TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Stakeholder
memiliki earning per share yang tinggi atau laba bersih yang tinggi.
10
11
ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media
misal tenaga kerja, pasar atas produk perusahaan dan lain-lain (Chariri
2. Pajak
kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang
Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh mereka yang wajib
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah
bahwa ada tiga fungsi pajak, yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan
pemungutnya.
kepada orang lain, contoh: PPh. Pajak tidak langsung adalah pajak
pajak daerah. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah
contoh: PPh, PPn, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pajak
didasarkan atas:
a. Asas Equality adalah pemungutan pajak yang adil dan merata tidak
secara jelas dan pasti besarnya pajak terutang, kapan harus dibayar
c. Asas Conveience adalah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak
pada saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak, yaitu pada saat
memperoleh penghasilan.
3. Manajemen Pajak
(2013:3), salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pengusaha adalah:
dua tujuan, yaitu menerapkan peraturan pajak secara benar dan usaha
hak dan kewajiban perpajakan dapat tercapai dengan baik. Bernad (2011)
pajak.
penelitian pajak.
4. Tax Avoidance
cara ini sering dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait karena sifatnya
negara kepada para pemegang saham (Kim et.al dalam Chasbiandani dan
Martini, 2012).
a. Jumlah pajak yang harus dibayar, besarnya jumlah pajak yang harus
dibayarkan oleh wajib pajak, semakin besar jumlah pajak yang harus
pelanggaran.
pelanggaran.
undang perpajakan.
5. Risiko Perusahaan
bersifat kurang dari yang direncanakan (downside risk) atau lebih dari
teratas yaitu top eksekutif atau top manajer, dimana pimpinan tersebut
perusahaan eksekutif biasanya memiliki dua karakter yaitu risk taker dan
risk averse.
taker ini tidak ragu-ragu untuk melakukan pembiayaan dari hutang agar
memiliki karakter risk taking atau risk averse. Semakin tinggi corporate
risk maka eksekutif semakin memiliki karakter risk taker, demikian juga
risk averse.
juga menyebutkan bahwa karakter eksekutif yang risk taker lebih berani
perusahaan tersebut lebih bersifat risk taker yang lebih berani mengambil
menghindari risiko.
23
7. Komite Audit
(Andriyani, 2008).
internal.
internal dan auditor eksternal akan mendukung proses audit internal dan
laporan keuangan.
avoidance karen pertama, jika semakin sedikit komite audit yang dimiliki
8. Konservatisme Akuntansi
dapat memilih metode yang berdampak lebih rendah pada laba dalam
konservatif, hal ini disebabkan karena laba lebih rendah dari arus kas
laba dan aset cenderung rendah, serta angka angka biaya dan utang
terjadi, tetapi tidak segera mengkui laba yang akan datang walaupun
berdampak pada nilai aktiva yang rendah dan nilai laba yang kecil.
keputusan, eksekutif biasanya memiliki dua karakter yaitu risk taker dan
risk averse. Semakin eksekutif bersifat risk taker, nilai Cash ETR akan
terhadap tax avoidance. Semakin eksekutif bersifat risk taker maka akan
perusahaan lebih bersifat risk taker yang lebih berani mengambil risiko.
risiko.
besar risiko perusahaan maka semakin tinggi tingkat tax avoidance, maka
dan Eropa yang memiliki struktur manajemen dua strata (two tier), yang
2009: 38).
29
avoidance
dengan perusahaan (Annisa dan Kurniasih, 2012), dan Dewi dan Jati
beban pajak yang terkait dengan aktivitas tax avoidance. Jumlah anggota
ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sriwedari (2009)
memiliki komite audit sedikit kurang dari yang tetapkan BEI akan
perusahaan.
dilihat dari nilai buku perusahaan yang dicatat lebih rendah dari harga
pasarnya.
berikut:
avoidance.
34
C. Model Penelitian
Risiko
(X1)
(+)
Dewan Komisaris
Independen
(-) Tax Avoidance
(X2)
(Y)
Komite Audit
(+)
(X3)
(-)
Konservatisme
Akuntansi
(X4)
Gambar II.1
Metode Penelitian