Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul EKSHIBISIONISME
SEKSUAL, SADISME SEKSUAL dan MASOKISME SEKSUAL.
Makalah ini berisikan tentang pengertian, ciri, penyebab, gejala, cara
penyembuhan dan lainya mengenai kelainan seksual Ekshibisionisme, Sadisme,
Masokisme Seksual. Kami akan membahas secara mendalam tentang proses tersebut.
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah KDM.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi
Mahasiswa/Mahasiswi Stikes Wira Husada Yogyakarta. Kami mengakui makalah yang
kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami membutuhkan kritik
dan saran dari berbagai pihak.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah di uraikan, maka pokok permasalah adalah :
1. Apa yang di maksud dengan ekshibisionisme, sadisme, masokisme
2. Apa penyebab terjadinya ekshibisionisme, sadisme, masokisme
3. Bagaimana gejala-gejala timbulnya ekshibisionisme, sadidme, masokisme
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan pada permasalahan diatas, maka penulis perlu mencantumkan tujuan penulisan.
Tujuan penulisan adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari ekshibisionisme, sadisme, masokisme
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya ekshibisionisme, sadisme, masokisme
3. Untuk mengetahui gejala-gejala timbulnya ekshibisionisme, sadisme, masokisme
D. MANFAAT PENULISAN
Ada beberapa manfaat yang penulis harapkan dalam penulisan makalah ini
yaitu sebagai berikut :
1. Menigkatkan wawasan dan pengetahuan pada masyarakat tentang berbahanya
penyimpangan seksual dalam lingkungan masyarakat.
2. Menigkatkan wawasan dan pengetahuan tentang penyimpangan seksual
khususnya ekshibisionisme, sadisme, masokisme.
3. Sebagai panduan untuk memperluas pengetahuan pada mata kuliah KDM
4. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan seksual khususnya ekshibisionisme,
sadisme, masokisme.
BAB II
PEMBAHASAN
Landasan teori
Asuhan keperawatan EKSHIBISIONISME,SADISME SEKSUAl DAN MASOKISME SEKSUAL
Pengertian
a. Definisi Ekshibisionisme
Ekshibisionis adalah suatu gangguan mental dimana seseorang mendapatkan
kepuasaan seksual dengan memamerkan genitaliannya sendiri kepada orang asing di
tempat umum yang tidak mau melihatnya. Bagi seorang ekshibisionis kepuasaan
berasal dari reaksi orang lain secara keliru diduga oleh si penderitannya sebagai
ekspresi kepuasaan seksual.
Kepuasaan seksual diperoleh penderita saat melihat terperanjat, takut, kagum, jijik,
atau menjerit dari orang yang melihatnya, kemudian hal tersebut digunakan sebagai
dasar untuk fantasi manstrubasi. Para peneliti menyatakan ekshibisionis memiliki
pendekatan yang tidak dewasa terhadap seks, dengan kebutuhan besar untuk
diperhatikan seksual yang ditangani oleh polisi.
b. .Gejala Ekshibisionisme
Pada dasarnya, secara kasat mata penderita ekshibisionisme ini tidak memiliki
ciri-ciri yang tampak dari luar. Jadi para penderita ekshibisionisme ini sama seperti
orang kebanyakan.
Banyak diantara mereka pemalu, kurang percaya diri barasal dari keluarga yang keras
dalam soal seks.
Para peneliti manyatakan ekshibisionis memiliki pendekatan yang tidak dewasa
terhadap kebutuhan yang besar untuk diperhatikan. Sebelum bereaksi mereka selalu
gelisah, tercekam dan tegang perasaan akan terasa lega setelah berhasil memamerkan
kemaluannya kepada lawan jenisnya.
Penderita ekshibisionis ini sering menimbulkan gangguan ketertiban umum, meskipun
jarang membahayakan masyarakat. Sebanyak 30 40% wanita pernah menjadi korban/
terpapar oleh ekshibisionisme.
c.Penyebab Ekshibisionisme
Penyebab ekshibisionisme masih belum jelas. Namun, ada beberapa teori tentang
penyebab ekshibisionisme yaitu:
a. Teori biologi. Yang memegang peranan dalam hal ini adalah hormon testosteron,
dimana hormon ini mempengaruhi pengendalian seksual pada pria maupun wanita,
meningkatkan kerentanan pada pria untuk melakukan sebuah perilaku penyimpangan
seksual.
b. Teori penelitian. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perlakuan kejam
terhadap anak-anak dan ketidakharmonisan keluarga merupakan faktor risiko
terjadinya ekshibisionisme.
c. Teori psikoanalitik. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa anak laki-laki terpisah
secara psikologis dengan ibu mereka. Orang dengan ekshibisionisme menganggap ibu
mereka malakukan penolakan terhadap mereka karena perbedaan kelamin. Sehingga,
mereka bertumbuh dengan hasrat memaksa wanita untuk menerima mereka dengan
cara melihat alat genital mereka.
d. Trauma kepala. Ada sejumlah kasus pria menjadi ekshibisionisme setelah mendapat
trauma kepala tanpa riwayat alkohol dan kelainan seksual.
e. A childhood of Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD). Hubungan antara
ADHD dengan ekshibisionisme belum diketahui, tapi penelitian di Harvard menemukan
bahwa pasien dengan multiple parafilia mempunyai kemungkinan yang lebih besar
mengalami ADHD di masa anak-anak daripada laki-laki dengan satu parafilia saja.
Kasus ini dialami oleh seorang lelaki yang berumur 24 tahun. Dimana ketika lelaki ini
menaiki angkot. Lelaki ini bersikap sewajarnya, ia duduk di pojok mobil, sambil
membaca buku. Tetapi ternyata, ia dengan sengaja membuka resleting celananya, dan
membiarkan alat kelaminnya diperlihatkan kepada para penumpang yang ada
didalam mobil dan kebetulan didalam mobil itu para penumpangnya adalah wanita.
Seketika itu banyak dari para wanita itu menjerit kaget atau ketakutan. Tetapi anehnya
lelaki itu tidak malu, ia malah menikmati jeritan dan ketakutan para wanita itu .
e.Medikasi / Penyembuhan
Beberapa kelompok obat digunakan dalam pengobatan ekshibisionisme dan parafilia
lainnya. Kategori obat yang digunakan pada ekshibisionisme sebagai berikut:
1. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs). Obat ini memberi hasil yang baik pada
parafilia, dengan cara menurunkan kadar seroronin di otak sehingga akan
meningkatkan pengendalian akan sexs.
2. Hormon wanita. Estrogen digunakan sebagai obat untuk pelaku kajahatan seksual sejak
1940. Medroxyprogesteron asetat, atau MPA, merupakan obat hormonal yang banyak
digunakan U.S.
3. LHRH agonist. Obat ini bekerja dengan mengurangi gonadotropin hormon.
4. Antiandrogen. Antiandrogen memblok uptake dan metabolisme testosterone dan
mengurangi kadar testosteron.
2. Pengelompokan data
Data yang telah di kumpulkan selanjutnya di kelompokan salah satu caranya adalah
teori Abraham Maslow yang berpendapat bahwa semua manusia mempunyai
kebutuhan dasar umum yang terdiri dari beberapa tingkat, di mana tingkat
kebutuhan dasar fisik harus terpenuhi lebih dahulu sebelum kebutuhan tingkat
yang lebih tinggi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien yang
nyata maupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah
pasien dapat di tanggulangi atau di kurangi.
1. Disfungsi seksual.
~Tidak adanya hasrat untuk aktivitas seksual
~Perasaan jijik, ansietas, panik sebagai respons terhadap kontak genital
~Tidak adanya pelumaan atau sensai subjektif dari rangsangan seksual selama aktivitas
~Kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis selama aktivitas seksual
ketidakmampuan untuk mencapai orgasme atau ejakulasi
~Ejakulasi prematur
~nyeri genital selama koutis
~Kontriksi vagina yang mencegah penetrasi penis.
C. INTERVENSI
1. Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelum nya dalam hubungan seksual.
Rasional: Hal ini menetapkan suatu data dasar untuk bekerja dan memberikan dasar
untuk tujuan
2. Kaji persepsi pasien terhadap masalah
Rasional: Ide pasien tentang apa yang merupakan suatu masalah mungkin beberapa dari ide
perawat. Ide adalah persepsi pasien yang dari nya tujuan perwat harus di tetapkan.
a. Definisi Sadisme
Orang-orang sadis yang berada di tengah-tengah masyarakat amat sulit dikenali dan
diketahui. Benar,mereka adalah orang-orang keras dan kejam,akan tetapi mereka
memiliki penampilan yang lembut,jujur,dan baik budi.
Berikut adalah beberapa ciri-ciri yang terdapat pada pelaku sadisme berdasarkan
penelitian psikoanalis.
1. Pelaku sadisme adalah orang yang penakut. Oleh karena itu,mereka selalu menutup
diri dan menjaga agar tak seorang pun mengetahui kondisi dan perbuatannya.
2. Mereka adalah orang yang pemalu dan merasa amat bersedih serta kecewa lantaran
tidak bisa menjalin hubungan dengan orang lain.
3. Mereka adalah orang-orang lemah yang berusaha menyiksa orang dengan kekuatan
absolut.
4. Mereka tidak memiliki perasaan manusiawi dan tidak merasa iba saat menyiksa
korbannya.
5. Mereka tidak mampu menyimpan rahasia dan selalu merasa tidak aman.
d. Hakikat-hakikat Sadisme
Sadisme bersumber dari keinginan agar tidak seorangpun mencampuri urusannya dan
semua berada di bawah kendali kekuasaannya.
Sadisme adalah sejenis upaya menghilangkan penderitaan dengan melakukan berbagai
tindakan keji.
Sadisme bersumber dari keinginan membalas dendam dan perseteruan yang
mengubah seseorang menjadi haus darah,sehingga terdorong melenyapkan rasa haus
tersebut.
Kasus penyiksaan terhadap Junko Furuta seorang gadis kebangsaan Jepang dari
Saitama pada tahun 1998, dimana 4 orang laki-laki menculiknya . Furuta ditahan
selama 44 hari, selama ditahan Furuta diperkosa berkali-kali, dipaksa makan kecoak,
ditendang, dipukuli, digantung dan dijadikan sarana untuk berlatih tinju. Pada hari ke
44 dengan alasan kalah bermain mahyong, Furuta dijatuhi barbel besi , di tuangi cairan
korek api dan akhirnya dibakar.
f. Dampak Sadisme
Dalam membenahi dan menjauhkan anak-anak dari perbuatan sadisme, orang tua atau wali
dari anak tersebut harus melenyapkan berbagai faktor yang dapat menumbuhkan sadisme
pada sang anak, memenuhi kebutuhan anak secara wajar agar anak tidak merasa kekurangan,
menghapus peraturan dan tata tertib yang terlalu berat dan mengekang mereka, menciptakan
suasana kehidupan yang hangat, saling pengertian, dan harmonis, melakukan suatu usaha
agar anak menjadi cenderung pada norma norma agama, akhlak, dan sosial.
1. Pertimbangan Perkembangan
Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat
mencapai kepuasan seksual
Trauma atau stress dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk
melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga
mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit
Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif
mengkontribusi pada kehidupan seksual yang membahagiakan
4. Konsep Diri
6. Agama
7. Etik
Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) tergantung pada
terbebasnya individu dari rasa berssalah dan ansietas
Apa yang diyakini salah oleh seseorang, bisa saja wajar bagi orang lain
Pengkajian
Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan
dengan aspek psikoseksual :
Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk
mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain :
Batasan Karakteristik :
Intervensi :
Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelumnya dalam hubungan seksual
Kaji persepsi pasien terhadap masalah
Bantu pasien menetapkan dimensi waktu yang berhubungan dengan awitan
masalah dan diskusikan apa yang terjadi dalam situasi kehidupannya pada
waktu itu
Kaji alam perasaan dan tingkat energi pasien
Tinjau aturan pengobatan, observasi efek samping
Anjurkan pasien untuk mendiskusikan proses penyakit yang mungkin
menambah disfungsi seksual
Dorong pasien untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan seksual dan
fungsi yang mungkin menyusahkan dirinya
a. Definisi Masokisme
Masokisme adalah kepuasan seksual yang berasal dari rasa nyeri, penderitaan,
atau penghinaan dimana rasa nyeri, penderitaan, dan penghinaan ini terjadi secara
nyata baik secara fisik atau psikologis yang dibuatnya sendiri atau ditimbulkan oleh
orang lain kepadanya.
Masokisme mungkin melibatkan pencambukan, pemukulan, perbudakan, dan
penyerahan total kepada pasangan seksual yang lebih dominan.
Seseorang yang di diagnosis masokisme disebut masokis.
b. Ciri-ciri Masokisme
Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa tindakan
(nyata, atau distimulasi) sedang dihina, dipukuli, diikat atau hal lain yang membuat
menderita.
Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
c. Penyebab Masokisme
Masokisme jarang dilaporkan sehingga tidak ada informasi yang spesifik. Namun,
kelainan ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita.
Menurut teori psikoanalitik, orang dengan masokisme mengatasi ketakutan mereka
terhadap cedera dan perasaan tak berdaya dengan menunjukkan bahwa mereka tahan
terhadap kerusakan. Beberapa teori menyebutkan bahwa pada masa kanak-kanak para
penderita biasanya mengalami trauma (seperti sexual abuse) ataupun pemukulan pada
daerah aerogen dimana ia mendapatkan kepuasan seks yang sangat mendalam atau
mereka memiliki pengalaman yang mengesankan bagi mereka bahwa rasa sakit
diperlukan untuk kenikmatan seksual sehingga mereka selalu ingin mengulangi kembali
peristiwa tersebut.
d. Gambaran Klinik
Individu dengan masokisme memiliki preokupasi yang rekuren dengan desakan dan
fantasi seksual karena dihina, dipukul, diikat, atau hal lain yang menyebabkan
penderitaan. Penderitaan atau penghinaan ini, fisik ataupun psikis, didapatkan dari
orang lain ataupun oleh dirinya sendiri.
Fantasi masokistik biasanya sudah mulai muncul pada masa kanak-kanak. Usia dimana
perilaku ini mulai muncul bervariasi pada tiap individu tetapi umumnya perilaku ini
mulai muncul pada usia dewasa muda. Masokisme biasanya bersifat kronik, penderita
cenderung untuk terus mengulangi perilakunya.
Akibat dari fantasi, dorongan seksual dan perilakunya, penderita atau masokis
mengalami gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya.
e. Penataletakan Masokisme
Terapi medikamentosa
Obat antidepresan seperti fluoxetin dapat pula digunakan untuk mengurangi
rangsangan seks, tetapi kurang berhasil dalam mengurangi fantasi seks. Obat ini juga di
gunakan pada mereka yang disertai dengan depresi.
f. Prognosis Masokisme
Prognosis masokisme bervariasi tergantung pada motivasi pasien. Prognosis akan baik
jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah dan mencari terapi atas
kemauannya sendiri.
b. Hospitalisasi :
~ Kesepian, tidak lagi memiliki privasi, merasa tidak berguna.
~ Beberapa klien di rumah sakit mungkin dapat berperilaku secara seksual melalui
pengucapan kata-kata kotor, mencubit,dll
~ Klien yang mengalami pembedahan dapat merasa kehilangan harga diri dan perasaan
kehilangan yang mencakup maskulinitas dan femininitas.
Masalah keperawatan yang terjadi pada kebutuhan seksual adalah pola seksual dan
perubahan disfungsi seksual. Pola seksual mengandung arti bahwa suatu kondisis
seorang individu mengalami atau berisiko mengalami perubahan kesehatan seksual,
sedangkan kesehatan sendiri adalah integrasi dari aspek somatic, emosional,
intelektual, dan social dari keberadaan seksual yang dapat meningkatkan rasa cinta,
komunikasi, dan kepribadian. Disfungsi seksual adalah keadaan dimana seseorang
mengalami atau berisiko mengalami perubahan fungsi seksual yang negative, yang di
pandang sebagai tidak berharga dan tidak memadainya fungsi seksual.
B.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada masalah kebutuhan seksual, antara lain :
Masalah seksual juga dapat menjadi etiologi diagnosa keperawatan yang lain misalnya :
a. Kurang pengetahuan (mengenai konsepsi, kontrasepsi, perubahan seksual normal) b.d
salah informasi dan mitos-mitos seksual
b. Nyeri b.d tidak adekuatnya lubrikasi vagina atau efek pembedahan genital
Cemas b.d kehilangan fungsi seksual
C. Perencanaan Keperawatan.
Tujuan yg akan dicapai terhadap masalah seksual yg dialami klien, mencakup :
Mempertahankan, memperbaiki atau meningkatkan kesehatan seksual
Meningkatkan pengetahuan seksualitas dan kesehatan seksual
Mencegah terjadinya/menyebarnya PMS
Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan
Meningkatkan kepuasan terhadap tingkat fungsi seksual
Memperbaiki konsep seksual diri
Promosi kesehatan seksual penyuluhan / pendidikan kesehatan.
Perawat : keterampilan komunikasi yg baik, lingkungan&waktu yg mendukung privasi
dan kenyamanan klien.
Topik tentang penyuluhan tergantung karakteristik&faktor yang berhubungan -
pendidikan tentang perkembangan normal pada anak usia todler, kontrasepsi pd klien
usia subur, serta pendidikan tentang PMS pada klien yang memiliki pasangan seks lebih
dari satu.
Rujukan mungkin diperlukan
c. Evaluasi tujuan yang telah ditentukan dalam perencanaan. Jika tidak tercapai, perawat
seharusnya mengeksplorasi alasan-alasan tujuan tersebut tidak tercapai Pengungkapan
klien atau pasangan, klien dapat diminta mengungkapkan kekuatiran, dan menunjukkan
faktor risiko, isyarat perilaku seperti kontak mata, atau postur yang menandakan
kenyamanan atau kekuatiran.
d. Klien, pasangan dan perawat mungkin harus mengubah harapan atau menetapkan
jangka waktu yang lebih sesuai untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
e. Komunikasi terbuka dan harga diri yang positif
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan dua
orang individu secara pribadi yang saling menghargai, memerhatikan, dan menyayangi
sehingga terjadi sebuah hubungan timbal balik antara dua individu tersebut. Pada saat ini
perilaku seksual telah beranjak dari posisi nilai moral menjadi budaya. Dengan kata lain, jika
sebelumnya seks sarat dengan kaidah moral, sekarang seks telah merambah ke segala penjuru
kehidupan sebagai gaya hidup yang nihil moralitas.
Saran