Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Luka listrik adalah salah satu jenis luka karena peristiwa fisika. Trauma
listrik terjadi saat seseorang menjadi bagian dari sebuah perputaran aliran listrik
atau disebabkan oleh terkenanya pada saat berada dekat dengan sumber listrik.
Rangkaian listrik dalam hal ini adalah suatu kumpulan elemen atau komponen
listrik yang saling dihubungkan dengan cara-cara tertentu. Elemen atau komponen
memiliki dua buah terminal atau kutub pada kedua ujungnya. Pembatasan elemen
atau komponen listrik pada rangkaian listrik dapat dikelompokkan kedalam
elemen atau komponen aktif dan pasif. Elemen aktif adalah elemen yang
menghasilkan energi dalam hal ini adalah sumber tegangan dan sumber arus.
Elemen lain adalah elemen pasif dimana elemen ini tidak dapat menghasilkan
energi, dapat dikelompokkan menjadi elemen yang hanya dapat menyerap energi
dalam hal ini hanya terdapat pada komponen resistor atau banyak juga yang
menyebutkan tahanan atau hambatan dengan simbol R.1,2
Cedera akibat listrik merupakan kerusakan yang terjadi jika arus listrik
mengalir ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan
terganggunya fungsi suatu organ dalam. Tubuh manusia adalah penghantar listrik
yang baik. Kontak langsung dengan arus listrik bisa berakibat fatal. Arus listrik
yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat
membakar dan menghancurkan jaringan tubuh. Meskipun luka bakar listrik
tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang
serius, terutama pada jantung, otot atau otak. 3
Luka yang diakibatkan oleh arus listrik yang fatal umumnya disebabkan
oleh kecelakaan, dan lebih sering pada arus bolak-balik (AC) daripada searah
(DC). Kerusakan yang diakibatkan oleh trauma listrik disebabkan oleh dua
mekanisme yaitu terjadinya pemanasan dan aliran listrik itu sendiri yang melewati
jaringan. Pemanasan akan menyebabkan nekrosis koagulatif dan aliran listrik pada
jaringan akan menyebabkan kerusakan membran sel. Kerusakan terbesar biasanya
pada sel-sel saraf pembuluh darah dan otot.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma Listrik


Trauma listrik adalah kekerasan atas jaringan tubuh yang masih hidup
yang disebabkan oleh adanya aliran arus listrik yang melewati tubuh manusia dan
membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya fungsi organ dalam
danjaringan lunak, aritmia jantung, gagal nafas, bahkan kematian.1
Trauma listrik dapat menyebabkan trauma dalam 3 cara :
- Cardiac arrest (efek listrik terhadap jantung)
- Otot, saraf, kerusakan jaringan (efek listrik yang melewati tubuh)
- Luka bakar (dari kontak langsung pada sumber listrik)2

2.2 Faktor faktor yang mempengaruhi Trauma Listrik


Terjadinya luka akibat sengatan listrik dipengaruhi oleh faktor faktor antara
lain:1,3,4
1. Tegangan (volt), tegangan rendah (600 volt atau kurang dari 600 volt),
tegangan tinggi (lebih dari 600 volt)
2. Kuat arus (ampere), makin besar arus, makin berbahaya bagi
kelangsungan hidup.
3. Jenis arus listrik, Arus searah (DC) kurang berbahaya dibanding arus
bolak-balik (AC); arus dari 50-80 mA AC dapat mematikan dalam
hitungan detik, sedangkan 250 mA DC dalam waktu yang sama sering
dapat selamat sebab pada tegangan yang sama arus AC empat sampai
enam kali lebih berbahaya dibandingkan arus DC. Hal ini terjadi karena
pada arus DC menyebabkan kontraksi tunggal pada otot sehingga korban
mudah melepaskan diri dari sumber listrik sedangkan AC menimbulkan
kontraksi otot yang berulang-ulang dan tetani yang menyebabkan korban
kesulitan melepaskan diri dari sumber listrik Hal tersebut dapat timbul
pada aliran 40-110 siklus per detik. Selain itu arus AC lebih dapat
menyebabkan aritmia jantung dibanding arus DC. Arus dari AC pada 100

2
mA dalam seperlima detik dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel dan
henti jantung.
4. Tahanan (resistensi) listrik, merupakan kemampuan untuk menghalangi
arus listrik. Tubuh mempunyai tahanan terhadap arus listrik yang
melaluinya dan tahanan ini berbeda beda pada tiap bagian tubuh.
Berdasarkan besarnya resistensinya terhadap listrik tubuh dibagi menjadi
tiga bagian :
1) Tahanan rendah : saraf, darah, membran mukosa, otot
2) Tahanan menengah : kulit kering, jaringan lemak, tendon
3) Tahanan tinggi : tulang.
Berdasarkan besarnya tahanan kulit mempunyai tahanan menengah
tetapi kulit merupakan tahanan utama tubuh terhadap sengatan listrik
karena sebelum memasuki organ yang lebih dalam arus listrik harus
melalui kulit terlebih dahulu. Tahanan kulit bervariasi, tergantung dari
tebalnya lapisan keratin pada epidermis, dimana pada telapak kaki dan
ujung jari lebih tebal dari kulit tipis dimanapun. Tahanan rata-rata
adalah antara 500-10.00 ohm selain tangan dan telapak kaki yang
memiliki tahanan 1 juta ohm ketika kering.
Faktor yang lebih potensial adalah kekeringan atau kelembaban
kulit, yang berefek sangat besar terhadap tahanan. Ketika kulit telapak
tangan kering, memiliki tahanan 1 juta ohm, ketika basah akan turun
menjadi hanya 1200 ohm. Jellinek menemukan kulit tebal dari pekerja
memiliki tahanan 1 sampai 2 juta ohm, Jaffe menyatakan bahwa
berkeringat dapat menurunkan tahanan kulit dari 3000 sampai 2500
ohm.
5. Arah aliran listrik, mematikan bila melintasi otak atau jantung ;
misalnya arah aliran dari kepala ke kaki atau lengan ke lengan.
6. Luas permukaan kontak, luas 50 cm2 dapat mematikan tanpa
menimbulkan jejas listrik.
7. Lama kontak, waktu lamanya seseorang kontak dengan benda yang
beraliran listrik menentukan kecepatan datangnya kematian. Sebagai

3
contoh, bila intensitas sekitar 70-300mA, maka kematian akan terjadi
dalam waktu 5 detik; sedangkan pada intensitas sekitar 200-700 mA
akan terjadi dalam waktu 1 detik.
8. Keadaan korban :
- Kesadaran korban saat mendapatkan trauma listrik
- Riwayat penyakit korban sebelumnya
- Pekerjaan

2.3. Etiologi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, trauma listrik terjadi saat
seseorang menjadi bagian dari sebuah perputaran aliran listrik atau bisa
disebabkan pada saat berada dekat dengan sumber listrik. Klasifikasi yang paling
sering untuk membagi trauma karena listrik adalah karena petir, aliran listrik
tegangan rendah arus bolak balik (AC), aliran listrik tegangan tinggi arus bolak
balik (AC) dan arus searah.3
1. Petir
Petir yang diketahui secara umum adalah pelepasan energi potensial
atmosfir diantara awan dan awan. Sedangkan serangan petir ( lightning
stroke ) adalah pelepasan energi potensial antara awan dan benda bumi.
Ledakan petir dihasilkan jika permukaan bawah awan petir melepaskan
muatannya menuju tanah, karena permukaan bawah dari awan biasanya
bermuatan negatif, maka muatan listrik yang dilepaskan umumnya negatif.
Sekitar 5 % dari sambaran petir adalah muatan positif. Hal ini sering terjadi
di daerah pegunungan. Jika orang disambar langsung oleh petir, kematian
tidak bisa dihindarkan yang disebabkan karena luka bakar atau cedera yang
pada pada pusat pernafasan di otak. Kuat arus dalam hal ini mencapai
bilangan kiloampere. 2,5,6
Petir dapat menimbulkan kejutan listrik dengan beberapa cara :2,3
- Efek langsung : apabila korban terkena petir secara langsung maka
korban tak dapat dielakkan meninggal.

4
- Efek tidak langsung : apabila korban berada ditempat dimana aliran
listrik petir telah terpencar, korban dapat meninggal.
Faktor-faktor yg mempengaruhi gambaran serangan petir pada korban :4
a). Efek langsung dari pelepasan energi listrik
Pada korban yang terkena petir akan ditemukan tanda korban
meninggal akibat listrik. Tegangan dan intensitas yang tinggi sekali
dapat menimbulkan panas mengakibatkan luka bakar. Pada kulit korban
didapatkan gambaran pohon gundul yang disebut arborescent
marking sebagai akibat vasodilatasi pembuluh darah perifer.
b). Efek mekanik
Terjadi oleh karena dorongan udara yang terdesak sekitar cahaya
petir akibat panas.
c). Efek kompresi
Perpindahan udara menyebabkan terjadinya suara ledakan.
Korban dapat terlempar, pakaian menjadi koyak dan kotor, mirip
gelandangan. Luka yang terjadi akibat persentuhan dengan benda
tumpul seperti abrasio, contusio, lacerasio dan avulsio, bahkan fraktur
ekstremitas. Pada kepala dapat terjadi fraktur tengkorak, epidural
bleeding, subdural bleeding, contusio dan lacerasio otak.

Ciri-ciri yang ditemukan yang terlihat setelah kematian: 2,3


Fern patter ( bentuk paku ). Mungkin ini akan pudar secara cepat
dalam beberapa jam dan harus dicari secara hati- hati pada bagian
badan yang terkena.
Arborecent mark artinya menyerupai pohon, karena adanya
peredaran vasodilatasi atau jejas jaringan oleh hemoglobin dari sel
darah merah yang polanya ditentukan oleh aliran arus listriknya.
Salah satu lesi yang dianggap sebagai tanda khas dari luka
karena petir ialah luka menjalar atau seperti gambaran pakis pada
kulit. Lesi ini berupa daerah yang ditandai eritema sementara yang
muncul satu jam setelah tersambar petir, dan berlangsung-angsur

5
berkurang dalam 24 jam. Ten Duiset al berpendapat bahwa lesi ini
disebabkan muatan positif yang menyebar di kulit mereka membuat
hipotesa bahwa lesi terjadi jika seseorang disambar petir yang
bermuatan negatif. Lalu kemudian dihantam lagi oleh petir yang
bermuatan positif yang bersumber dari objek di sekitar tanah.
Kemungkinan lain menunjukkan titik/tempat masuk petir bermuatan
positif. kekuatan ledakan akan segera cepat meluas dalam bentuk
memanasnya udara sehingga bisa merobek pakaian. Benda-benda dari
baja seperti anting-anting, kalung, dan kancing mungkin bisa melebur,
hal ini mengindikasikan bahwa suhu leburnya mencapai titik yang
lebih yang tinggi daripada titik lebur baja. Pada kasus lain benda-
benda baja seperti pisau dan lain-lain, yang berada dalam kantong bisa
berubah bentuk dan hal itu bisa menjadi kunci dari kejadian tersebut,
dimana kadang-kadang tidak ditemukan adanya saksi dari
ditemukannya seseorang yang mati karena sengatan kilat.5

2. Listrik tegangan Tinggi AC


Pada kasus ini tegangan listrik lebih dari 600 volt. Luka listrik
karena tegangan tinggi sering terjadi pada saat terdapat objek yang
bersifat konduktif disentuh yang tersambung dengan sumber listrik
bertegangan tinggi.2

3. Listrik tegangan rendah AC


Tegangan rendah adalah 600 volt atau kurang dari 600 volt.
Secara umum, ada 2 tipe luka listrik tegangan rendah dengan arus
bolak-balik yang memungkinkan : Anak yang menggigit kawat listrik
yang bisa menyebabkan luka berat pada bibir, wajah, dan lidah,
kemudian anak-anak atau orang dewasa yang terjatuh saat menyentuh
objek yang dialiri energi listrik.2

4. Arus searah (DC)

6
Luka listrik karena arus searah biasanya terjadi saat laki-laki
usia muda secara tidak sengaja menyentuh rel kereta dari sebuah kereta
listrik yang sedang berjalan. Arus searah (DC) kurang berbahaya
dibanding arus bolak-balik (AC); arus dari 50-80 mA AC dapat
mematikan dalam hitungan detik, dimana 250 mA DC dalam waktu
yang sama sering dapat selamat. Arus bolak-balik adalah 4-6 kali
menyebabkan kematian, sebagian karena efek bertahan, yang
merupakan hasill dari spasme otot tetanoid dan mencegah korban lepas
dari konduktor hidup.2

2.4. Patofisiologi
Secara umum, energi listrik membutuhkan aliran energi (elektron-elektron)
dalam perjalanannya ke objek. Semua objek bisa bersifat konduktor
(menghantarkan listrik) atau resistor (menghambat arus listrik). Kulit berperan
sebagai penghambat arus listrik yang alami dari sebuah aliran listrik. Kulit yang
kering memiliki resistensi sebesar 40.000-100.000 ohm. Kulit yang basah
memiliki resistensi sekitar 1000 ohm, dan kulit yang tebal kira-kira sebesar
2.000.000 ohm. Anak dengan kulit yang tipis dan kadar air tinggi akan
menurunkun resistensi, dibandingkan orang dewasa. Tahanan dari alat-alat tubuh
bagian dalam diperkirakan sekitar 500-1000 ohm, termasuk tulang, tendon, dan
lemak memproduksi tahanan dari arus listrik. Pembuluh darah, sel saraf, membran
mukosa, dan otot adalah penghantar listrik yang baik. Dengan adanya luka listrik ,
pada sayatan melintang akan memperlihatkan kerusakan jaringan.3,4
Elektron akan mengalir secara abnormal melewati tubuh yang
menyebabkan perlukaan ataupun kematian dengan cara depolarisasi otot dan
saraf, menginisiasi aliran listrik abnormal yang dapat menggangu irama jantung
dan otak, atau produksi energi listrik menyebabkan luka listrik dengan cara
pemanasan yang menyebabkan nekrosis dan membentuk porasi (membentuk
lubang di membran sel).6
Aliran sel yang melewati otak, baik tegangan tinggi atau tegangan rendah,
dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan secara langsung menyebabkan

7
depolarisasi sel-sel saraf otak. Arus bolak balik dapat menyebabkan fibrilasi
ventrikel jika aliran listrik melewati daerah dada. Hal ini dapat terjadi saat aliran
listrik mengalir dari tangan ke tangan, tangan ke kaki, atau dari kepala ke
tangan/kaki.6,10

2.5 Mekanisme Kerusakan Kulit Akibat Sengatan Listrik


Pada trauma listrik umumnya menyebabkan luka bakar. Luka tumpul
sekunder juga dapat terjadi jika korban terjatuh dari ketinggian setelah tersengat
arus listrik. Secara umum, luka bakar listrik dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe
2,6
yaitu:
a. Kontak langsung (direct contact)
Trauma tipe ini, jika terjadi pada tegangan yang tinggi (Voltase di atas
1000 V) dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang parah, nekrosis jaringan
lunak dan tulang, kerusakan otot, dan gagal ginjal.
Lesi yang muncul pada tubuh berupa Lesi kontak, terjadi pada kulit yang
kontak atau bersentuhan dengan konduktor arus listrik. Kulit yang melepuh,
biasanya pada ujung-ujung jemari atau telapak tangan. Kadang-kadang daerah
yang melepuh ini dipenuhi dengan cairan atau gas dan setelah kematian, baik
sebagian ataupun keseluruhan akan mengempis. Terdapat sedikit atau tidak ada
reaksi inflamasi dan gambarannya menyerupai lepuh post mortem. Kesemua efek
ini disebabkan karena pengaruh panas oleh arus listrik terhadap keratin dengan
sifat resisten tinggi.
b. Kontak tidak langsung (indirect contact)
Contohnya seperti karena kilasan (flash), lidah/nyala api (flame) dan
bunga api listrik (arc). Trauma tipe ini hanya menyebabkan luka bakar superfisial
pada kulit, wajah, dan tangan. Kontak yang sebentar atau sedikit akan
menyebabkan percikan atau loncatan antara kabel dengan kulit. Menyebabkan
suatu lesi berupa nodul-nodul kecil diatasnya terdapat keratin yang kaku dan
berwarna kekuningan. Karena meleburnya lapisan paling luar dari stratum
korneum, yang kemudian mengeras. Sekitar lesi: kulit yang mengeras karena
kontraksi dari kapiler. Pada semua kasus kematian karena listrik tegangan tinggi

8
mendapat luka bakar di tubuhnya. Pada listrik tegangan rendah, luka bakar
umumnya terjadi pada titik masuk, titik keluar listrik atau pada jarak tertentu
antara keduanya jika arus memasuki areal yang luas dengan hambatan minimal,
mungkin tidak akan ditemukan luka bakar. Contoh terbaik dalam hal ini ialah
bunuh diri di bak mandi. Jika hanya terjadi kontak yang singkat dengan kawat
beratus, mungkin tidak terjadi suatu luka bakar. Orang dapat pingsan karena
fibriliasi ventrikel dan terlempar dari kabel. Jika kontak tetap berlangsung, akan
timbul luka bakar yang berat. Luka bakar disebabkan oleh panas yang dihasilkan
oleh listrik.
Ada empat mekanisme yang menyebabkan timbulnya luka bakar pada
kulit akibat listrik yaitu:1,3,5
1) Pemanasan electrothermal (electrothermal burn) merupakan pola klasik akibat
kontak langsung dengan konduktor, luka bakar terlihat pada titik masuk dan titik
keluar arus listrik.
2) Lengkung elektrik adalah suatu percikan arus listrik yang timbul diantara dua
permukaan objek yang tidak bersentuhan memiliki beda potensial yang sangat
besar, biasanya pada sumber arus tegangan tinggi dengan ground. Karena
besarnya perbedaan potensial ini, dapat timbul panas sampai temperatur 2500C.
Panas ini dapat menimbulkan luka bakar yang sangat hebat pada titik kontak
dengan kulit.
3) Nyala api karena percikan api yang dihasilkan oleh listrik mengenai pakaian
4) Arus listrik akibat Petir.
Dari keempat mekanisme diatas dapat dilihat bahwa penyebab kerusakan
kulit adalah perubahan energi listrik menjadi panas. Energi listrik ini berubah
menjadi panas karena kulit mempunyai tahanan yang cukup tinggi. Perubahan
energi listrik menjadi energi panas ini menyebabkan luka bakar (electrical burn)
yang ditandai dengan kerusakan jaringan yang berat dan nekrosis koagulasi.
Lapisan kulit yang terkena panas akan mengalami pemisahan lapisan epidermis
dengan lapisan dermis yang akhirnya timbul luka lepuh. Sel kulit yang terkena
panas akan mengalami kerusakan. Parahnya kerusakan tergantung pada besarnya
energi panas. Jika energi panas kecil maka sel kulit hanya mengalami kerusakan

9
sel yang reversibel. Secara potensial perubahan-perubahan sublethal ini yang
dikenal sebagai perubahan degeneratif. Dua gambaran perubahan seluler sublethal
yang umum terlihat ialah perubahan hidrofik dan perubahan lemak. Sedangkan
bila energi panas denaturasi protein termasuk protein enzim yang akhirnya sel
mengalami nekrosis koagulatif.1,6
Walaupun perubahan-perubahan lisis yang terjadi dalam jaringan nekrotik
dapat melibatkan sitoplasma sel, intilah yang paling jelas menunjukkan
perubahanperubahan kematian sel. Biasanya inti sel yang mati akan melisut,
batasnya tidak teratur, dan berwarna gelap dengan zat warna yang biasa digunakan
ahli patologi. Proses ini dinamakan piknosis, dan inti sel disebut piknotik.
Kemungkinan lain, inti dapat hancur, dan meninggalkan pecahan-pecahan zat
kromatin yang tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Akhirnya,
pada beberapa keadaan, inti sel yang mati kehilangan kemampuan untuk diwarnai
dan menghilang begitu saja, proses ini disebut kariolisis.1,6

2.6 Gambaran Makroskopis Kerusakan Kulit


Kulit merupakan resistor primer terhadap aliran arus listrik dalam tubuh.
Resistensi kulit yang pertama adalah stratum korneum yang berperan sebagai
isolator arus 50 volt selama 6-7 detik mengakibatkan timbulnya lepuh pada area
yang resistensinya terganggu.7
Gambaran makroskopis kerusakan kulit akibat sengatan listrik tergantung
pada beberapa hal antara lain :1,8
1. Kelembaban dan luas permukaan kulit yang kontak dengan konduktor.
Kelembaban kulit berkaitan dengan tahanan kulit seperti dijelaskan di
atas. Semakin lembab kulit maka tahanannya menjadi semakin kecil. Makin
tinggi tahanan dapat menyebabkan jumlah energi yang dikeluarkan pada
permukaan kulit sebagai panas yang menyebabkan luka bakar pada kulit
tetapi kerusakan organ internal yang minimal. Tetapi kerusakan organ internal
akan lebih parah jika konduktor kontak langsung dengan kulit yang lembab.
Jadi gambaran luka bakar lebih jelas terlihat jika konduktor kontak langsung
pada kulit dalam keadaan kering (tahanan tinggi) daripada kulit dalam

10
keadaan lembab (tahanan rendah). Luas Permukaan berbanding lurus dengan
tahanan konduktor. Sehingga semakin luas ( tahanan tinggi ) daerah kulit
yang kontak langsung dengan konduktor kerusakan lebih ringan dari pada
luas kontak yang sempit.
2. Ketebalan kulit.
Bermacam macam histomorfologi alami kulit dengan perbedaan
ketebalan lapisan tanduk (stratum korneum) pada lapisan epidermis dan
kandungan fibroblas (pembentuk serabut kolagen) pada lapisan dermis
mempengaruhi gambaran kerusakan kulit. Gambaran kerusakan kulit tampak
jelas pada telapak tangan dan telapak kaki karena mempunyai lapisan tanduk
yang tebal dan kandungan fibroblas yang tinggi.
3. Tegangan konduktor listrik.
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar
akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. Sesuai dengan hukum Ohm
yang menyebutkan bahwa energi panas yang dihasilkan dari listrik sama
dengan I2R. Dengan demikian maka produksi panas berbanding langsung
dengan kuadrat intensitas listrik dan resistensi listrik. Sehingga efek luka
bakar yang paling besar terjadi pada bagian tubuh yang paling besar
resistensinya ( kulit ). Selain itu yang mempengaruhi berat ringanya luka
adalah besarnya tegangan. Luka yang disebabkan dari listrik bertegangan
rendah ( <1000 ) akan menyebabkan luka bakar derajat 1 dan 2. Luka bakar
ini disebut electrical mark yang biasanya ditemukan pada tempat arus listrik
masuk. Hal ini terjadi karena kulit kontak erat dengan konduktor listrik,
maka aliran listrik yang melaluinya memanaskan cairan jaringan dan
menghasilkan uap. Uap tersebut dapat memisahkan lapisan epidermis atau
demo-epidermal junction dan terbentuk lepuh yang menonjol ke permukaan
kulit. Bila lepuh menjadi dingin dan kolaps maka terbentuk gambaran
seperti cincin berwarna kelabu atau putih yang tepinya meninggi dan
tengahnya cekung. Di sekeliling lepuh dikelilingi oleh daerah hiperemis,
kemudian di sebelah luar dikelilingi oleh berturut-turut daerah pucat akibat
spasme arteriol dan daerah hiperemis lagi. Listrik dengan tegangan tinggi

11
( >1000 V ) akan menyebabkan luka bakar yang lebih berat ( derajat 3 4 ).
Luka akibat tegangan listrik tinggi ini disebut exogenous burn dimana selain
arus listriknya juga karena energi panas yang dikandungnya, misalnya pada
listrik tegangan 330 Volt. Tubuh korban akan hangus terbakar, tak jarang
disertai dengan patah tulang.
Klasifikasi luka bakar menurut forensik:
a) Derajat I : Eritema
Luka bakar hanya mengenai lapisan epidermis, kulit hiperemik (eritema).
b) Derajat II : Vesikel atau bulla
Partial thickness burn (luka bakar parsial). Artinya luka bakar mengenai
sebagian dari ketebalan kulit (epidermis dan sebagian dermis). Terjadi
reaksi eksudasi dengan terbentuknya vesikel atau bulla.
c) Derajat III : Nekrosis koagulatif
Full thickness burn. Luka bakar mengenai seluruh ketebalan
kulit( epidermis dan dermis)
d) Derajat IV : Karbonisasi
Selain itu pada listrik tegangan tinggi terjadi loncatan listrik hingga
beberapa sentimeter yang dapat menyebabkan spark lesion yang multipel
sehingga terlihat seperti kulit buaya yang disebut Crocodile skin effect.
Spark lesion ( lesi yang berbentuk luka api ) merupakan gambaran nodul
berwarna kecoklatan yang keras. Hal ini disebabkan karena proses
pendinginan luka lepuh yang permukaanya dilapisi keratin akibat loncatan
listrik.
4. Lama Kontak dengan konduktor listrik
Bila kontak dengan sumber listrik dalam waktu cukup lama akan terjadi
Joule burn atau endogenous burn, sehingga daerah yang tadinya pucat pada
electrical mark menjadi hitam hangus terbakar.

2.7 Gambaran Mikroskopis Kerusakan Kulit

12
Gambaran pada kulit berupa rongga-rongga pada lapisan epidermis, dan
kadang pada dermis. Hal ini disebabkan karena adanya ruang udara yang berasal
dari pemisahan jaringan panas dari sel-sel tersebut. Bagian terluar epidermis dapat
terlepas. Pada beberapa luka trauma listrik ditemukan vakola vakuola kecil pada
stratum korneum.Vakuola berasal dari kelenjar keringat di tempat masuk dan
keluarnya arus listrik, sebagai akibat produksi uap panas berlebih yang
mengakibatkan pelebaran kelenjar keringat tersebut, dikenal sebagai honeycomb
atau Swiss cheese-like apparance .6,9
Bohm (1967) dan Sellier (1975) melaporkan bahwa pada bagian tengah
epidermis yang kontak dengan konduktor tampak kulit tertekan, tipis, membentuk
saluran terputus-putus disertai pengarangan dan robekan pada pinggir luka
tersebut. Selain itu terkadang timbul luka lepuh berisi cairan kaya protein dan
leukosit. Pada tahun 1981 Thomsen mengamati luka sengatan listrik dengan
mikroskop elektron, tampak gambaran perubahan partikel inti sel. Partikel inti sel
berubah bentuk, berisi gumpalan kromatin, homogen, dan bergranuler halus.
Ditemukan pula perpanjangan inti sel menjadi piknotik.6,9
Semakin besar energi panas yang dihasilkan oleh arus listrik maka
semakin luas kerusakan pada epidermis yang kontak dengan konduktor. Epidermis
dapat terlepas dari ikatannya dengan dermis. Sedangkan pada tepi luka, epidermis
mengalami penebalan, homogen, dan tampak vakuola-vakuola di dalamnya.
Gambaran ini tampak nyata jika konduktor kontak dengan telapak tangan dan
telapak kaki. Pada sel-sel basal epidermis tepi luka ditemukan pemanjangan inti
sel yang piknotik. Elongasi tiap-tiap sel tersebut dapat tersusun spiral, loop,
whorls, palisade satu sama lain. Gambaran yang sama juga ditemukan pada
organ-organ kulit asesoris misalnya pada folikel rambut.6
Seharusnya perhatian perlu ditujukan kepada distribusi nekrosis,
pembengkakan dan perdarahan yang tidak merata di dermis di bawah epidermis
yang kontak dengan konduktor. Gambaran nekrosis akan lebih jelas terlihat di sel
basal epidermis kulit. Pemeriksaan hendaknya juga dilakukan terhadap daerah-
daerah yang berada di sekitar luka.6

13
Gambaran mikroskopis sengatan listrik pada kulit belum pernah ada yang
meneliti tetapi diduga gambaran kerusakan sel dengan paparan listrik yang cukup
akan timbul karena sengatan listrik dapat menghasilkan panas. Kerusakan yang
timbul diperkirakan hampir sama dengan kerusakan sel karena panas pada
umumnya yaitu timbul denaturasi protein yang akhirnya menimbulkan nekrosis
sel. Hal ini dibuktikan oleh Lestari (2008) yang menunjukan kerusakan sel otot
pada sengatan listrik di air. Gambaran kerusakan otot yang hampir sama dengan
kerusakan akibat panas.6

2.8 Penyebab Kematian Karena Listrik


Penyebab kematian kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering
trauma listrik disertai trauma mekanis. Ada kasus karena listrik yang
menyebabkan korban jatuh dari ketinggian, dalam hal ini sukar untuk mencari
sebab kematian yang segera.3
Sebab kematian karena arus listrik yaitu :
a. Fibrilasi ventrikel
Bergantung pada ukuran badan dan jantung. Dalziel (1961)
memperkirakan pada manusia arus yang mengalir sedikitnya 70 mA dalam waktu
5 detik dari lengan ke tungkai akan menyebabkan fibrilasi. Yang paling berbahaya
adalah jika arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan kiri dan keluar melalui kaki
yang berlawanan/kanan. Kalau arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan yang
satu dan keluar melalui tangan yang lain maka 60% yang meninggal dunia.2,10
b. Paralisis respiratorik
Akibat spasme dari otot-otot pernafasan, sehingga korban meninggal
karena asfiksia, sehubungan dengan spasme otot-otot karena jantung masih tetap
berdenyut sampai timbul kematian. Terjadi bila arus listrik yang memasuki tubuh
korban di atas nilai ambang yang membahayakan, tetapi masih di batas bawah
yang dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel. Menurut Koeppen, spasme otot-otot
pernafasan terjadi pada arus 25-80 mA, sedangkan ventrikel fibrilasi terjadi pada
arus 75-100 mA.2,11

c. Paralisis pusat nafas

14
Jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak, disebabkan juga oleh
trauma pada pusat-pusat vital di otak yang terjadi koagulasi dan akibat efek
hipertermi. Bila aliran listrik diputus, paralisis pusat pernafasan tetap ada, jantung
pun masih berdenyut, oleh karena itu dengan bantuan pernafasan buatan korban
masih dapat ditolong. Hal tersebut bisa terjadi jika kepala merupakan jalur arus
listrik.2,12

2.9 Pemeriksaan Korban


1. Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Pada pemeriksaan korban di TKP. Langkah pertama kali adalah
mematikan aliran listrik atau menjauhkan kawat listrik dari dengan kayu kering.
Pastikan korban apakah masih hidup atau sudah meninggal. Bila lebam mayat (-),
maka mungkin mati suri dan perlu pertolongan segera sampai timbul tanda
kematian pasti.1,2
2. Pemeriksaan Jenazah
Terbagi 3 yaitu:
a. Pemeriksaan Luar
Dalam pemeriksaan luar yang harus dicari adalah tanda-tanda listrik atau
current mark/electric mark/stroomerk van jellinek/joule burn.
Tanda-tanda listrik tersebut antara lain:
1. Electric mark
adalah kelainan yang dapat dijumpai pada tempat dimana listrik
masuk ke dalam tubuh. Electric mark berbentuk bundar atau oval dengan
bagian yang datar dan rendah di tengah, dikeliilingi oleh kulit yang
menimbul. Bagian tersebut biasanya pucat dan kulit diluar elektrik mark
akan menunjukkan hiperemis. Bentuk dan ukurannya tergantung dari
benda yang berarus listrik yang mengenai tubuh.Penting sekali karena
justru kelainan yang menyolok adalah pada kulit korban. 2
Cara mencari current mark pada tubuh korban terutama adalah
pada telapak tangan dan telapak kaki dan sebelumnya harus dicuci terlebih
dahulu dengan sabun dan bila perlu disikat. Dapat terjadi metalisasi pada
kulit yang bersentuhan dengan kabel atau kawat yang berarus listrik.

15
Metalisasi terjadi akibat panas yang ditimbulkan sedemikian besar
sehingga ion-ion asam jaringan bereaksi dengan ion-ion logam dari kawat
atau kabel membentuk garam dan menyebar di jaringan. 2

Gambar 1 Electrik mark


2. Joule burn (endogenous burn)
Dapat terjadi bilamana kontak antara tubuh dengan benda yang
mengandung arus listrik cukup lama, dengan demikian bagian tengah yang
dangkal dan pucat pada electric mark dapat menjadi hitam hangus
terbakar.2

Gambar 2. joule burn


3. Exogenous burn, dapat terjadi bila tubuh manusia terkena benda yang
berarus listrik dengan tegangan tinggi, yang memang sudah mengandung
panas; misalnya pada tegangan di atas 330 volt. Tubuh korban hangus
terbakar dengan kerusakan yang sangat berat, yang tidak jarang disertai
patahnya tulang-tulang.2

16
Gambar 3. exogenous burn

b. Pemeriksaan Dalam
Biasanya tidak ditemukan kelainan yang khas. Pada otak dapat terjadi
perdarahan kecil-kecil, terutama daerah ventrikel III dan IV. Pada pemeriksaan
jantung, terjadi fibrilasi bila dilalui aliran listrik dan berhenti pada fase diastole,
sehingga terjadi dilatasi jantung kanan. Pada paru didapatkan edema dan kongesti.
Pada pemeriksaan organ visceral terjadi kongesti yang merata. Peteki / perdarahan
mukosa traktus gastrointestinal ditemukan pada 1 dari 100 kasus fatal akibat
listrik. Pada hati didapat lesi yang tidak khas. Pada tulang, karena tulang
mempunyai tahanan listrik yang besar, maka bila ada aliran listrik akan terjadi
panas sehingga tulang menjadi leleh dan terbentuklah butiran-butiran calcium
phosphat yang menyerupai mutiara atau pearl like bodies.2
c. Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan PA pada current mark :13
Ada bagian sel yang memipih, pengecatan dengan metoxy lineosin akan
berwarna lebih gelap dari yang normal.
Sel-sel stratum corneum menggelembung dan vacuum
Sel dan intinya dari stratum basalis menjadi lonjong dan tersusun secara
palisade
Ada sel yg mengalami karbonisasi dan ada pula bagian sel-sel yang rusak dari
stratum korneum

17
Gambar 4. Gambaran Histologis Luka petir

2.10 Komplikasi1
Kardiovaskular. Kematian mendadak (fibrilasi ventrikel, asistol), nyeri
dada, disritonia, abnormalitas segmen ST-T, blok cabang berkas,
kerusakan miokardium, disfungsi ventrikel, infark miokardium, hipotensi
(volume depresi), hipertensi (pelepasan katekolamin).
Neurologis. Status mental agitasi, koma, kejang, edema serebral,
ensefalopati hipoksia, nyeri kepala, afasia, lemah, paraplegia, kuadriplegia,
disfungsi sumsum tulang, neuropati perifer, insomnia, emosi labil.
Kulit. Luka akibat sengatan listrik, luka bakar.
Vaskular. Thrombosis, nekrosis koagulasi, DIC, ruptur pembuluh darah,
aneurisma, sindrom kompartemen.
Pulmonal. Henti napas (sentral atau perifer), pneumonia aspirasi, edema
pulmonal, kontusio pulmonal, kerusakan inhalasi.
Metabolik atau renal. Gagal ginjal akut, mioglobinuria, asidosis
metabolik, hipokalemia, hipokalsemia, hiperglikemia.
Gastrointestinal. Perforasi, stress ulcer, perdarahan gastrointestinal.
Muskular. Mionekrosis, sindrom kompartemen.
Skeletal. Fraktur kompresi vertebra, fraktur tulang, dislokasi bahu
(anterior dan posterior), fraktur skapula.
Oftalmologi. Cornels burns, delayed cataract, thrombosis atau
hemoragia intraokular, uveitis, fraktur orbita.

18
Pendengaran. Hilangnya pendengaran, tinitus, perforasi membran
timpani, mastoiditis.
Luka bakar oral. Hemoragia arteri labialis, scarring dan deformitas
fasialis, gangguan bicara, perubahan bentuk mandibula, dan gangguan
pembentukan gigi.
Obstetri. Aborsi spontan, kematian janin.

Gambar 8. Komplikasi Trauma Listrik pada Berbagai Organ3

2.11. Tatalaksana1,2,3,

1. Lakukan resusitasi (A-B-C) atau pertimbangkan


rawat ICU pada korban dengan hemodinamik tidak stabil.

2. Lakukan rehidrasi pada pasien dengan trauma


listrik. Cairan resusitasi yang digunakan adalah Ringer Laktat atau
Normal Saline. Cairan resusitasi diberikan terutama pada keadaan
mioglobinuria, luka bakar, dan kecurigaan adanya kerusakan jaringan
yang luas. Penggunaan rumus pemberian cairan tidak disarankan
mengingat kemungkinan luasnya daerah yang rusak tidak dapat

19
ditentukan. Pemberian cairan resusitasi dapat diberikan 10- 20 ml/kgbb
secara bolus intravena. Pemberian cairan harus disertai pengukuran
keluaran urin. Pada keadaan mioglobinuria, produksi urin harus
mencapai setidaknya 70-100 ml/jam pada orang dewasa atau sekitar 1-
1,5 ml/kgbb/jam pada orang dewasa dan 2-3 ml/kgbb/jam pada anak
sampai urin jernih.

3. Penggunaan diuretika dapat diberikan untuk


mempertahankan diuresis. Manitol dan furosemid dapat digunakan
terutama pada keadaan mempertahankan produksi urin seperti
mioglobinuria. Tujuan dari pemberian diuretika adalah untuk menjaga
produksi urin tetap ada demi mencegah terjadinya ATN dan gagal
ginjal akibat mioglobinuria. Dosis manitol yang disarankan adalah 25
gram IV sebagai dosis inisial dilanjutkan dengan 12,5 gram IV perjam
selama 4-6 jam. Dosis inisial furosemide yang disarankan adalah 20-40
mg IV bolus pelan .

4. Evaluasi menyeluruh terhadap cedera tersembunyi,


terutama cedera medula spinalis, serta trauma toraks dan abdomen,
meski tidak ada riwayat trauma.

5. Pemeriksaan laboratorium hitung darah lengkap,


elektrolit, kalsium, urea nitrogen darah, kreatinin, analisis gas darah,
mioglobin(MC), kreatinin kinase (CK), CK-MB dapat meningkat pada
kerusakan otot yang ekstensif, meski tanpa adanya kerusakan otot
jantung.

6. Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk evaluasi


apakah terdapat aritmia atau tidak. Pada pasien trauma listrik voltase
rendah dengan gambaran EKG normal, dapat dipulangkan apabila
tidak terdapat penyebab kegawatdaruratan lain. Pemantauan ekg yang
ketat diperlukan pada pasien trauma listrik voltase tinggi atau pasien

20
trauma listrik voltase rendah dengan EKG abnormal. Durasi
pemantauan setidaknya dalam 4 jam pertama.

7. Evaluasi serial untuk fungsi hati, pankreas, dan


ginjal untuk cedera iskemik atau trauma. Lakukan pencitraan radiologi
yang sesuai, bila diperlukan. Pemeriksaan radiologi dengan xray
diindikasikan untuk pasien dengan riwayat trauma tumpul, jejas, dan
deformitas akibat trauma listrik.

8. CT-scan kepala harus dilakukan pada seluruh


sengatan listrik berat, penurunan kesadaran, cedera dengan jatuh, dan
ada temuan abnormalitas neurologis.

9. Pada kasus dengan cedera voltase tinggi, lakukan:

a. evaluasi rhabdomiolisis dan mioglobinuria

b. fasiotomi, bila ada compartement syndrome

c. dukungan nutrisi yang adekuat apalagi kebutuhan energi meningkat

d. evaluasi oftalmologis dan otoskopis

10. Tatalaksana preventif untuk stress ulcer, misalnya


agen H2-antagonis (ranitidin IV 50 mg/ 8 jam) atau penghambat pompa
proton (omeprazol 40 mg/12 jam atau pantoprazol IV 40-80 mg/ 12-24
jam)

11. Pemeriksaan psikiatri dan dukungan segera setelah


pasien sadar.

21
BAB III
KESIMPULAN

1. Luka akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi jika arus listrik mengalir
ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan
terganggunya fungsi organ dalam.
2. Klasifikasi luka listrik secara garis besar dibagi dua yaitu luka listrik akibat
kontak dengan alat listrik dan luka listrik petir.
3. Hal-hal yang mempengaruhi trauma listrik, antara lain tipe sirkuit (AC/DC),
lama kontak, resistensi (R), tegangan (V), kuat arus (I) jalannya arus dan
luas area kontak.
4. Penanganan trauma listrik pertama-tama yang harus dilakukan adalah
memutuskan aliran listrik selekas mungkin.
5. Kematian akibat listrik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan
berdasarkan tinggi-rendahnya tegangan listrik, yaitu tegangan listrik pada
kisaran rumah tangga, industri dan karena petir.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Idries,Abdul M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta.


Binarupa Aksara. 1997.
2. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S,dkk. Ilmu Kedokteran
Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.1997
3. Tsokos, Michael. Forensic pathology reviews. Volume 5. Humana press.
4. Rao. Dinesh. Electrical injury. Dikutip dari :
http://forensicpathologyonline.com/index.php/option=com_content&view=art
icle&id=61&ltemid=87 diakses pada tanggal 1 januari 2014.
5. Judith Tintinalli. Emergency medicine fifth edition. John hopskin university
school of medicine 2010.
6. Hoediyanto, H. Trauma Listrik, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Universitas
Airlangga, Surabaya. [online]. 2012. [cited 3 september 2012]. Available
from : http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/Tr.
%20Listrik.pdf
7. Mansjoer, Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta, 2000.
8. Arsyadi, gunawan. Luka Bakar dan luka listrik. Bahan Kuliah Forensik.
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 2008.
9. Cushing, Tracy A. [online]. 2010. [cited 28 October 2010]. Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/770179-overview

23
10. Rilantono, Ismudiati E, dkk. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI. 2004.
11. Isselbacher, Braunwald, Wilson. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta. ECG. 2000
12. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta. ECG. 2006.
13. Robbins dan Kumar. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Jakarta: EGC. 1995.

24

Anda mungkin juga menyukai