Anda di halaman 1dari 17

REFERAT MINI

DIAGNOSIS PGK DAN RRT

Kelompok I
Seno M Kamil, SpPD, dr
Yayan Ginanjar, dr

Pelatihan Dialisis Angkatan I 2017

1
Daftar Isi

BAB I..........................................................................................................................................2

Pendahuluan..............................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

Isi................................................................................................................................................3

2.1 Definisi..............................................................................................................................3

2.2 Epidemiologi.....................................................................................................................3

2.3 Anatomi dan Fisiologi.......................................................................................................4

2.4 Etiologi..............................................................................................................................6

2.5 Patofisiologi......................................................................................................................7

2.6 Gambaran Klinis...............................................................................................................9

2.7 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................10

2.7.1 Laboratorium............................................................................................................10

2.7.2 Radiologi..................................................................................................................10

2.7.3 Biopsi dan pemeriksaan histopatologi......................................................................10

2.7.4 Deteksi Dini..............................................................................................................11

2.8 Pencegahan......................................................................................................................18

2.9 Penatalaksanaan..............................................................................................................19

2.10 Prognosis.......................................................................................................................26

Daftar Pustaka...........................................................................................................................29

2
BAB I

Pendahuluan

Penyakit gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang patut untuk
diperhatikan dan ditangani dengan baik dan tepat, karena dapat mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat progresif dan pada umumnya berujung pada gagal ginjal. Menurut
data statistik di berbagai negara maju seperti di Amerika, angka kematian akibat gagal ginjal
kronik meningkat sekitar 20%.1 Total orang amerika yang terkena penyakit gagal ginjal kronik
mencapai 26 juta orang. Menurut data dari WHO, Indonesia termasuk dalam urutan ke-4
sebagai negara dengan penderita gagal ginjal kronik terbanyak yang jumlahnya mencapai 16
juta jiwa.1 Fakta ini dipicu karena pada awalnya penderita gagal ginjal kronik tidak
menyadari bahwa mereka menderita penyakit ini. Gagal ginjal kronik merupakan penyakit
yang bersifat asimptomatik (tidak menunjukkan gejala klinis) pada awal perjalanan penyakit.
Apabila tidak dideteksi sejak dini dan tidak ditangani dengan tepat, maka penyakit gagal
ginjal kronik dapat berkembang menjadi stadium akhir penyakit ginjal dan dapat berakibat
fatal bagi penderita.

Penyebab dari gagal ginjal kronik terbanyak adalah diabetes mellitus dan hipertensi1.
Keadaan dimana tekanan darah meningkat ataupun kadar gula darah yang mengalami
peningkatan secara drastis didalam tubuh akan memperparah proses sehingga dapat menuju
pada keadaan gagal ginjal kronik. Gangguan pada fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi
dan keadaan sistem vaskuler pada tubuh manusia sehingga dapat membantu upaya
pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien tersebut mengalami komplikasi.2 Pada gagal
ginjal kronik, fungsi ginjal dari pasien mengalami penurunan yang signifikan, sehingga
keadaan ini memerlukan terapi pengganti seperti cuci darah maupun transplantasi ginjal yang
memerlukan biaya besar. Dengan demikian, deteksi sejak dini fungsi ginjal berperan sangat
vital dan dapat memperlambat ataupun mencegah progresivitas dari penyakit ginjal menuju ke
keadaan gagal ginjal.

3
BAB II
Pembahasan
Penyakit Ginjal Kronis

2.1 Definisi
PGK didefinisikan sebagai abnormalitas pada struktur atau fungsi ginjal, berlangsung
selama > 3 bulan dengan implikasi kesehatan.
KriteriaPGK(salahsatukriteriadibawahiniterjadiselama>3bulan)

Kerusakan ginjal mengacu pada berbagai kelainan yang diamati selama


pemeriksaanklinis,yangmungkintidaksensitifdantidakspesifikuntukpenyebab
penyakittertentutetapibisamendahuluipenurunanfungsiginjal.Fungsiekskretoris,
endokrindanfungsimetabolismemenurunbersamadalamsebagianbesarpenyakit
ginjalkronis.

2.2 Etiologi
Penyebab PGK secara tradisional dilihat berdasarkan ada atau tidak adanya penyakit
sistemik yang mendasari (underlying systemic diease) dan jika didapatkan atau diduga
adany lokasi kelainan patologi anatomi. Perbedaan antara penyakit sistemik yang
mempengaruh ginjal dan penyakit ginjal primer adalah berdasarkan asal-usul dan lokus
dari patogenesis penyakit. Pada penyakit ginjal primer proses muncul dan hanya terbatas
pada ginjal sedangkan pada penyakit sistemik ginjal hanya satu korban dari proses
tertentu, untuk diabetes mellitus misalnya.

4
2.3 Patofisiologi
Fungsi ginjal sangat penting dalam menghasilkan hormon-hormon seperti eritropoetin,
vitamin D3 aktif, membersihkan toksin hasil metabolisme didalam darah, mempertahankan
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa, serta mengontrol tekanan darah.3

Pada gagal ginjal kronik, ginjal tidak mampu menjalankan beberapa atau semua fungsi
tersebut. Penyebab utama gangguan fungsi ginjal tersebut karena berkurangnya massa ginjal
yang disebabkan oleh kerusakan akibat proses imunologis yang terus berlangsung,
hiperfiltrasi hemodinamik dalam mempertahankan glomerulus, diet protein dan fosfat,
proteinuria persisten serta hipertensi sistemik. Berkurangnya massa ginjal akibat kerusakan
tersebut, akan menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperfiltrasi dari massa ginjal yang
tersisa.3

Akibatnya akan terjadi hipertensi pada massa ginjal tersebut yang dapat menyebabkan
sklerosis glomerulus serta fibrosis dari jaringan interstitial. Akhirnya, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, serta terjadi peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-
aldosteron intrarenal yang juga berperan dalam proses hiperfiltrasi dan sklerosis. Aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron ini diperantarai oleh transforming growth factor (TGF-).
Beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab progresifitas dari penyakit ini adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, serta dislipidemia.3

Ginjal memiliki kemampuan yang besar untuk melakukan kompensasi. Bila massa
ginjal berkurang 50%, maka gejala-gejala pada penderita gagal ginjal kronik masih belum
terlihat. Gejala-gejala gagal ginjal kronik mulai tampak bila massa ginjal berkurang 50%
sampai 80% misalnya uremia. Uremia merupakan kumpulan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ sebagai akibat penimbunan toksin dari metabolisme protein. Tanda-

5
tanda terjadinya gagal ginjal kronik yaitu adanya ginjal yang mengecil dari foto X-Ray,
osteodistrofi ginjal, neuropati perifer serta terjadinya uremia3

Gambar 3 Patogenesis gagal ginjal kronik

2.4. Gambaran Klinis


Pada stadium dini, gagal ginjal tidak menunjukkan gejala yang khas atau lebih ke arah
asimptomatik. Gejala klinis akan muncul ketika serum urea meningkat diatas 40 mmol/L,
tetapi banyak pasien gagal ginjal mengalami gejala-gejala uremia pada level ureum yang
rendah.4

Gambaran klinis pasien gagal ginjal kronik pada stadium dini:4


Mudah lelah dan kurang energy

Sulit berkonsentrasi

Nafsu makan menurun

Sulit tidur (Insomnia)

Edema pada tungkai kaki

Nocturia dan Poliuria (terutama pada malam hari)

Bengkak pada sekeliling mata, terutama pada pagi hari

Mual, muntah dan diare

Gambaran klinis penderita gagal ginjal kronik sesuai dengan penyakit yang mendasari
seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, ataupun hipertensi.
6
Ciri sindrom uremia yaitu lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis,
kejang-kejang hingga koma.5
2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Laboratorium

1. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LGF yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.

2. Kelainan biokimiawi darah meliputi anemia, peningkatan kadar asam urat, hiper atau
hipokalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.

3. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast, 1

2.5.2 Radiologi

1. Foto polos abdomen, dapat tampak batu radio-opak.

2. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.

4. Ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.2

2.5.3 Biopsi dan pemeriksaan histopatologi


Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara

non-invasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi

yang telah diberikan. Kontraindikasi biopsi ginjal yaitu pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), hipertensi yang tidak

terkendali, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas.2

2.6 Pencegahan

7
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal adalah:14
Pengobatan hipertensi, memegang prinsip yaitu semakin rendah tekanan darah
maka semakin kecil risiko penurunan fungsi ginjal. Idealnya adalah < 130/80
mmHg.

Monitor dan pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia. Gula darah
harus rutin diperiksa. Selain itu, menjaga berat badan agar tetap ideal,
mengatur pola makan yang bergizi serta restriksi kalori dibutuhkan sebagai
langkah awal pencegahan. Konsumsi obat diabetic oral diperlukan apabila
kadar glukosa darah sewaktu >200. Selain itu, penggunaan obat golongan
statin berperan dalam menurunkan jumlah kolesterol didalam darah. Pemberian
suplemen zat besi dan vitamin juga diperlukan untuk mencegah terjadinya
anemia berat.

Urinalisis dan pengecekan kadar protein pada urin. Dapat dijadikan sebagai
patokan awal penurunan fungsi ginjal.

Lifestyle modification, seperti berhenti merokok, peningkatan aktivitas fisik,


maupun penurunan berat badan apabila mengalami overweight atau obesitas.
Memilih untuk tidak merokok dapat menurunkan kemungkinan terkena
penyakit gagal ginjal kronik sebesar 30%

Mengkonsumsi makanan bergizi dan atur pola makan. Mengurangi konsumsi


garam, mengurangi makanan yang mempunyai kadar kalori tinggi dan
makanan berlemak disarankan untuk menjaga agar berat badan tetap ideal.

2.7 Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana adalah untuk menghambat penurunan GFR dan mengatasi penyakit
ginjal kronik stadium akhir ( stadium 4 dan 5 )

8
Tabel 3. Perencanaan Tatalaksana Gagal Ginjal Kronik dengan Derajatnya

Derajat LGF (mL/menit/1.73 m2) Rencana Tatalaksana

1 90 Terapi penyakit dasar, kondisi


komorbid,evaluasi perburukan
(progression) fungsi ginjal,
memperkecil resiko kardiovaskular

2 60 89 Menghambat perburukan fungsi ginjal

3 30 59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 < 15 Terapi pengganti ginjal

Terapi Pengganti Ginjal

Terapi pengganti ginjal adalah pengobatan untuk gagal ginjal berat, yang juga disebut
gagal ginjal, penyakit ginjal kronis stadium 5 dan penyakit ginjal tahap akhir (End Stage
Renal Disease).
Terapi pengganti ginjal diperlukan ketika sekitar 90 persen atau lebih fungsi ginjal
hilang. Hal tersebut biasanya terjadi setelah berbulan-bulan atau betahun-tahun setelah gagal
ginjal diketahui, walaupun terkadang gagal ginjal berat ditemukan pertama kali pada pasien
yang sebelumnya tidak diketahui mempunyai penyakit ginjal.
Sejalan dengan hilangnya kemampuan ginjal untuk berfungsi, cairan dan bahan sampah mulai
tertumpuk dalam darah. Ketidak normalan kimiawi darah, malnutrisi, tekanan darah tinggi,
penyakit tulang, anemia dapat juga terjadi sebagai akibat langsung dari gagal ginjal. Kerika
masalah tersebut mencapai tahap kritis, terapi pengganti ginjal dibutuhkan. Terapi pengganti
ginjal mengambil alih sebagian fungsi ginjal yang sakit dengan membuang bahan sampah dan
cairan
Ada tiga jenis terapi pengganti ginjal : cangkok ginjal, hemodialisis, dan peritoneal
dialisis. Topik ini akan membahas terapi tersebut, ternasuk keuntungan kerugian dan
perawatan apa yang dibutuhkan. Pasien dan keluarganya dapat mendiskusikan semua pilihan
dengan penyedia sarana kesehatan untuk membuat keputusan yang tepat.
1. Cangkok Ginjal

9
Cangkok ginjal dipertimbangkan sebagai terapi pilihan pada banyak pasien dengan
penyakit ginjal berat karena kualitas hidup dan kemampuan bertahannya semakin baik,
dibandingkan dengan pasien yang menggunakan dialisis.
Keuntungan
Cangkok ginjal adalah pengobatan pilihan pada banyak pasien dengan penyakit ginjal
tahap akhir. Cangkok ginjal yang berhasil dapat memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi
resiko kematian pada banyak pasien dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan
pengobatan dengan dialisis. Sebagai tambahan pasien yang menjalani cangkok ginjal dapat
terbebas dari tersitanya waktu dan sumberdaya untuk dialisis.
Kerugian
Resiko yang berhubungan dengan prosedur pembedahan meliputi : infeksi,
perdarahan, dan rusaknya organ sekitar. Walaupun kematian dapat terjadi, hal tersebut jarang.
Setelah cangkok ginjal, pasien harus mendapatkan pengobatan penekan sistim imun dan
dimonitor tanda penolakan organnya, dua hal tersebut dibutuhkan seumur hidup pasien. Obat
penekan sistim imun dapat mempunyai efek samping yang mengganggu pada banyak pasien.

HEMODIALISIS

10
Pada hemodialisis, darah pasien dipompa melalui suatu mesin dialisis untuk
membuang bahan sampah dan kelebihan cairan. Mesin tersebut bekerja dengan menempatkan
darah pasien sehingga berhubungan dengan cairan khusus, yang disebut dialisat. Darah
dipisahkan dari dialisat oleh suatu membran yang memungkinkan bahan-bahan untuk
berpindah dari darah menuju dialisat. Bahan-bahan yang terdapat dalam konsentrasi tinggi
dalam darah, seperti sampah yang secara normal dibuang oleh ginjal, terdapat dalam
konsentrasi rendah atau bahkan tidak ada dalam dialisat.
Pasien terhubung dengan mesin dialisis menggunakan jalur yang dibuat secara
pembedahan yang disebut akses vaskuler. Akses tersebut memungkinkan darah untuk
berpindah dari dalam tubuh, bersirkulasi melalui mesin dialisis dan kemudian kembali lagi ke
dalam tubuh. Tipe akses paling baik disebut fistula arteri-vena, yang dibuat diantara arteri dan
vena secara pembedahan di lengan bawah. Fistula tersebut, perlu dipasang dua sampai empat
bulan sebelum dapat digunakan untuk dialisis. Jika pembuatan fistula tersebut tidak
memungkinkan, sebuah tabung plastik, yang disebut graft, dapat digunakan untuk
menciptakan jalur tersebut. Akses seperti ini dapat digunakan dalam dua minggu.
Tipe akses ketiga adalah jalur vena sentral, yang biasanya diletakkan pada leher dan
dapat segera digunakan. Walaupun begitu, lebih rentan terhadap komplikasi dibandingkan
dengan tipe akses yang lain dan hanya digunakan bila tidak ada akes lain yang dapat dibuat.

Hemodialisis dapat dilakukan di pusat dialisis atau dirumah. Ketika dilakukan di pusat
dialisis, biasanya dilakukan tiga kali seminggu dan membutuhkan waktu antara tiga sampai

11
lima jam.Dialisis dirumah biasanya dilakukan tiga sampai tujuh kali seminggu dan
membutuhkan waktu antara tiga sampai sepuluh jam per dialisis. Dialisis harian sering
dilakukan tiga sampai empat jam sehari selama tujuh kali setiap minggu. Dialisis malam hari
(disebut dialisis nokturnal) dilakukan tiga sampai tujuh kali seminggu ketika pasien tidur.
Waktu tambahan diperlukan untuk menyiapkan dan membersihkan. Dialisis rumah dapat
dilakukan pada saat yang diinginkan pasien. Pasien biasanya membutuhkan orang lain
(keluarga, teman atau teknisi) untuk membantu mereka sebelum, selama dan setelah dialisis.
Jadwal dialisis harian (atau pada waktu malam) memberikan keuntungan lebih
dibanding dialisis di pusat dialisis tiga kali seminggu. Semakin sering dialisis akan
menghasilkan kemajuan yang signifikan., mengurangi gejala selama dan diantara waktu
hemodialisis, dan meningkatkan kualias hidup.
Hemodialisis di rumah dapat meningkatkan kualitas hidup pasien karena hal itu
memungkinkan pasien untuk mempunyai tanggung jawab sendiri terhadap kesehatannya dan
membuat mereka tetap nyaman dalam rumahnya selama hemodialisis. Sebagai tambahan,
pasien yang menjalani hemodialisis rumah sering dapat melanjutkan pekerjaan mereka.

Keuntungan
Tidak jelas apakah hemodialisis memberikan keuntungan lebih dibanding dengan jenis
dialisis lain (peritoneal dialisis) dalam hal survival pasien. Pilihan antara kedua jenis dialisis
secara umum berdasarkan faktor lain, termasuk keinginan pasien, dukungan rumah, dan
masalah kesehatan lain.
Kerugian
Tekanan darah rendah adalah komplikasi yang sering terjadi karena dialisis, dan dapat
disertai dengan rasa gelap di mata, sesak, kram perut, mual atau muntah. Pengobatan dan
pencegahan untuk masalah tersebut telah tersedia. Sebagai tambahan, akses vaskuler dapat
terinfeksi atau terjadi bekuan darah. Banyak pasien yang menerima hemodialisis pada pusat
dialisis tidak dapat bekerja atau memilih untuk tidak bekerja dikarenakan waktu yang tersita
untuk pengobatan dan transportasi.

PERITONEAL DIALISIS

12
Peritoneal dialisis biasanya dilakukan oleh pasien atau anggota keluarganya di
rumah. Hal tersebut membutuhkan orang yang dilatih untuk menggunakan peralatan
dan pemasangan kateter secara pembedahan yang dimasukkan dalam perut. Kateter
tersebut terbuat dari bahan lembut, bahan yang fleksibel, dan biasanya diletakkan
disekitar pusar, pasien mungkin akan menerima anestesi lokal atau umum selama
prosedur pemasangan. Walaupun kateter dapat digunakan segera, dianjurkan untuk
menunggu 10-14 hari setelah pemasangan sebelum pengobatan dilakukan. Hal ini
memungkinkan tempat diletakkanya kateter untuk sembuh.
Pada dialisis peritoneal, cairan dialisis (disebut dialisat) diinfuskan kedalam perut
melalui kateter. Cairan akan masuk perut selama waktu tertentu yang diresepkan
(disebut dwell). Mukosa perut bertindak sebagai membran untuk memungkinkan
kelebihan cairan dan bahan sampah berdifusi dari darah ke dialisat. Selama tiap siklus
(disebut exchange) dialisat dalam perut dikeluarkan dan diganti. Rongga peritoneum
kemudian dialiri lagi dengan dialisat yang baru.
Hal ini dapat dilakukan secara manual empat sampai lima jam sehari dengan
menginfuskan cairan ke dalam perut dan kemudian membiarkan mengalir keluar
karena gravitasi. Proses pengosongan dan pengisian untuk tiap penggantian memakan
waktu 30 sampai 40 menit bila dilakukan secara manual. Pertukaran tersebut juga
dapat dilakukan dengan menggunakan mesin Dialisis peritoneal ambulatori
berkesinambungan (CAPD) meliputi exchange multipel dalam sehari. (biasanya
empat, tetapi kadang-kadang tiga atau lima) dengan dwell pada waktu malam. Dialisat
13
diinfuskan kedalam perut pada saat waktu tidur dan dikeluarkan pada saat bangun.
Dialisis peritoneal cycler berkesinambungan (CCPD) adalah bentuk otomatis dari
pengobatan ini dimana exchanges dilakukan mesin saat pasien tidur. Maka akan ada
waktu dwell / pengeluaran yang panjang, dan kadang exchange manual pada siang hari
dilakukan.
Pasien sering diperbolehkan untuk memilih antara CAPD atu CCPD tergantung gaya
hidup atau kepentingan pribadi (seperti kebutuhan teman saat CCPD). CCPD
umumnya memungkinkan waktu untuk bekerja, keluarga dan aktifitas lain tidak
terganggu dari pada CAPD.

Kerugian
Kerugian dari dialisis peritoneal meliputi peningkatan resiko terjadinya hernia
(kelemahan otot dinding perut) dari tekanan dialisat dari dalam peritoneum. Sebagai
tambahan pasien membutuhkan beberapa jam sehari untuk melakukan exchanges (jika
melakukan CAPD), dapat terjadi peningkaan berat badan sehubungan dengan absorbsi
glukosa dari dialisat, mempunyai resiko infeksi pada tempat kateter atau di dalam perut
(peritonitis), dan dapat menyerap banyak cairan selama waktu dwelling yang panjang.

MEMILIH TERAPI PENGGANTI


Memilih metode paling tepat untuk terapi penggani ginjal adalah suatu keputusan yang
kompleks, yang paling baik dipilih oleh pasien dan dokter dan juga oleh keluarga mereka atau
sukarelawan, setelah mempertimbangkan dengan masak beberapa faktor penting. Sebagai
contoh, hemodialisis melibatkan perubahan cepat pada keseimbangan cairan tubuh dan pada
beberapa pasien tidak ditoleransi dengan baik. Beberapa pasien tidak cocok sebagai calon
penerima cangkok, sementara sebagian yang lain tidak mempunyai dukungan keluarga atau
kemampuan untuk melakukan dialisis peritoneal. Kondisi medis pasien secara keseluruhan,
keinginan pribadi, dan situasi keluarga adalah beberapa dari banyak faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih untuk terapi pengganti ginjal. Dan juga dimungkinkan untuk
pasien mengubah dari satu modalitas ke modalitas yang lain sesuai keinginan atau kondisi
yang selalu berubah sepanjang waktu.

Cangkok ginjal adalah terapi optimal untuk sebagian besar pasien. Pasien yang bukan
calon untuk cangkok atau mereka yang harus menunggu ginjal biasanya dapat diobati dengan

14
hemodialisis atau dialisis peritoneal.Dialisis harus dimulai sebelum penyakit ginjal memberat
sampai pada titik mengancam jiwa. Saat terbaik melakukan dialisis ketika penyakit ginjal
berkembang sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal, sementara pasien masih merasa
dalam kondisi yang baik, tidak malnutrisi, tidak mempunyai kelainan metabolik berat atau
komplikasi lain dari gagal ginjal, dan juga tidak mempunyai kelebihan cairan atau
garam.Beberapa tanda klinik mengindikasikan bahwa dialisis harus dimulai segera. Jika tes
darah menunjukkan kegagalan ginjal berat, atau pasien mengalami perubahan kesadaran atau
perdarahan yang berhubungan dengan penyakit ginjal, dialisis harus dimulai segera.

Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang penting dalam ilmu penyakit
dalam, karena dapat berakibat fatal bagi penderitanya. Menurut data statistik yang didapat,
angka kematian akibat gagal ginjal kronik meningkat sekitar 20%.1 Total orang amerika yang
terkena penyakit gagal ginjal kronik mencapai 26 juta orang. Indonesia termasuk dalam
urutan ke-4 sebagai negara dengan penderita gagal ginjal kronik terbanyak yang jumlahnya
mencapai 16 juta jiwa.1 Penyakit gagal ginjal kronik adalah keadaan dimana terdapat
kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau
pertanda kerusakan ginjal seperti adanya protein pada hasil urin (proteinuria). 2 Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m. Penyebab tersering penyakit gagal ginjal kronik
adalah glomerulonefritis, diabetes mellitus, hipertensi dan ginjal polikistik.

Penyakit gagal ginjal seringkali tidak terdiagnosis dengan baik. Oleh sebab itu, deteksi
dini kerusakan ginjal sangat penting untuk dapat memberikan terapi dan pengobatan secara
maksimal dan efisien sebelum terjadi kerusakan dan komplikasi lebih lanjut. Screening test
pada individu asimtomatik yang menyandang faktor risiko dapat membantu deteksi dini
penyakit ginjal kronik. Deteksi dini bertujuan untuk meminimalisir resiko untuk terkena gagal
ginjal. Deteksi dini meliputi anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium yang memadai. Selain itu, pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan dengan
penghitungan laju filtrasi glomerulus dapat mengidentifikasi pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal. Pemeriksaan ekskresi albumin dalam urin (albuminuria) dapat
mengidentifikasi kerusakan ginjal pada sebagian besar pasien.
Faktor resiko dari gagal ginjal kronik adalah pasien yang memiliki kriteria yaitu
berusia >50 tahun, seseorang dengan obesitas dan riwayat merokok, seseorang dengan
penyakit vaskuler, seperti penyakit jantung koroner dan stroke, memiliki riwayat penyakit

15
diabetes melitus, hipertensi, ataupun gagal ginjal di dalam keluarga, seseorang yang sedang
dalam penggunaan obat hipertensi, seperti ACE Inhibitors (ACEi) atau Angiotensin Receptor
Blockers (ARBs), seseorang dengan riwayat penyakit Diabetes Melitus (DM) dan obstruksi
pada bladder, serta penderita infeksi saluran kemih yang berulang. Pengecekan dan kontrol
yang rutin terhadap kadar glukosa dalam darah, terapi pada penyakit dasar, memperbaiki gaya
hidup ke arah yang sehat, serta pembatasan asupan protein maupun koreksi anemia
merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah dan memperlambat
perkembangan dari penyakit gagal ginjal kronik.

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan tersebut adalah
pengobatan hipertensi, Monitor dan pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia.,
menjaga berat badan agar tetap ideal, mengatur pola makan yang bergizi serta restriksi kalori
Konsumsi obat diabetic oral diperlukan apabila kadar glukosa darah sewaktu >200.
penggunaan obat golongan statin berperan dalam menurunkan jumlah kolesterol didalam
darah. Pemberian suplemen zat besi dan vitamin juga diperlukan untuk mencegah terjadinya
anemia berat, urinalisis dan pengecekan kadar protein pada urin. Dapat dijadikan sebagai
patokan awal penurunan fungsi ginjal, mengkonsumsi makanan bergizi dan atur pola makan.
Mengurangi konsumsi garam, mengurangi makanan yang mempunyai kadar kalori tinggi dan
makanan berlemak disarankan untuk menjaga agar berat badan tetap ideal.

Deteksi dini dan pencegahan mutlak diperlukan pada pasien dengan faktor resiko ke
arah gagal ginjal kronik, Hal ini penting karena apabila seseorang telah terkena penyakit ini,
maka kemungkinan untuk sembuh kembali ke normal sangat kecil. Tidak jarang diperlukan
program hemodialisis ataupun transplantasi organ untun meningkatkan kualitas hidup pasien,
yang membutuhkan biaya mahal. Penderita yang menjalani program dialisis / cuci darah
memiliki survival rate hingga 32%.14

Daftar Pustaka

1. Chronic Kidney Disease. National Kidney Foundation. [online] New York. 2010,
Diakses dari : http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm/

16
2. Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo A, Setyohadi B, Idrus A,
Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I.
Jakarta: FKUI. 2007. Hal: 570-573.
3. Arora, Pradeep. Chronic Renal Failure. New York Health care System.
Nov, 2010.Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview
4. Soegondo, Notoatmodjo, Sidabutar. Gagal Ginjal Kronik. Universitas
Sumatera Utara. 2006. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16742/4/Chapter%20II.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai