MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEGIATAN USAHA
PANAS BUMI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang
terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan
bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara
genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu
sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya
diperlukan proses penambangan.
2. Kegiatan . . .
-2-
9. Badan . . .
-3-
BAB II . . .
-4-
BAB II
TAHAPAN KEGIATAN USAHA PANAS BUMI
Pasal 2
Bagian Kesatu
Survei Pendahuluan
Pasal 3
Pasal 4
b. bupati . . .
-5-
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Bagian Kedua . . .
-7-
Bagian Kedua
Penetapan Wilayah Kerja
Pasal 11
Pasal 12
Bagian Ketiga
Eksplorasi
Pasal 13
Pasal 14
Bagian Keempat
Studi Kelayakan
Pasal 15
(3) Badan . . .
-9-
Bagian Kelima
Eksploitasi
Pasal 16
(2) Badan . . .
- 10 -
Bagian Keenam
Pemanfaatan
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
BAB III . . .
- 11 -
BAB III
LELANG WILAYAH KERJA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
(1) Dalam rangka penawaran Wilayah Kerja, Menteri dapat
menetapkan harga patokan uap dan/atau tenaga listrik
dari pembangkit listrik tenaga Panas Bumi
(2) Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya mengumumkan Wilayah Kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 secara terbuka
untuk ditawarkan kepada Badan Usaha.
(3) Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan penawaran Wilayah Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Badan
Usaha dengan cara lelang.
(4) Dalam melaksanakan penawaran Wilayah Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, gubernur
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
mempunyai tugas:
a. membentuk panitia Pelelangan Wilayah Kerja yang
keanggotaannya berjumlah gasal dan paling sedikit 5
(lima) orang, yang memahami tata cara Pelelangan
Wilayah Kerja, substansi pengusahaan Panas Bumi
termasuk pemanfaatannya, hukum dan bidang lain
yang diperlukan baik dari unsur-unsur di dalam
maupun di luar instansi yang bersangkutan; dan
b. menetapkan dan mengesahkan hasil Pelelangan
Wilayah Kerja.
(5) Tugas, wewenang dan tanggung jawab panitia Pelelangan
Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a meliputi :
a. menyusun jadwal dan menetapkan lokasi Pelelangan
Wilayah Kerja;
b. menyiapkan Dokumen Lelang;
c. mengumumkan Pelelangan Wilayah Kerja;
d. menilai . . .
- 12 -
Bagian Kedua
Persyaratan dan Tata Cara Pelelangan
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
a. tahap . . .
- 14 -
4. evalusi . . .
- 15 -
4. evaluasi prakualifikasi;
5. klarifikasi dan konfirmasi terhadap dokumen
prakualifikasi;
6. penetapan hasil prakualifikasi;
7. pengumuman hasil prakualifikasi;
8. masa sanggah prakualifikasi.
b. tahap kedua
1. undangan kepada peserta yang lulus
prakualifikasi;
2. pengambilan Dokumen Lelang;
3. penjelasan;
4. penyusunan berita acara penjelasan Dokumen
Lelang dan perubahannya;
5. tahap pemasukan penawaran harga uap atau
tenaga listrik;
6. pembukaan sampul penawaran;
7. penetapan peringkat;
8. pemberitahuan/pengumuman pemenang;
9. masa sanggah;
10. penjelasan sanggahan; dan
11. penunjukan pemenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan evaluasi
penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pelelangan Wilayah Kerja
Hasil Penugasan Survei Pendahuluan
Pasal 24
(2) Menteri, . . .
- 16 -
Pasal 25
4. dalam . . .
- 17 -
Bagian keempat
Sanggahan
Pasal 26
Bagian Kelima . . .
- 18 -
Bagian Kelima
Pelelangan Ulang
Pasal 27
BAB IV
IUP
Bagian Kesatu
Pemberian IUP
Pasal 28
(4) Setiap . . .
- 19 -
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
a. rencana . . .
- 20 -
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34 . . .
- 21 -
Pasal 34
Bagian Kedua
Penghentian Sementara
Pasal 35
(6) Ketentuan . . .
- 22 -
Bagian Ketiga
Pengembalian Wilayah Kerja
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39 . . .
- 23 -
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
(3) Ketentuan . .
- 24 -
Bagian Keempat
Berakhirnya IUP
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45 . . .
- 25 -
Pasal 45
Pasal 46
Dalam hal IUP berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal
43, Pasal 44 dan Pasal 45 maka segala hak pemegang IUP
berakhir.
Pasal 47
(1) Dalam hal IUP berakhir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45, pemegang IUP wajib:
a. melunasi seluruh kewajiban finansial serta memenuhi
dan menyelesaikan segala kewajibannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan berkaitan dengan berakhirnya IUP;
c. melakukan . . .
- 26 -
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IUP
Bagian Kesatu
Hak Pemegang IUP
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51 . . .
- 28 -
Pasal 51
Pasal 52
Bagian Kedua
Kewajiban Pemegang IUP
Pasal 53
5. menyampaikan . . .
- 29 -
Paragraf 1 . . .
- 30 -
Paragraf 1
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal 54
Paragraf 2
Perlindungan Lingkungan
Pasal 55
Paragraf 3 . . .
- 31 -
Paragraf 3
Teknis Pertambangan Panas Bumi
Pasal 56
Pasal 57
Ketentuan lebih lanjut mengenai kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja (K3), perlindungan lingkungan, dan teknis
pertambangan, diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 4
Rencana Jangka Panjang Eksplorasi
dan Eksploitasi
Pasal 58
(2) Rencana . . .
- 32 -
Pasal 59
Pasal 60
Paragraf 5
Rencana Pascatambang
Pasal 61
(2) Dokumen . . .
- 33 -
Pasal 62
Paragraf 6
Penerimaan Negara
Pasal 63
(2) Penerimaan . . .
- 34 -
Paragraf 7
Pemanfaatan Barang, Jasa, Teknologi serta
Kemampuan Rekayasa dan Rancang Bangun
Dalam Negeri
Pasal 64
Pasal 65 . . .
- 35 -
Pasal 65
Paragraf 8
Pasal 66
Pasal 67 . . .
- 36 -
Pasal 67
BAB V
DATA PANAS BUMI
Pasal 68
Pasal 69
d. penentuan . . .
- 37 -
Pasal 70
Pasal 71
Pasal 72
Pasal 73 . . .
- 38 -
Pasal 73
Pasal 74
Pasal 75
BAB VI . . .
- 39 -
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 76
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan usaha pertambangan Panas Bumi yang
dilakukan oleh gubernur, bupati dan walikota.
(2) Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi penetapan pelaksanaan kebijakan,
pedoman, bimbingan, fasilitasi, arahan, supervisi,
pemantauan dan pelatihan dalam hal:
a. pelaksanaan Survei Pendahuluan;
b. penawaran Wilayah Kerja;
c. perizinan;
d. pembinaan dan pengawasan terhadap Pemegang IUP;
dan
e. pengelolaan data dan informasi Panas Bumi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Menteri.
Pasal 77
Pasal 78
3. perencanaan;
4. cadangan;
5. produksi;
6. laporan pelaksanaan; dan
7. optimalisasi pemanfaatan energi Panas Bumi;
c. Keuangan yang terdiri atas:
1. perencanaan anggaran;
2. realisasi pengeluaran;
3. investasi; dan
4. pemenuhan kewajiban pembayaran.
i. Pengembangan . . .
- 41 -
Pasal 79 . . .
- 42 -
Pasal 79
Pasal 80
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 81
Pasal 82 . . .
- 43 -
Pasal 82
Pasal 83
Pasal 84
BAB VIII . . .
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 85
Pasal 86
Apabila dalam Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 85 belum dilakukan kegiatan Eskploitasi paling lambat
sampai dengan tanggal 21 Oktober 2010 maka Pemegang
Kuasa dan Izin serta kontrak dimaksud wajib mengembalikan
Wilayah Kerjanya kepada Pemerintah dengan mengikuti
ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 87
Penyelenggaraan kewenangan pengelolaan pertambangan
Panas Bumi baik dalam bentuk Kuasa, Izin atau Kontrak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dilaksanakan oleh
Menteri.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 45 -
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 November 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 November 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
I. UMUM
Sumber daya Panas Bumi merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang memberikan manfaat untuk menunjang pembangunan yang
berkelanjutan, memberikan nilai tambah secara keseluruhan,
meningkatkan pendapatan negara, dan masyarakat untuk mendorong
pertumbuhan perekonomian nasional demi peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat.
Negara Indonesia bertepatan dengan jalur vulkanik terpanjang di
dunia. Sebagai negara yang dilalui oleh jalur vulkanik, potensi sumber daya
Panas Bumi menyebar mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Bali,
Pulau Nusa Tenggara, Pulau Maluku sampai ke Pulau Sulawesi. Mengingat
potensi sumber daya Panas Bumi Indonesia yang besar, peranan
pemanfaatan Panas Bumi dapat lebih ditingkatkan, sejalan dengan
kebijakan energi nasional, khususnya dalam aspek konservasi dan
diversifikasi energi serta dapat dimanfaatkan secara langsung untuk
pengeringan hasil pertanian, pemanasan rumah/rumah sakit di daerah
dingin, sebagai daerah rekreasi dan pengobatan, sehingga sangat beralasan
kiranya pengusahaan Panas Bumi dijadikan sebagai salah satu alat pemacu
peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Pengusahaan Panas Bumi di sisi hulu sifatnya padat modal dan padat
teknologi dengan berisiko tinggi. Oleh karena itu, untuk menanggulangi
risiko kegagalan dalam pemboran Eksplorasi Panas Bumi maka Pemerintah
dan Pemerintah Daerah perlu melakukan Survei Pendahuluan dan/atau
meningkatkan kegiatan Eksplorasi untuk mendata potensi Panas Bumi
sebagai bahan pertimbangan dalam penyiapan dan penetapan Wilayah
Kerja Panas Bumi.
Bahwa tahapan Kegiatan Usaha Panas Bumi meliputi kegiatan Survei
Pendahuluan, Penetapan Wilayah Kerja dan Pelelangan Wilayah Kerja,
Eksplorasi, Studi Kelayakan, Eksploitasi, dan Pemanfaatan. Kegiatan-
kegiatan tersebut dapat dilakukan secara terpisah dan/atau secara
terpadu. Namun, semua kegiatan ini harus dapat memberikan kepastian
dalam pengembangan Panas Bumi yang selama ini pemanfaatan paling
utama dari Panas Bumi adalah untuk keperluan tenaga listrik, walaupun
tidak . . .
-2-
Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan instansi terkait adalah departemen
dan/atau lembaga Pemerintah non departemen.
Konsultasi dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang
batas, koordinat, dan rencana luas Wilayah Kerja tertentu yang
dianggap potensial mengandung sumber daya Panas Bumi
menjadi Wilayah Kerja.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 12 . . .
-4-
Pasal 12
Ayat (1)
Harga dasar data pada Wilayah Kerja diklasifikasikan berdasarkan
kondisi potensi wilayah, intisari data Survei Pendahuluan
dan/atau Eksplorasi.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Pasal 13
Cukup Jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Dalam rangka pengembangan daerah tertinggal, maka eksplorasi
di wilayah tersebut dapat dilakukan sampai diperoleh data
cadangan terbukti.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Yang dimaksud dengan Kuasa Usaha Ketenagalistrikan adalah
kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah kepada badan usaha
milik negara yang diserahi tugas semata-mata untuk melaksanakan
usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan diberi
tugas untuk melakukan pekerjaan usaha penunjang tenaga listrik.
-5-
Huruf b . . .
Huruf b
Penempatan jaminan lelang merupakan syarat Badan
Usaha sebagai bukti kesungguhan Badan Usaha yang
bersangkutan untuk mengikuti Pelelangan Wilayah Kerja.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-7-
Cukup jelas.
Pasal 38 . . .
Pasal 38
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangan
masing-masing menunjuk Badan Usaha lain dengan cara
Pelelangan Wilayah Kerja untuk mengusahakan bagian Wilayah
Kerja yang diserahkan pemegang IUP sehingga pemanfaatan
sumber daya Panas Bumi dapat dilaksanakan secara optimal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan produksi komersial dalam ketentuan ini
adalah produksi yang secara komersial menguntungkan baik bagi
negara maupun Badan Usaha.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan agar lapangan-lapangan Panas Bumi
yang bagi pemegang IUP dinilai tidak ekonomis (marjinal) dapat
dimanfaatkan secara optimal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
-9-
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45 . . .
Pasal 45
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam
Peraturan Pemerintah ini adalah peraturan perundang-undangan
mengenai Panas Bumi.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
- 10 -
Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Perpanjangan waktu IUP diberikan untuk menjamin
kepastian berusaha dan optimalisasi pemanfaatan sumber
daya Panas Bumi setelah Badan Usaha memenuhi
kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan.
Pasal 49
Yang dimaksud dengan berkesinambungan adalah kegiatan tersebut
dilaksanakan secara berurutan dimulai dari tahap Eksplorasi, Studi
Kelayakan dan Eksploitasi.
Pasal 50
- 11 -
Cukup jelas.
Pasal 51
Yang dimaksud standar yang lazim adalah Standar Nasional
Indonesia.
Pasal 52 . . .
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pengembangan lapangan Panas Bumi dilakukan
apabila telah dilakukan Studi Kelayakan serta
memenuhi keekonomian dan tersedianya pasar.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
- 12 -
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Penyampaian rencana jangka panjang kegiatan Eksplorasi bersifat
memberikan informasi, dimaksudkan untuk menyelaraskannya
dengan pogram pembangunan jangka panjang Pemerintah atau
Pemerintah Daerah, termasuk menginventarisasi jumlah investasi.
Penyampaian rencana kegiatan bukan untuk mendapatkan
persetujuan Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 13 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penempatan alokasi dana disimpan dalam bank pemerintah atas
nama pemberi IUP cq pemegang IUP.
Ayat (4) . . .
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pungutan lain atas cukai,
misalnya bea materai.
Yang dimaksud dengan pungutan lain atas impor,
misalnya pajak pertambahan nilai barang mewah.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan Iuran Tetap adalah iuran yang
dibayarkan kepada negara sebagai imbalan atas
kesempatan eksplorasi, studi kelayakan dan eksploitasi
pada suatu wilayah kerja.
Yang dimaksud dengan Iuran Produksi adalah iuran yang
dibayarkan kepada negara atas hasil yang diperoleh dari
usaha pertambangan panas bumi.
Yang dimaksud dengan pungutan negara lainnya,
misalnya jasa pendidikan dan latihan, dan jasa penelitian
dan pengembangan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan bonus dalam ketentuan ini adalah
harga data Wilayah Kerja.
- 14 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65 . . .
Pasal 65
Ayat (1)
Dalam mengutamakan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri
tetap harus mempertimbangkan persyaratan teknis, kualitas,
ketepatan pengiriman dan harga yang bersaing serta jaminan
pelayanan purna jual.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
dilaksanakan oleh pemegang IUP untuk membantu program
Pemerintah dalam meningkatkan produktifitas masyarakat dan
kemampuan sosial ekonomi kerakyatan dengan mendayagunakan
potensi daerah secara berkesinambungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengelolaan dan Pemanfaatan data bertujuan untuk menunjang
penetapan Wilayah Kerja, perumusan kebijakan teknis,
penyelenggaraan urusan pemerintah dan pengawasan di bidang
Eksplorasi dan Eksploitasi, pelaksanaan Eksplorasi dan
- 15 -
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71 . . .
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kebijakan adalah pernyataan prinsip sebagai landasan
pengaturan dalam pencapaian sasaran penyelenggaraan usaha
pertambangan Panas Bumi.
Pedoman adalah acuan yang bersifat umum yang harus
dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan
karakteristik dan kemampuan Daerah setempat terhadap
penyelenggaraan usaha pertambangan Panas Bumi.
Bimbingan dilakukan terhadap penyusunan prosedur dan tata
kerja pelaksanaan penyelenggaraan usaha pertambangan Panas
Bumi.
Arahan dilakukan terhadap penyusunan rencana, program dan
kegiatan/proyek yang bersifat nasional dan regional sesuai dengan
periodisasinya.
Supervisi dilakukan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan
usaha pertambangan Panas Bumi.
- 16 -
Pasal 78 . . .
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Yang dimaksud dengan Kuasa dan Izin Pengusahaan Panas Bumi
untuk Pembangkitan Tenaga Listrik serta Kontrak Pengusahaan Panas
Bumi dan/atau Kontrak Beli Uap atau Tenaga Listrik dalam Wilayah
Kerja adalah Kuasa, Izin, Pengusahaan dan/atau Kontrak Beli Uap
atau tenaga listrik di semua Wilayah Kerja yang diberikan oleh
Pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) atau PT Pertamina (Persero)
bekerja sama dengan Kontraktor Kontrak Operasi Bersama (Joint
Operation Contract), atau Kuasa yang diberikan oleh Pemerintah
kepada PT PLN (Persero) atau kepada Badan Usaha Swasta untuk
pengembangan energi/listrik atau Izin Pengembangan Panas Bumi
Skala Kecil kepada Koperasi, serta Kontrak Beli Uap atau tenaga
Listrik (Energi Sales Contract) antara Pengembang Pengusahaan Panas
Bumi dengan PT PLN (Persero).
Pasal 86
- 17 -
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.