PJBL Malnutrisi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

MALNIUTRISI

1. Definisi
A. Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan
gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan
makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan
kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit
ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu,
kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi
makanan atau kegagalan metabolik (Oxford medical dictionary,
2007).
B. Malnutrisi adalah kondisi tubuh yang mengalami kekurangan nutrisi
atau status gizi yang dimiliki berada di bawah standar rata-rata,
baik berupa protein, karbohidrat dan kalori dan permasalahan ini
sering terjadi terutama pada balita dan merupakan penyebab
utama kematian pada anak usia balita (WHO, 2007).
C. Malnutrisi adalah keadaan terang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam keadaan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi dalam angka kecukupan gizi. (Depkes
RI, 1999)

Malnutrisi sebernanya adalah gizi salah atau lebih. Di Indonesia


dengan masih tinggi angka kejadian gizi kurang, istilah malnutrisi
lazim dipakai untuk keadaan ini. Secara umum gizi kurang
disebabkan oleh kurangnya energy atau protein. Namun keadaan
ini di lapangan menunjukkan jarang dijumpai kasus yang menderita
deferensiasi murni. Anak yang dengan difesiensi protein biasanya
disertai pula dengan defesiansi energi. Oleh karena itu istilah yang
lazim dipakai adalah Malnutrisi Energi Protein (Markum, dkk, 1991)
dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan
kekurangan kalori protein (Nelson, 1992).
Sumber gizi dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu makronutrien
dan mikronutrien. Makronutrien adalah zat yang diperlukan oleh
tubuh dalam jumlah yang besar untuk memberikan tenaga secara
langsung yaitu protein sejumlah sejumlah 4 kkal, karbohidrat
sejumlah 4 kkal dan lemak sejumlah 9 kkal. Mikronutrien adalah zat
yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetapi hanya
diperlukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu vitamin
yang terbagi atas vitamin larut lemak, vitamin tidak larut lemak dan
mineral (Wardlaw et al, 2004).

2. Etiologi
Etiologi malnutrisi dapat bersifat primer maupun sekunder
adapun malnutrisi bersifat primer, yaitu apabila kebutuhan individu
yang sehat akan protein, energi atau keduanya, tidak dipenuhi oleh
makanan yang adekuat. Pada malnutrisi protein energy primer,
kekurangan kalori umumnya dikaitkan dengan keadaan-keadaan
perang, kekacauan social, ketidaktahuan, kemiskinan, penyakit infeksi,
dan ketidakseimbangan distribusi makanan. Dengan demikian
gangguan social ekonomi dapat dianggap sebagai penyebab paling
global kelaparan pada anak disertai efeknya yang buruk pada
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Malnutrisi bersifat sekunder yaitu akibat adanya penyakit yang
dapat menyebabkan asupan suboptimal, gangguan penyerapan atau
pemakaian nutrient dan atau peningkatan kebutuhan karena terjadi
kehilangan nutrient atau keadaan stress. Malnutrisi protein energy
merupakan penyakit gizi terpenting di negara sedang berkembang dan
salah satu penyebab utama mordibilitas dan mortalitas pada masa
kanak-kanak di dunia. (Alpers, Ann, 2006).
Penyebab Malnutrisi Menurut konseptual UNICEF dibedakan
menjadi penyebab langsung (immediate causes), penyebab tidak
langsung (underlying cause) dan penyebab dasar (basic cause).
Penyebab Langsung : kurangnya makanan dan adanya penyakit.
Penyakit terutama penyakit infeksi mempengaruhi jumlah asupan
makan dan penggunaan nutrient oleh tubuh. Kurangnya asupan
makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan
yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara
pemberian makanan yang salah.
Penyebab Tidak Langsung malnutrisi adalah kurangnya
ketahanan pangan keluarga, kualitas perawatan ibu dan anak,
pelayanan kesehatan serta sanitasi lingkungan. Ketahanan pangan
dapat dijabarkan sebagai kemampuan keluarga untuk menghasilkan
atau mendapatkan makanan. Penyebab Dasar berupa kondisi social,
politik, ekonomi negara. Malnutrisi yang dapat berupa gizi kurang atau
gizi buruk, dapat bermanifestasi bukan hanya di tingkat individual
namun juga di tingkat rumah tangga, masyarakat, nasional dan
international sehingga upaya untuk mengatasinya perlu dilaksanakan
secara berkesinambungan di berbagai tingkatan dengan melibatkan
berbagai sector. Dengan demikian, penting untuk mengenali
penyebab gizi kurang dan gizi buruk di tingkat individu, masyarakat,
maupun negara agar selanjutnya dapat dilakukan tindakan yang
sesuai untuk mengatasinya.

3. Klasifikasi
a. Kwashiorkor adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
kekurangan protein baik dan segi kualitas maupun kuantitasnya.
Kekurangan protein dalam makanan akan mengakibatkan
kekurangan asam amino essensial dalam serum yang diperlukan
untuk sintesis dan metabolisme terutama sebagai pertumbuhan
dan perbaikan sel, makin berkurangnya asam amino dalam serum
menyebabkan berkurangnya produksi albumin oleh hati. Kulit akan
tampak bersisik dan kering karena depigmentasi. Anak dapat
mengalami gangguan pada mata karena kekurangan vitamin A.
kekurangan mineral khususnya besi, kalsium, seng.

b. Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh


kekurangan kalori dan protein. Pada marasmus ditandai dengan
atropi jaringan, terutama lapisan subkutan dan badan tampak kurus
setiap orang tua. Pada penderita marasmus pertumbuhanya akan
terhenti atau berkurang, terjaga pada waktu malam, mengalami
konstipasi atau diare (berupa bercak hijau tua terdiri sedikit lender
dan sedikit tinja). Gangguan pada kulit adalah turgor kulit
menghilang dan penderita terlihat keriput.

c. Marasmic Kwashiorkor
Marasmic Kwashiorkor merupakan suatu keadaan defisiensi
kalori dan protein, disertai penyusutan jaringan yang hebat,
hilangnya lemak subkutan, dan biasanya dehidrasi.

Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :


Klasifikasi IMT (kg/ m2)
Malnutrisi berat < 16,0
Malnutrisi sedang 16,0 16,7
Berat badan kurang/ malnutrisi ringan 17,0 18,5
Berat badan normal 18,5 22,9
Berat badan kurang 23
Dengan resiko 23 24,9
Obes I 25 29,9
Obes II 30

4. Epidemiologi
Menurut survei sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) dan laporan survey departemen kesehatan-
unicef tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi
buruk sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong pravelensi sangat tinggi
dan 257 kabupaten/kota lainya prevalensi tinggi. Dari data Depkes
juga terungkap masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari
yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak
hanya diderita anak balita, tetapi semua kelompok. Perempuan adalah
yang paling retan, disamping anak-anak. Sekitar 4 juta ibu hamil,
setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainya kekurangan
energy kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir
350.000 bayi lahir dengan kekuarangan berat badan. Berdasarkan
perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 sekitar 5 juta anak
balita menderita gizi kurang (BB menurut umur), 1,5 juta diantaranya
menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada
150.000 mederita gizi buruk tingkat berat.
Pravalensi nasional gizi buruk pada balita pada tahun 2007
yabg diukur berdasarkan BB/U adalah 5,4 % dan Gizi Kurang pada
balita adalah 13,0%. Pravelensi nasional dan kurang adalah 18,4%.
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178
balita mengalami gizi buruk dan data Susenas tahun 2005
memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8.8%. Pada tahun
2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa
propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara
Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005,
Pemerintah propinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah
gizi buruk yang terjadi di NTT sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa).

5. Faktor Resiko

Faktor risiko gizi buruk antara lain :


a. Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak
cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola
makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah
air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.

b. Status sosial ekonomi


Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat
sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup. Sosial ekonomi
merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi
keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. Rendahnya ekonomi
keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga
tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi
pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada
anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan
masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan
ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.

c. Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang
kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap
negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang
bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah
satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah
pendidikan yang rendah.
d. Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat
rentan terhadap penyakit. Penyakit tersebut adalah diare persisten,
Tuberkulosis, HIV/AIDS.

e. Berat Badan Lahir Rendah


Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan
berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam
setelah lahir.
Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang. Pada BBLR
zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena
penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita
kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam
tubuh menjadi berkurang.
f. Kelengkapan Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan
terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan
imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun
kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang
tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah
penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh
meningkat.
g. ASI
Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI)
eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di
Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan.

6. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut:
- Kelelahan dan kekurangan energi
- Pusing
- Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh
kesulitan untuk melawan infeksi)
- Kulit yang kering dan bersisik
- Gusi bengkak dan berdarah, Gigi yang membusuk
- Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
- Berat badan kurang
- Pertumbuhan yang lambat, Kelemahan pada otot
- Perut kembung, Tulang yang mudah patah
- Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
- Gejala gastrointestinal (anoreksia)
- Kelainan kimia darah, kadar albumin rendah, kadar globulin
normal/sedikit meninggi.
- Marasmus ditandai dengan : Berat badan yang sangat rendah
dibanding umur, Hilangnya lemak subkutan, Pengurusan otot yang
menyolok, Tidak ada edem, Sering dijumpai pada bayi dan anak
kecil.
- Kwashiorkor ditandai dengan : Edem, Berat badan yang rendah
dibandingkan umurnya, Kadang ada atrofi otot, dermatosis,
hepatomegali, diare, perubahan rambut dan mental, sering pada
usia 1-3 tahun dan didahului infeksi.

7. Patofisiologi
8. Pemeriksaan Diagnostik
- Pada laboratorium penurunan albumin serum merupakan
perubahan yang paling khas.
- Ketonuria sering ada pada stadium awal kekurangan makan tetapi
seringkali menghilang pada stadium akhir.
- Glukosa darah rendah, tetapi kurva toleransi glukosa dapat bertipe
diabetic. Ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan
kreatinin dapat turun. Angka asam amino essensial plasma dapat
turun relative terhadap angka asam amino non esensial dan dapat
menambah aminoasiduria.
- Defisiensi kalium dan magnesium sering ada. Kadar kolesterol
serum rendah, tetapi kadar ini kembali ke angka normal sesudah
beberapa hari pengobatan.
- Angka amylase, esterase, kolinesterase, transaminase, lipase dan
alkalin fosfatase serum turun. Adapun penurunan aktivitas enzim
pancreas dan santhin oksidase, tetapi angka ini kembali normal
segera setelah mulai pengobatan. anemia dapat normositil,
mikrostik, atau makrositik. Tanda-tanda defisiensi vitamin dan
mineral biasanya jelas. Pertumbuhan tulang biasanya terlambat.
Sekresi hormone pertumbuhan bertambah.

9. Penatalaksanaan

- Penatalaksanaan Medis
Prinsip pengobatan adalah makanan yang mengandung banyak
protein bernilai tinggi, banyak cairan, cukup vitamin dan mineral,
masing-masing dalam bentuk yang mudah dicerna dan diserap.
Karena toleransi makanan masih rendah pada permulaan, maka
makanan jangan diberikan sekaligus banyak, tetapi dinaikkan bertahap
setiap hari. Diperlukan makanan yang mengandung protein 3-4 gram/
kg BB/ hari 150-175 kalori. Antibiotik diberikan jika terdapat infeksi
penyakit penyerta marasmus. Antibiotik efektif harus diberikan
parenteral selama 5-10 hari.

Untuk dehidrasi ringan sampai sedang, cairan diberikan secara


oral atau dengan pipa nasogastrik. Bayi ASI harus disusui sesering ia
menghendaki. Untuk dehidrasi berat, cairan intravena diperlukan. Jika
cairan intravena tidak dapat diberikan, infuse intraosseus (sumsum
tulang) atau intaperitoneal 70 ml/ kg larutan Ringer Laktat setengah
kuat dapat menyelamatkan jiwa.

- Tujuan pengobatan pada KKP (kekurangan kalori protein) adalah


pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein, serta mencegah
kekambuhan. Pada KKP tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal
diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik,
sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi,
syok, asidosis, dan lain-lain perlu mendapat perawatan dirumah sakit.
Penatalaksanaan KKP yang dirawat di RS dibagi dalam
beberapa tahap. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan
masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain
mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan
intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan darrow-glucosa atau
ringer lactate dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200
ml/kgBB/hari. Mula-mula diberikan 60ml/kgBB pada 4-8 jam pertama.
Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak
memerlukan koreksi cairan dan elektrolit sehingga dapat langsung
dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan (IDAI,
2004).
Antibiotik perlu diberikan karena penderita marasmus sering
disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau
gabungan penicillin dan streptomycin. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a) Kemungkinan hipoglikemia dilakukan pemeriksaan dengan
dextrostix. Bila kadar gula darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2
ml glukosa 40%/kgBB/IV.
b) Hipetermia diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur
dengan ibunya. Dapat diberikan botol panas atau pemberian makanan
sering tiap 2 jam.pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara
penimbangan berat badan, pengkuran tinggi badan, serta tebal lemak
subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai
pertambahan berat badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah
dijumpai penambahan berat badan.
Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90%
BB normal menurut umurnya, bila nafsu makan telah kembali dan
penyakit infeksi telah teratasi. Penderita yang telah kembali nafsu
makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang
dimakan sehari-hari.

Pada Lansia
- Memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia. Kecukupan energi sehari
yang dianjurkan untuk pria berusia lebih tua atau sama dengan 60
tahun dengan berat badan sekitar 62 kg adalah 2200 kkal sedangkan
untuk perempuan adalah 1850 kkal.
- Memperhatikan bentuk dan variasi makanan yang menarik agar tidak
membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi
biasa).
- Menambah makanan cair lain / susu bila lansia tidak bisa
menghabiskan makanannya
- Bila terdapat penyakit metabolic seperti DM, gula sederhana
dihindari, bila terdapat penyakit gagal ginjal sebaliknya dipilih asam
amino yang esensial.
- Perubahan sederhana untuk memperbaiki diet yaitu: Minum satu
gelas sari buah yang murni (jangan dicampuri air ataupun gula),
Sarapan dengan biji-bijian utuh (misalnya havermout, beras merah)
dan telur setiap pagi, Mengusahakan makan daging atau ikan paling
tidak sekali dalam sehari, Minum segelas susu pada waktu akan
tidur, Paling sedikit makan satu porsi sayuran setiap hari.

- Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien yang menderita defisiensi gizi tidak selalu dirawat di
rumah sakit kecuali yang menderita malnutrisi berat, kwashiorkor/
marasmik kwashiorkor atau melnutrisi dengan komplikasi penyakit
lainnya. Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah memenuhi
kebutuhan gizi, bahaya terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan
nyaman/ psikososial, dan kurangnya pengetahuan orang tua pasien
mengenai makanan anak.

10. Komplikasi
Bahaya komplikasi pada pasien malnutrisi protein sangat
mudah mendapat infeksi karena daya tubuhnya rendah terutama
sistem kekebalan tubuh infeksi yang paling sering adalah
bronkopneumonia dan tuberculosis. Adanya atrovili usus
menyebabkan penyerapan terganggu mengakibatkan pasien sering
diare. (Ngastiyah, 2005).
Selain itu ada komplikasi lain :
- Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk
pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin.
- Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga
dibawah 60 mg/dl. Padahal kinerja tubuh terutama otak dan system
saraf membutuhkan glukosa dalam darah yang berasal dari makanan
berkarbohidrat dalam kadar yang cukup. Kadar gula darah normal 80-
120 mg/dl puasa 100-180 mg/dl pada kondisi setelah makan.
- Infeksi (Tuberkulosis, Malaria)
- Diare dan Dehidrasi
- Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi
untuk kebutuhan organ-organ di dalam tubuh.

11. Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
- Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.
Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan
sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu
disapih setelah berumur 2 tahun.
- Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan
protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya:
untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara
protein 12% dan sisanya karbohidrat.
- Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti
program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai
dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu
ke dokter.
- Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan
kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah
pulang dari rumah sakit.
- Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera
berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula.
Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber
kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak.
Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya.
Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada
kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan
kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan
meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan
muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
Daftar Pustaka

Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolf Edisi 20 Volume 1.


Jakarta: EGC.
Carpenito, Linda Juall.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
Ed.10. EGC: Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Jakarta : Salemba Medika.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Nursalam, Susilaningrum, Rekawati, Utami, Sri. 2008. Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat Dan Bidan). Jakarta : Salemba
Medika.
Richard E. Behrma, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin, A. Samik
Wahab. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 1. Jakarta : EGC.
Sediaoetama,A.D.1989.Ilmu Gizi.jil 2.Dian Rakyat : Jakarta.
Suhardjo. 1988 . Perencanaan Pangan dan Gizi . Bumi Aksara :
Jakarta.
Supariasa,I. Dewa Nyoman S. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC :
Jakarta.
A.H. Markum, et.al., 1991, Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai