Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3

2.1 Limbah ........................................................................................................... 3

2.2 Limbah Logam Berat ..................................................................................... 4

2.3 Kalium Dikromat (K2Cr2O7) ......................................................................... 5

2.4 Elektrolisis ..................................................................................................... 5

2.5 Elektrokoagulasi ............................................................................................ 6

2.6 Logam Kromium (Cr).................................................................................... 8

2.7 Spektrofotometer ......................................................................................... 10

2.8 Hukum Lambert Beer .................................................................................. 11

2.9 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis) .......................................... 11

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 13

3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................ 13

3.2 Prosedur Kerja ............................................................................................. 14

3.2.1 Pembuatan Reaktor Elektrolisis ............................................................ 14

3.2.2 Pembuatan Larutan K2Cr2O7 ................................................................ 15

3.2.3 Proses Elektrokoagulasi Larutan .......................................................... 15

3.2.4 Pengukuran Konsentrasi Cr (VI) tereduksi menggunakan


Spektrofotometer UV-Vis ............................................................................. 15

i
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 16

4.1 Elektrokoagulasi Larutan K2Cr2O7 .............................................................. 16

4.2 Pengukuran Konsentrasi Cr (VI) Yang Teradsorb Menggunakan


Spektrofotometer UV-VIS ................................................................................ 18

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 22

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 22

5.2 Saran ............................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

LAMPIRAN .......................................................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kromium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambing Cr dan nomor atom 24. Kromium (Cr) adalah logam merah muda yang
lunak, dapat ditempa, liat, dan mengkilat. Cr melebur pada suhu 1907C karena
potensial elektrodenya positif (- 0,71 V untuk pasangan Cr/Cr3+), senyawa ini
sangat larut dalam air (Svehla, 1990).
Kromium merupakan logam tahan korosi (tahan karat) dan dapat dipoles
menjadi mengkilat. Dengan sifat ini, kromium (krom) banyak digunakan
sebagai pelapis pada ornamen-ornamen bangunan, komponen kendaraan,
maupun sebagai pelapis perhiasan seperti emas, Kromium merupakan logam
berat dimana dalam konsentrasi tinggi akan menyebabkan terbentuknya
senyawa karsinogenik dalam tubuh manusia yang dapat menimbulkan penyakit
alzheimer dan kanker, karena sifatnya yang larut dalam air maka senyawa ini
dapat dipisahkan dengan cara koagulasi secara elektrolisis.
Elektrolisis adalah suatu proses dimana reaksi kimia terjadi pada elektroda
yang tercelup dalam elektrolit, ketika tegangan ditetapkan terhadap elektroda
itu. Elektroda yang bermutan positif disebut anoda dan elektroda yang
bermuatan negatif di sebut katoda. Selama elektrolisis, terjadi reduksi pada
katoda dan oksidasi pada anoda. Dalam elektrolisis, sumber aliran listrik luar
digunakan untuk mendesak elektron agar mengalir dalam arah yang berlawanan
dengan aliran spontan. Jumlah perubahan kimia yang dihasilkan dalam suatu
sel elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah muatan listrik yang melalui sel.
(Dogra, 2009)
Elektrokoagulasi adalah sebuah metode yang lebih efisien dan murah untuk
mengolah air limbah dengan jenis polutan yang bervariatif serta meminimisasi
bahan aditif menggunakan tgangan listrik sebagai sumber energi dalam
reaksinya

1
Prinsip reaksinya dimana sebuah arus yang dilewatkan ke elektroda logam
maka akan mengoksidasi logam (M) tersebut menjadi logam kation (M+),
sedangkan air akan mengalami reduksi menghasilkan gas hidrogen (H2) dan ion
hidroksi (OH). Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi beberapa partikel
koloid dengan membentuk polivalen polihidroksi komplek. Senyawa komplek
ini mempunyai sisi yang mudah diadsorbsi, membentuk gumpalan (aggregates)
dengan polutan. Pelepasan gas hidrogen akan membantu pencampuran dan
pembentukan flok. Flok yang dihasilkan oleh gas hidrogen akan diflotasikan
kepermukaan reaktor, kemudian untuk mengetahui efektifitas dari suatu logam
koagulan maka dilakukan pengukuran konsentrasi sampel menggunakan
spektrometer ultraviolet -visible.
Pada Percobaan ini dilakukan elektrokoagulasi sistem alumunium-grafit
dengan variasi tegangan listrik dan pengukuran konsentrasi Cr tereduski
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana proses elektrokoagulasi Cr (VI) dalam limbah artificial
menggunakan elektroda Alumunium-Grafiit dengan variasi tegangan
listrik?
1.2.2. Bagaimana nilai pengukuran konsentrasi Cr (VI) menggunakan
spektrofotometer UV-Vis?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Mengetahui proses elektrokoagulasi Cr (VI) dalam limbah artificial
menggunakan elektroda Alumunium-Grafit dengan variasi tegangan
listrik.
1.3.2. Mengetahui hasil pengukuran konsentrasi Cr (VI) spektrofotometer
(UV-Vis) sebelum dan sesudah elektrokoagulasi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah

Air limbah adalah sisa air yang digunakan dalam industri atau rumah
tangga yang dapat mengandung zat tersuspensi dan zat terlarut. Air limbah
adalah air yang dikeluarkan oleh industri akibat proses produksi dan pada
umumnya sulit diolah karena biasanya mengandung beberapa zat seperti :
pelarut organik zat padat terlarut, suspended solid, minyak dan logam berat
(Metcalf & Eddy, 1991).
Berdasarkan komposisi dan jenis zat tersuspensi yang terkandung di
dalamnya, terdapat perbedaan antara air limbah domestik dengan air limbah
yang berasal dari industri. Pencemar pada air limbah domestik dominan berupa
bahan organik bersifat organobiologis. Air limbah domestik mengandung
sebagian besar padatan tersuspensi baik berukuran besar,sedang maupun kecil
(feces, sisa makanan), partikel koloid maupun terlarut (urine), senyawa kimia
(sabun dan detergen), minyak dan lemak. Karakteristik air limbah domestik
dapat bervariasi sesuai dengan kondisi lokal daerah, waktu aktivitas (jam ke
hari, hari ke minggu, musim), tipe penyaluran (pemisahan yang lainnya atau
kombinasi penyaluran dimana termasuk semburan air), kebiasan, budaya dan
gaya hidup masyarakat, sedangkan pencemar yang terkandung dalam air limbah
industri didominasi oleh bahan anorganik dan bersifat fisika-kimiawi terutama
logam berat dan diantaranya tergolong Bahan Berbahaya dan Beracun (Metcalf
& Eddy, 1991).

3
Bahan-bahan yang terkandung dalam air limbah dapat dikelompokkan
sebagai berikut ini:

Gambar 2. 1 Skema pengelompokkan bahan yang terkandung di dalam air limbah.

(Mara, 1976)

2.2. Limbah Logam Berat


Logam berat merupakan bahan buangan hasil kegiatan yang
menimbulkan pencemaran terutama perairan laut di negara berkembang.
Sumber limbah yang banyak mengandung logam berat biasanya berasal dari
aktivitas industri, pertambangan, pertanian dan pemukiman. Sebanyak 18
jenis logam berat yang dipertimbangkan sebagai bahan pencemar, terutama
dalam jumlah berlebih sangat beracun bagi kehidupan organisme. Pada
batas dan kadar tertentu, semua logam berat dapat menimbulkan pengaruh
yang negatif terhadap organisme perairan (Bryan dan Rochayatun et al,
2005).
Pengelompokan logam berat berdasarkan sifat toksisit asnya, yaitu
bersifat toksik tinggi, sedang, dan rendah. Logam berat yang bersifat toksik
tinggi terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Logam berat yang
bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan
bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe. Adanya logam berat di
perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme,
maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia (Moore
dan Ramamoorthy, 1984).

4
2.3. Kalium Dikromat (K2Cr2O7)

Kalium dikromat pro analisis mempunyai kemurnian tak kurang dari 99,9
persen. Dalam larutan asam, ion Cr2O72- (aq) dapat direduksi menjadi ion Cr3+ (aq)
yang berwarna hijau. Jumlah ion Cr2O72- (aq) yang berubah menjadi Cr3+ (aq) dapat
digunakan untuk menentukan jumlah zat pereduksi. Prinsip ini digunakan
dalam alat uji alkohol dalam nafas peminum minuman beralkohol (mengandung
etanol). Peminum alkohol mengeluarkan napas dan dihembuskan melalui alat
ini. Alkohold alam napas mereduksi dikromat yang berwarna jingga menjadi
Cr3+ (aq) yang berwarna hijau. Perubahan warna pada alat menunjukkan jumlah
uap alkohol dalam udara di paru-paru seseorang (Hiskia Ahmad, 2001).
Kalium dikromat dapat diperoleh dalam derajat kemurnian yang tinggi dan
mempunyai berat ekivalen cukup tinggi, tidak higroskopis, berwujud padatan
dan larutannya sangat stabil. Berat ekivalen kalium dikromat adalah seperenam
bobot molekularnya, atau 49,03 g/ek (Harjadi, W., 1993).
Kalium dikromat merupakan pereaksioksidasi cukup kuat, dan mempunyai
persamaan reaksi reduksi :
Cr2O72- (aq) + 14H+ + 6e- 2Cr3+ (aq) + 7H2O(aq)
Potensial standar dari reaksi di atas adalah +1,33 V. Kalium dikromat tidak
mahal dan sangat stabil dalam larutan, dan dapat diperoleh dalam bentuk cukup
murni untuk pembuatan larutan standar secara langsung (Skoog, 1993).

2.4. Elektrolisis
Elektrolisis merupakan suatu peristiwa dimana suatu larutan akan diuraikan
menjadi ion-ionnya, yaitu ion positif (kation) dan ion negatif (anion), ketika
arus listrik searah dialirkan ke dalam larutan elektrolit melalui elektroda. Pada
peristiwa ini kation akan mengalami reduksi karena menangkap elektron,
sedangkan anion akan mengalami oksidasi karena melepaskan elektron. Maka
peristiwa reduksi terjadi di katoda dan oksidasi terjadi di anoda, dan kation akan
menuju katoda sedangkan anion akan menuju anoda (Skoog, 1993).
Sumber aliran listrik luar pada elektrolisis digunakan untuk mendesak
elektronagar mengalir dalam arah yang berlawanan dengan aliran spontan.

5
Jumlah perubahan kimia yang dihasilkan dalam suatu sel elektrolisis
berbanding lurus dengan jumlah muatan listrikyang melalui sel, seperti yang
dinyatakan dalam hukum Faraday dari elektrolisis (Petrucci, 1987).
Reaksi redoks spontan dapat dirancang untuk menghasilkan arus listrik
yang dapat digunakan untuk menghasilkan kerja mekanik, cahaya dan
sebagainya. Reaksi redoks tidak spontan dapat dilangsungkan dengan
menambahkan energi listrik dari luar. Alat yang dapat digunakan untuk
melangsungkan keduanya adalah sel elektrokimia. Sel elektrokimia terdiri dari
sepasang elektroda yang dicelupkan ke dalam suatu lelehan atau larutan ion
yang dihubungkan dengan penghantar logam pada rangkaian luar. Sel
elektrokimia dapat berupa sel galvani dan sel elektrolisis (Mulyani, 2005).

2.5. Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan metode elektrokimia untuk pengolahan air
dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya
Aluminium atau Besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi
elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen (Holt et al., 2005), sedangkan
menurut Mollah (2004) elektrokoagulasi adalah sebuah proses kompleks yang
melibatkan fenomena kimia dan fisik dengan menggunakan elektroda untuk
menghasilkan ion yang digunakan untuk mengolah air limbah.
Berikut ini adalah gambar yang dapat menunjukkan interaksi/mekanisme
yang terjadi didalam reaktor elektrokoagulasi.

6
Gambar 2. 2 Di dalam elektrokoagulasi
(Holt et al., 2002)

Untuk menghasilkan ion logam yang berfungsi sebagai koagulan


diperlukan beda potesial diantara elektroda. Perbedaan potensial ini diperlukan
untuk menimbulkan reaksi elektrokimia pada masing-masing elektroda. Reaksi
yang terjadi di alam elektroda adalah reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi
redukasi dan oksidasi ditandai oleh adanya transfer elektron dari zat yang
dioksidasi (reduktor) menjadi zat yang direduksi (oksidator).

Reaksi elektrokimia dengan logam M sebagai anoda sekaligus katoda


adalah sebagai berikut:

Pada anoda :
M(s) M(aq) + ne- (1)
2H2O 4H+(aq) + O2(g) + 4e- (2)
Pada katoda :
M(aq)n+ + ne- M(s) (3)
2H2O + 2e- H2(g) + 2OH- (4)

Reaksi yang terjadi di katoda tergantung pada pH air yang diolah. Pada
kondisi netral atau basa, gas hidrogen terjadi dengan reaksi :

7
2H2O(l) + 2e- H2(g) + 2OH- E0c = -0,83V (5)

Sedangkan pada kondisi asam, reaksi pembentukan gas hydrogen adalah


sebagai berikut :

2H+ + 2e- H2 E0c = -0,83V (6)

Reaksi-reaksi lain yang dapat terjadi di katoda :


1. Larutan yang mengandung ion-ion alkali, alkali tanah, ion Al3+ dan Mn2+,
maka ion-ion ini tidak direduksi dalam larutan air (karena potensial
redoksnya lebih kecil daripada air) sedangkan yang mengalami reduksi
hanyalah pelarutnya (air) terbentuk gas H2 pada katoda.
2H2O + 2e- H2(g) + 2OH- (7)
2. Larutan yang mengandung ion-ion logam lain, maka ion-ion logam tersebut
akan direduksi pada katodanya (karena potensial logam tersebut lebih besar
dibanding potensial air) dan diendapkan pada permukaan katoda.
Mx+ + Xe- M(menempel pada katoda) (8)
Hukum Faraday membuat hubungan antara kuat arus (I) yang mengalir
dengan jumlah massa yang terlepas ke larutan, hal ini merupakan pendekatan
secara teoritis untuk menghitung jumlah aluminium yang terlepas ke larutan.

2.6. Logam Kromium (Cr)


Kromium atau dikenal dengan logam Cr merupakan salah satu logam
mineral yang keberadaannya terkandung dalam lapisan bumi. Kromium adalah
elemen yang secara alamiah ditemukan dalam konsentrasi yang rendah di
batuan, hewan, tanaman, tanah, debu vulkanik dan juga gas. Logam Cr sering
ditemukan dalam bentuk persenyawaan padat/mineral dengan unsur-unsur yang
lain. Kata kromium berasal dari kata Yunani Chroma yang berarti warna.
Kromium ditemukan pertama kali oleh Vagueline pada tahun 1997. Kromium
merupakan logam transisi yang mempunyai konfigurasi electron [Ar] 4s13d5
(Manahan, 1992), kromium memiliki nomor atom 24 dan massa atom relatif
51,996 gram/mol, titik didih 2665oC, titik leleh 187 5oC, dan jari-jari atom 128

8
pm (Sugiyarto, 2003). Kelimpahan kromium di kerak bumi 0,033% dengan
beberapa isotop :52Cr (84%), 50Cr (4,5%), 54Cr (2,45%).
Logam Cr berwarna abu-abu dan keras dengan berat jenis 7,19 g/mL serta
panas laten penguapannya 1474 kal/kg (Svehla, 1985). Logam ini memiliki
tingkat oksidasi +2 sampai +6, namun yang sering dijumpai adalah tingkat
oksidasi +3 dan +6 (Manahan,1992). Kromium tidak larut dalam air dan asam
nitrat, tetapi larut dalam asam sulfat encer dan asam klorida. Kromium juga
tidak dapat bercampur dengan basa, halogen, peroksida, dan logam. Kromium
harus dihindarkan dari panas api, percikan api dan sumber-sumber yang dapat
menyebabkan kebakaran (Svehla, 1985).
Kromium banyak digunakan secara luas dalam penyepuhan, penyamakan
kulit, pelapis kromat dan pelapis logam (Malkoc, 2007). Kromium mempunyai
sifat tidak mudah teroksidasi oleh udara, karena itu banyak digunakan sebagai
pelapis logam, pengisi stainless steel, lapisan perlindungan untuk mesin-mesin
otomotif dan perlengkapan tertentu (Sax, 1987). Asam kromat di laboratorium
digunakan sebagai oksidator, mencuci peralatan laboratorium, dan sebagai
katalis. Na2Cr2O7 dalam jumlah banyak digunakan dalam penyamakan kulit
(Ahmad, 1992). Cr dalam bidang pengobatan dapat digunakan sebagai radio
isotop kromium (Palar, 1994). Asam kromat dalam bidang industri digunakan
sebagai bahan untuk kaca berwarna, pembersih logam, bahan untuk tinta, dan
cat. Ion Cr6+ merupakan bentuk logam Cr yang paling banyak dipelajari sifat
racunnya. Sifat racun yang dibawa oleh logam ini dapat mengakibatkan
terjadinya keracunan kronis, akut dan dapat menyebabkan kanker (Palar, 1994).
Cr6+ dalam sistem perairan lebih berbahaya dan beracun dari pada Cr3+, hal ini
disebabkan karena Cr6+ mempunyai kelarutan dan mobilitasnya sangat tinggi,
sedangkan Cr3+ kelarutannya dan mobilitasnya yang rendah. Cr6+ bersifat sangat
aktif dan beracun apabila terdapat dalam sistem biologis dikarenakan senyawa
ini dapat berdifusi sebagai anion kromat CrO42- yang mampu menembus
membran sel dan menyebabkan oksidasi.
Cr(VI) merupakan turunan dari CrO3, dapat dijumpai dalam dua macam
senyawa yang sangat terkenal yaitu kromat-kuning CrO42-, dengan struktur

9
tetrahedral, larutan ini dapat terbentuk dalam larutan basa diatas pH 6, dan
dikromat merah-orange Cr2O72-, dengan struktur dua tetrahedron yang
bersekutu dalam salah satu titik sudutnya (atom O),larutan ini berada dalam
kesetimbangan, pada larutan asam antara pH 1 terbentuk HCrO4- (Cotton, 1989:
456 ; Sugiyarto, 2003: 222).

2.7. Spektrofotometer
Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditranmisikan atau yang
diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu,
monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu
alat untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun
pembanding.
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:
1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah
lampu wolfram.
2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.
3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah visibel menggunakan kuvet kaca
atau kuvet kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel
kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
4.Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat.
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada
berbagai panjang gelombang (Khopkar, 1990).
Beer dan lambert menemukan hukum yang menerangkan interaksi bahan
kimia dengan gelombang cahaya (elektromagnetik), yang disimpulkan dalam
hukum Beer-Lambert menyebabkan berkembangnya analisis kimia dengan
menggunakan alat instrumentasi yakni spektrofotometer (Tipler, 1991).

10
2.8. Hukum Lambert Beer
Hukum Lambert-Beer adalah hubungan jumlah zat atau warna yang diserap
oleh larutan yang disebut absorbansi (A) dengan zat-zat c. dimana salah satu
larutan telah diketahui konsentrasinya, untuk kedua larutan tersebut maka :
A1 = a . b1c1 (1)
A2 = a . b2c2 ....... (2)

jika kedua larutan tersebut kepekatannya sama maka kedua persamaan


tersebut disubstitusikan menjadi :
A1 = A2
ab1c1 = ab2c2
b1c1 = b2c2
Keterangan : a = tetapan jenis zat
b = tebal ukuran yang disinari
c = konsentrasi zat
(Khopkar, 1990)

2.9. Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)


Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis
spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (
= 190-380 nm) dan sinar tampak ( = 380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan
terhadap sampel yang berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa
larutan perlu diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain:
1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi
pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.
2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
3.Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis (Mulja dan Suharman,
1995).
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visible
tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Serapan ultraviolet dan
visibel dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat transisi-transisi diantara

11
tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Disebabkan karena hal ini, maka
serapan radiasi ultraviolet atau terlihat sering dikenal sebagai spektroskopi
elektronik. Transisi-transisi tersebut biasanya antara orbital ikatan antara
orbital ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau
orbital anti ikatan. Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari
pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari orbital yang bersangkutan.
Pengukuran pada daerah UV harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak
tembus cahaya pada daerah ini. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi
maupun berbentuk silinder dengan ketebalan 10 mm. Sel tersebut adalah sel
pengabsorpsi, merupakan sel untuk meletakkan cairan ke dalam berkas cahaya
spektrofotometer (Sastrohamidjojo,2001).

12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Percobaan yang berjudul Pengambilan Logam Cr (VI) Dalam Limbah


Artificial Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Dengan Sistem Al|Cr2O72-|C
bertujuan untuk mereduksi limbah logam Cr (VI) yang snagat berbahya dan
beracun yang berasal dari limbah Cr (VI) sintetik dengan variasi tegangan dan
melakukan pengukuran konsentrasi Cr3+ yang tereduksi menggunakan
spektrofotometer UV-VIS. Prinsip dalam percobaan ini adalah reaksi redoks
dan pengukuran penyerapan sinar akibat interaksi sinar yang mempunyai
panjang gelombang tertentu dengan larutan atau zat warna yang dilewatinya.
Metode yang digunakan adalah elektrokoaguasi dan spektrofotometri.

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
a. Gelas Beker 100 mL
b. Power supply
c. Kabel Penjepit
d. Multimeter
e. Styrofoam
f. Neraca analitik
g. Kertas Saring
h. Corong Gelas
i. Labu Ukur 500 ml
j. Spektofotometer UV-Vis

3.1.2 Bahan
a. Larutan K2Cr2O7
b. Elektroda Karbon
c. Elektroda Alumunium

13
d. Larutan standar NaOH 0,05 M
e. Larutan standar H2SO4 0,05 M
f. Akuades

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Pembuatan Reaktor Elektrolisis


Reaktor elektrolisis satu kompartemen dikonstruksikan seperti
pada Gambar 1. Bagian kiri adalah elektroda karbon sebagai katoda yang
dihubungkan dengan kutub negatif pada power supply dan bagian kanan
adalah elektroda alumunium sebagai anoda yang dihubungkan dengan
kutub positif pada wer supply.

Elektroda
Elektroda Alumunium
Karbon

Larutan K2Cr2O7

Gambar 3.1 Reaktor Elektrolisis

14
3.2.2 Pembuatan Larutan K2Cr2O7
Limbah sintetik Cr (VI) dibuat dari larutan dikromat (K2Cr2O7).
Pengenceran sebanyak 0,05 gram kalium dikromat dalam labu ukur 500 ml
hingga mendapatkan konsentrasi sebesar 100 mg/L. Larutan kalium
dikromat 100 mg/L diambil sebanyak 100 mL ke dalam gelas beker untuk
dilakukan proses elektrokoagulasi.

3.2.3 Proses Elektrokoagulasi Larutan


Sebanyak 100 ml larutan K2Cr2O7 dituangkan ke dalam reaktor
elektrolisis. Proses elektrokoagulasi diawali dengan mencari tegangan
optimum untuk elektroda alumunium dan karbon selama 60 menit dengan
cara menghubungkan elektroda ke kutub-kutub pencatu daya serta
multimeter dengan variasi tegangan diatur sebesar 3V, 4,5 V, 6V, 7,5 V.
Pengukuran arus dan potensial dilakukan berkala tiap 10 menit dalam
rentang waktu 60 menit.

4.2. Pengukuran Konsentrasi Cr (VI) tereduksi menggunakan


Spektrofotometer UV-Vis
Pengukuran konsentrasi Cr (VI) tereduksi menggunakan
spektrofotmeter diawali dengan membuat larutan standar K2Cr2O7 pada
berbagai konsentrasi. Lalu, dilakukan pengukuan absorbansi larutan
standar K2Cr2O7 menggunakan Spektrofotometer UV-Vis sehingga
didapatkan kurva kalibrasi standar absorbansi versus konsentrasi Cr (VI)
tereduksi yang digunakan untuk mengukur absorbansi larutan K2Cr2O7
hasil elektrokoagulasi. Nilai aborbansi sampel (larutan K2Cr2O7 yang t
hasil elektrokoagulasi) dihitung dengan menggunakan persamaan regresi
linier sebagai nilai y, untuk memperoleh nilai x atau konsentrasi sampel
yang diukur.

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan bertujuan untuk mereduksi limbah logam Cr (VI) yang


berbahaya dan beracun yang berasal dari limbah Cr (VI) sintetik yang dilakukan
dengan variasi tegangan dan melakukan pengukuran konsentrasi Cr3+ yang
tereduksi menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Prinsip percobaan ini
adalah reaksi redoks dengan metode elektrokoagulasi. Percobaan ini
menggunakan elektroda Al sebagai anoda dan elektroda karbon sebagai katoda.

4.1. Elektrokoagulasi Larutan K2Cr2O7


Pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung terjadi aliran listrik yang
melewati anoda dan katoda akan menyebabkan berpindahnya electron dari
katoda menuju anoda. Adanya aliran listrik yang mengalir akan terbentuk
Al(OH)3 yang berikatan dengan logam Cr (VI) sehingga terbentuk flok-flok
yang dapat mengendap. Semakin lama aliran listrik berlansgung maka akan
semakin banyak flok yang terbentuk mengikat logam Cr (VI).
Molekul yang terbentuk saat proses elektrokoagulasi berlangsung adalah
molekul Al(OH)3 merupakan koagulan yang berfungsi mengendapkan molekul
Cr (VI) yang berada pada cairan elektrolit penghantar listrik. Koagulan yang
terjadi pada proses elektrokoagulasi akan menyebabkan pembentukan presipitat
dimana partikel-partikel yang tersuspensi dalam air mempunyai muatan listrik
pada permukaannya, muatan ini disebebakan karena adsorpsi ion-ion (OH-) dari
dalam air. Ion-ion tersebut mengeliling rapat permukaan partikel yaitu gaya van
der walls yang mengakibatkan koloid-kolid bergabung membentuk flok-flok
(Susanto, 2006).

Berikut ini merupakan mekanisme reaksi pembentukan Al(OH)3 :

16
Katoda : 2H2O(l) + 2e- H2 (g) + 2OH-(aq) E0 = -0,83 V
Anoda : Al (s) Al3+ (aq) + 3e- E0 = +1,67 V
6H2O(l) + 2Al(s) 2Al 3+ + 3H2(g) + 6OH-(aq) Esel = +0.84 V

Dengan demikian pembentukan Al(OH)3 dalam larutan :

2Al 3+ (aq) + 6OH -(aq) Al(OH)3 (s)

(Mollah et al., 2004)

Dari reaksi diatas pada electrode anoda sejumlah Al diasumsikan teroksidasi


secara sempurna menjadi Al3+ dan pada katoda terjadi reduksi air. Ion Al3+
mengaklir ke katoda berinteraksi dengn ion OH- hasil reduksi H2O sehingga
terbentuknya Al(OH)3 yang tidak dapat larut kembali di dalam air.

Selain itu, didalam larutan terjadi pula reaksi reduksi dan pengendapan
logam Cr(VI) yng mengabkibatkan logam Cr teradsorb oleh ion-ion OH- dan
membentuk endapan Cr(OH)3(s) bewarna oranye yang tidak dapat larut dalam
air. Adapun mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Anoda : Cr2O72- 2Cr3+- + 6e-


Katoda : 2H2O(l) + 2e- H2 (g) + 2OH-(aq)
Cr2O72- + 6 H2O(l) 2Cr3+(aq) + 3H2 (g) + 6OH-(aq)

Dengan demikian pembentukan Cr(OH)3 dalam larutan :

Cr3+ (aq)+ 3OH-(aq) Cr(OH)3 (s)

(Gao et al., 2005).

Pada katoda dan anoda terbentuk gelembung-gelembung gas. Saat


elektrokoagulasi larutan K2Cr2O7 gas yang terbentuk di katoda adalah gas H2
dan gas yang terbentuk di anoda yaitu gas O2.

17
Pada percobaan Ini tercatat besar arus yang ditunjukan oleh multimeter
selama satu jam proses elektrokoagulasi dengan variasi tegangan sebsar 3V,
4.5V, 6V, dan 7.5V adalah sebagai berikut :

Tabel 4. 1 Data Hasil Arus yang Tercatat selama Proses Elektrokoagulasi


Larutan K2Cr2O7

Tegangan Arus Yang Tercatat (10-3 A)


Listrik (V) Pada Menit ke-
0 10 20 30 40 50 60
3 0.24 0.15 0.08 0.07 0.07 0.07 0.07
4.5 0.24 0.24 0.22 0.21 0.19 0.18 0.16
6 0.38 0.30 0.29 0.26 0.18 0.16 0.13
7.5 0.51 0.50 0.50 0.49 0.49 0.49 0.48

Dari hasil pengamatan pada Tabel 4.1 bahwa pada tegangan sebesar 7.5
Volt arus yang terukur selama proses elektrokoagulasi adalah yang paling
tertinggi dan semakin lama waktu maka arus yang terukur semakin rendah. Hal
ini sesuai dengan hukum ohm I bahwa tegangan listrik (V) berbanding lurus
dengan kuat arus (I) dan berbanding terbalik dengan tahanan (R) (Rieger, 1935).

4.2. Pengukuran Konsentrasi Cr (VI) Yang Teradsorb Menggunakan


Spektrofotometer UV-VIS

Prinsip pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis adalah mengacu


pada hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya monokromatik melalui suatu media
(larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan
dan sebagian lagi akan dipancarkan (Khopkar, 1990).
Sampel hasil elektrokoagulasi dianalisis menggunakan spektrofotometer
UV-Vis untuk menentukan nilai konsentrasinya. Hasil pengukuran
spektrofotometer UV-Vis mendapatkan nilai absorbansi dari masing-masing
larutan standar K2Cr2O7 dengan variasi konsentrasi yang telah ditentukan (data

18
terlampir pada tabel.. *di lampiran*). lalu dibuat kurva kalibrasi absorbansi
vs konsentrai dan didapatkan persamaan garisnya y = 0,0133x + 0,0238 dan R2
= 0,9524

kurva kalibrasi absorbansi vs konsentrasi


0.9
0.773
0.8
0.7 0.632
Absorbansi

0.6 0.494
0.458
0.5 0.412
0.371 0.372
0.4 0.291
0.3 0.241
0.2
0.1 0
0
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4. 1 Kurva Kalirabsi dengan Konsentrasi Larutan Standar K2Cr2O7

Absorbansi yang diperoleh dari pengukuran dengan spektrofotometer UV-


Vis diplotkan dengan persamaan garis yang diperoleh pada kurva kalibrasi,
sehingga diperoleh nilai konsentrasi Cr (VI) yang tereduksi pada masing-
masing larutan. Dari hasil yang didapatkan konsentrasi Cr (VI) yang teradsorb
optimum pada tegangan 7.5 Volt dengan konsentrasi awal 100 mg/L menjadi
90.095 mg/L atau tereduksi sebesar 9.905%.

Berikut ini adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara tegangan


dan konsentrasi Cr (VI) yang tereduksi :

19
Konsentrasi Cr (IV) Tereduksi vs Tegangan
113
120 102.838
99.935
Konsentrasi (ppm) 100 90.095

80

60

40

20

0
3 4.5 6 7.5
Tengangan (V)

Gambar 4. 2 Grafik Hubungan antara Tegangan dengan Konsentrasi Cr


(IV) yang tereduksi.

Adapun grafik yang menggambarkan hubungan antara konsentrasi Cr (IV)


yang tereduksi dengan Absorbansi, yaitu :

Konsentrasi Cr (IV) Tereduksi Vs Absorbansi


1.6 1.438
1.276 1.312
1.4
1.154
1.2
Absorbansi

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
99.935 102.838 113 90.095

Konsentrasi (ppm)

Gambar 4. 3 Hubungan antara Konsentrasi Cr (IV) yang Tereduksi


dengan Absorbansi.

Ditinjau dari gambar grafik 4.2 pada tengan 4,5 Volt dan 6 Volt mengalami
peningkatan konesntrasi Cr tereduksi sedangkan saat tegangan 7,5 Volt

20
mengalami penurunan konsentrasi Cr tereduksi. Berdasarkan literatur, dimana
semakin tinggi voltase maka semakin kecil konsentrasi Cr yang tereduksi
sampai keadan optimumnya (Khopkar, 1990).
Sedangkan ditinjau pada grafik 4.3 semakin besar absorbansi yang terukur
maka konsentrasi Cr tereduksi yang dihasilkan semakin besar dan kemudian
mengalami penurunan kembali. Berdasarkan hukum lambert beer bahwa
semakin abrobansi berbanding lurus dengan konsentrasi larutan maka semakin
besar juga konsentrasi yang didapatkan (Khopkar, 1990).
Pada percobaan ini, ditinjau dari data aborbansi dan perhitungan
konsentrasinya data yang dianalisis tidak sesuai dengan literatur tersebut. Hal
ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya :
1. Elektroda yang digunakan adalah logam alumunium. Dalam hal ini logam
alumunium yang digunakan kemungkinan berupa campuran (alloy) dimana
telah dicampur dengan kromium. Dengan demikian, alumunium yang
digunakan sebagai elektroda tidak dalam keadaan murni akibatkan aktivitas
alumunium mengalami penurunan saat menjadi ion hidroksida (Al(OH)3)
yakni tidak berfungsi sebagai koagulan yang sempurna
2. Dalam menentukan atau performa dari panjang gelombang maksimum yang
digunakan kurang tepat sehingga pengukuran absorbansi pada sempel tidak
menunjukkan hasil yang sebenarnya.

Demikan beberapa kemungkinan literature yang mempengaruhi hasil


percobaan sehingga hasil yang dianalisis tidak sesuai dengan literatur.

21
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
5.1.1. Dalam proses elektrokoagulasi elektroda alumunium mampu
mereduksi limbah Cr (IV) sintetik.
5.1.2. Kondisi optimum yaitu pada voltase 7,5 Volt didapatkan konsentrasi
Cr (VI) tereduksi sebesar 9.905%.

5.2. Saran
5.2.1. Penggunaan elektroda besi juga dapat digunakan dalam proses
elektrokoagulasi untuk mereduksi logam berat di dalam limbah
berbahaya dan beracun.
5.2.2. Dalam proses penimbangan sampel, alat yang digunakan lebih baik
dilakukan pengkalibrasian terlebih dahulu agar pengukuran berat
sampel menjadi akurat.

22
DAFTAR PUSTAKA

Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI-Press.


Dogra, SK & Dogra, S. 2009. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta: UI-Press.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama
Khopkar, S. M.. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia
Malkoc, Emine dan Yasar Nuhoglu. 2007. Potential of Tea Factory Waste
for Chomium(VI) Removal from Aqueous Solution, Thermodynamic and
Kinetic Studies. Jurnal Separation and Purification Technology, Pp. 54
(2007) 291298.
Mara, D., dan Cairnross, S. 1994. Pemanfaatan Air Limbah & Ekskreta. Jakarta:
Penerbit ITB.
Metcalf and Eddy. 1991. Waster Engineering. Mc Graw Hill: New York.
Sastrohamidjojo, H. 2001. Dasar dasar Spektroskopi.Yogyakarta : Liberty.
Skoog, D., A West, D.,M and Holler, F., J, 1993, Principle of Instrumental Analysis,
6th ed, Philadelpia :Saunders Collage Pub.
P, Tipler. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid . Bandung: Erlangga.
Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid
II. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.

23
LAMPIRAN

Tabel 7.1 Data Hasil Absorbansi dan Konsentrasi Sampel Sebelum dan Sesudah
Proses Elektrokoagulasi Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS
Vapp (V) Konsentrasi Absorbansi Konsentrasi Absorbansi
Awal (mg/L) Awal (A) Akhir Akhir (A)
(mg/L)
3 100 1.375 99.935 1.276

4.5 100 1.375 102.838 1.312

6 100 1.375 113 1.438

7.5 100 1.375 90.095 1.154

Tabel 7.2 Data Hasil Absorbansi dan Konsentrasi Larutan Standar Menggunakan
Spektrofotometer UV-VIS
Konsentrasi Absorbansi
(mg/L) (A)

16 0.241
21 0.371
26 0.372
31 0.412
36 0.458
41 0.632
46 0.773

I. Perhitungan Konsentrasi Cr (VI) Tereduksi


Persaaman garis yang didaptkan pada kurva kalibrasi adalah :
y = 0.0133x + 0.0238
R2 = 0.9524
Dimana y dalam hal ini adalah absorbansi larutan dan x adalah konsentarsi Cr
(VI) yang tereduksi.

24
Dengan demikian, konsentrasi Cr (VI) tereduksi untuk masing-masing variasi
tegangan listrik adalah :
1. Tegangan listrik 3V, absorbansi yang terukur : 1.276 A
y = 0.0133x + 0.0238
1.276 = 0.0133x + 0.0238
x = 99.935
Maka, konsentrasi Cr (VI) tereduksi adalah99.935 mg/L.
2. Tegangan listrik 4.5 V, absorbansi yang terukur 1.312 A
y = 0.0133x + 0.0238
1.312 = 0.0133x + 0.0238
x = 102.838
Maka , konsentrasi Cr (VI) tereduksi adalah 102.838 mg/L.
3. Tegangan listrik 6 V, absorbansi yang terukur 1.438 A
y = 0.0133x + 0.0238
1.438 = 0.0133x + 0.0238
x = 113
Maka , konsentrasi Cr (VI) tereduksi adalah 113 mg/L
4. Tegangan listrik 7.5 V, absorbansi yang terukur 1.154 A
y = 0.0133x + 0.0238
1.154 = 0.0133x + 0.0238
x = 90.095
Maka , konsentrasi Cr (VI) tereduksi adalah 90.095 mg/L

25
II. Foto Percobaan

3V 4.5 V

6V 7.5 V

26

Anda mungkin juga menyukai