan HIV
25
menunjukkan hasil negatif pada anak usia < 18 bulan, maka status HIV perlu
diperiksa ulang setelah usia > 18 bulan.
Resistensi Obat
Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan M.tuberculosis terhadap
OAT terdiri dari:
a. Monoresistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap salah satu jenis
OAT lini pertama.
b. Polydrug Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap lebih dari satu
jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multi Drug Resistance (MDR) adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) dengan atau tanpa OAT lini pertama lainnya.
d. Extensive Drug Resistance (XDR) adalah MDR disertai dengan resistan terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua
jenis suntikan yaitu Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin.
e. Rifampicin Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap Rifampisin
dengan atau tanpa resistansi terhadap OAT lain yang dideteksi menggunakan metode
pemeriksaan yang sesuai, pemeriksaan konvensional atau pemeriksaan cepat.
Termasuk dalam kelompok ini adalah setiap resistansi terhadap rifampisin dalam
bentuk Monoresistance, Polydrug Resistance, MDR dan XDR.
2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling sering
terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala sistemik/umum
atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan gejala klinis TB pada anak tidak khas,
karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB. Gejala
sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang
baik.
2. Demam lama (=2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak
tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila
tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
3. Batuk lama =3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure
to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare.
Gejala klinis spesifik terkait organ
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang terkena,
misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit, adalah sebagai
berikut:
1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter =1 cm, konsistensi kenyal, tidak
nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
27
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto toraks.
Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai pada
29
penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan
untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier. Secara umum, gambaran
radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut:
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate (visualisasinya
selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral)
b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Kalsifikasi dengan infiltrate
30
C.Sistem Skoring TB
F. Diagnosis Banding
1. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oeleh bermacam-
macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus dan benda asing. Manifestasi
klinis dari bronkopneumonia yaitu di dahului dengn infeksi traktusrespiratoris
bagian atas selama beberapa hari dan kadang disertai kejang, gelisah, sianosis
sekitar hidung dan mulut, kadang disertai muntah dan diare. Batuk pada awal
penyakit tidak ditemukan, tetapi akan menjadi batuk yang produktif setelah
lama terinfeksi.
2. Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflasmasi kronik menyebabkan peningkatan hiper
responsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak nafas dada terasa berat dan terutama malam atau dini hari.
Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. Pemberian obat jangka panjang selain
untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kekambuhan
Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
- Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan minimal 3
macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya
penyakit.
- Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit. Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT
pada anak diberikan setiap hari untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang
lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari.
Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lainlain dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, pericarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison)
dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone
adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis
penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian
steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan
jaringan.
Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
- Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
- Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi
Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis
obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
33
OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan
evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks.
Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk
pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang positif masih akan memberikan
hasil yang positif. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat
dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.
Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya BTA
positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak
ulang sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien TB BTA pos.
Efek Samping pengobatan TB Anak
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan piridoksin
(vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat diberikan vitamin B6
10 mg tiap 100 mg INH. Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia
piridoksin 10 mg/hari direkomendasikan diberikan pada
Bayi yang mendapat ASI eksklusif,
Pasien gizi buruk,
Anak dengan HIV positif.
Penanganan efek samping lain dari OAT pada anak mengacu pada buku Pedoman
Nasional Pengendalian TB.
Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab kegagalan terapi.
Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase
lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari awal.
Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase
lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan risiko
terjadinya TB kebal obat.
35
Pada daerah endemik TB, selain risiko tinggal di lingkungan dengan kasus TB
menular yang relative tinggi, terdapat risiko penularan TB pada anak-anak yang
datang ke fasyankes. Risiko infeksi tersebut meningkat untuk bayi dan anak atau anak
yang terinfeksi HIV dari segala usia yang datang ke fasyankes dengan orangtuanya.
Risiko paparan TB semakin besar di fasyankes yang menangani kasus TB HIV.
Anak dengan TB sering tidak dianggap menular dan karena itu tidak mungkin untuk
menularkan TB. Namun, beberapa anak dengan BTA positif dapat menularkan TB,
oleh karena itu pengendalian infeksi juga penting di klinik anak. Beberapa lokasi
yang perlu penguatan pengendalian infeksi adalah:
Perawatan bayi baru lahir
Fasyankes yang melayani pasien TB dewasa dan TB anak. Pengaturan jam
kunjungan klinik juga penting untuk mengatur waktu kunjungan antara pasien TB
dan anak yang memiliki resiko tinggi untuk tertular
klinik HIV
Fasyankes yang merawat anak dengan gizi buruk Anak usia sekolah dengan TB
sebaiknya istirahat dirumah sampai diketahui statusnya tidak menular.
37
BAB IV
RESUME
Penegakan diagnosis TB Paru pada pasien ini ditegakkan berdasar anamnesis yang
didapat yaitu pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas disertai batuk. Orang
Tua pasien berkata anaknya sesak nafas sudah sejak sebulan lalu dan semakin
memberat kemarin dan badan juga panas. Sering batuk, diketahui pasien sering batuk
kemudian sembuh, kemudian batuk lagi. BAB dan BAK lancer tetapi makan dan
minum susah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien ukup, lemah, berat badan pasien
13 kg dengan usia saat ini 3 tahun. Mata pasien tidak terlihat tanda-tanda anemis,
mukosa bibir kemerahan, pemeriksaan auskultasi pada thorax terdengar suara jantung
normal dan paru terdapat rhongki di kedua apeks paru. Pada pemeriksaan abdomen
inspeksi terlihat datar, palpasi turgor kulit tidak menurun, perkusi dan auskultasi
didapatkan tidak didapatkan asites, bising usus normal. Pemeriksaan ekstremitas
superior dan inferior didapatkan akral hangat, dan CRT < 2 detik.
Penatalaksanaan pada pasien ini selama di rumah sakit yaitu terapi suportif dan
medikamentosa. Terapi suportif berupa bed rest. Sedangkan terapi medikamentosa
diberikan inf.untuk rehidrasi cairan diberikan Inf D5 NS, di lanjutkan inf. Asering
5, IVFD D5 1/2S 1000cc/hari, Inj.Viccilin Sx 4x350mg, PO: Paracetamol 130mg,
Rifampicin 100mg 1x1, Pirazinamid 460mg 1x1, Isoniazid 130mg 1x1, Nebul Pz 3cc
+ suction 3x/hari. Setelah pasien diberikan terapi tersebut kondisi pasien membaik,
tidak ada keluhan dan makan dan minum pasien baik, maka pasien dipulangkan
38
DAFTAR PUSTAKA
Department of Health and Human Services, 2002, 2000 CDC Growth Chart for the
United States: Methods and Development
International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 2004, Bab Jumlah Populasi
berdasarkan usia, 8:627-9
Kemenkes, 2013, Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB HIV
Kemenkes, 2011, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
Kemenkes, 2011, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
Depkes-IDAI, 2008, Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak, Kelompok Kerja
TB Anak
Mark Nicol, use of Xpert MTB/RIF for the diagnosis of tuberculosis in children,
Unpublished
UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008, Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak, edisi ke2 dengan revisi WHO, 2006, Guidance for national
tuberculosis programmes on the management of tuberculosis in children
WHO, September 2009, Dosing instruction for the use of currently available fixed-
dose combination TB medicines for children
WHO, 2006, Ethambutol efficacy and toxicity: literature review and
recommendations for daily and intermittent dosage in children
WHO, 2012, Rapid Advice Treatment of Tuberculosis in Children
WHO, 2012, Draft of Guidance for national tuberculosis programmes on the
management of tuberculosis in children, Second edition