Anda di halaman 1dari 14

Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami

MITIGASI BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI DI


INDONESIA
Ahmad1*)

1Program Studi PGSD FKIP Universitas Almuslim


*)Email:Ahmad4archery@yahoo.com

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Wilayah Indonesia, yang luas sekitar 5 000 km terletak pada 950 1400B T, dan pada 60 LU
110LS serta berkedudukan di khatulistiwa, terletak pada posisi perbenturan / pertemuan empat
lempeng kerakbumi aktif: Lempeng Samudera Hindia Australia di selatan yang relatif
bergerak ke utara dan Lempeng Pasifik serta Lempeng Renik Philippina di bagian timur yang
bergerak ke barat keduanya menumpu di bawah pinggiran Lempeng Asia Tenggara sebagai
bagian dari Lempeng Besar Eurasia. Keadaan seperti ini jarang terjadi di muka bumi ini. Oleh
karena itu pada 100 juta tahun yang akan datang kawasan Indonesia yang dilanggar oleh
Lempeng Samudera Hindia dan Lempeng Benua Australia sehingga tersisa tinggal Pulau
Sumatera, Bangka dan beberapa pulau kecil (Russell Miller, 1990 )
Pada umumnya perbenturan lempeng kerakbumi di belahan dunia ini hanya
menyangkut dua lempengan saja. Dengan terjadinya perbenturan 4 lempengan kerakbumi
sekaligus di Kepulauan Indonesia ini, maka tidak mengherankan bilamana keadaan
tektoniknya menjadi amat rumit. Berbagai gerakan tumpuan dan papasan lempeng sangat
teramati dengan baik di wilayah ini, khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Misalnya Sesar
Mendatar Sorong bawah laut yang memotong batuan dasar di Indonesia, merupakan
manifestasi dari gerakan lempeng kulit bumi yang saling berpapasan.
Tercatat dalam sejarah dunia pada tanggal 26 Desember 2004 pukul 07.45 terjadi Gempa
dengan kekuatan 8.9 Skala Richter di ikuti gelombang Tsunami yang meluluh lantakkan
sebagian kawasan Aceh dengan korban lebih dari 250.000 korban jiwa. Kekuatan gempa yang
terjadi di Samudera Hindia, atau berjarak 149 km sebelah barat Meulaboh, NAD, itu terpantau
oleh Global Seismic Network sebesar 8,2 Mw (Moment Magnitude). Sementara itu, data
seismograf di Pusat Gempa Nasional (PGN) Jakarta menunjukkan bahwa gempa hari Minggu
pagi itu berkekuatan 6,8 Skala Richter (SR). Namun, laporan CNN menyebutkan bahwa
kekuatan gempa tersebut mencapai 8,9 SR, sedangkan jaringan televisi BBC merujuk angka
8,5 SR. Radius 5-6 km bibir pantai tersapu oleh gelombang Tsunami. Dari berbagai fenomena
yang telah dijelaskan diatas perlunya pengetahuan mengenai bencana dan kesadaran terhadap
bencana sejak dini sehingga dapat meminimalisir dampak serta korban jiwa pada masyarakat.
Jumlah korban jiwa yang besar dapat di minimalisir dengan pengetahuan kebencanaan
pada masyarakat sehingga masyarakat telah siap dengan tindakan mengurangi resiko korban
jiwa maupun resiko harta benda. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak bencana yaitu
dengan melakukan kegiatan yang disebut Mitigasi Bencanasebagaimana tercantum dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007. Ditegaskan pula dalam undang-undang tersebut bahwa pendidikan
menjadi salah satu faktor penentu dalam kegiatan pengurangan risiko bencana. Karena setiap
orang harus mengambil peran dalam kegiatan pengurangan risiko bencana maka sekolah dan
komunitas di dalamnya juga harus memulai mengenalkan materi-materi tentang kebencanaan
sebagai bagian dari aktifitas pendidikan keseharian.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah gempa dan tsunami itu?
2. Apa pengertian mitigasi bencana?
3. Bagaimana mitigasi gempa dan tsunami?

C. PROSEDUR PEMECAHAN MASALAH


Permasalahan yang telah dipaparkan di atas akan diusahakan pemecahan masalahnya
dengan mengkaji literatur-literatur yang relevan dengan permasalahan yang akan dipecahkan.
Permasalahan di dalam makalah ini dirumuskan dengan tema Mitigasi Bencana Gempa dan
Tsunami di Indonesia

D. SISTEMATIKA URAIAN
Sistematika uraian masalah di dalam makalah ini merujuk kepada pedoman penulisan
karya ilmiah Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Seperti pada
umumnya makalah terdiri dari tiga bagian yang meliputi bagian pendahuluan, isi dan
kesimpulan. Bagian pendahuluan menguraikan masalah yang akan dibahas, meliputi latar
belakang, masalah, prosedur pemecahan masalah dan sistematika uraian. Bagian isi memuat
uraian tentang hasil kajian tentang Bencana Gempa dan Tsunami, Potensi terjadi Bencana,
Gempa dan Tsunami, serta mitigasi Bencana gempa dan Tsunami. yang didukung oleh
berbagai sumber bacaan yang relevan. Kemudian bagian kesimpulan merupakan kumpulan
makna yang dapat dipetik dari hasil uraian atau pembahasan masalah.
E. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR PADA SEKOLAH Dasar
1. Standar Kompetensi Kelas VI Semester 2
Memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia dan sekitarnya.
2. Kompetensi Dasar
2.1 Mendeskripsikan gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga
2.2 Mengenal cara-cara menghadapi bencana alam
BAB II
KAJIAN TEORI

Mari kita sejenak merenungi Firman Allah dalam Alquran Surat Ar-Rum ayat 41, telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah
mengehendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).

A. PENGERTIAN GEMPA DAN TSUNAMI


a. PENGERTIAN GEMPA
Gempa bumi ( Seisme ) adalah sentakan asli dari bumi yang bersumber di dalam bumi
yang merambat melalui permukaan bumi dan menembus bumi. Gempa bumi biasa disebabkan
oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi) Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak,
terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat
ditahan. Ilmu yang mempelajari tentang gempa disebut dengan seismologi. Ilmu ini mengkaji
tentang apa yang terjadi pada permukaan bumi di saat gempa, bagaimana energi goncangan
merambat dari dalam perut bumi ke permukaan, dan bagaimana energi ini dapat menimbulkan
kerusakan, serta proses penunjaman antar lempeng pada sesar bumi yang menyebabkan
terjadinya gempa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar : Patahan lempeng kerak bumi saat terjadi gempa bumi.


Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika
b. Proses Terjadinya Gempa
Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang
terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat di tahan oleh lempeng tektonik
tersebut. Proses pelepasan energi berupa gelombang elastis yang disebut gelombang seismik
atau gempa yang sampai ke permukaan bumi dan menimbulkan getaran dan kerusakan terhadap
benda benda atau bangunan di permukaan bumi. Besarnya kerusakan tergantung dengan besar
dan lamanya getaran yang sampai ke permukaan bumi. Selain itu juga tergantung dengan
kekuatan struktur bangunan.
c. Jenis-jenis Gempa
Para ahli gempa mengklasifikasikan gempa menjadi dua katagori, gempa intra lempeng
(intraplate) dan antar lempeng (interplate). Gempa intraplate adalah gempa yang terjadi di dalam
lempeng itu sendiri, sedangkan gempa interplate terjadi di batas antardua lempeng .Sebenarnya
gempa bumi terjadi setiap hari, namun kebanyakan tidak terasa oleh manusia , hanya alat
seismograph saja yang dapat mencatatnya dan tidak semuanya menyebabkan kerusakan. Di
Indonesia gempa merusak terjadi 3 sampai 5 kali dalam setahun. Proses terjadinya gempa bumi
dapat dilihat dari penyebab utama terjadinya gempa bumi.
Ada 5 (lima) jenis gempa bumi yang dapat dibedakan menurut terjadinya, yaitu:
1. Gempa Vulkanik
Sesuai dengan namanya gempa vulkanik atau gempa gunung api merupakan peristiwa
gempa bumi yang disebabkan oleh tekanan magma dalam gunung berapi. Gempa ini dapat
terjadi sebelum dan saat letusan gunung api. Getarannya kadang-kadang dapat dirasakan oleh
manusia dan hewan sekitar gunung berapi itu berada. Perkiraaan meletusnya gunung berapi
salah satunya ditandai dengan sering terjadinya getaran-getaran gempa vulkanik. 904x529-
47k-jpg- ovicky.files.wordpress.com/2006/08/gelombang.jp
2. Gempa Tektonik
` Seperti diketahui bahwa kulit bumi terdiri dari lempeng lempeng tektonik yang terdiri dari
lapisan lapisan batuan. Tiap tiap lapisan memiliki kekerasan dan massa jenis yang berbeda satu
sama lain. Lapisan kulit bumi tersebut mengalami pergeseran akibat arus konveksi yang terjadi
di dalam bumi.

Gambar Proses Terjadinya Gempa Tektonik


a. Sesar aktif bergerak sedikit demi sedikit kearah
yng saling berlawanan Pada tahap ini
terjadi akumulasi energi elastis.

b. Pada tahap ini mulai terjadi deformasi sesar,


karena energi elastis makin besar.
c. Pada tahap ini terjadi pelepasan energi secara
mendadak sehingga terjadi peristiwa yang disebut
gempa bumi tektonik.
d. Pada tahap ini sesar kembali mencapai tingkat
keseimbangannya kembali. Pergeseran ini kian
lama menimbulkan energi-energi stress yang
sewaktu waktu terjadi pelepasan energi yang
mendadak. Peristiwa inilah yang disebut gempa
tektonik yaitu peristiwa pelepasan energi secara
tiba-tiba di dalam batuan sepanjang sesar atau
patahan seperti terlihat dalam gambar.
3. Gempa Runtuhan
Gempa runtuhan atau terban merupakan gempa bumi yang terjadi karena adanya
runtuhan tanah atau batuan. Lereng gunung atau pantai yang curam memiliki energi potensial
yang besar untuk runtuh, juga terjadi di kawasan tambang akibat runtuhnya dinding atau
terowongan pada tambang-tambang bawah tanah sehingga dapat menimbulkan getaran di
sekitar daerah runtuhan, namun dampaknya tidak begitu membahayakan. Justru dampak
yang berbahaya adalah akibat timbunan batuan atau tanah longsor itu
sendiri.
4. Gempa Jatuhan
Bumi merupakan salah satu planet yang ada dalam susunan tata surya. Dalam tata surya
kita terdapat ribuan meteor atau batuan yang bertebaran mengelilingi orbit bumi. Sewaktu-waktu
meteor tersebut jatuh ke atmosfir bumi dan kadang-kadang sampai ke permukaan bumi. Meteor
yang jatuh ini akan menimbulkan getaran bumi jika massa meteor cukup besar. Getaran ini disebut
gempa jatuhan, namun gempa ini jarang sekali terjadi.
kawah terletak dekat Flagstaff, Arizona, sepanjang 1,13 km akibat kejatuhan meteorite 50.000
tahun yang lalu dengan diameter 50 m.
5. Gempa Buatan
Suatu percobaan peledakan nuklir bawah tanah atau laut dapat menimbulkan getaran
bumi yang dapat tercatat oleh seismograph seluruh permukaan bumi tergantung dengan
kekuatan ledakan, sedangkan ledakan dinamit di bawah permukaan bumi juga dapat
menimbulkan getaran namun efek getarannya sangat lokal.
Sebenarnya mekanisme gempa tektonik dan vulkanik sama. Naiknya magma ke
permukaan juga dipicu oleh pergeseran lempeng tektonik pada sesar bumi. Biasanya ini terjadi
pada batas lempeng tektonik yang bersifat konvergen (saling mendesak). Hanya saja pada
gempa vulkanik, efek goncangan lebih ditimbulkan karena desakan magma, sedangkan pada
gempa tektonik, efek goncangan langsung ditimbulkan oleh benturan kedua lempeng tektonik.
Bila lempeng tektonik yang terlibat adalah lempeng benua dengan lempeng samudra, sesarnya
berada di dasar laut, karena itu biasanya benturan yang terjadi berpotensi menimbulkan
tsunami.
Berdasarkan kedalaman fokus, menurut Fowler, 1990 gempa diklasifikasikan maenjadi
:
1. Gempa dangkal : kurang dari 70 km
2. Gempa menengah : kurang dari 300 km
3. Gempa dalam : lebih dari 300 km (kadang-kadang > 450 km)
d. Zona Gempa
Zona gempa di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kepulauan Indonesia merupakan daerah rawan gempa
tektonik. karena dilewati jalur gempa Mediteran dan Circum Pasifik.
Sedangkan zona gempa dunia terbagi atas dua jalur, yaitu Jalur Circum Pasifik dan Jalur
Mediteranian. Jalur Circum Pasifik adalah jalur wilayah dimana banyak terjadi gempa-gempa
dalam dan juga gempa- gempa besar yang dangkal. Jalur ini terbentang mulai dari Sulawesi,
Filipina , Jepang, dan kepulauan Hawai. Jalur Mediteranian adalah jalur wilayah dimana banyak
terjadi gempa-gempa besar yang membentang dari benua Amerika, Eropah ,Timur Tengah, India
, Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara.
Pada jalur inilah sering terjadi gempa-gempa tektonik dan juga vulkanik seperti pada gambar
di bawah ini.
B. PENGERTIAN TSUNAMI
Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, tsu berarti pelabuhan,
dan nami berarti gelombang. Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat
setidaknya 195 tsunami telah terjadi. Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan
dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak
sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada
hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan tsunami yang
menyerupai gelombang pasang yang tinggi. Tsunami dan gelombang pasang sama-sama
menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun dalam kejadian tsunami,
gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga memberika kesan seperti
gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian yang menyamakan dengan
"pasang-surut" meliputi "kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter" dengan gelombang
pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada pelabuhan.
Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak merekomendasikan untuk
menggunakan istilah ini.
Beberapa bahasa lokal yang memiliki arti yang sama dengan gelombang merusak
ini. Aazhi Peralai dalamBahasa Tamil, i beuna atau aln buluk (menurut dialek)
dalam Bahasa Aceh adalah contohnya. Sebagai catatan, dalam
bahasa Tagalog versi Austronesia, bahasa utama di Filipina, alon berarti "gelombang". Di
Pulau Simeulue, daerah pesisir barat Sumatra, Indonesia, dalam Bahasa
Defayan, smong berarti tsunami. Sementara dalam Bahasa Sigulai, emong berarti tsunami.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan Tsunami adalah perubahan
permukaan air laut secara tiba-tiba dengan gelombang yang menuju daratan yang disebabkan
oleh gempa bumi, letusan gunung api dibawah laut longsor dibawah laut, atau jatuh nya meteor
dilaut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung
dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut
dalam,gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara
dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter.
Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut.
Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per
jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman
gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan
korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun
material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami. Dampak negatif yang diakibatkan
tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan
mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan
pertanian, tanah, dan air bersih.
Teks-teks geologi, geografi, dan oseanografi di masa lalu menyebut tsunami sebagai
"gelombang laut seismik". Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat
menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya
beberapa meter diatas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya
bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi
daratan. Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre
(PTWC) yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini.
Wilayah di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning
System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia.
1. Penyebab Terjadinya Tsunami

Skema terjadinya tsunami Gelombang Tsunami ke daratan


Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah
besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi.
Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa
tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun
secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal
ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi
gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang
terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai
pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak
daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm
hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai
puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan
merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter
bahkan bisa beberapa kilometer.
Gambar: Pergeseran Lempeng bumi penyebab terjadinya gelombang Tsunami
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga
banyak terjadi di daerahsubduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng
benua. Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat
mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang
menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-
tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya
dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini
cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Gempa yang menyebabkan tsunami
1) Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km)
2) Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
3) Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun
C. PENGERTIAN MITIGASI BENCANA
1. Pengertian
Dari latar belakang tentang bencana alam di Indonesia, mitigasi bencana merupakan
langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana.
Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian
yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana,
yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah Mitigasi.
Menurut Buchari Alma (2010:219) Mitigasi merupakan suatu tahapan yang bertujuan
untuk mengurangi kemungkinan dampak negatif kejadian bencana terhadap kehidupan dengan
menggunakan cara-cara alternatif yang lebih dapat diterima secara ekologi. Menurut UU
Nomor 24 Tahun 2007 terdapat beberapa definisi penjelasan tentang bencana. Mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Pasal 47 (1) Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk
mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. (2)
Kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pelaksanaan penataan ruang;
b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan
c. penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun
modern.
Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang
termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari
perbuatan manusia (man-made disaster). Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka
mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau
kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk
mendefenisikan rencana atau srategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian
resiko (risk assessmemnt)
Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan
berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah
dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali datang lebih
cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar
dari yang diperkirakan semula.
Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi
fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia yang
merupakan negara kepulauan dimana merupakan tempat tiga lempeng besar dunia bertemu,
yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Interaksi antar
lempeng-lempeng tersebut menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktifitas
kegunungapian dan kegempaan yang cukup tinggi.
Potensi bencana alam ini telah diperparah beberapa permasalahan lain yang muncul
sehingga memicu peningkatan kerentanan. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi
salah satu contohnya, akan banyak membutuhkan kawasan-kawasan hunian baru. Pada
akhirnya akan terus berkembang dan menyebar hingga mencapai wilayah-wilayah marginal
yang tidak aman. Tidak tertib dan tepatnya tata guna lahan, adalah faktor utama yang
menyebabkan adanya peningkatan kerentanan. Peningkatan kerentanan ini akan lebih
diperparah bila aparat pemerintah maupun masyarakatnya sama sekali tidak menyadari dan
tanggap terhadap adanya potensi bencana alam di daerahnya. Pengalaman memperlihatkan
bahwa kejadian-kejadian bencana alam. Selama ini telah banyak menimbulkan kerugian dan
penderitaan yang cukup berat sebagai akibat dari perpaduan bahaya alam dan kompleksitas
permasalahan lainnya. Diperlukan upaya- upaya yang komprehensif untuk mengurangi resiko
bencana alam, antara lain dengan melakukan upaya mitigasi.
Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik
tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi
dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu
diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, terutama kegiatan penjinakan/peredaman.
Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan berkelanjutan
(sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam
periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari
waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang
diperkirakan semula.
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana:
a. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti
korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.
b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta
mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan
aman (safe).

Secara umum, jenis-jenis mitigasi dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural


dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha
pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi
perencanaan tata guna lahan disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan
peraturan (law enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu , kebijakan nasional harus lebih
memberikan keleluasan secara substansial kepada daerah-daerah untuk mengembangkan
sistem mitigasi bencana yang dianggap paling tepat dan paling efektif-efisien untuk daerahnya.
1. Mitigasi Struktural
Mitigsasi struktural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang dilakukan
melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi,
seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung
berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunakan
untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami.
Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap
bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah
bangunan dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut
mampu bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang
bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur bangunan yang
telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.
2. Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain dari upaya
tersebut di atas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu
peraturan. Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di
bidang kebijakan dari mitigasi ini.
Contoh lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building masyarakat,
bahkan sampai menghidupkan berbagaia aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas
masyarakat, juga bagian ari mitigasi ini. Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat
yang hidup di sekitar daerah rawan bencana.
Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi.
Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari
risiko yang tidak perlu dan merusak.. Penilaian risiko fisik meliputi proses identifikasi dan
evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang mungkin
ditimbulkannya.Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat non
struktural harus saling mendukung.
Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko
terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan penciptaan dan penegakan perangkat
peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata ruang yang sesuai. Sering terjadinya
peristiwa banjir dan tanah longsor pada musim hujan dan kekeringan di beberapa tempat di
Indonesia pada musim kemarau sebagian besar diakibatkan oleh lemahnya penegakan hukum
dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar.
Teknologi yang digunakan untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko
terjadinya suatu bencana pun harus diusahakan agar tidak mengganggu keseimbangan
lingkungan di masa depan.
2. Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia
Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan
Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System -
InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi
gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang
disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai
dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support
System - DSS).
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik
instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah.
Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi (RISTEK).
Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA
dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu
paling lama 5 menit setelah gempa terjadi.
Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan mengenai Bahaya dan
Resiko, Peramalan, Peringatan, dan Reaksi. Observasi (Monitoring gempa dan permukaan
laut), Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.
Cara Kerja
Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang
rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan
bermuara di Masyarakat. Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat
Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan
melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang
disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS
untuk memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami.
Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih
dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data
gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya
(GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang tsunami
benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG. BMKG
menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang meliputi
(Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi
peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke
pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa
tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio
Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui
Website BMG (www.bmg.go.id).
Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak
peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem
Peringatan Dini Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal
didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk
mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah
Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar
Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa
seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena
ukurannya kecil, dapat dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup
memadai.
Beberapa hal untuk rencana mitigasi (mitigation plan) pada masa depan dapat dilakukan sebagai
berikut:

1) Perencanaan lokasi (land management) dan pengaturan penempatan penduduk


2) Memperkuat bangunan dan infrastruktur serta memperbaiki peraturan (code) disain yang sesuai.
3) Melakukan usaha preventif dengan merealokasi aktiftas yang tinggi kedaerah yang lebih aman dengan
mengembangkan mikrozonasi
4) Melindungi dari kerusakan dengan melakukan upaya perbaikan lingkungan dengan maksud menyerap
energi dari gelombang Tsunami (misalnya dengan melakukan penanaman mangrove sepanjang pantai)
5) Mensosialisasikan dan melakukan training yang intensif bagi penduduk didaerah area yang rawan Tsunami
6) Membuat early warning sistem sepanjang daerah pantai/perkotaan yang rawan Tsunami
7) Partisipasi masyarakat. Diawali dengan pembentukan kelompok masyarakat peduli mangrove
yang diberi nama Kelompok Peduli Konservasi (KPK). Pembentukan kelompok ini
dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan keterlibatan masyarakat dalam program Mitigasi
Lingkungan.
8) Penanaman mangrove. Pada lokasi-lokasi tertentu, sebelum penanaman dilakukan maka dibuat
terlebih dahulu alat penahan ombak (APO) agar pertumbuhan mangrove terlindung dari
hantaman gelombang.
Gambar: Green Belt di Jepang, Hutan Pantai penahan gelombang Tsunami

9) Pemeliharaan Terumbu Karang. Terumbu karang menjadi penting dalam antisipasi bencana
akibat kerusakan yang di timbulkan oleh gelombang pasang.
10) Melakukan Pemugaran Daerah pantai. Langkah mitigasi yang bersifat cepat, tapi tidak mampu
bertahan lama adalah dengan melakukan pemugaran di sekitar bagian pantai yang sangat
beresiko.

Gambar: Pembangunan Sea Wall di Jepang sebagai penahan ombak

Analisis Terjadinya Gempa dan Tsunami

3. CARA PENYELAMATAN DARI BAHAYA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI


(Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika)
Berikut ini merupakan petunjuk bagaimana cara penyelamatan dari bencana gempa dan
tsunami yang dapat di impelmentasikan peda pelajaran IPS SD, dilengkapi dengan ilustrasi
yang menarik sehingga menyenangkan bagi siswa SD sebagaia bahan ajar mengenai
bencana alam dan upaya menanggulanginya.
SEBELUM TERJADI GEMPABUMI
a. Kunci Utama adalah :
1. Mengenali apa yang disebut gempa bumi
2. Memastikan bahwa struktur dan letak rumah
anda dapat terhindar dari bahaya yang
disebabkan gempabumi (longsor, liquefaction
dll)
3. Mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur
bangunan anda agar terhindar bahaya
gempabumi
b. Kenali lingkungan tempat anda bekerja dan tinggal
1. Memperhatikan letak pintu, lift serta tangga
darurat, apabila terjadi gempa bumi, sudah
mengetahui tempat paling aman untuk
berlindung.
2. Belajar melakukan P3K
3. Belajar menggunakan Pemadam Kebakaran
4. Mencatat Nomor Telpon Penting yang dapat
dihubungi pada saat terjadi gempabumi

c. Jika anda sedang mengendarai mobil


1. Keluar, turun dan menjauh dari mobil hindari
jika terjadi pergeseran atau kebakaran.
2. Lakukan poin 2, (melakukan P3K)

d. Jika anda tinggal atau berada di pantai, jauhi pantai untuk menghindari terjadinya
Tsunami.

e. Jika anda tinggal didaerah pegunungan, apabila terjadi gempa bumi hindari daerah
yang mungkin terjadi longsoran.

f. Persiapan Rutin pada tempat anda bekerja dan tinggal


1. Perabotan (Lemari, Cabinet, dll) diatur
menempel pada dinding (di paku/ di ikat dll)
untuk menghindari jatuh, roboh, bergeser pada
saat terjadi gempa bumi
2. Menyimpan bahan yang mudah terbakar pada
tempat yang tidak mudah pecah, agar terhindar
dari kebakaran.
3. Selalu mematikan air, gas dan listrik apa bila
sedang tidak digunakan

g. Penyebab celaka yang paling banyak pada saat gempa bumi adalah akibat kejatuhan
material
1. Atur benda yang berat sedapat mungkin berada
pada bagian bawah.
2. Cek kestabilan benda yang tergantung yang
dapat jatuh pada saat gempa bumi terjadi (mis:
lampu dll)
h. Alat yang harus ada di setiap tempat
1. Kotak P3K
2. Senter/lampu Battery
3. Radio
4. Makanan Suplemen dan Air

SESUDAH TERJADI GEMPA


1. Keluar dari bangunan tesebut dengan tertib.
2. Jangan menggunakan tangga berjalan atau
lift, gunakan tangga biasa.
3. Periksa apa ada yang terluka, lakukan P3K.
4. Telpon/minta pertolongan apabila terjadi luka
parah pada anda atau sekitar anda.

b. Periksa lingkungan sekitar anda


1. Periksa apabila terjadi kebakan.
2. Periksa apabila terjadi kebocoran gas.
3. Periksa apabila terjadi arus pendek.
4. Periksa aliran dan pipa air.
5. Periksa segala hal yang dapat membahayakan
(mematikan listrik, tidak menyalakan api dll)

c. Jangan masuk kebangunan yang sudah terjadi gempa, karena kemungkian


masih terdapat reruntuhan

d. Jangan berjalan disekitar daerah gempa, kemungkinan terjadi bahaya


susulan masih ada.

SAAT TERJADI GEMPA BUMI


a. Jika anda berada dalam bangunan
1. Lindungi kepala dan badan anda dari
reruntuhan bangunan (dengan bersembunyi di
bawah meja dll).
2. Mencari tempat yang paling aman dari
reruntuhan goncangan.
3. Berlari keluar apabila masih dapat dilakukan.
b. Jika berada di luar bangunan atau area terbuka
1. Menghindari dari bangunan yang ada di
sekitar anda (seperti gedung, tiang listrik,
pohon dll).
2. Perhatikan tempat anda berpijak hindari
apabila terjadi rekahan tanah.

c. Mendengarkan informasi mengenai gempa dari radio (apabila terjadi gempa


susulan).

d. Mengisi angket yang diberikan oleh Instansi Terkait untuk mengetahui


seberapa besar kerusakan yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Surat Ar-Rum ayat 41
Buchari Alma dkk (2010) Pembelajaran Studi Sosial. Alfabeta: Bandung
http://www.bencana.net/artikel/analisa-teoritis-gempa-bumi-belajar-dari-bencana-
aceh.html. [online]. Di akses 20 oktober 2010
Departemen Energi dan Sumber daya Mineral (2007) Gempa Bumi dan Tsunami. Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Hamzah Latief (2005) Tsunami Aceh 2004. Tsunami Reseach Group. Kelompok Penelitian dan
Pengembangan Kelautan Institut Teknologi Bandung

M Hajianto (2007) Analisa Teoritis Gempa Bumi; Belajar dari Bencana


Acehhttp://www.bi.go.id/web/id/DIBI/Info_Publik/Ekonomi_Regional/Profil/Aceh/Demogra
fi.htm. [online]. Di akses 20 oktober 2010
Sarwedi Oemarmadi (2005) Pendidikan dan Mitigasi Bencana Alam;Pelajaran Berharga dari
Aceh. http://re-searchengines.com/art05-90.html.[online] di akses 6 september 2010
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
UNDP (1994) Mitigasi Bencana edisi kedua. The Oast House Cambridge: United Kingdom

Anda mungkin juga menyukai