Anda di halaman 1dari 18

Berdasarkan hasil uji coba soal dan wawancara yang telah dilakukan oleh dua orang

responden. Pengamat melakukan analisis dan pembahasan data hasil pengamatan yang diuraikan
berdasarkan empat langkah Polya dengan memberikan scaffolding metakognitif sesuai dengan
tingkat kemampuan matematika responden.
Analisis data secara perseorangan meliputi
a. Analisis data R1 (insial HM; soal nomor 1)
b. Analisis data R2 (insial HM; soal nomor 2)
c. Analisis data S1 (insial RA; soal nomor 1)
d. Analisis data S2 (insial RA; soal nomor 2)
Pada pengamatan ini ditentukan tiga jenis hambatan yang mungkin dialami siswa pada setiap
proses dan hasil pemecahan masalah menurut empat langkah Polya, yaitu:
a. Hambatan jenis pertama yaitu proses dan hasil benar dan tidak terlibat metakognitif siswa
b. Hambatan jenis kedua yaitu proses atau hasil benar dan terlibat metakognitif siswa
c. Hambatan jenis ketiga yaitu proses atau hasil benar dan tidak terlibat metakognitif siswa
Tiga jenis scaffolding metakognitif yang dapat diberikan kepada responden ketika mengalami
salah satu dari ketiga hambatan di atas, yaitu:
a. Merencanakan (planning)
b. Memantau (monitoring)
c. Mengevaluasi (evaluating)
Adapun empat langkah Polya untuk pemecahan masalah yaitu:
a. Memahami masalah (understand the problem)
b. Merencakan pemecahan (devise a planning)
c. Melaksanakan rencana pemecahan (carry out the problem)
d. Mengevaluasi hasil pemecahan (look back)
Pada analasis data, ditentukan suatu pengkodean, yaitu:
S(i,j)k : Menyatakan jenis scaffolding metakognitif ke-i (i=1, 2, 3) pada langkah Polya ke-j (j =
1, 2, 3, 4) dengan urutan kesalahan ke-k (k = 1, 2, 3, )
H(i,j)k : Menyatakan jenis hambatan ke-i (i=1, 2, 3) pada langkah Polya ke-j (j = 1, 2, 3, 4)
dengan urutan kesalahan ke-k (k = 1, 2, 3, )
P : Menyatakan peneliti
Deskripsi data pemberian scaffolding metakognitif dalam pemecahan masalah matematika
menurut empat langkah Polya
1. Transkripsi data R1
Masalah matematika yang diberikan
Urutkan bilangan berikut dari terkecil ke terbesar
3 3 1 17
4 ; ; 0,57; 0,6; ;
5 25 5 20
Berikut ini dijabarkan jenis scaffolding yang disertai dengan wawancara kepada R1
dalam memecahkan masalah matematika dan diurut berdasarkan empat langkah Polya
sebagai berikut
a. Memahami masalah
R1 membaca dan mencermati masalah matematika yang diberikan. Pengamat tidak
memberikan scaffolding karena R1 telah memberikan respon yang baik dengan
memulai mengerjakan masalah yang diberikan.
b. Menyusun rencana pemecahan
R1 terdiam dalam waktu yang cukup lama sebelum memulai langkah kedua untuk
membuat rencana pemecahan.
H (1,2) : R1 ragu memulai langkah kedua dalam pemecahan masalah.
Setelah melihat R1 yang agak lama terdiam memikirkan langkah kedua, pengamat
memutuskan untuk memberikan scaffolding seperti berikut.
S(1,2) : apa yang sebaiknya dilakukan sebelum mengurutkan pecahan?
R1 : ubah semua bentuk pecahan menjadi pecahan biasa
P : setelah itu?
R1 : tidak tahu kak
P : apa yang menjadi masalah sehingga pecahannya tidak bisa
diurutkan?
R1 : penyebutnya tidak sama kak
P : jadi apa yang harus dilakukan?
R1 terdiam dan berpikir sejenak. R1 kemudian menjawab dengan ragu bahwa yang
harus dilakukan adalah menyamakan penyebut. Karena R1 menjawab dengan ragu,
pengamat mencoba menguji pemahaman siswa dengan bertanya
P :jadi, kalau penyebutnya sudah disamakan, pecahannya sudah bisa
diurutkan?
R1 : iya kak. Kalau penyebutnya sudah sama, pecahannya sudah bisa
diurutkan. Tingga urutkan pembilangnya sesuai soal.
Pengamat menduga bahwa R1 sebenarnya sudah memahami materi tersebut, namun
diperlukan waktu yang agak lama untuk menyusun rencana pemecahan masalahnya.
Pada langkah kedua Polya dalam pemecahan masalah matematika, R1 terlihat
mengalami hambatan yang memerlukan scaffolding metakognitif yaitu :
H (1,2) : R1 ragu memulai langkah kedua dalam pemecahan masalah.

Hambatan tersebut diberikan scaffolding metakognitif sesuai yang


diperlukan sehingga hambatan yang dialami R1 dapat diatasi. Adapun scaffolding
metakognitif yang dimaksud adalah
Pada hambatan H(1,2), diberikan scaffolding metakognitif jenis S(1,2)
c. Menerapkan rencana pemecahan
R1 menerapkan rencana pemecahan masalahnya dengan baik. Untuk
menyamakan penyebut, R1 mencari KPK semua penyebut pecahan yang tertera di
soal. Setelah itu, R1 mengurutkan pecahan dari yang tekecil hingga terbesar. Pada
tahap ini, pengamat tidak menggunakan scaffolding.
d. Mengevaluasi hasil pemecahan
Setelah menyelesaikan soal yang diberikan, pengamat bertanya untuk
menguji pengetahuan siswa
P : apakah ada cara lain yang bisa digunakan untuk mneyelesaikan soal
ini?
R1 : tidak ada kak.
H(1,4) : R1 tidak bisa menggunakan alternatif lain dalam memecahkan soal yang
diberikan.
Pengamat kemudian memberikan scaffolding agar siswa mampu menemukan
alternatif pemecahan masalah yang lain.
P : coba perhatikan soalnya. Bentuk pecahan apa saja yang ada di soal?
R1 : ada pecahan biasa, campuran, dengan desimal, kak
P : tadi waktu mengerjakan soal, langkah awal apa yang dilakukan?
R1 : ubah semuanya ke bentuk pecahan biasa
S(3,4) : selain pecahan biasa, apakah pecahannya bisa diubah ke bentuk lain?
R1 kemudian terdiam dan berpikir sejenak
R1 : ooh bisa kak. Pecahannya bisa dibentuk ke pecahan desimal.
P : setelah itu?
R1 : setelah itu, pecahannya diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar.
Jawaban R1 menunjukkan bahwa, R1 telah menemukan cara lain dalam
menjawab soal yang diberikan.

Pada langkah keempat Polya dalam pemecahan masalah matematika oleh R1 terlihat
mengalami hambatan yang memerlukan scaffolding metakognitif yaitu :

H(1,4) : R1 tidak bisa menggunakan alternatif lain dalam memecahkan soal yang
diberikan.

Untuk hambatan tersebut diberikan scaffolding metakognitif sesuai yang


diperlkan sehingga hambatan yang dialami R1 dapat diatasi. Adapun scaffolding
metakognitif yang dimaksud adalah

Pada hambatan H(1,4), diberikan scaffolding metakognitif jenis S(3,4)

Berdasarkan analisis data di atas, di peroleh bahwa P1 sudah memahami materi


yang diberikan. Namun dalam pengerjaan soal, R1 masih membutuhkan waktu yang lama
untuk berpikir dan menyelesaikan soalnya. Adapun jenis-jenis scaffolding yang diberikan
kepada P1 untuk mengatasi hambatan tersebut adalah sebagai berikut
Pada langkah pertama Polya, tidak diberikan scaffolding karena tidak mengalami
hambatan
Pada langkah kedua Polya, pengamat memberi scaffolding dengan menanyakan
hambatan dan cara mengatasinya kepada siswa. Pengamat juga bertanya lebih lanjut
untuk menguji apakah siswa sudah benar-benar paham atau tidak
Pada langkah ketiga Polya, tidak diberikan scaffolding karena tidak mengalami
hambatan
Pada langkah keempat Polya, pengamat memberi scaffolding dengan menanyakan
bentuk-bentuk pecahan yang tertera pada soal

2. Transkip Data R2
Masalah Matematika yang diberikan
Sederhanakan hasil operasi pecahan berikut:
3 5 1 25
((3 + 4 2) 6) 100

Berikut ini dijabarkan scaffolding metakognitif yang disertai dengan wawancara kepada R2
dalam memecahkan masalah matematika dan diurut berdasarkan empat langkah Polya
sebagai berikut

a. Memahami Masalah
R2 membaca dan mencermati masalah yang diberikan dengan seksama. Pada
bagian ini R2 telah mampu memahami masalah yang diberikan dengan baik dimana
siswa telah mampu mengetahui urutan operasi bilangan dengan baik.
Untuk mengetahui kemampuan metakognitif siswa dalam memahami masalah
yang diberikan, pengamat melakukan beberapa wawancara. Adapun petikan
wawancaranya yaitu:

P: apa langkah pertama yang harus dilakukan sebelum menyelesaikan soal


pecahan

R2: kita lihat pecahan mana yang harus dioperasikan terlebih dahulu

P: bagaimana urutan operasinya

R2: operasi dalam pangkat, terus perkalian, pembagi, penjumlahan dan


pembagian

Dari petikan wawancara di atas, dapat diketahui bahwa R2 telah memiliki


kemampuan memahami masalah dengan baik, karena R2 telah mampu menjawab setiap
pertanyaan dari pengamat secara lancar dan tanpa ragu.
Pada langkah pertama Polya dalam pemecahan masalah matematika oleh R2 tidak
mengalami hambatan yang memerlukan scaffolding metakognitif.

b. Menyusun Rencana Pemecahan


Pada tahap ini R2 telah mampu menyusun rencana pemecahan yang baik. R2
telah mengetahui setiap langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan yang diberikan.

Untuk mengetahui kemampuan metakognitif siswa dalam menyusun rencana


pemecahan masalah yang diberikan, pengamat melakukan beberapa wawancara.
Adapun petikan wawancaranya yaitu:

P: Langkah apa yang harus dilakukan adik jika mau menyelesaikan soal pecahan
ini

R2: kita lihat dulu, pecahan mana yang harus diselesaikan, karena ada pecahan
didalam kurung, makanya pecahan yang didalam kurung dulu dikerjakan kak

P: Kenapa penyelesaiannya yang didalam kurung tidak berurutan?

R2: karena kalau mauki operasikan pecahan, yang perkalian dulu dikerjakan
sesudah itu penjumlahannya. Jadi,Selesaikan dulu yang perkalian kak terus
hasilnya nanti itu kita operasikan lagi dengan pecahan yang didekatnya

P: yang mana pecahan yang didekatnya yang adik maksud? Yang didalam kurung
atau di luar kurung?

R2: yang di dalam kurung kak?

P : kenapa harus yang di dalam kurung dulu di selesaikan?

R2: karena kalau kita mau operasikan pecahan, selesaikan semua yang ada di
dalam kurung, terus pindah maki operasikan pecahan yang lain.

Dari petikan wawancara di atas, dapat diketahui bahwa R2 telah memiliki


kemampuan menyusun rencana pemecahan masalah dengan baik, karena R2 telah
mampu menjawab setiap pertanyaan dari pengamat secara lancar dan tanpa ragu.
Pada langkah kedua Polya dalam pemecahan masalah matematika oleh R2 tidak
mengalami hambatan yang memerlukan scaffolding metakognitif.

c. Menerapkan rencana pemecahan


H(3,3)1: R2 mengalami kebingungan ketika akan mengoperasikan pecahan dengan
operasi penjumlahan
Agar R2 dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan, maka pengamat
memberikan scaffolding metakognitif sebagai berikut
S(2,3)1 : Apa yang harus dilakukan jika kita ingin menjumlahkan pecahan?
(R2 terdiam sejenak)
R2 : samakan penyebutnya kak
Kemudian R2 mulai menyelesaikan pecahan dengan operasi penjumlahan, dan
memperoleh hasil
24 15 1 25
( + )
8 8 6 100
Selanjutnya pengamat menguji kemampuan metakognitif R2 terkait penyelesaikan yang
dituliskan
P: Bagaimana caranya diperoleh penyebut 8?
R2: kan penyebut dari 3 adalah 1 dan penyebut dari 15 adalah 8. Jadi kita
kalikan kedua penyebutnya
H(1,3)2 : R2 mengalami kekeliruan dalam menyamakan penyebut pecahan. R2
beranggapan bahwa cara menyamakan penyebut itu dengan mengalikan kedua
penyebut pecahan tersebut
Karena R2mengalami kekeliruan dalam menentukan penyebut pecahan, maka
pengamat memberikan scaffolding metakognitif sebagai berikut
S(2,3)2: Kenapa harus dikalikan? Lalu, bagaimana dengan contoh berikut
2 3 3 + 15
+ =
25 5 25
Apakah pemilihan penyebut 25 ini salah?
R2: Penyebut tersebut sudah benar kak
P: Jadi apa kesimpulan adik dari contoh soal yang kakak berikan
R2: Ohhh iya kak, dicari KPKnya
Dari petikan wawancara dan pemberian scaffolding metakognitif di atas, terlihat
bahwa R2 telah mampu menjawab pertanyaan dari pengamat secara tepat, lancar, dan
mampu mengekspresikan ketidakraguan dari jawaban yang diberikan dengan perkataan
Ohhh iya kak, dicari KPKnya. Ini menunjukkan bahwa R2 telah memahami setiap
penyelesaian dari pecahan dengan scaffolding.
Berdasarkan langkah Polya ketiga di atas, R2 mengalami beberapa hambatan
dalam menyelesaikan pecahan, sehingga dibutuhkan scaffolding metakognitif. Adapun
hampatan-hambatan yang dialami oleh R2 yaitu:
H(3,3)1: R2 mengalami kebingungan ketika akan mengoperasikan pecahan dengan
operasi penjumlahan

Untuk masing-masing hambatan diatas diberikan scaffolding metakognitif sesuai


yang diperlukan sehingga hambatan yang dialami R2 dapat diataso. Adapun scaffolding
metakognitif yang dimaksud adalah
Pada hambatan H(3,3)1, diberikan scaffolding metakognitif jenis S(2,3)1
Pada hambatan H(1,3)2, diberikan scaffolding metakognitif jenis S(2,3)2
d. Mengevaluasi hasil pemecahan
Pada tahap ini R2 telah mampu mengevaluasi hasil pemecahan yang baik. R2
telah mengetahui pemecahan dari permasalahan yang diberikan.

Untuk mengetahui bahwa R2 telah memahami materi pecahan khusunya dalam


mengoperasikan pecahan. Pengamat melakukan beberapa wawancara untuk mengetahui
kemampuan metakognitif siswa. Adapun petikan wawancaranya yaitu:

P: Bagaimana urutan operasi dalam menyelesaikan pecahan

R2: Selesaikan operasi yang di dalam kurung, kemudian operasi perkalian,


pembagian, penjumlahan dan pengurangan

Dari petikan wawancara di atas, dapat diketahui bahwa R2 telah memiliki


kemampuan mengevaluasi hasil pemecahan masalah dengan baik, karena R2 telah
mampu menjawa setiap pertanyaan dari pengamat secara lancar dan tanpa ragu.
Pada langkah keempat Polya dalam pemecahan masalah matematika oleh R2 tidak
mengalami hambatan yang memerlukan scaffolding metakognitif.

Berdasarkan analisis data di atas, di peroleh bahwa R2 sudah memahami materi


yang diberikan. Namun dalam pengerjaan soal, R2 masih membutuhkan waktu untuk
berpikir dan menyelesaikan soalnya. Adapun jenis-jenis scaffolding yang diberikan
kepada R2 untuk mengatasi hambatan tersebut adalah sebagai berikut

Pada langkah pertama Polya, tidak diberikan scaffolding karena tidak mengalami
hambatan

Pada langkah kedua Polya, tidak diberikan scaffolding karena tidak mengalami
hambatan

Pada langkah ketiga Polya, pengamat memberi scaffolding dengan menanyakan


hambatan dan cara mengatasinya kepada siswa. Pengamat juga bertanya lebih
lanjut untuk menguji apakah siswa sudah benar-benar paham atau tidak

Pada langkah keempat Polya, tidak diberikan scaffolding karena tidak mengalami
hambatan

1. Transkrip Data S1

Masalah matematika yang diberikan

Urutkan bilangan berikut dari terkecil ke terbesar


3 3 1 17
4 ; ; 0,57; 0,6; ;
5 25 5 20

Berikut ini dijabarkan jenis scaffolding metakognitif yang disertai dengan wawancara
yang diberikan kepada S1 dalam memecahkan masalah matematika dan diurut berdasarkan
empat langkah Polya sebagai berikut.

a. Memahami Masalah
S1 membaca dan mencermati masalah matematika yang diberikan. Pada langkah
pertama dalam pemecahan masalah matematika oleh S1 terlihat tidak terdapat hambatan
yang memerlukan scaffolding dari pengamat. S1 mampu memahami masalah yang
diberikan dengan segera memulai mengerjakan masalah yang diberikan.

b. Menyusun Rencana Pemecahan

Pada bagian ini S1 mengubah semua bentuk bilangan berbentuk pecahan


sederhana, baik dari bentuk pecahan campuran ke pecahan biasa maupun dari bentuk
pecahan desimal ke pecahan bisaa. Pada langkah kedua ini juga S1 terlihat tidak memiliki
hambatan sehingga pengamat juga tidak memberikan scaffolding dalam penyusunan
rencana pemecahan masalah.

c. Menerapkan Rencana Pemecahan

H (3,3) : Siswa mengurutkan pecahan tanpa mengubah penyebutnya terlebih dahulu

Pengamat melihat pekerjaan siswa yang mengrutkan pecahan berdaarkan angka


pembilangnya saja maka pengamat mewawancarai
P : Kenapa adek memilih ini sebagai bilangan yang terkecil? (menunjuk salah
satu
bilangan)
S1 : Karena ini yang terkecil

Karena jawaban S1 memberi alasan yang kurang tepat, maka pengamat memberi
scaffolding seperti berikut
S (2,3) : Berikan siswa contoh soal dari pecahan, misalnya menggunakan lingkaran.
Misalkan

1 2
2 6
Berdasarkan gambar di atas siswa diberikan pertanyaan terkait bagian dari gambar
yang paling besar.

1
S1 : 2 yang paling besar

P : Jadi dari contoh itu bisa dilihat bahwa ternyata meskipun pembilangnya
kecil

belum tentu lebih kecil dari pecahan yang lain. Apa yang bisa kita lakukan

selanjutnya?

S1 : Samakan dulu penyebutnya semua

P : Bagus. Lalu apa yang kita lakukan pertama agar mampu mengubah
penyebutnya?

S1 : Cari dulu KPK-nya dari ini bilangan yang penyebut

Dari petikan wawancara yang disertai dengan scaffolding di atas terlihat S1


menjawab pertanyaan peneliti dengan tepat, ini menunjukkan bahwa S1 sudah
memahami dengan baik yang disertai dengan kesadaran tentang perlunya menyamakan
penyebutnya terlebih dahulu.

Kemudian S1 melanjutkan pekerjaannya dengan mencari KPK dari penyebut


yang ada menyamakan penyebut semua pecahan yang diberikan.

Pada langkah ketiga Polya dalam pemecahan masalah matematika oleh S1


terlihat mengalami hambatan yang memerlukan scaffolding metakognitif yaitu :

H(3,3) : Siswa mengurutkan pecahan tanpa mengubah penyebutnya terlebih dahulu

Untuk hambatan tersebut diberikan scaffolding metakognitif sesuai yang


diperlkan sehingga hambatan yang dialami S1 dapat diatasi. Adapun scaffolding
metakognitif yang dimaksud adalah

Pada hambatan H(3,3), diberikan scaffolding metakognitif jenis S(2,3)

d. Mengevaluasi Hasil Pemecahan


Pada saat S1 mengerjakan masalah yang diberikan, ia memilih untuk mengubah
semua pecahan ke bentuk pecahan sederhana dibandingkan pecahan desimal yang
memang lebih simpel.
P : Apa ada cara lain yang bisa digunakan untuk menyelesaikan ini?
S1 : Hanya cara ini yang bisa digunakan

H(1,4) : S1 tidak bisa mengungkapkan cara lain yang bisa digunakan untuk
menyelesaikan
masalah yang diberikan
Selanjutnya peneliti mencoba mengarahkan dengan scaffolding seperti berikut

P : Selain mengubah ke bentuk pecahan biasa. Apa yang juga dapat kita
lakukan?

S1 : (terdiam)

Karena S1 belum bisa menjawab pertanyaan yang diberikan maka pengamat


memberikan scaffolding lainnya sebagai berikut
P : Perhatikan masalah yang diberikan. Bentuk-bentuk bilangan apa saja yang
ada dalam
soal ini?

S1 : Pecahan campuran, pecahan biasa, pecahan desimal

Pengamat lalu mengarahkan arah berpikir S1 agar mampu memikirkan cara lain
yang juga dapat digunakan
S(3,4) : Adek tadi mengerjakan soal yang diberikan dengan mengubah pecahan yang
lain ke
bentuk pecahan biasa. Selain itu, apa yang dapat kita lakukan?

S1 : Ohh iyya, bisa juga dikerjakan dengan mengubah ke bentuk desimal


Jawaban S1 menunjukkan bahwa S1 telah mampu memikirkan cara lain yang
dapat ia gunakan dalam mengerjakan masalah yang serupa.

Pada langkah keempat Polya dalam pemecahan masalah matematika oleh S1


terlihat mengalami hambatan yang memerlukan scaffolding metakognitif yaitu :

H(1,4) : S1 tidak bisa mengungkapkan cara lain yang bisa digunakan untuk
menyelesaikan
masalah yang diberikan

Untuk hambatan tersebut diberikan scaffolding metakognitif sesuai yang


diperlkan sehingga hambatan yang dialami S1 dapat diatasi. Adapun scaffolding
metakognitif yang dimaksud adalah

Pada hambatan H(3,3), diberikan scaffolding metakognitif jenis S(3,4)

Berdasarkan analisis data di atas, diperoleh bahwa S1 mengalami beberapa


hambatan dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan namun setelah
diberikan scaffolding, S1 dapat melewati hambatan-hambatan tersebut. Adapun jenis-
jenis scaffolding yang diberikan kepada S1 untuk mengatasi hambatan tersebut adalah
sebagai berikut
Pada langkah pertama Polya, tidak diberikan scaffolding karena tidak mengalami
hambatan
Pada langkah kedua Polya, juga tidak diberikan scaffolding karena tidak mengalami
hambatan
Pada langkah ketiga Polya, diberikan scaffolding metakognitif jenis memantau sebanyak
1 kali yaitu S(2,3)

Pada langkah keempat Polya, diberikan scaffolding metakognitif jenis mengevaluasi sebanyak 1
kali yaitu S(3,4)

a. Memahami Masalah
S membaca dan mencermati masalah yang diberikan. Peneliti tidak memberikan
scaffolding karena S tidak mengalami masalah pada tahap awal. S mengerti dengan
maksud dari masalah yang diberikan, sehingga S memulai pengerjaan dalam
menyelesaikan masalah.

b. Menyusun Rencana Pemecahan


Peneliti menelusuri rencana pemecahan masalah yang ingin dilakukan S, seperti
petikan wawancara berikut.
P : Apa yang ingin kau lakukan untuk mengerjakan soal ini dek? Yang mana
duluan kau kerjakan?
S : ku kerja dulu yang dalam kurung kak
P : yang mana dek, karena ada 2 bagian ini yang dalam kurung
3 5
S : yang ini kak, 3 + 4 2

P : apa yang duluan kau kerja dek? Kasi tahuka coba apa-apa yang ingin kau
lakukan
S : yang pertama kak, ku kerja dulu operasi perkalian yang dalam kurung baru ku
1 25
jumlahkan. Hasilnya, ku kurangi 6 . Hasilnya lagi itu, ku bagi dengan 100

P : oh.. Iya dek. Kerjakanmi


Pada tahap menyusun rencana pemecahan, peneliti tidak memberikan scaffolding.
Rencana pemecahan masalah yang dimiliki oleh S sudah benar, karena sesuai dengan
aturan urutan pengerjaan soal matematika.

c. Menerapkan Rencana Pemecahan


S mulai mengerjakan soal yang diberikan dengan menyelesaikan operasi bilangan
yang berada pada dalam kurung sesuai dengan perencanaan sebelumnya.
3 5 15
3+42 = 3+ 8

24 15
= +
8 8
39
=
8
Selanjutnya peneliti menelusuri keterlibatan metakognisi S terhadap apa yang
ditulis, seperti petikan wawancara berikut.

P : kenapa dalam mengerjakan operasi penjumlahan pecahan, penyebutnya


disamakan sedangkan pada operasi perkalian pecahan penyebutnya tidak
disamakan?

S : aturan operasi pecahan memang begitu kak toh. Kalau penjumlahan dan
pengurangan, haruski disamakan penyebutnya. Kalau perkalian dan pembagian
tidakji

Dari petikan wawancara di atas terlihat bahwa S menjawab pertanyaan dengan


tepat dan lancar serta menunjukkan ekspresi ketidak raguan. Hal ini menunjukkan bahwa
S sudah memahami dengan baik tentang penyebut yang disamakan ataupun dibedakan
dalam operasi pecahan.

Pada tahapan selanjutnya, S mengalami ketidak telitian dalam mengerjakan soal.


25
Hasil yang didapatkan sebelumnya dibagi dengan 100 .

H(3,3) : S tidak teliti dalam pengerjaan tahapan selanjutnya. S mengerjakan operasi


pembagian tanpa mengerjakan operasi pengurangan pada soal.

Untuk itu peneliti memberikan scaffolding metakognitif kepada S yang


memunculkan kesadaran kesalahan dalam mengerjakan tahapan selanjutnya seperti
berikut.

S(2,3) : coba perhatikan kembali soal yang diberikan, kemudian bandingkan dengan
apa yang adik kerjakan sekarang

S : astaga kak, salahka. Seharusnya saya kurangkan dulu hasil sebelumnya


1
dengan 6 .

S kemudian melanjutkan pengerjaan seperti berikut.

39 1 117 4 113
= =
8 6 24 24 24
Pada tahapan selanjutnya, S mengalami kesulitan dalam melakukan operasi
pembagian. S lupa cara menyelesaikan pembagian pecahan. Hal tersebut membuat S
terdiam beberapa menit. Peneliti memberikan scaffolding metakognitif untuk membuat S
ingat dengan cara mengerjakan operasi pembagian pecahan seperti pada kutipan
wawancara berikut.

P : kenapa dek? Apa masalahnya?

S : lupaka caranya bagi pecahan kak. Betulmi itukah kak kalau pembagian,
dikaliki tapi penyebutnya ditukar dengan pembilangnya?

P : ada kuemu 4 ingin kau kasi temanmu 2 orang. Berapa na dapat masing-
masing?

S : 2 kak

P : (sambil merobek kertas menjadi 2 bagian dan menunjukkan 1 bagian kertas


robekan) ini kertas yang saya pegang, berapa bagianki?

1
S : setengah kak, 2 bagian

P : (sambil merobek kertas sebelumnya menjadi 2 bagian lagi dan menunjukkan 1


bagian kertas robekan) ini sudahka lagi robekki. Berapa bagianki sekarang?

1
S : seperempat kak, bagian
4

P : coba hubungkan permasalahan-permasalahan tadi dengan konsep


pembagian

(S menuliskan jawaban sebelumnya, menghubungkan dengan konsep pembagian,


dan mencoba mengingat konsep pembagian)

S : iye kak. Ku tahumi

S sudah mengingat dengan konsep pembagian pecahan, sehingga S mulai


mengerjakan tahapan selanjutnya seperti berikut.

113 25 113 100 11300 113


= = =
24 100 24 25 600 6
Pada langkah ketiga Polya dalam pemecahan masalah matematika oleh S terlihat
mengalami beberapa hambatan yang memerlukan scaffolding metakgnitif yaitu :

H(3,3) : S tidak teliti dalam mengerjakan soal yang diberikan

H(2,3) : S lupa dengan konsep pembagian pecahan. S terkesan ragu dalam mengerjakan
soal.

Untuk masing-masing hambatan di atas diberikan scaffolding metakognitif sesuai


apa yang diperlukan sehingga hambatan yang dialami S dapat diatasi. Adapun scaffolding
metakognitif yang dimaksud adalah seperti berikut.

Pada hambatan H(3,3), diberikan scaffolding metakognitif jenis S(2,3)

Pada hambatan H(2,3), diberikan scaffolding metakognitif jenis S(3,3)

d. Mengevaluasi Hasil Pemecahan


Pada saat S mengerjakan masalah yang diberikan, ia memilih untuk
menyelesaikan soal secara utuh tanpa melakukan penyederhanaan pecahan di tengah
pengerjaan, melainkan melakukan penyederhanaan pecahan di akhir pengerjaan serta
menyelesaikan soal dengan fokus pada pengoperasian pecahan biasa. Namun peneliti
ingin mengetahui pemahaman S terkait dengan permasalahan yang diberikan.
P : apakah ada cara lain yang bisa digunakan untuk menyelesaikan soal ini?
25
S : ada cara lain kak. Di soal, ada 100 yang bisa di sederhanakan terlebih dahulu

sebelum mengerjakan. Bisa juga diubah semua pecahan ke bentuk pecahan


desimal, kemudian di operasikan. Tapi lebih saya suka mengoperasikan pecahan
biasa karena tidak terlalu siksaki membagi
Berdasarkan kutipan wawancara di atas, terlihat jelas bahwa S sudah mengerti
dalam pengerjaan operasi pecahan. S menjawab pertanyaan dengan baik tanpa keraguan
sedikitpun. Jawaban yang diberikan oleh S menunjukkan bahwa ia telah mampu
memikirkan cara lain yang dapat ia gunakan dalam mengerjakan masalah serupa.
Pada langkah keempat polya yaitu mengevaluasi hasil pemecahan, peneliti tidak
memberikan scaffolding kepada S karena S mampu menjawab pertanyaan dengan baik
yang memancing S untuk memikirkan perencanaan lain dalam menyelesaikan soal
serupa.

Berdasarkan analisis data di atas, diperoleh hasil yaitu S mengalami beberapa


hambatan dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan, namun setelah diberi
scaffolding metakognitif, S dapat melewati hambatan-hambatan tersebut. Adapun jenis-
jenis scaffolding metakognitif yang diberikan kepada S untuk mengatasi hambatan-
hambatan tersebut adalah seperti berikut.
Pada langkah pertama Polya, S tidak diberikan scaffolding metakgnitif karena tidak
mengalami hambatan.
Pada langkah kedua Polya, S tidak diberikan scaffolding metakgnitif karena tidak
mengalami hambatan.
Pada langkah ketiga Polya, S diberikan scaffolding metakognitif jenis memantau
sebanyak 1 kali yaitu S(2,3) dan scaffolding metakognitif jenis mengevaluasi
sebanyak 1 kali yaitu S(3,3).
Pada langkah keempat Polya, S tidak diberikan scaffolding metakgnitif karena tidak
mengalami hambatan.

Anda mungkin juga menyukai