Anda di halaman 1dari 92

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu sarana strategis bagi peningkatan mutu

sumber daya manusia, oleh karena itu pendidikan merupakan salah satu tolok ukur

bagi tingkat kemajuan suatu bangsa. Atas dasar itu pula, upaya untuk meningkatkan

kualitas penyelenggaraan pendidikan akan senantiasa dilakukan.

Pendidikan merupakan ujung tombak pembangunan nasional, karena

didalamnya ada proses pembinaan untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM)

yang handal dan berkualitas. Untuk itu segala upaya positif senantiasa harus terus

dilakukan dalam proses pendidikan agar pembangunan nasional khususnya di bidang

pendidikan dapat tercapai. Untuk merekayasa Sumber Daya Manusia berkualitas, yamg

mampu bersanding bahkan bersaing dengan negara maju, diperlukan tenaga pendidik

dan tenaga kependidikan profesional yang merupakan penentu utama keberhasilan

pendidikan. Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan tersebut dibina, dikembangkan,

dan diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan tuntutan visi, misi dan tugas yang

diembannya.

Salah satu masalah krusial yang dihadapi bangsa ini adalah rendahnya mutu

pendidikan, yang bermuara pada lemahnya daya saing Sumber Daya Manusia (SDM)

dan rendahnya produktifitas manusia Indonesia pada umumnya. Kualitas pendidikan

Indonesia yang oleh banyak kalangan masih dianggap rendah ini diperlihatkan dengan

indikator Human Development Index (HDI) Indonesia yang masih rendah pada tabel

1.1 di bawah ini (tahun 2010 peringkat 111 dari 117 negara dan tahun 2011 peringkat

110 di bawah Vietnam dengan peringkat 108). Bandingkan dengan negara Cina yang
1
memiliki peringkat 111 pada tahun 2003 tetapi pada tahun 2011 sudah mencapai

peringkat 85, suatu kemajuan yang memiliki prestasi tersendiri.

Tebel 1.1 Ranking Indonesia berdasarkan HDI dibandingkan beberapa negara tahun
2003, 2008, 2009, 2010, dan 2011

Peringkat Pada Tahun


No Negara
2003 2008 2009 2010 2011
1 Thailand 58 76 74 76 73
2 Malaysia 59 61 58 59 61
3 Philipina 100 77 85 83 84
4 Indonesia 104 109 112 111 110
5 Cina 111 99 104 94 85
6 Vietnam 120 108 109 112 108
Sumber : Kunandar 2013

Jika dibandingkan dengan kualitas sistem pendidikan dikaitkan dengan daya

saing tenaga kerja pada 12 negara Asia, peringkatnya sangat jauh dengan rasio 6,59

menempati posisi akhir paling bawah, bahkan di bawah negara Malaysia dan Vietnam

(tabel 1.2). Ini menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di Indonesia tidak mampu

bersaing di tingkat Internasional khususnya di kawasan Asia.

Tebel 1.2. Kualitas Sistem Pendidikan Dikaitkan dengan Daya Saing Tenaga Kerja
pada 12 Negara Asia
No Negara Skor
...
7 Malaysia 4,41
8 Hongkong 4,72
9 Philipina 5,47
10 Thailand 5,96
11 Vietnam 6,21
12 Indonesia 6,59
Sumber : PERC dalam Kunandar 2013

Persoalan yang dihadapi sektor pendidikan amatlah kompleks, salah satunya

adalah masalah yang berkaitan dengan aspek substansial seperti kelayakan mengajar

dan sulitnya mengimplementasikan kurikulum yang memiliki basis kompetensi. Tabel

1.3 tampak jelas pada semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA dan SMK)

2
persentase tenaga pendidik yang tidak layak mengajar masih cukup besar, terlebih pada

jenjang Sekolah Dasar.

Tebel 1.3 Tenaga pendidik menurut Kelayakan Mengajar Tahun 2002/2003

No Jenjang Pendidikan Negeri % Swasta % Jumlah %


1 SD Layak 584.395 47,3 41.315 3,3 625.710 50,7
Tidak 558.675 45,2 50.542 4,1 609.217 49,3
Jumlah 1.143.070 92,6 91.857 7,4 1.234.927 100
2 SMP Layak 202.720 43,4 96.385 20,7 299.105 64,1
Tidak 108.811 23,3 58.832 12,6 167.643 35,9
Jumlah 311.531 66,7 155.217 33,3 466.748 100
3 SMA Layak 87.379 38,0 67.051 29,1 154.430 67,1
Tidak 35.424 15,4 40.260 17,5 75.648 32,9
Jumlah 122.803 53,4 107.311 46,6 230.114 100
4 SMK Layak 27.967 19,0 55.631 37,7 83.598 56,7
Tidak 20.678 14,0 43.283 29,3 63.961 43,3
Jumlah 48.645 33,0 98.914 67,0 147.559 100
Sumber : Balitbang Depdiknas dalam Kunandar 2007

Undang-undang no.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab XI pasal 39 seperti

yang dikutif AKSI (2005:18) mendefinisikan pendidikan dengan jelas. Ayat (1) ;

Pendidikan merupakan tenaga profesional yang harus merencanakan dan melaksanakan

proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, terutama bagi

pendidik pada pertenaga pendidikan tinggi. Ayat (2) : Tenaga Kependidikan bertugas

melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayan

teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

Tenaga pendidik merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat

keberhasilan anak didik dalam melakukan proses pembelajaran ilmu pengetahuan dan

teknologi serta internalisasi etika dan moral. Oleh karenanya tenaga pendidik harus

senantiasa belajar. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat

dan keadaan zaman yang cepat berubah di berbagai bidang, menuntut sigapnya para

tenaga pendidik untuk selalu mengikutinya. Sudah seharusnya tenaga pendidik

3
mempunyai kegemaran membaca yang kuat serta mengikuti informasi setiap saat. Baik

melalui membaca buku, surat kabar, televisi, jelajah internet serta mengikuti berbagai

seminar tentang pendidikan.

Tenaga kependidikan terdiri dari :

1) Pengelola satuan pendidikan (kepala sekolah), bertugas mengelola sekolah

dengan memberdayakan sumber daya agar terjadi pembelajaran efektif

2) Penilik/pengawas sekolah, bertugas melakukan supervise terhadap kinerja

sekolah dan pembelajaran serta dokumen penunjang.

3) Tata usaha sekolah, melaksanakan administrasi sekolah dan pelayanan kepada

pelanggan

4) Pustakawan, melaksanakan pelayanan penggunaan sumber belajar

5) Laboran, melaksanakan penggunaan laboratorium; dan

6) Teknisi sumber belajar, melaksanakan pelayanan dan pemeliharaan peralatan,

dan berbagai kategori-kategori yang nanti berkembang.

Paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas

secara efektif dan efisien, perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas.

Dalam hal ini, pengembangan SDM merupakan proses peningkatan kemampuan

manusia agar mampu melakukan pilihan-pilihan. Pengertian ini memusatkan perhatian

pada pemerataan dalam peningkatan kemampuan manusia dan pemanfaatan

kemampuan itu. Rumusan tersebut menunjukan bahwa pengembangan SDM tidak

hanya sekedar meningkatkan kemampuan, akan tetapi juga menyangkut pemanfaatan

kemampuan tersebut.

Kompetensi merupakan sebuah perwujudan atau aktualisasi potensi yang harus

dikembangkan. Sebuah kenyataan yang harus dihadapi bahwa pengembangan

pendidikan dengan segala konsep inovasinya menuntut kompetensi yang tinggi dari
4
para pengelola dan pelaksananya. Tenaga pendidik sebagai ujung tombak

penyelenggara pendidikan merupakan komponen utama yang harus memiliki sejumlah

kompetensi handal yang mampu melahirkan anak didik yang memiliki kecakapan hidup

baik secara general maupun specific (general life skills dan specific life skills).

Kompetensi tenaga pendidik harus berkembang lebih maju dibandingkan dengan

konsep-konsep pendidikan itu sendiri. Apalah artinya konsep, program, atau

pendekatan yang digunakan dalam pendidikan apabila kompetensi tenaga pendidik

tidak dikembangkan dan ditingkatkan. Karena hal itu akan mengakibatkan konsep dan

program tersebut tidak akan mencapai keberhasilan yang optimal, bahkan cenderung

hanya menumpang lewat begitu saja, padahal pemerintah dan para pakar pendidikan

telah merancangnya sedemikian rupa dalam rangka peningkatan mutu.

Upaya peningkatan mutu pendidikan tentu tidak semudah membalikkan telapak

tangan, tetapi membutuhkan kerja keras dari semua pihak, baik pemerintah, tenaga

pendidik, tenaga kependidikan, dan masyarakat. Dalam hal ini, tenaga pendidik

mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan harapan tersebut. Tenaga

pendidik sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan di lapangan harus benar-benar

profesional dalam menjalankan tugasnya.

Tenaga pendidik memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan

pembelajaran di sekolah. Tenaga pendidik sangat berperan dalam membantu

perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.

Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam

perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat

meninggal. Semua ini menujukan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam

perkembangannya, demikian halnya peserta didik; ketika orang tua mendaftarkan

5
anaknya ke sekolah pada saat itu juga menaruh harapan terhadap tenaga pendidik, agar

anaknya dapat berkembang secara optimal.

Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik

tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan tenaga pendidik. Dalam kaitan ini

tenaga pendidik perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara

satu peserta didik dengan yang lainnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar.

Betapa besar jasa tenaga pendidik dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan

para peserta didik. Mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam

membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya

manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan Negara, dan bangsa.

Hal itu menyadarkan kita bahwa upaya peningkatan kompetensi tenaga

pendidik sungguh bukanlah hal yang mudah dilakukan. Padahal Undang-undang

Tenaga pendidik dan Dosen No. 14 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa tenaga

pendidik sebagai tenaga profesional harus memiliki kompetensi yang memenuhi

standar (teruji dan bersertifikat). Berkenaan dengan implementasi Undang-undang

tersebut, Departemen Pendidikan Nasional sejak tahun 2007 telah melakukan ujian

sertifikasi bagi para tenaga pendidik secara bertahap, diharapkan dalam kurun waktu 10

tahun ke depan semua tenaga pendidik sudah mendapat sertifikasi kompetensi.

Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang tenaga pendidik dan dosen dalam

BAB III tentang Prinsip Profesionalitas dikatakan : Tenaga pendidik wajib memiliki

kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta

memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (Pasal 8).

Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui

pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat (Pasal 9) Kompetensi

tenaga pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik,


6
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh

melalui pendidikan profesi. (Pasal 10 point 1).

Untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik, perlu dilakukan sistem pengujian

terhadap kompetensi tenaga pendidik. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah,

beberapa daerah telah melakukan uji kompetensi tenaga pendidik. Mereka

melakukannya terutama untuk mengetahui kemampuan tenaga pendidik di daerahnya,

untuk kenaikan pangkat dan jabatan, serta untuk mengangkat kepala sekolah dan wakil

kepala sekolah.

Pemberdayaan profesi tenaga pendidik diselenggarakan melalui pengembangan

diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan

berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai

kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

Permasalahan yang dihadapi saat ini menyangkut kompetensi tenaga pendidik

adalah masih rendahnya kompetensi yang dimiliki tenaga pendidik dalam

melaksanakan proses pendidikan. Kekuatan untuk melakukan perilaku produktif dan

efisien, tergantung pada kekuatan sebuah pengharapan dimana tindakan tersebut akan

diikuti dengan pemberian out come dan ketertarikan out come tersebut kepada individu

yang akan melakukan tindakan. Dengan pemberian out come yang dapat memotivasi

seseorang untuk meningkatkan produktivitasnya, sehingga dapat mengakibatkan

kinerjanya meningkat.

Faktor pemuas atau motivator yang merupakan kondisi intrinsik yang dapat

memotivasi prestasi kerja seseorang. Faktor-faktor seperti tantangan tugas,

penghargaan atas hasil kerja yang baik, peluang untuk mencapai kemajuan,

pertumbuhan pribadi, dan pengembangan dapat memotivasi perilaku.

7
Menurut Mulyasa (2008:9), terdapat beberapa hal yang menyebabkan lemahnya

kinerja tenaga pendidik, antara lan, rendahnya pemahaman tentang strategi

pembelajaran, kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas, rendahnya kemampuan

melakukan dan memanfaatkan penelitian tindakan kelas (Classroom action research),

rendahnya motivasi berprestasi, kurang disiplin, rendahnya komitmen profesi, serta

rendahnya kemampuan manajemen waktu.

Belajar merupakan suatu kegiatan, dimana seseorang membuat atau

menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan,

sikap dan keterampilan. Dalam hal ini tingkah laku yang dimaksudkan adalah tingkah

laku yang positif dalam hubungannya untuk mencapai kesempurnaan hidupnya

(Sunaryo dalam Rianto dkk, 1988 : 3). Berdasarkan konsep belajar diatas maka peran

tenaga pendidik berfungsi sebagai Fasilitator, komunikator, Motivator dan Evaluator,

yang digambarkan sebagai berikut :

1) Tenaga pendidik berfungsi sebagai fasilitator berarti bahwa proses

pembelajaran di kelas, tenaga pendidik bertindak sebagai pendamping nara

sumber bagi siswa dalam pembelajaran

2) Tenaga pendidik berfungsi sebagai komunikator, berarti tenaga pendidik

dalam melakukan proses belajar mengajar di kelas, tenaga pendidik

bertindak sebagai penghubung interaksi pembelajaran antar siswa.

3) Tenaga pendidik berfungsi sebagai motivator, berarti bahwa dalam proses

pembelajaran , tenaga pendidik selalu memberi motivasi untuk lebih giat

meningkatkan prestasi belajar.

4) Tenaga pendidik berfungsi sebagai evaluator, berarti bahwa tenaga pendidik

dalam menjalankan proses pembelajaran di kelas, tenaga pendidik selalu

menjalankan evaluasi pada awal dan akhir pembelajaran.


8
Disamping keempat fungsi tenaga pendidik tersebut di atas, tenaga pendidik

juga menjalankan tugas sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar, tenaga

pendidik selalu menjalankan proses pembelajaran di kelas, sedangkan sebagai pendidik

tenaga pendidik selalu mendidik siswa baik yang bermasalah maupun tidak bermasalah

agar sikap dan tingkah lakunya dapat berubah sesuai harapan masyarakat, bangsa dan

Negara.

Dalam pendidikan persekolahan perubahan perilaku akibat pembelajaran

disebut dengan hasil belajar. Netra (1976) mengemukakan prestasi belajar adalah

kemampuan maksimal yang dicapai seseorang dalam suatu usaha yang menghasilkan

pengetahuan atau nilai-nilai kecakapan. Dengan belajar seseorang memiliki sejumlah

kemampuan, pengetahuan dan keterampilan tertentu dengan aktivitas yang dialaminya.

Berkaitan dengan masalah ini Nurkancana (1986) mengatakan bahwa prestasi belajar

diartikan sebagai hasil pengukuran serta dinyatakan dalam bentuk angka (skor) yang

diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Kategori hasil belajar yang lainnya dikemukakan oleh Gagne (1972: 66) yang

meliputi lima hal, yaitu : informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif,

sikap dan keterampilan motorik.

Dalam perkembangan selanjutnya Bloom, dkk (1985 : 6-7) mengelompokkan

hasil belajar menjadi tiga, yaitu kognitif, afektif, psikomotor. Ketiga dominan inilah

sekaligus menjadi tujuan belajar dan merupakan pedoman pada proses pendidikan dan

kriteria untuk mengevaluasi keberhasilan belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan prestasi

belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang dalam kegiatan belajar dalam kurun

waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai.

9
B. Perumusan Masalah

Berkaitan dengan identifikasi masalah maka dirumuskan masalah yang dijadikan

sebagai landasan penelitian lebih lanjut sebagai berikut :

1. Seberapa besar kontribusi kompetensi guru berupa pedagogik, profesional, sosial,

kepribadian secara simultan dan parsial terhadap iklim kerja di SMP di

Kabupaten Bantaeng?

2. Seberapa besar kontribusi kompetensi guru berupa pedagogik, profesional, sosial,

kepribadian secara simultan dan parsial terhadap prestasi belajar di SMP di

Kabupaten Bantaeng?

3. Seberapa besar kontribusi kompetensi guru berupa pedagogik terhadap prestasi

belajar melalui iklim kerja di SMP di Kabupaten Bantaeng?

4. Seberapa besar kontribusi kompetensi guru berupa profesional terhadap prestasi

belajar melalui iklim kerja di SMP di Kabupaten Bantaeng?

5. Seberapa besar kontribusi kompetensi guru berupa sosial terhadap prestasi

belajar melalui iklim kerja di SMP di Kabupaten Bantaeng?

6. Seberapa besar kontribusi kompetensi guru berupa kepribadian terhadap prestasi

belajar melalui iklim kerja di SMP di Kabupaten Bantaeng?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi dan memberi gambaran yang kongkrit tentang:

1. Kontribusi kompetensi guru berupa pedagogik, profesional, sosial, kepribadian

secara simultan dan parsial terhadap iklim kerja di SMP di Kabupaten

Bantaeng.

10
2. Kontribusi kompetensi guru berupa pedagogik, profesional, sosial, kepribadian

secara simultan dan parsial terhadap prestasi belajar di SMP di Kabupaten

Bantaeng

3. Kontribusi kompetensi guru berupa pedagogik terhadap prestasi belajar melalui

iklim kerja di SMP di Kabupaten Bantaeng.

4. Kontribusi kompetensi guru berupa profesional terhadap prestasi belajar

melalui iklim kerja di SMP di Kabupaten Bantaeng.

5. Kontribusi kompetensi guru berupa sosial terhadap prestasi belajar melalui

iklim kerja di SMP di Kabupaten Bantaeng.

6. Kontribusi kompetensi guru berupa kepribadian terhadap prestasi belajar

melalui iklim kerja di SMP di Kabupaten Bantaeng.

D. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh strategi pembelajaran yang

efektif dan efisien sehingga Tenaga pendidik IPA SMP di Kabupaten Bantaeng

memiliki kompetensi dan meningkatkan kreatifitas tenaga pendidik dalam

melaksanakan pembelajaran di sekolah. Serta diharapkan dari hasil penelitian ini

menjadi sumbangan bagi berbagai pihak :

1. Tenaga pendidik, dengan penelitian ini akan menambah pengetahuan, serta

menjadi bahan renungan (refleksi) dalam upaya memperbaiki

profesionalisme dan kompetensi tenaga pendidik.

2. Secara Praktis, menjadi referensi yang dapat dipakai untuk

mengembangkan program-program pemberdayaan ke depan, baik yang

dilaksanakan oleh MGMP, LPTK, LPMP, Dinas pendidikan, Kementrian

11
Pendidikan dan pihak-pihak terkait lainnya sebagai bahan pertimbangan

dalam kebijakan kependidikan secara umum.

3. Kepala Sekolah, dapat mengembangkan suasana kondusif bagi proses

pembelajaran.

4. Bagi kegiatan penelitian, untuk menjadi informasi dan dasar

pengembangan penelitian selanjutnya.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Posisi Tenaga pendidik Abad Ke-21

Hakikat pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 : Pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlakmulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. (pasal 1 ayat 1

UU No. 20 Tahun 2003).

Sedangkan Fungsi Pendidikan Nasional:Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003, tertulis:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa.Sedangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang tertulis dalam pasal yang sama

(pasal 3) dengan tujuan pendidikan nasional, tertulis : ... bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Selanjutnya mengacu pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

pasal 31 ayat (2) menggariskan bahwa:Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional (pasal 31 ayat (2)) dan

Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia (Pasal 32). Ini berarti bahwa

dalam proses transformasi budaya, perilaku hidup sosial kemasyarakatan yang kelak

akan dilakoni oleh siswa; kedudukan sekolah sangatlah strategis untuk merealisasikan

hakikat dan tujuan pendidikan nasional seperti yang dikehendaki undang-undang

13
tersebut di atas. Tetapi sayang sejak proklamasi sistem persekolahan kita belum

sepenuhnya diberi kemampuan untuk berperan sebagai pusat pembudayaan tetapi tidak

lebih dari tempat untuk mendengar, mencatat, dan menghafal. Suatu tradisi sekolah

yang dijaman penjajahan merupakan tradisinya sekolahuntuk kaum pribumi, yaitu

Sekolah Desa, dan bukan tradisi sekolah yang melahirkan Sukarno, Hatta, Syahrir, dan

para Founding Fathers sebagai pemikir dan pembaharu.

Memasuki abad ke-21 kita memiliki UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Tenaga pendidik dan Dosen

yang dalam pandangan Soedijarto memuat filosofi pendidikan yang memungkinkan

sekolah dapat berperanan sebagai pusat pembudayaan dan mendudukkan tenaga

pendidik untuk berperanan ikut moulding the craracters and mind of the young

generation.

Secara umum untuk menerjemahkan sekolah sebagai pusat pembudayaan dan

membangun peradaban, maka posisi tenaga pendidik sangat strategis untuk memainkan

peran dan tugas keprofesionalan untuk turut memodeling seluruh potensi peserta didik

dari berbagai latar belakang, suku, ras, budaya dan agama peserta didik.

Hal tersebut di atas oleh Soedijarto dalam materi perkuliahan dapat dijelaskan

sebagai the learning proses yaitu:

1. Tenaga pendidik harus memiliki kemampuan merencanakan pembelajaran (membuat

SAP, GBPP dan sebagainya).

2. Tenaga pendidik harus memiliki kemampuan mengembangkan pembelajaran

(konten, isi, materi).

3. Tenaga pendidik harus memiliki kemampuan management (pengelolaan kelas).

4. Tenaga pendidik harus memiliki kemampuan mengevaluasi (memberikan penilaian)

14
5. Tenaga pendidik harus memiliki kemampuan mendiagnosis (membimbing,

mendidik, mengarahkan, memetakan, memberikan resep terhadap kelemahan dan

kelebihan para peserta didik).

Berangkat dari the learning proses tersebut di atas, diharapkan sekolah sebagai

wahana proses pembudayaan dalam proses transformasi budaya (mencerdaskan

kehidupan bangsa).

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya

melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan

pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang

dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor tenaga pendidik. Lahirnya Undang-Undang

No. 14 tahun 2005 tentang Tenaga pendidik dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No.

19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan

kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan

memperbaiki mutu tenaga pendidik di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh

Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa educational change

depends on what teachers do and think. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa

perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada what teachers

do and think . atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi tenaga

pendidik.

Jika diamati lebih jauh tentang realita kompetensi tenaga pendidik saat ini

agaknya masih beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu

ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah tenaga pendidik belum mampu menunjukkan

kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja tenaga

pendidik belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang

15
memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan

kompetensi tenaga pendidik.

B. Kompetensi Tenaga pendidik

Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap tenaga

pendidik akan menunjukkan kualitas tenaga pendidik dalam mengajar. Kompetensi

tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam

menjalankan fungsinya sebagai tenaga pendidik. Diyakini Robotham (1996:27),

kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui

pendidikan formal maupun pengalaman.

Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah

kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti

suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang

kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh

Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: is a knowledge, skills, and

abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being

to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and

psychomotor behaviors. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian

dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan

psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton

(1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi

sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang

diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Sofo (1999:123) mengemukakan A

competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the

16
consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of

performance required in employment. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya

mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah

penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam

pekerjaan. Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas

seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor,

yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual

adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan

kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas

yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer

(1993:9) mengatakan Competency is underlying characteristic of an individual that is

causally related to criterion-reference effective and/or superior performance in a job

or situation.

Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan

kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu.

Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying

characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada

kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan.

Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi

perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-

benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan

kriteria atau standar tertentu. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah

seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang

sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang


17
pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan

keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran

tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.

Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan,

keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan

bertindak.Menurut Syah (2000:230), kompetensi adalah kemampuan, kecakapan,

keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya

masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi tenaga pendidik adalah

kemampuan seorang tenaga pendidik dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya

secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional tenaga pendidik

dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan tenaga pendidik dalam

menjalankan profesi ketenaga pendidikannya. Tenaga pendidik yang kompeten dan

profesional adalah tenaga pendidik piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan

uraian di atas kompetensi tenaga pendidik dapat didefinisikan sebagai penguasaan

terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai tenaga pendidik.

Menurut pendapat Spencer (1993) dalam Somantri (2004), Kompetensi adalah

karakteristik dasar manusia yang dari bukti-bukti pengalaman nyata ditemukan

mempengaruhi, atau dapat dignakan untuk memperkirakan prestasi kerja di tempat

kerja atau kemampuan mengatasi persoalan pada suatu sitasi tertentu.

Pendapat lain tentang kompetensi dikemukakan oleh Djojonegoro (1996),

kompetensi adalah kemampuan nyata yang diperlihatkan seseorang menyangkut

pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk memecahkan berbagai persoalan hidupnya

secara kreatif, inovatif dan bertanggung jawab.

18
Dari kedua pendapat diatas, tampak bahwa kompetensi mengandung paling

tidak tiga makna yang paling esensial. Pertama, Kompetensi menggambarkan

kemampuan actual manusia. Kedua, Kompetensi menggambarkan perilaku dan

performasi seseorang. Ketiga, derajat kompetensi seseorang ditentukan oleh factor

bakat, minat, motivasi, sikap, pengetahuan, keterampilan, kematangan dan lingkungan

fisik, sosial, dan ekonomi dimana seseorang berada.

Istilah kompetensi tenaga pendidik mempunyai banyak makna, Broke dan

Stone (1995), dalam Mulyasa (2008 : 25) mengemukakan Bahwa Kompetensi tenaga

pendidik sebagai descriptive of qualitative of nature of teacher appears to be

entirely meaningful Kompetensi tenaga pendidik merupakan gambaran kualitatif

tentang harkat perilaku tenaga pendidik yang penuh arti. Sementara Charles (1994)

mengemukakan bahwa : competency as rational performance whinch satisfactorily

meets the objective for a desired condition (kompetensi merupakan perilaku yang

rasional untuk diharapkan).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Tenaga

pendidik dan Dosen, dijelaskan bahwa : Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

Keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,dan dikuasai oleh tenaga

pendidik atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Dari uraian tersebut, Nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan

melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi tenaga pendidik

merujuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi

tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.

Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan

performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati, tetapi

mencakup sesuatu yang tidak kasat mata.


19
Standar kompetensi dapat dimanfaatkan oleh beberapa organisasi/lembaga/

institsi yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia, sesuai dengan

kebutuhan masing-masing. Untuk institusi pendidikan dan pelatihan; memberikan

informasi untuk pengembangan program dan kurikulum, sebagai acuan dalam

penyelenggaraan pelatihan, penilaian dan sertifikasi.

Bloom menyatakan, bahwa dalam proses pembelajaran manusia dikenal

dalam tiga aspek yaitu : aspek pengetahuan (cognitive), aspek keterampilan

(Psychomotor) dan aspek sikap atau nilai-nilai (affective).

Jabaran aspek pengetahuan mulai dari kemampuan; sekedar mengingat data

(knowledge) memahami dan dapat mendefinisikan masalah dalam bahasa sendiri

(comprehension), menerapkan konsep dalam situasi-situasi baru (application),

menganalisis yaitu mengenali adanya susunan dan keterkaitan antara bagian-bagian

dari suatu (analysis), mensintesa yaitu menyusun unsur-unsur menjadi konsep baru

(synthesis), sampai mampu menimbang baik buruk nilai sebuah konsep (evaluation).

Jabaran aspek Psychomotor memiliki beberapa sub aspek seperti; mampu

melaksanakan suatu kegiatan dengan petunjuk inderawi (perception), kesediaan

bertindak secara mental, fisik dan emosi, tindakan yang masih belajar (guided

response), tindakan yang sudah terkuasai (mechanism), tindakan yang sudah otomatis

diluar sadar (compex response), menyesuaikan tindakan untuk keperluan khusus

(adaptation), menciptakan tindakan baru yang lebih baik (origination).

Jabaran aspek sikap dapat dibagi atas beberapa sub aspek yaitu ; kesiapan

dan kesediaan menyimak (receiving phenomena), ikut serta secara aktif (responding to

phenomena ), pembentukan nilai dalam diri seseorang dari sekedar ikut sampai bersedia

secara penuh, menyusun nilai-nilai dalam prioritas (organization), dan memiliki sistem

nilai yang sudah baku (charactersation) .


20
Dengan demikian dapatlah disepakati bahwa standar kompetensi merupakan

kesepakatan-kesepakatan tentang kompetensi yang diperlukan pada suatu bidang

pekerjaan oleh seluruh stakeholder di bidangnya. Dengan pernyataan lain yang

dimaksud dengan standar kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang

harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas

pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai denan unjuk kerja yang

dipersyaratkan. Yang secara umum memuat kompetensi kunci (keterampilan umum)

yang diperlukan agar kriteria unjuk kerja tercapai pada tingkatan kinerja yang

dipersyaratkan untuk peran/fungsi pada suatu pekerjaan.

C. Dimensi-dimensi Kompetensi Tenaga pendidik

Ada beberapa pedoman implementasi kurikulum yang perlu disiapkan dan

diperlukan tenaga pendidik, menurut Ghufron (2005 : 89) antara lain : pedoman

penyusunan silabus, pembelajaran, sistem penilaian, dan lain-lain. Setiap pedoman

memuat tata cara perancangan, implementasi dan evaluasi kegiatan. Dalam jurnal

penelitian Sugiarto (2003 : 117) menyatakan kualitas hasil belajar berkualitas menuntut

pengelolaan pembelajaran yang juga berkualitas. Tenaga pendidik dituntut untuk

memiliki sekurang-kurangnya tiga kompetensi pokok yaitu kemampuan merencanakan,

melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Dari penelitian Sutama (2005 : 153 -

154) menuturkan di dalam kompetensi tenaga pendidik dalam pembelajaran tersebut

terdapat aspek-aspek; (1) terampil menyusun rencana pengajaran, (2) menyusun

program pembelajaran, (3) terampil melaksanakan prosedur mengajar, (4) terampil

mengelola pembelajaran, (5) mengembangkan teknik dan media pembelajaran, (6)

terampil melakukan evaluasi pembelajaran, (7) mampu menganalisis penilaian hasil

21
belajar, (8) mampu memecahkan kesulitan pembelajaran, dan (9) mampu menganalisis

kebijakan Diknas.

Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai cara, namun pada

dasarnya kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan

sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan bisa dicapai seseorang

setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Sementara itu, menurut Keputusan

Menteri Pendidikan Nasional No 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai

seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang

sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-

tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.

Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa competency has been defined in

the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu,

dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan

bahwa : A competence is a description of something which a person who works in a

given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour

or outcome which a person should be able to demonstrate.

Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa

kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat

dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku

dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.

Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja

seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang

pekerjaannya.

22
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi

tenaga pendidik dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat

dilakukan seseorang tenaga pendidik dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa

kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..

Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam

(2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi tenaga pendidik, yaitu :

1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi

yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di

dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.

2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa,

sesama tenaga pendidik, maupun masyarakat luas.

3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut

diteladani. Dengan demikian, seorang tenaga pendidik akan mampu menjadi

seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya

mangun karsa, tut wuri handayani

Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002)

telah merumuskan standar kompetensi bagi tenaga pendidik di Amerika, yang menjadi

dasar bagi tenaga pendidik untuk mendapatkan sertifikasi tenaga pendidik, dengan

rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima

proposisi utama, yaitu:

1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a)

penghargaan tenaga pendidik terhadap perbedaan individual siswa, (b)

pemahaman tenaga pendidik tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan

tenaga pendidik terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi tenaga pendidik

dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.


23
2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to

Students mencakup : (a) apresiasi tenaga pendidik tentang pemahaman materi

mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata

pelajaran lain, (b) kemampuan tenaga pendidik untuk menyampaikan materi

pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan

berbagai cara (multiple path).

3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning

mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan

pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting

kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward)

atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d)

kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.

4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience

mencakup: (a) Tenaga pendidik secara terus menerus menguji diri untuk

memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) tenaga pendidik meminta saran dari

pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk

meningkatkan praktek pembelajaran.

5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) tenaga

pendidik memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi

dengan kalangan profesional lainnya, (b) tenaga pendidik bekerja sama dengan

tua orang siswa, (c) tenaga pendidik dapat menarik keuntungan dari berbagai

sumber daya masyarakat.

Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan

yang prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian

kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah
24
teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya

pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek

kemampuan yang seyogyanya dikuasai tenaga pendidik.

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab tenaga

pendidik pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut tenaga

pendidik untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian

penguasaan kompetensinya. Tenaga pendidik harus harus lebih dinamis dan kreatif

dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Tenaga pendidik di masa

mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap

berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan

manusia di jagat raya ini. Di masa depan, tenaga pendidik bukan satu-satunya orang

yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika tenaga pendidik tidak memahami

mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk

secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari

siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas

tersebut, tenaga pendidik perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, tenaga

pendidik harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara

terus menerus.

Menurut PP RI No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28,

pendidik adalah agen pembelajatan yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni

kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan

pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan

dialogis. Secara subtantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman


25
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi

hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan

kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan

bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

3. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan

penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang

mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah

dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta

menambah wawasan keilmuan sebagai tenaga pendidik.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari

masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta

didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik, dan

masyarakat sekitar.

Keempat rumpun kompetensi tersebut mencerminkan standar kompetensi

pendidik/tenaga pendidik yang masih bersifat umum dan perlu dikemas dengan

menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang beriman

dan bertaqwa, dan sebagai warga negara Indonesia yang memiliki kesadaran akan

pentingnya memperkuat identitas dan semangat kebangsaan, sikap demokratis dan

tanggung jawab.

26
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Tenaga pendidik Dan

Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi tenaga pendidik meliputi kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh

melalui pendidikan profesi.

1. Kompetensi Pedagogik

Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Tenaga pendidik dan

Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan

kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan

merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau

mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.Kompetensi

Menyusun Rencana Pembelajaran. Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan

program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian

bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3)

merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber

pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan

pengajaran.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana

pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi,

(3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi

pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran,

(6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian,

dan (8) mampu mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan

program belajar mengajar merupakan proyeksi tenaga pendidik mengenai kegiatan

yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup:

merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan


27
belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan

penilaian penguasaan tujuan.

a. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar

Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan

program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut

adalah keaktifan tenaga pendidik menciptakan dan menumbuhkan kegiatan

siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Tenaga pendidik harus

dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan

belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang

lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan

pembelajaran.

Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar,

pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik

belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran,

penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.

Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di

miliki tenaga pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi

kemampuan: (1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan

latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan

penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi

dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5)

melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar. Hal serupa dikemukakan oleh

Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki tenaga

pendidik dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup

kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup
28
pelajaran, (2) mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran

dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan

pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik

dan benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki

program belajar mengajar, dan (8) melaksanakan hasil penilaian belajar.Dalam

pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran,

dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan

sistematis, sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif

dan efisien.

Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki tenaga pendidik dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi

karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan

merespon setiap perubahan perilaku siswa. Depdiknas (2004:9) mengemukakan

kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar meliputi (1) membuka

pelajaran, (2) menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4)

menggunakan alat peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6)

memotivasi siswa, (7) mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi dengan siswa

secara komunikatif, (9) menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan

balik, (11) melaksanakan penilaian, dan (12) menggunakan waktu.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar

mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara

manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan

siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar

mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan

perubahan struktur kognitif para siswa.


29
b. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar

Menurut Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar

dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar

mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai

proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang

dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan. Commite

dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan

pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan

merugikan pendidikan.

Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar

adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian

tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat

diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian

proses belajar mengajar merupakan bagian tugas tenaga pendidik yang harus

dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk

mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga

dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.

Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar

peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,

(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu

memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu

mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis

hasil penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian,

(8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu
30
mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, (10) mampu menyimpulkan

dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program

tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13)

mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu

melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan

(16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil

penilaian.Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari

indikator (1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2)

kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar,

dan (3) kemampuan melakukan penilaian.

2. Kompetensi Pribadi

Tenaga pendidik sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar,

memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang

tenaga pendidik akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun

masyarakatnya, sehingga tenaga pendidik akan tampil sebagai sosok yang patut

digugu (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan ditiru (di contoh sikap dan

perilakunya).Kepribadian tenaga pendidik merupakan faktor terpenting bagi

keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah

(2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah

ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi

perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang

masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa

(tingkat menengah).

31
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan tenaga pendidik

dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan

psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan

berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi

tertentu. Tenaga pendidik yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya

keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan

terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan.

Dalam Undang-undang Tenaga pendidik dan Dosen dikemukakan kompetensi

kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan

berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Surya (2003:138) menyebut

kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi

seorang tenaga pendidik yang diperlukan agar dapat menjadi tenaga pendidik yang

baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan

pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan

Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education,

mengemukakan kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik

sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan

tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan

kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan,

(7) setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi tenaga pendidik

secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung

jawab dan mampu menilai diri pribadi. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63)

mengemukakan kemampuan personal tenaga pendidik, mencakup (1) penampilan sikap

yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai tenaga pendidik, dan terhadap

keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan


32
dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang tenaga pendidik, (3)

kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya

sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan

kompetensi personal mengharuskan tenaga pendidik memiliki kepribadian yang mantap

sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh

siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian tenaga pendidik tercermin

dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan.

3. Kompetensi Profesional

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Tenaga pendidik dan

Dosen, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran

secara luas dan mendalam. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional

adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai

tenaga pendidik profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian

dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya,

rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat tenaga

pendidik lainnya.

Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for

Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional tenaga pendidik mencakup

kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik

filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai

dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata

pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat

menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat

pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan

melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8)
33
mampu menumbuhkan motivasi peserta didik. Johnson sebagaimana dikutip Anwar

(2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran

yang terkini atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar

keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan

dan wawasan kependidikan dan ketenaga pendidikan, (3) penguasaan proses-proses

kependidikan, ketenaga pendidikan dan pembelajaran siswa. Arikunto (1993:239)

mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan tenaga pendidik memiliki

pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan

diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun

memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar

mengajar.

Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1)

pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian

akademik.Pengembangan profesi meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek

yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan

buku pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4)

menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran,

(7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action

research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media, (12)

menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti

pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan

kurikulum.Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami

hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan

menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum

pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang
34
menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.Penguasaan bahan kajian

akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi

materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang

dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional tenaga pendidik

tercermin dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan

penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan

(4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan.

4. Kompetensi Sosial

Tenaga pendidik yang efektif adalah tenaga pendidik yang mampu membawa

siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas

merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang

Tenaga pendidik dan Dosen kompetensi sosial adalah kemampuan tenaga pendidik

untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,

sesama tenaga pendidik, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Surya

(2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh

seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi

sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung

jawab sosial.

Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for

Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial tenaga pendidik adalah salah satu

daya atau kemampuan tenaga pendidik untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing

masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.

Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, tenaga pendidik harus

memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi tenaga
35
pendidik yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan

saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang

dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih

jabatan tenaga pendidik, dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk

meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan. Johnson sebagaimana

dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan

untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu

membawakan tugasnya sebagai tenaga pendidik.

Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan tenaga

pendidik memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama

tenaga pendidik, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota

masyarakat.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial tenaga pendidik tercermin

melalui indikator (1) interaksi tenaga pendidik dengan siswa, (2) interaksi tenaga

pendidik dengan kepala sekolah, (3) interaksi tenaga pendidik dengan rekan kerja, (4)

interaksi tenaga pendidik dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi tenaga pendidik

dengan masyarakat.

D. Karakteristik Kompetensi

Untuk dapat mengenal dan memahami secara mendalam tentang kompetensi

serta ciri atau karakteristik yang melatarbelakanginya, berikut ini akan dikemukakan

beberapa karakteristik kompetensi menurut para pakar, dan pandangan mereka.

Menurut pendapat Somantri (2004), karakteristik kompetensi meliputi lima

aspek yaitu

1. Motif, yaitu apa yang mendorong perilaku yang mengarah dan dipilih untuk

melakukan kegiatan atau tujuan tertentu.

36
2. Sifat atau ciri bawaan, meliputi ciri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat tetap

terhadap situasi atau informasi.

3. Konsep diri, meliputi sikap, nilai atau self image dari orang-orang.

4. Pengetahuan , yaitu informasi yang dimiliki orang-orang khususnya pada bidang

yang spesifik.

5. Keterampilan, yaitu kemampuan untuk mengerjakan atau melaksanakan tugas-tugas

fisik dan mental tertentu.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Lazarus (1985), karakteristik kompetensi

meliputi aspek fisik, psikhis, dan kontribusi kedua aspek tertentu untuk menyelesaikan

tugas-tugas tertentu pula. Dikaitkan dengan lima karakteristik yang dikemukakan

Somantri seperti tersebut di atas, tampak bahwa Lazarus mengemukakan karakteristik

kompetensi bersifat umum, tetapi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang

dikemukakan Somantri diatas.

E. Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Individu

Melalui studi literatur ditemukan bahwa ternyata terdapat begitu banyak faktor

yang berpengaruh terhadap kompetensi individu. Lazarus (1985), Hall (1978). Norton

(1987), dan More (1990) sepakat bahwa factor yang mempengaruhi kompetensi

individu meliputi: bakat, sikap, minat, motivasi, nilai, cita-cita, cara pandang,

pengetahuan, keterampilan, lingkunga (fisik dan non fisik), kesempatan, niat baik,

kesungguhan hati, kesetiaan terhadap visi pribadi atau impian yang ingin diwujudkan,

dan bantuan orang lain.

Menurut Mulyasa, (2008: 187-192) uji kompetensi tenaga pendidik, baik secara

teoritis maupun secara praktis memiliki manfaat yang sangat penting, terutama dalam

37
rangka meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kualitas tenaga

pendidik. Yakni ;

1. Sebagai alat untuk mengembangkan standar kemampuan professional tenaga

pendidik. Berdasarkan hasil uji dapat diketahui kemampuan rata-rata para

tenaga pendidik, aspek mana yang perlu ditingkatkan, dan siapa yang perlu

mendapat pembinaan secara kontinyu, serta siapa yang telah mencapai standar

kemampuan minimal.

2. Merupakan alat seleksi penerimaan tenaga pendidik.

Banyaknya calon tenaga pendidik mengakibatkan perlunya seleksi penerimaan

tenaga pendidik untuk memilih tenaga pendidik sesuai dengan kebutuhan.

Untuk keperluan tersebut perlu ditetapkan kriteria secara umum kompetensi-

kompetensi dasar yang perlu dipenuhi sebagai syarat untuk menjadi tenaga

pendidik.

3. Untuk mengelompokan tenaga pendidik.

Berdasarkan hasil uji kompetensi, tenaga pendidik-tenaga pendidik dapat

dikelompokan berdasarkan hasilnya, misalnya kelompok tinggi, kelompok

sedang dan kelompok kurang sehingga perhatian dan pembinaan dapat

meningkatkan kompetensinya.

4. Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan kurikulum

Keberhasilan pendidikan tercermin dalam kualitas pembelajaran, dan

keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal ini harus dijadikan

acuan oleh lembaga yang mempersiapkan calon tenaga pendidik atau calon

tenaga kependidikan, karena keberhasilan tersebut terletak pada berbagai

komponen dalm proses pendidikan di lembaga pendidikan.

38
5. Merupakan alat pembinaan tenaga pendidik.

Untuk memperoleh tenaga pendidik yang kreatif, professional, dan

menyenangkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, perlu ditetapkan jenis

kompetensi yang perlu dipenuhi sebagai syarat agar seseorang dapat diterima

menjadi tenaga pendidik. Setiap tenaga pendidik yang memenuhi syarat

diharapkan berhasil dalam mengemban tugas dan fungsinya, dan mampu

meningkatkan kualitas pembelajaran.

6. Mendorong kegiatan dan hasil belajar

Kegiatan pembelajaran, dan hasil belajar peserta didik tidak saja ditentukan oleh

manajemen sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana pembelajaran, tetapi

sebagian besar ditentukan oleh tenaga pendidik. Oleh karena itu, uji kompetensi

tenaga pendidik akan mendorong terciptanya kegiatan dan hasil belajar yang

optimal, karena tenaga pendidik yang teruji kompetensinya akan senantiasa

menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan pembelajaran.

Secara garis besar terdapat dua elemen kompetensi tenaga pendidik yaitu dari

kondisi internal dan kondisi eksternal. Dari laporan penelitian Sutama (2005:160)

menyatakan, kondisi internal tenaga pendidik dapat berupa kemampuan, kecakapan

interpersonal, serta kecakapan teknis. Sedangkan kondisi eksternal berupa

kondisikondisi yang berada di luar kendali tenaga pendidik. Menurut Slamet (1991)

disebutkan bahwa salah satu elemen yang memberi sumbangan besar terhadap sekolah

yang efektif adalah tenaga pendidik yang berkualitas yaitu tenaga pendidik yang

bermutu dan beretos kerja andal.

Dalam makalahnya Wijoyo (2002:9) menuturkan penentu kompetensi tenaga

pendidik yang jarang dipermasalahkan adalah pengalaman, padahal ini soal yang

sangat menentukan dalam perjalanan hidup apalagi karir seseorang., sekaligus


39
menentukan tinggi rendahnya derajat mutu dan relevansi pendidikan. Istilah kerennya

jam terbang dan sering dikaitkan dengan track record. Celakanya pengalaman

sering disalah artikan sebagai masa kerja. Orang yang lama masa kerjanya otomatis

dianggap banyak pengalamannya, dan lebih gawat lagi salah arti ini dilembagakan

dalam peraturan kepegawaian negeri sipil. Setiap 4 tahun PNS berhak naik pangkat

meskipun belum tentu dia menunjukkan pengalaman prestasi yang memadai. Padahal,

pengalaman sama sekali bukan masa kerja, melainkan nilai-nilai hasil observasi kritis

seseorang terhadap peristiwa sekililingnya yang direkonstruksi dan

dikonsolidasikannya. Pengalaman tidak selalu tergantung pada masa kerja atau usia

seseorang.

Dari jurnal penelitian Sugiarto (2003:122) dinyatakan bahwa untuk memperoleh

kemampuan tenaga pendidik mengelola pembelajaran yang tinggi, harus didukung oleh

motivasi kerja, etos kerja, pengalaman mengajar yang banyak, jenis dan lama penataran

yang banyak dan tingkat pendidikan yang tinggi. Dari penelitian Sutama (2005:157

158) ditemukan bahwa partisipasi aktif dalam MGMP dapat meningkatkan kinerja atau

kompetensi tenaga pendidik. Sedangkan dari penelitian Djumali (2005:42) dinyatakan

bahwa faktor penghasilan merupakan faktor utama bagi peningkatan kinerja atau

kompetensi tenaga pendidik. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi

tenaga pendidik dalam pembelajaran. Menurut peneliti, ada beberapa faktor yang

strategis dalam arti sangat dominan mempengaruhi kompetensi tenaga pendidik yang

dapat diamati dan diukur, serta secara umum dimiliki dan dilakukan tenaga pendidik,

antara lain : etos kerja, pengalaman mengajar, pendidikan, kesejahteraan, status

kepegawaian, beban mengajar, keterlibatan dalam MGMP, dan sarana prasarana

sekolah.

40
F. Standar Kompetensi Tenaga pendidik IPA Pada Sekolah Menengah

Dalam proses pembelajaran yang lebih berpusat pada peserta didik (child

centered learning) diperlukan adanya kemampuan tenaga pendidik untuk

mengembangkan potensi peserta didik/siswa dan memfasilitasi kebutuhan belajarnya

sehingga peserta didik mampu mengembangkan potensinya secara sistematis, dan

terarah dalam lingkungan belajar yang kondusif. Untuk itu diperlukan tenaga pendidik

yang berfungsi sebagai fasilitator belajar yang memiliki kepakaran, kemampuan

operasional, komitmen, dan tanggung jawab profesional harus memiliki ciri-ciri;

menguasai substansi bidang tertentu secara mendalam dan luas, dapat melaksanakan

pembelajaran dan penilaian yang mendidik, berkepribadian, dan memiliki komitmen

dan perhatian terhadap perkembangan peserta didik maupun berjiwa inovatif dan

adaptif terhadap perubahan pendidikan.

Substansi bidang studi dan konteks pembelajaran selalu berkembang dan

berubah menurut dimensi ruang dan waktu, oleh karenanya dituntut untuk selalu

meningkatkan kompetensinya. Untuk itu, tenaga pendidik memiliki kemampuan untuk

menggali informasi kependidikan dan bidang studi dari berbagai sumber, termasuk dari

sumber elektronik dan pertemuan ilmiah, serta melakukan kajian atau penelitian untuk

menunjang pembelajaran yang mendidik.

Kompetensi bagi tenaga pendidik IPA adalah kebulatan pengetahuan,

keterampilan, dan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung-jawab, yang dimiliki

seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan

tugas-tugas dalam bidang pendidikan dan pembelajaran IPA. Jika mengacu kepada

empat kompetensi bagi Tenaga pendidik, maka kompetensi yang spesifik dan terkait

dengan tugas tenaga pendidik IPA adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi

profesional.
41
Kompetensi pedagogik bagi tenaga pendidik IPA adalah kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,

perancangan dan pelaksanaan pembelajaran IPA, dan mengembangkan peserta didik

untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Sedangkan kompentensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran

pendidikan IPA secara luas dan mendalam melalui penguasaan substansi keilmuan

studi IPA dan materi kurikulum mata pelajaran IPA, yang memungkinkan membimbing

peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional

Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Tenaga pendidik ditegaskan

bahwa setiap tenaga pendidik wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan

kompetensi tenaga pendidik yang berlaku secara nasional. Kompetensi tenaga pendidik

meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan

kompetensi professional. Di dalam permendiknas tersebut dirinci kompetensi inti

tenaga pendidik dan kompetensi tenaga pendidik dalam mata pelajaran adalah sebagai

berikut :

a. Kompetensi Pedagodik

1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,

kultural, emosional, dan intelektual

a. Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik,

intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-

budaya

b. Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.

42
c. Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang

diampu

d. Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang

diampu

e. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik

f. Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu

2. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu

a. Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

b. Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.

c. Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang diampu.

d. Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan

pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran

e. Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang

dipilih dan karakteristik peserta didik

f. Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian

3. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik

a. Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik.

b. Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran.

c. Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan

di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan

d. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium,

dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang

dipersyaratkan
43
e. Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan

dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu

untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh

f. Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu

sesuai dengan situasi yang berkembang

4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan

pembelajaran.

a. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran

yang diampu.

5. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimiliki

a. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta

didik mencapai prestasi secara optimal.

b. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan

potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya

6. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

a. Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan

santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain.

b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik

dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik

yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta

didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b)

ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons peserta didik

terhadap ajakan tenaga pendidik, dan (d) reaksi tenaga pendidik terhadap

respons peserta didik, dan seterusnya.


44
7. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

a. Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.

b. Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai

dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu

c. Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

d. Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.

e. Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinam-

bungan dengan mengunakan berbagai instrumen.

f. Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan

g. Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar

8. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran

a. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan

ketuntasan belajar

b. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang

program remedial dan pengayaan

c. Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku

kepentingan.

d. Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran.

9. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

a. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

b. Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan

pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu

45
c. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.

b. Kompetensi Kepribadian

1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional

Indonesia.

a. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku,

adat-istiadat, daerah asal, dan gender.

b. Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang

berlaku dalam masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang

beragam.

2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi

peserta didik dan masyarakat.

a. Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi.

b. Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia.

c. Berperilaku yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat

di sekitarnya.

3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

berwibawa

a. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil

b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.

4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi tenaga

pendidik, dan rasa percaya diri

a. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi.

b. Bangga menjadi tenaga pendidik dan percaya pada diri sendiri.

c. Bekerja mandiri secara profesional.


46
5. Menjunjung tinggi kode etik profesi tenaga pendidik

a. Memahami kode etik profesi tenaga pendidik.

b. Menerapkan kode etik profesi tenaga pendidik. Berperilaku sesuai dengan

kode etik profesi tenaga pendidik

c. Kompetensi Sosial

1. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena

pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga,

dan status sosial ekonomi

a. Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan

lingkungan sekitar dalam melaksanakan pembelajaran.

b. Tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua

peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis

kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi

2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua, dan masyaraka

a. Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara

santun, empatik dan efektif.

b. Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara santun,

empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan peserta

didik.

c. Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program

pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.

47
3. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang

memiliki keragaman sosial budaya.

a. Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan

efektivitas sebagai pendidik.

b. Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk

mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang

bersangkutan

4. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan

dan tulisan atau bentuk lain

a. Berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah

lainnya melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas

pembelajaran.

b. Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas

profesi sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain.

d. Kompetensi Profesional

1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung

mata pelajaran yang diampu

2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang

diampu.

a. Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu.

b. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.

c. Memahami tujuan pembelajaran yang diampu.

3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif

a. Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik.


48
b. Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan

tingkat perkembangan peserta didik

4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan

tindakan reflektif

a. Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus.

b. Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan

c. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan

d. Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.

5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri

a. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi.

b. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri

G. Iklim Kerja

Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang

membentuk satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam

sistem sosial yang berkembang dari sekelompok manusia yang saling

berinteraksi menurut pola dan tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil hubungan

individu dengan individu maupun dengan lingkungannya.

Menurut Davis, K & Newstrom J.W (1996) bahwa sekolah dapat dipandang

dari dua pendekatan yaitu pendekatan statis yang merupakan wadah atau tempat

orang berkumpul dalam satu struktur organisasi dan pendekatan dinamis merupakan

hubungan kerjasama yang harmonis antara anggota untuk mencapai tujuan bersama.

Interaksi yang terjadi dalam sekolah merupakan indikasi adanya keterkaitan

satu dengan lainnya guna memenuhi kebutuhan juga sebagai tuntutan tugas dan

49
tanggung jawab pekerjaannya. Untuk terjalinnya interaksi-interaksi yang

melahirkan hubungan yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk

bekerja diperlukan iklim kerja yang baik.

Litwin dan Stringer (dalam Sergiovanni, 2001) mengemukakan bahwa Iklim

mempengaruhi kinerja pendidik. Iklim sebagai pengaruh subyektif yang dapat

dirasakan dari sistem formal, gaya informal pemimpin dan faktor-faktor lingkungan

penting lainnya, yang menyangkut sikap/keyakinan dan kemampuan memotivasi

orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut. Sedangkan menurut Henry A

Marray dan Kurt Lewin (dalam Sutaryadi, 1990) mengatakan bahwa Iklim kerja

adalah seperangkat karakteristik yang membedakan antara individu satu dengan

individu lainnya yang dapat mempangaruhi perilaku individu itu sendiri, perilaku

merupakan hasil dari hubungan antara individu dengan lingkungannya.

Iklim sekolah memegang peran penting sebab iklim itu menunjukkan

suasana kehidupan pergaulan dan pergaulan di sekolah itu. Iklim itu mengambarkan

kebudayaan, tradisi-tradisi, dan cara bertindak personalia yang ada di sekolah itu,

khususnya kalangan pendidik. Iklim ialah keseluruhan sikap pendidik di sekolah

terutama yang berhubungan dengan kesehatan dan kepuasan mereka (Pidarta,

1999).

Jadi Iklim kerja adalah hubungan timbal balik antara faktor-faktor pribadi,

sosial dan budaya yang mempengaruhi sikap individu dan kelompok dalam

lingkungan sekolah yang tercermin dari suasana hubungan kerjasama yang

harmonis dan kondusif antara Kepala Sekolah dengan pendidik, antara pendidik

dengan pendidik yang lain, antara pendidik dengan pegawai sekolah dan

keseluruhan komponen itu harus menciptakan hubungan dengan peserta didik

sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran tercapai.


50
Iklim negatif menampakkan diri dalam bentuk-bentuk pergaulan yang

kompetitif, kontradiktif, iri hati, beroposisi, masa bodoh, individualistis, egois.

Iklim negatif dapat menurunkan produktivitas kerja pendidik. Iklim positif

menunjukkan hubungan yang akrab satu dengan lain dalam banyak hal terjadi

kegotong royongan di antara mereka, segala persoalan yang ditimbul diselesaikan

secara bersama-sama melalui musyawarah. Iklim positif menampakkan aktivitas-

aktivitas berjalan dengan harmonis dan dalam suasana yang damai, teduh yang

memberikan rasa tenteram, nyaman kepada personalia pada umumnya dan pendidik

khususnya.

Terciptanya iklim positif di sekolah bila terjalinnya hubungan yang baik dan

harmonis antara Kepala Sekolah dengan pendidik, pendidik dengan pendidik,

pendidik dengan pegawai tata usaha, dan peserta didik. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Owens (1991) bahwa faktor-faktor penentu iklim organisasi sekolah

terdiri dari (1). Ekologi yaitu lingkungan fisik seperti gedung, bangku, kursi, alat

elektronik, dan lain-lain, (2). Milieu yakni hubungan sosial, (3). Sistem sosial yakni

ketatausahan, perorganisasian, pengambilan keputusan dan pola komunikasi, (4).

Budaya yakni nilai-nilai, kepercayaan, norma dan cara berpikir orang-orang dalam

organisasi.

Sedangkan Menurut Steers (1975) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

iklim kerjasama di sekolah adalah :

(1). Struktur tugas, (2). Imbalan dan hukuman yang diberikan, (3). Sentralisasi

keputusan, (4). Tekanan pada prestasi, (5). Tekanan pada latihan dan

pengembangan, (6). Keamanan dan resiko pelaksanaan tugas, (7). Keterbukaan dan

Ketertutupan individu, (8). Status dalam organisasi, (9). Pengakuan dan umpan

51
balik, (10). Kompetensi dan fleksibilitas dalam hubungan pencapaian tujuan

organisasi secara fleksibel dan kreatif.

Terbentuknya iklim yang kondusif pada tempat kerja dapat menjadi faktor

penunjang bagi peningkatan kinerja sebab kenyamanan dalam bekerja membuat

pendidik berpikir dengan tenang dan terkosentrasi hanya pada tugas yang sedang

dilaksanakan.

Organisasi adalah suatu wadah bagi para pegawai berinteraksi clan bekerja

satu sama lain dalam mencapai tujuan organisasi. Kochler dalam Muhammad (2005:

23) organisasi adalah sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasi usaha

suatu kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya Duncan dalam

Wahjosumidjo (2005: 59) mengemukakan pengertian organisasi sebagai suatu

kebersamaan dan interaksi serta saling ketergantungan individu-individu yang bekerja

ke arah tujuan yang bersifat umum dan hubungan kerjasamanya telah diatur sesuai

dengan struktur yang telah ditentukan.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka dapat diperoleh keterangan

sebagai berikut. Pertama, organisasi dipandang sebagai kelompok orang yang bekerja

sama dengan tujuan yang sama Kedua, organisasi dibentuk untuk menyelesaikan jenis

fungsi dan aktivitas khusus untuk efisiensi tujuan. Ketiga, organisasi tersusun atas

bagian-bagian dan hubungan-hubungan.

Sub sistem yang paling penting dalam suatu organisasi adalah subsistem

manusia karena menurut Muhammad (2005: 39) manusia sebagai anggota organisasi

adalah merupakan inti organisasi. Faktor manusia dalam organisasi harus mendapat

perhatian dan tidak dapat diabaikan. Hal ini disebabkan berhasil atau tidaknya

organisasi itu mencapai tujuan dan mempertahankan eksistensinya lebih banyak

ditentukan oleh faktor manusianya. Oleh sebab itu dalam melaksanakan aktivitasnya,
52
manusia yang bekerja pada organisasi tersebut perlu disubstitusi dengan berbagai

stimulus dan fasilitas yang dapat meningkatkan motivasi dan gairah kerjanya.

Iklim yang kondusif dapat mendorong dan mempertahankan motivasi para

pegawai. Dengan demikian iklim organisasi harus diciptakan sedemikian rupa sehingga

pegawai merasa nyaman dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Iklim organisasi

yang kondusif akan mendorong pegawai untuk lebih berprestasi secara optimal sesuai

dengan minat dan kemampuannya.

Owens dalam Burhanuddin, Ali dan Maisyaroh (2002: 91), mengatakan bahwa

iklim organisasi menunjukan pada: to perceptions of persons in the organization that

reflect those norms, assumptions, and beliefs. Hal yang sama diungkapkan oleh Hoy

dan Miskel (1991: 221) bahwa iklim organisasi adalah : "perceptions of the general

work environtment of the school'. Sedangkan Gilmer dalam (Hoy dan Miskel, 1991:

221) menyatakan: "those characteristics that distinguish the organization from other

organizations and that influence the behaviour of people in the organization".

Rousseau (1990) mengungkapkan iklim organisasi adalah: the descriptive beliefs and

perceptions indviduals hold of the organization. Iklim organisasi adalah gambaran

kepercayaan-kepercayaan dan persepsi-persepsi yang dipegang individu tentang

organisasi. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut menunjukkan bahwa iklim

organisasi selalu berhubungan dengan (1) persepsi para anggota organisasi yang

bersangkutan. Dalam hal ini adalah sikap dan perasaan yang ditampilkan oleh pegawai

terhadap sifat-sifat atau karakteristik yang ada dalam organisasi; (2) hasil interaksi

seluruh komponen dalam organisasi, dan oleh karena itu mempengaruhi perilaku

individu-individu dalam organisasi.

Organizational climate is a set of values, often taken for granted, that help
people in an organization understand which actions are considered acceptable
and which are considered unacceptable. Often there values are communicated
53
through stories and other symbolic means (Moorhead and Griffin, 1989).
Organization climate is developed by the organization. It reflects the struggle,
both internal and external, the type of people who compose the organization,
the work process, the means of communication and the exercise of authority
within the individual organization. (www.calcutta.edu.org. Journal of the
Indian Academy of Applied Psychology, Goal Setting Tendencies, Work
Motivation and Organizational Climate as Perceived by the Employees
January 2006, Vol. 32, No.1, 61-65)

Litwin dan Stringer (dalam Muhammad, 2005: 83) memberikan dimensi

iklim oganisasi sebagai berikut: (1) rasa tanggung jawab; (2) standar atau harapan

tentang kualitas pekerjaan; (3) ganjaran atau reward; (4) rasa persaudaraan; dan (5)

semangat tim. Di sisi lain Davis dan Newstrom (1996:24) menyebutkan beberapa

unsur khas yang membentuk iklim yang menyenangkan adalah: (1) Kualitas

kepemimpinan; (2) Kadar kepercayaan; (3) Komunikasi, ke atas dan ke bawah; (4)

Perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat; (5) Tanggung jawab; (6) Imbalan

yang adil; (7) Tekanan pekerjaan yang nalar; (8) Kesempatan; (9) Pengendalian;

struktur, dan birokrasi yang nalar; (10) Keterlibatan pegawai, keikutsertaan.

Unsur-unsur iklim organisasi yang dikemukakakan oleh Litwin dan Stringer,

Davis dan Nestrom, dan Campbell merupakan unsur-unsur iklim organisasi yang

positif, yang menyenangkan. Iklim yang menyenangkan bagi para pegawai (Davis

dan Newstrom, 2005: 24) adalah apabila mereka melakukan sesuatu yangbermanfaat

dan menimbulkan perasaan berharga, mendapatkan tanggung jawab dan kesempatan

untuk berhasil, didengarkan dan diperlukan sebagai orang yang bernilai. Adanya

iklim yang positif, yang menyenangkan dapat membawa pengaruh positif pada

kinerja seseorang. Iklim yang berorientasi pada manusia akan menghasilkan kinerja

dan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Para pegawai merasa bahwa organisasi benar-

benar memperhatikan kebutuhan dan masalah mereka, bila mana iklim bermanfaat

bagi kebutuhan individu (misalnya, memperhatikan kepentingan pekerja dan


54
berorientasi prestasi), maka dapat mengharapkan tingkah laku ke arah tujuan yang

tinggi. Sebaliknya, bilamana iklim yang timbul bertentangan dengan tujuan,

kebutuhan dan motivasi pribadi, prestasi maupun kepuasan dapat berkurang.

Iklim organisasi dalam penelitian ini adalah karakteristik sekolah sebagai

suatu organisasi yang dipersepsi para guru dan sekaligus mempengaruhi

perilakunya. Adapun indikator iklim organisasi mengacu pada:

a. Struktur organisasi,

b. Pemberian tanggung jawab,

c. Kebijakan dan praktek manajemen yang mendukung,

d. Keterlibatan/keikutsertaan guru dalam organisasi, dan

e. Komitmen daiam mengemban tugas.

H. Pengaruh Kompetensi Tenaga pendidik Terhadap Prestasi belajar.

Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000)

mengemukakan bahwa educational change depends on what teachers do and

think. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem

pendidikan sangat bergantung pada what teachers do and think . atau dengan kata

lain bergantung pada penguasaan kompetensi tenaga pendidik. Sejalan pendapat Epon

Ningrum, dalam tulisannya Pemetaan Kualifikasi Kompetensi Tenaga pendidik IPA

bagi peningkatan Profesionalitas ( http://blog.tp.ac.id/ ) Tenaga pendidik adalah

menjadi salah satu komponen pembelajaran yang harus memenuhi standar tenaga

pendidik, yakni memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) dan atau D4.

Tenaga pendidik dalam melaksanakan tugasnya sebagai agen pembelajaran harus

memiliki empat kompetensi yakni: Kompetensi pedagogik, kompetensi professional,

kompetensi kepribadian, dan Kompetensi Sosial. Mereka merupakan tenaga


55
professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.

Selanjut Epon menyatakan bagi tenaga pendidik yang memiliki profesionalitas,

pengalaman menjadi wahana pembelajaran bagi peningkatan dan pengembangan diri.

Kompetensi sifatnya dinamis, perlu dikembangkan dan ditingkatkan setiap saat, sesuai

dengan tugas, kebutuhan dan perkembangan inovasi pendidikan serta perkembangan

masyarakat. Untuk peningkatan kompetensi profesional tenaga pendidik IPA

diperlukan sikap professional.

Dwi, Kurniawam (2011) dalam penelitiannya tentang Pengaruh Kompetensi

Profesional Dan Produktivitas Tenaga pendidik Terhadap Hasil Belajar Siswa Program

Keahlian Teknik Kendaraan Ringan Di SMK N 2 Klaten menyatakan hasil penelitian

disimpulkan bahwa: (1) tingkat kompetensi profesional tenaga pendidik berada pada

kategori yang tinggi, sebanyak 3 tenaga pendidik atau 42,9% memiliki kompetensi

profesional yang tinggi dan 4 tenaga pendidik atau 57,1% memilki kompetensi

profesional yang sangat tinggi; (2) tingkat produkivitas tenaga pendidik seluruhnya

atau 100% terkategorisasi dalam kelompok yang sangat inggi; (3) hasil belajar siswa

kategori tinggi sebanyak 14,3% dan sebanyak 85,7 berada dalam kategori sangat tinggi;

(4) ada pengaruh dari kompetensi profesional terhadap hasil belajar siswa, hal ini

dibuktikan dengan perbedaan rata-rata hasil belajar siswa, yaitu sebesar 8,004 untuk

kelompok kompetensi profesional sangat tinggi dan 7,611 untuk kelompok kompetensi

profesional tinggi; (5) ada pengaruh dari produktivitas tenaga pendidik terhadap hasil

belajar siswa, hal ini dibuktikan dengan rerata hasil belajar siswa yang sudah tergolong

tinggi yang diajar oleh tenaga pendidik dengan tingkat produktivitas yang sangat tinggi

pula.

56
Menurut Nawawi dalam Ahmad Barizi (2009:142) : Tenaga pendidik adalah

orang yang pekerjaanya mengajar atau memberikan pelajaran disekolah atau didalam

kelas. Secara lebih khusus tenaga pendidik berarti orang yang bekerja dalam bidang

pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak didik

mencapai pendewasaan masing-masing.

Sedang menurut Sardiman (2005:125) Tenaga pendidik adalah salah satu

komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha

pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Dengan

demikian, tenaga pendidik bukan hanya orang yang sekedar berdiri di depan kelas

untuk menyampaikan materi pengetahuan (mata pelajaran) tertentu, akan tetapi tenaga

pendidik adalah anggota masyarakat yang harus ikut dan berjiwa bebas serta kreatif

dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat

sebagai orang yang dewasa dan tenaga pendidik merupakan salah satu unsur di bidang

kependidikan harus berperan secara aktif serta menempatkan kedudukannya sebagai

tenaga profesional. Patut diakui dan diterima bahwa berhubung posisi tenaga pendidik

yang sentral dalam penyelenggaraan sistem persekolahan umumnya dan khususnya

kaitannya dengan tugas tenaga pendidik. Tugas dan tangung jawab tersebut erat

kaitanya dengan kompetensi yang disyaratkan untuk memangku profesi tenaga

pendidik. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 2006 tentang tenaga

pendidik bahwa Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan

perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh tenaga pendidik dalam

melaksanakan tugas keprofesiannya. Kompetensi mengajar tenaga pendidik harus

sesuai dengan tuntutan standart tugas yang diemban sehingga dapat memberikan efek

positif demi tercapainya tujuan pembelajaran seperti sikap siswa, ketrampilan siswa

dan perubahan prestasi belajar.


57
Zakiyah Darajat, dkk (dalam Syaiful Sagala, 2009: 21 ) menyebutkan tidak

sembarangan orang dapat melakukan tugas tenaga pendidik. Tetapi hanya orangorang

tertentu yang memenuhi persyaratan yang dipandang mampu, yakni: (1) bertaqwa

kepada Allah SWT. Dalam hal ini mudah difahami bahwa tenaga pendidik yang tidak

bertaqwa akan sulit atau tidak mungkin bisa mendidik peserta didiknya menjadi orang

yang bertaqwa kepada Allah SWT; (2) berilmu. Tenaga pendidik yang dangkal

penguasaan ilmunya, akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan para peserta

didiknya, apalagi untuk masa kini dan yang akan datang; (3) berkelakuan baik.

Mengingat tugas tenaga pendidik antara lain untuk mengembangkan akhlak mulia,

maka sudah barang tentu dia harus bias memberikan contoh akhlak mulia terlebih

dahulu kepada anak didiknya. Di antara akhlak mulia yang harus dicerminkan dalam

kehidupannya adalah sikap bersabar menghadapi suatu persoalan, disiplin dalam

menunaikan tugas, jujur dalam menyelesaikan pekerjaan, bersikap adil kepada semua

orang, tidak pilih kasih, mampu menjalin kerjasama dengan orang lain, gembira

memberikan pertolongan kepada orang lain, menunjukkan kepedulian sosial yang

tinggi, dan lain-lain; (4) sehat jasmani. Kesehatan fisik atau jasmani sangat diperlukan

karena membantu kelancaran tenaga pendidik dalam mengabdikan diri untuk mengajar,

mendidik, dan memberikan bimbingan kepada para peserta didik. Tenaga pendidik

memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan, karena

Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berpotensi untuk mendidik

dan dididik.

Menurut penelitian Sudarmaji (2002 : 60). .Banyak faktor yang

menentukan suatu sekolah menjadi berkualitas tinggi, tetapi berbagai penelitian tentang

keefektifan mengajar tenaga pendidik, dapat disimpulkan bahwa tenaga pendidik

mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap pencapaian belajar siswa. Hal ini
58
dapat dipahami karena tenaga pendidik merupakan sumber daya yang aktif, sedang

sumber daya yang lain bersifat pasif. Sebaik-baik kurikulum, fasilitas, sarana prasarana

pembelajaran, tetapi tingkat kualitas tenaga pendidiknya rendah, akan sulit

mendapatkan hasil pendidikan yang berkualitas tinggi. Pendeknya tenaga pendidik

merupakan proxy utama terhadap keberhasilan pendidikan.

Hendri Joprison (2009) menyatakan Seorang tenaga pendidik harus memiliki

kecakapan dalam proses interaksi belajar mengajar. Dari dasar itu diperlukan

kompetensi dalam mempersiapkan tahapan-tahapan kegiatan belajar mengajar.

Kompetensi tenaga pendidik dalam hal ini tidak hanya berperan untuk meningkatkan

prestasi belajar siswa agar lebih aktif dan gairah dalam belajar. Tenaga pendidik

merupakan sentral dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar,

interaksi antara tenaga pendidik dan anak didik merupakan kegiatan yang dominan.

Kegiatan itu melibatkan komponen-komponen yang antara satu dengan yang lainnya

saling menyesuaikan dan menunjang dalam pencapaian tujuan belajar bagi anak didik.

Kehadiran seorang tenaga pendidik dalam proses belajar mengajar tidak dapat

digantikan fungsinya oleh radio, mesin, tape recorder, ataupun oleh komputer yang

paling modern sekalipun masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap,

sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang diharapkan merupakan

hasil proses pengajaran, akan tetapi tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut dan

tenaga pendidik masih tetap memegang peranan penting (Nana Sudjana, 1998:12).

Dari konsep di atas, jelaslah bahwa kompetensi tenaga pendidik adalah suatu

unsur yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Dengan demikian

kompetensi tenaga pendidik merupakan salah satu unsur yang tidak bisa diabaikan

dalam pengelolaan proses interaksi belajar mengajar.

59
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Berdasarkan variabel yang diteliti maka jenis penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif dan verifikatif. Sugiyono (2009:11) menjelaskan bahwa:

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel

mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan atau

menghubungkan dengan variabel yang lain. Tujuan dari penelitian deskripsi adalah

membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat,

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Penelitian verifikatif diterangkan oleh Suharsimi Arikunto (2004:7) sebagai

berikut: Penelitian verifikatif pada dasarnya ingin menguji kebenaran melalui

pengumpulan data di lapangan.

Berdasarkan jenis penelitiannya, yakni deskriptif dan verifikatif yang

dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan, maka metode penelitian yang

akan digunakan adalah metode explanatory survey. Survei informasi dari sebagian

populasi (sampel responden) dikumpulkan langsung di tempat kejadian secara empirik,

dengan tujuan untuk mengetahui pendapat dari sebagian populasi terhadap objek yang

sedang diteliti. Seperti yang dikemukakan oleh Nana Syaodih (2008:82) bahwa:

Survei digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang populasi yang

besar dengan menggunakan sampel yang relatif kecil.

Penelitian ini dilakukan pada kurun waktu kurang dari satu tahun, maka metode

pengembangan yang digunakan adalah cross-sectional. Menurut Uma Sekaran (2006:

315), Penelitian cross-sectional adalah penelitian dimana data dikumpulkan hanya


60
sekali (yang dilakukan selama periode hari, minggu, atau bulan) untuk menjawab

pertanyaan penelitian.

B. Obyek dan Variabel Penelitian

1. Obyek Penelitian.

Lokasi penelitian berada di Kabupaten Bantaeng, sesuai dengan permasalahan

dalam penelitian ini yaitu Kontribusi Kompetensi IPA ( Pedagogik , Profesional,

Sosial, Kepribadian) dan Iklim Kerja Terhadap Prestasi Belajar IPA SMP di

Kabupaten Bantaeng. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik di SMP

Kabupaten Bantaeng, sedangkan sampel yang diambil adalah semua peserta didik

2. Variabel Penelitian

Variabel (peubah) merupakan konsep atau konstruk yang mempunyai variasi

nilai, keadaan, kondisi atau kategori. Nilai dari variabel inilah yang menjadi pusat

perhatian dalam penelitian untuk diukur, diuji dan dijelaskan perbedaannya. Dengan

kata lain variabel adalah simbol/lambang yang padanya dilekatkan nilai yang berupa

angka.

Para ilmuwan menggunakan istilah variabel ini untuk menyebut konstruk-

konstruk atau sifat-sifat daripada konstruk yang mereka pelajari dalam rangka

mengidentifikasi sekaligus menjelaskan ada/tidaknya perbedaan. Hal ini disebabkan

karena yang menjadi bagian utama daripada ilmu pengetahuan adalah menjelaskan

adanya perbedaan.

Dilihat dari segi hubungan antar variabel, maka jenis variabel dalam penelitian

ini, meliputi :

a. variabel bebas, pengaruh, (independent variable), suatu variabel penyebab yang

diduga atau terjadi lebih dahulu. Variabel bebas (independen variable) adalah

61
variabel yang nilai-nilainya tidak bergantung pada variabel lainnya, biasanya

disimbolkan dengan X. Variabel itu digunakan untuk meramalkan atau

menerangkan nilai variabel yang lain.

b. variabel terikat, terpengaruh, (dependent variable), suatu akibat yang

diperkirakan atau diduga terjadi kemudian. Variabel terikat (dependen

variable) adalah variabel yang nilai-nilainya bergantung pada variabel lainnya,

biasanya disimbolkan dengan Y. Variabel itu merupakan variabel yang

diramalkan atau diterangkan nilainya. Jika variabel bebas (variabel X)

memiliki hubungan dengan variabel terikat (variabel Y) maka nilai-nilai

variabel X yang sudah diketahui dapat digunakan untuk menaksir atau

memperkirakan nilai-nilai Y.

Dalam penelitian ini terdapat variabel pokok yang terbagi ke dalam variabel

bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah

kompetensi tenaga pendidik berupa kompetensi pedagogik (X1), kompetensi

profesional (X2), kompetensi sosial (X3), kompetensi kepribadian (X4) sedangkan

variabel terikat (dependen) adalah iklim kerja (Y1) dan hasil belajar peserta didik (Y2).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat secara lengkap dalam Gambar 3.1.

62
Gambar 3.1
Variabel Penelitian

X1 e1 e2

Py1x1
Py2x1
X2
Py2x2
Py1x2 Y1 Y2
Py2x3
Py1x3
X3 Py2x4

Py1x4

X4

Keterangan :

X1 = kompetensi kompetensi pedagogik

X2 = kompetensi profesional

X3 = kompetensi sosial

X4 = kompetensi kepribadian

Y1 = iklim kerja

Y2 = hasil belajar peserta didik

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman, mengenai istilah-istilah pokok yang

digunakan dalam judul penelitian ini, dipandang perlu merumuskan definisi operasional

varibel penelitian sebagai berikut :

1. Kompetensi Tenaga pendidik ; Menurut PP RI No 19/2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajatan

63
yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik,

kepribadian, profesional, dan sosial

2. Iklim Kerja: hubungan timbal balik antara faktor-faktor pribadi, sosial dan

budaya yang mempengaruhi sikap individu dan kelompok dalam lingkungan

sekolah yang tercermin dari suasana hubungan kerjasama yang harmonis

dan kondusif antara Kepala Sekolah dengan pendidik, antara pendidik

dengan pendidik yang lain, antara pendidik dengan pegawai sekolah dan

keseluruhan komponen itu harus menciptakan hubungan dengan peserta

didik sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran tercapai.

3. Hasil Belajar ; dapat diartikan yaitu sesuatu yang diperoleh seseorang

dalam kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam

bentuk angka atau nilai.

64
Tabel 3.1
Operasionalilasi Variabel Kompetensi Tenaga pendidik IPA

Variabel Konsep Indikator Ukuran Skala


Memahami karakteristik peserta
didik yang berkaitan dengan aspek
Menguasai fisik, intelektual, sosial-emosional, Ordinal
karakteristik moral, spiritual, dan latar belakang
peserta didik sosial-budaya
dari aspek fisik, Mengidentifikasi potensi peserta
moral, spiritual, didik dalam mata pelajaran yang Ordinal
sosial, kultural, diampu
emosional, dan Mengidentifikasi bekal-ajar awal
intelektual peserta didik dalam mata pelajaran Ordinal
yang diampu
Mengidentifikasi kesulitan belajar
peserta didik dalam mata pelajaran Ordinal
yang diampu
Menguasai teori Memahami berbagai teori belajar
belajar dan dan prinsip-prinsip pembelajaran
prinsip-prinsip yang mendidik terkait dengan mata Ordinal
pembelajaran pelajaran yang diampu
yang mendidik
Memahami prinsip-prinsip Ordinal
pengembangan kurikulum
Menentukan tujuan pembelajaran Ordinal
yang diampu
Menentukan pengalaman belajar
Mengem- yang sesuai untuk mencapai tujuan Ordinal
bangkan pembelajaran yang diampu
kurikulum yang Memilih materi pembelajaran yang
Kompetensi terkait dengan diampu yang terkait dengan Ordinal
Pedagodik mata pelajaran pengalaman belajar dan tujuan
yang diampu pembelajaran
Menata materi pembelajaran secara
benar sesuai dengan pendekatan Ordinal
Kompe- yang dipilih dan karakteristik
tensi peserta didik
Tenaga Mengembangkan indikator dan Ordinal
pendidik instrumen penilaian
IPA
Memahami prinsip-prinsip
(X)
perancangan pembelajaran yang Ordinal
mendidik
Mengembangkan komponen- Ordinal
komponen rancangan pembelajaran
Menyelenggara Menyusun rancangan pembelajaran Ordinal
kan yang lengkap, baik untuk kegiatan
pembelajaran di dalam kelas, laboratorium,
yang mendidik maupun lapangan
Melaksanakan pembelajaran yang Ordinal
mendidik di kelas, di laboratorium,
dan di lapangan dengan
memperhatikan standar keamanan
yang dipersyaratkan

65
Variabel Konsep Indikator Ukuran Skala
Menggunakan media pembelajaran Ordinal
dan sumber belajar yang relevan
dengan karakteristik peserta didik
dan mata pelajaran yang diampu
untuk mencapai tujuan pembelajaran
secara utuh
Mengambil keputusan transaksional Ordinal
dalam pembelajaran yang diampu
sesuai dengan situasi yang
berkembang
Memanfaatkan Memanfaatkan teknologi informasi Ordinal
teknologi dan komunikasi dalam pembelajaran
informasi dan yang diampu
komunikasi
untuk
kepentingan
pembelajaran.
Memfasilitasi Menyediakan berbagai kegiatan Ordinal
pengembangan pembelajaran untuk mendorong
potensi peserta peserta didik mencapai prestasi
didik untuk secara optimal
mengaktualisas Menyediakan berbagai kegiatan Ordinal
ikan berbagai pembelajaran untuk
potensi yang mengaktualisasikan potensi peserta
dimiliki didik, termasuk kreativitasnya

Memahami berbagai strategi Ordinal


berkomunikasi yang efektif,
empatik, dan santun, secara lisan,
tulisan, dan/atau bentuk lain
Berkomunikasi secara efektif, Ordinal
empatik, dan santun dengan peserta
Berkomunikasi didik dengan bahasa yang khas
secara efektif, dalam interaksi kegiatan/permainan
empatik, dan yang mendidik yang terbangun
santun dengan secara siklikal dari (a) penyiapan
peserta didik. kondisi psikologis peserta didik
untuk ambil bagian dalam
permainan melalui bujukan dan
contoh, (b) ajakan kepada peserta
didik untuk ambil bagian, (c)
respons peserta didik terhadap
ajakan tenaga pendidik, dan (d)
reaksi tenaga pendidik terhadap
respons peserta didik, dan
seterusnya.
Menyelenggara Memahami prinsip-prinsip penilaian Ordinal
kan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
dan evaluasi sesuai dengan karakteristik mata
proses dan hasil pelajaran yang diampu
belajar Menentukan aspek-aspek proses dan Ordinal
hasil belajar yang penting untuk
dinilai dan dievaluasi sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran yang
diampu
Menentukan prosedur penilaian dan Ordinal
evaluasi proses dan hasil belajar

66
Variabel Konsep Indikator Ukuran Skala
Mengembangkan instrumen Ordinal
penilaian dan evaluasi proses dan
hasil belajar
Mengadministrasikan penilaian Ordinal
proses dan hasil belajar secara
berkesinam-bungan dengan
mengunakan berbagai instrumen.
Menganalisis hasil penilaian proses Ordinal
dan hasil belajar untuk berbagai
tujuan
Melakukan evaluasi proses dan hasil Ordinal
belajar
Menggunakan informasi hasil Ordinal
penilaian dan evaluasi untuk
menentukan ketuntasan belajar
Menggunakan informasi hasil Ordinal
penilaian dan evaluasi untuk
merancang program remedial dan
pengayaan
Mengkomunikasikan hasil penilaian Ordinal
dan evaluasi kepada pemangku
kepentingan
Memanfaatkan informasi hasil Ordinal
Memanfaatkan penilaian dan evaluasi pembelajaran
hasil penilaian untuk meningkatkan kualitas
dan evaluasi pembelajaran
untuk Melakukan refleksi terhadap Ordinal
kepentingan pembelajaran yang telah
pembelajaran dilaksanakan
Memanfaatkan hasil refleksi untuk Ordinal
perbaikan dan pengembangan
pembelajaran dalam mata pelajaran
yang diampu
Melakukan penelitian tindakan kelas Ordinal
untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dalam mata pelajaran
Melakukan yang diampu.
tindakan Menghargai peserta didik tanpa Ordinal
reflektif untuk membedakan keyakinan yang
peningkatan dianut, suku, adat-istiadat, daerah
kualitas asal, dan gender.
pembelajaran Bersikap sesuai dengan norma Ordinal
agama yang dianut, hukum dan
sosial yang berlaku dalam
masyarakat, dan kebudayaan
nasional Indonesia yang beragam.
Bertindak sesuai Berperilaku jujur, tegas, dan Ordinal
dengan norma manusiawi
agama, hukum, Berperilaku yang mencerminkan Ordinal
sosial, dan ketakwaan dan akhlak mulia.
Kompetensi kebudayaan
Kepribadian nasional
Indonesia.

67
Variabel Konsep Indikator Ukuran Skala
Menampilkan Berperilaku yang dapat diteladan Ordinal
diri sebagai oleh peserta didik dan anggota
pribadi yang masyarakat di sekitarnya.
jujur, berakhlak
mulia, dan Menampilkan diri sebagai pribadi Ordinal
teladan bagi yang dewasa, arif, dan berwibawa
peserta didik
dan masyarakat
Menampilkan Menunjukkan etos kerja dan Ordinal
diri sebagai tanggung jawab yang tinggi.
pribadi yang
mantap, stabil, Bangga menjadi tenaga pendidik Ordinal
dewasa, arif, dan percaya pada diri sendiri.
dan berwibawa
Menunjukkan Bekerja mandiri secara profesional Ordinal
etos kerja,
tanggung jawab Memahami kode etik profesi tenaga Ordinal
yang tinggi, rasa pendidik
bangga menjadi
tenaga pendidik, Menerapkan kode etik profesi Ordinal
dan rasa tenaga pendidik. Berperilaku sesuai
percaya diri dengan kode etik profesi tenaga
pendidik
Bersikap inklusif dan objektif Ordinal
terhadap peserta didik, teman
sejawat dan lingkungan sekitar
Menjunjung dalam melaksanakan pembelajaran.
tinggi kode etik Tidak bersikap diskriminatif Ordinal
profesi tenaga terhadap peserta didik, teman
pendidik sejawat, orang tua peserta didik dan
lingkungan sekolah karena
perbedaan agama, suku, jenis
kelamin, latar belakang keluarga,
dan status sosial-ekonomi
Bersikap Berkomunikasi dengan teman Ordinal
inklusif, ber- sejawat dan komunitas ilmiah
tindak objektif, lainnya secara santun, empatik dan
serta tidak efektif.
diskriminatif Berkomunikasi dengan orang tua Ordinal
karena peserta didik dan masyarakat secara
pertimbangan santun, empatik, dan efektif tentang
jenis kelamin, program pembelajaran dan
agama, ras, kemajuan peserta didik.
kondisi fisik,
latar belakang
Kompetensi keluarga, dan
Sosial status sosial
ekonomi
Berkomunikasi Mengikutsertakan orang tua peserta Ordinal
secara efektif, didik dan masyarakat dalam
empatik, dan program pembelajaran dan dalam
santun dengan mengatasi kesulitan belajar peserta
sesama pendi- didik.
dik, tenaga
kependidikan,
orang tua, dan
masyarakat

68
Variabel Konsep Indikator Ukuran Skala
Berkomunikasi dengan teman Ordinal
sejawat, profesi ilmiah, dan
komunitas ilmiah lainnya melalui
berbagai media dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran
Beradaptasi di Beradaptasi dengan lingkungan Ordinal
tempat bertugas tempat bekerja dalam rangka
di seluruh meningkatkan efektivitas sebagai
wilayah pendidik
Republik Melaksanakan berbagai program Ordinal
Indonesia yang dalam lingkungan kerja untuk
memiliki mengembangkan dan meningkatkan
keragaman kualitas pendidikan di daerah yang
sosial budaya. bersangkutan
Menguasai Membedakan pendekatan- Ordinal
materi, struktur, pendekatan IPA
konsep, dan
pola pikir
keilmuan yang
mendukung
mata pelajaran
yang diampu
Menguasai Menguasai materi IPA secara luas Ordinal
standar dan mendalam
kompetensi dan Menunjukkan manfaat mata Ordinal
kompetensi pelajaran IPA
dasar mata
pelajaran yang
diampu
Memahami standar kompetensi mata Ordinal
pelajaran yang diampu
Mengembang- Memahami kompetensi dasar mata Ordinal
kan materi pelajaran yang diampu
pembelajaran Memahami tujuan pembelajaran Ordinal
yang diampu yang diampu
secara kreatif Memilih materi pembelajaran yang Ordinal
diampu sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik.
Mengembang- Mengolah materi pelajaran yang Ordinal
kan diampu secara kreatif sesuai dengan
Kompetensi keprofesionalan tingkat perkembangan peserta didik
Profesional secara Melakukan refleksi terhadap kinerja Ordinal
berkelanjutan sendiri secara terus menerus
dengan Memanfaatkan hasil refleksi dalam Ordinal
melakukan rangka peningkatan keprofesionalan
tindakan
reflektif
Memanfaatkan Melakukan penelitian tindakan kelas Ordinal
teknologi untuk peningkatan keprofesionalan
informasi dan Mengikuti kemajuan zaman dengan Ordinal
komunikasi belajar dari berbagai sumber
untuk Memanfaatkan teknologi informasi Ordinal
mengembang- dan komunikasi dalam
kan diri berkomunikasi.
Memanfaatkan teknologi informasi Ordinal
dan komunikasi untuk
pengembangan diri

69
Tabel 3.2
Operasionalilasi Variabel Hasil Iklim Kerja Didik

Variabel Konsep Indikator Ukuran Skala


Ordinal
hubungan timbal Struktur tugas
balik antara faktor-
Iklim Kerja faktor pribadi, sosial
Imbalan dan Ordinal
(Y1) dan budaya yang
hukuman yang
mempengaruhi sikap
diberikan
individu dan
Ordinal
kelompok dalam Sentralisasi
lingkungan sekolah keputusan
yang tercermin dari
Ordinal
suasana hubungan Tekanan pada
kerjasama yang prestasi
harmonis dan
Ordinal
kondusif antara Tekanan pada latihan
Kepala Sekolah dan pengembangan
dengan pendidik,
Ordinal
antara pendidik Keterbukaan dan
dengan pendidik Ketertutupan individu
yang lain, antara
Ordinal
pendidik dengan
pegawai sekolah dan
keseluruhan
komponen itu harus
menciptakan Status dalam
hubungan dengan organisasi
peserta didik
sehingga tujuan
pendidikan dan
pengajaran tercapai.

70
Tabel 3.2
Operasionalilasi Variabel Hasil Belajar Peserta Didik

Variabel Konsep Indikator Ukuran Skala


Perubahan sifat dan sikap Ordinal
anda dalam belajar
Perubahan sifat dan sikap Ordinal
Prestasi anda dalam proses
belajar pembelajaran
(Y2) Hubungan komunikasi Ordinal
anda denga IPA
Pengembangan
sikap Hubungan komunikasi Ordinal
anda dengan siswa lain
Pengaruh IPA dalam Ordinal
memotivasi anda
Pengaruh siswa lain Ordinal
dalam memotivasi anda
belajar
Kemampuan anda dalam Ordinal
menggunakan alat
peraga/media
pembelajaran
Kemampuan anda dalam Ordinal
berolahraga
Kemampuan anda dalam Ordinal
sesuatu yang Peningkatan seni
diperoleh seseorang keterampilan
dalam kegiatan Kemampuan anda dalam Ordinal
belajar dalam kurun mempraktekkan teori
waktu tertentu yang
Kemampuan anda dalam Ordinal
dinyatakan dalam
pratikum
bentuk angka atau
nilai. Kemampuan anda dalam Ordinal
menulis karya ilmiah
Memperoleh wawasan Ordinal
dalam proses belajar
mengajar
Memperoleh Ordinal
pengetahuan baru dalam
proses belajar mengajar
Peningkatan
pengetahuan Kemampuan dalam Ordinal
memahami materi
pelajaran
Kesesuaian materi Ordinal
pelajaran dengan kondisi
yang ada

71
D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas, obyek. subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian datarik kesimpulan (Sugiyono, 2000:55)

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Tenaga pendidik IPA SMP

Kabupaten Bantaeng sebanyak 50 orang (Disdikpora Kab. Bantaeng: 2013). Sampel

yang baik adalah sampel yang representatif mewakili populasi. Berapa jumlah anggota

sampel yang akan digunakan sebagai sumber data tergantung pada tingkat kepercayaan

yang dikehendaki. Bila dikehendaki sampel dipercaya 100% mewakili populasi, maka

jumlah anggota sampel sama dengan jumlah anggota populasi. Bila tingkat

kepercayaan 95%, maka jumlah anggota sampel akan lebih kecil dari jumlah populasi.

Sehingga jumlah sampel Tenaga pendidik IPA yang akan diteliti dalam penelitian

yakni 50 orang.

E. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data.

1. Instrumen dan Pengumpulan Data

Sesuai dengan gejala yang dikemukakan dalam penelitian ini maka untuk

pengukuran data variabel kompetensi tenaga pendidik yang digunakan adalah skala

interval, yaitu skala yang mentenaga pendidiktkan nilai atau skor dari tingkat paling

rendah ke tingkat yang paling tinggi dari atribut tertentu.

Dalam penelitian ini, digunakan nilai interval dengan 5 (lima) jenjang yang

secara operasional dapat dijelaskan sebagaimana tabel berikut :

72
Tabel 3.4. Kategori & Skor Jawaban Responden

Jawaban Kategori Skor


A Sangat Setuju 5
B Setuju 4
C Ragu-Ragu 3
D Tidak Setuju 2
E Sangat Tidak Setuju 1

Angket yang digunakan adalah jenis pertanyaan tertutup yang berskala lima

atau dengan kata lain jawaban atas kuesioner diberi skor 1 sampai 5. Pemberian skor

sesuai dengan alternatif jawaban yang disediakan pada setiap pertanyaan kuesioner.

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer (langsung) dan data sekunder

(tidak langsung). Dalam pengumpulan data sesuai dengan tujuan penelitian, maka

digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari dan

menelaah berbagai referensi, kebijakan atau peraturan, laporan-laporan,

dan dokumen yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti.

2. Studi lapangan, yaitu dengan cara terjun langsung ke instansi objek

penelitian, yang dilakukan melalui :

a. Kuesioner, yaitu dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan yang

bersifat tertutup, dimana setiap pertanyaan telah disediakan alternatif

jawabannya untuk dipilih oleh responden. Dengan Kuesioner, dapat

diungkap data yang menyangkut persepsi, sikap, berdasarkan nilai,

pengalaman, dan keyakinan responden.

73
Mengingat penelitian ini untuk pengumpulan datanya dilakukan dengan

menggunakan kuesioner, maka kesungguhan responden di dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam

penelitian ini. Dalah hal ini, keabsahan dan kesahihan di dalam penelitian sosial

ditentukan oleh suatu alat ukur yang digunakan yaitu apabila alat ukur tersebut tidak

valid atau tidak dipercaya maka hasil yang diperoleh tidak akan menggambarkan

keadaan yang sesungguhnya.

F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas


Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kevalidan dari suatu

instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi.

Sebaliknya instrumen yang kurang memiliki validitas rendah (Suharsimi Arikunto,

2002:146).

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah di

susun benar-benar mengukur apa yang perlu di ukur. Dengan kata lain apakah test

tersebut menjalankan ukurannya dengan memberikan hasil yang sesuai dengan

maksud test tersebut, sehingga data yang terkumpul merupakan data yang dapat

dipercaya.

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup

dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, karena instrumen

itu sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliable akan

menghasilkan data yang dapat dipercaya.

Data dalam suatu penelitian mempunyai kedudukan paling tinggi karena

data merupakan penggambaran variabel yang diteliti, dan fungsinya sebagai

pembentukan hipotesis. Oleh karena itu benar tidaknya data sangat menentukan

74
kualitas hasil penelitian. Sedangkan benar tidaknya data tergantung dari baik

tidaknya instrumen pengumpulan data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua

persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. Uji validitas dan reliabilitas pada

penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu software komputer

program SPSS (Statistical Product for Service Solution) 20.0 for windows.

G. Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian


Menurut Zikmund (2003:331), validitas adalah: The ability of scale to

measure what was intended to be measured. (artinya: kemampuan suatu skala

untuk mengukur sesuatu yang diniatkan untuk diukur). Pendapat serupa

disampaikan oleh David A. Aaker (2004:762): Validity is the ability of a

measurenment instrument to measure. (Artinya: validitas adalah kemampuan

suatu instrumen pengukur untuk mengukur apa yang seharusnya diukur).

Pendapat lebih jelas diungkapkan oleh Asep Hermawan (2006:211)

Validitas data merupakan suatu proses penentuan apakah suatu wawancara dalam

survei atau observasi dilakukan dengan benar dan bebas dari bias. Berdasarkan

pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa validitas merupakan

kemampuan alat ukur untuk mengukur secara benar (bebas dari bias). Instrumen yang

sahih memiliki validitas yang tinggi. Untuk memperoleh instrumen yang valid

harus diperhatikan langkah-langkah dalam menyusun instrumen, yaitu memecah

variabel menjadi sub variabel dan indikator, setelah itu memasukannya ke dalam

butir-butir pertanyaan. Apabila langkah tersebut dilakukan, maka dapat dikatakan

bahwa instrumen tersebut memiliki validitas yang logis. Dikatakan logis karena

validitas ini diperoleh dengan suatu usaha hati-hati melalui cara-cara yang benar

sehingga menurut logika akan dicapai suatu tingkat validitas yang dikehendaki.

75
Peneliti juga perlu menguji validitas instrumen yang sudah disusun

melalui pengalaman. Dengan mengujinya melalui pengalaman maka akan diketahui

tingkat validitas empiris atau validitas berdasarkan pengalaman. Tipe validitas

yang digunakan adalah validitas konstruk yang menentukan validitas dengan cara

mengkorelasikan antar skor yang diperoleh dari masing-masing item berupa

pertanyaan dengan skor totalnya. Skor total ini merupakan nilai yang diperoleh dari

penjumlahan semua skor item. Korelasi antar skor item dengan skor totalnya harus

signifikan. Berdasarkan ukuran statistik, bila ternyata skor semua item yang disusun

berdasarkan dimensi konsep berkorelasi dengan skor totalnya, maka dapat

dikatakan bahwa alat ukur tersebut mempunyai validitas. Untuk menguji validitas

dapat menggunakan product moment atau pearson (pearsons Product Moment

Coeffisient Corelation), yaitu: sebagai berikut:

N XY (X ) (Y )
rXY
N X 2
(X ) 2 N Y 2 (Y ) 2

Dimana :
rXY = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang
dikorelasikan.
X = Skor untuk pernyataan yang dipilih
Y = Skor total
n = Jumlah responden

Tabel 3.4
Koefisien korelasi
Besarnya Nilai Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Rendah
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Agak Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat Rendah
Sumber : Suharsimi Arikunto (2002:245)

76
Teknik perhitungan yang digunakan untuk menganalisa validitas tes ini adalah

dengan tolak ukur yang sama. Selanjutnya perlu diuji apakah koefisien validitas

tersebut signifikan pada taraf signifikasi tertentu, artinya adanya koefisien validitas

tersebut bukan karena faktor kebetulan, diuji dengan rumus statistik t sebagai

berikut:

2
=
1 2

Suharsimi Arikunto, 2004:157)

Keputusan pengujian validitas menggunakan taraf signifikansi dengan

kriteria sebagai berikut :

1. Nilai t dibandingkan dengan harga ttabel dengan dk = n-2 dan taraf

signifikansi <= n-2

2. Jika thitung > ttabel maka soal tersebut valid

3. Jika thitung < ttabel maka soal tersebut tidak valid

4. Berdasarkan jumlah angket yang diuji sebanyak 30 kasus dengan tingkat

signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk) n-2 (30-2=28) maka didapat nilai

rtabel sebesar 0,374

H. Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian

Asep Hermawan (2006:126) mendefinisikan:Reliabilitas berkaitan dengan

konsistensi akurasi dan prediktabilitas suatu alat ukur. Berdasarkan pendapat para ahli

tersebut, dapat disimpulkan bahwa reliabilitas berkaitan dengan akurasi dan

ketepatan suatu alat ukur untuk mengukur karena instrumennya sudah baik.

77
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui keajekan kuesioner yang diberikan

kepada responden dan indek yang diperoleh dari perhitungan menunjukkan sejauh

mana alat ukur yang digunakan dapat dipercaya atau dapat diandalkan.

Menurut Sugiyono (2008) Untuk uji reliabilitas ini dapat dilakukan dengan

internal consintency dengan teknik belah dua yang maksudnya adalah butir-butir

instrumen dibagi menjadi dua kelompok yaitu butir-butir instrumen yang bernomor

ganjil dikelompokkan menjadi satu dan butir intrumen nomor genap dikelompokan

menjadi satu. Kemudian masing-masing kelompok skor tiap butirnya dijumlahkan yang

menghasilkan skor total. Selanjutnya skor total antara kelompok ganjil dan genap dicari

korelasinya.

Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode Alpha

Cronbach (Sugiyono, 2008 ) dengan rumus sebagai berikut :

k 2
1 - 2
r = k -1

Di mana :

r = Koefisien reliabilitas
k = Jumah butir pertanyaan
i2 = varian butir pertanyaan
2 = varian skor tes

Instrumen dikatakan reliabel bilamana koefisien reliabilitasnya minimal 0,60

(Sugiyono, 2008). Adapun perhitungan untuk pengujian reliabilitas dilaksanakan

dengan bantuan program komputer SPSS 20.

78
I. Konversi Data

Untuk mengukur variabel-variabel penelitian tersebut akan dilakukan

penyebaran kuesioner kepada responden . Data yang disebarkan adalah data dalam

bentuk skala ordinal, dan untuk menganalisa hasil penelitian ini maka peneliti perlu

melakukan konversi data. Proses transformasi data dari skala pengukuran ordinal ke

skala pengukuran interval sering dijumpai pada saat melakukan analisis data, terutama

data penelitian sosial.

Mentransformasi data ordinal menjadi data interval gunanya untuk memenuhi

sebagian dari syarat analisis parametrik setidaknya berskala interval. Teknik

transformasi yang paling sederhana dengan menggunakan MSI (Method of Successive

Interval). Menurut Riduwan (2012: 30) bahwa terdapat beberapa langkah transformasi

data ordinal ke data interval sebagai berikut:

a. Perhatikan setiap butir jawaban responden dari angket yang disebarkan

b. Pada setiap butir, tentukan berapa orang yang mendapat skor 1, 2, 3, 4, dan 5

yang disebut sebagai frekuensi

c. Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut

proporsi

d. Tentukan nilai proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan proporsi secara

berurutan perkolom skor

e. Gunakan Tabel Distribusi Normal, hitung nilai Z untuk setiap proporsi

kumuklatif yang diperoleh

f. Tentukan niloai tinggi densitas untuk setiap nilai Z yang diperoleh dengan

menggunakan Tabel Koordinat Kurva Normal

g. Tentukan nilai skala dengan menggunakan rumus

79
) ( )
=
( ) ( )

h. Tentukan nilai transformasi dengan rumus

= + 1 + | |

J. Teknik pengolahan dan Analisis Data

Pengelolaan data pada penelitian ini didasarkan pada pendekatan deskriptif

analitik. Statistic deskriptif berfungsi untuk memberi gambaran terhadap obyek yang

diteliti melalui data sampel atau populasi, dengan cara penyajian melalui modus, mean,

dan simpangan baku serta mendeskriptifkan dalam bentuk tabel (Sugiyono, 2000:21).

Sedangkan analitik dimaksudkan pada penelitian ini adalah untuk menguji hipotesis

penelitian dan membuat generalisasi dalam hal ini menggunakan analisis regresi dan

korelasi

Dalam melakukan pengolahan data dan analisis data dari instrument yang sudah

terkumpul dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Statistik Deskriptif

Untuk memberikan gambaran dari data yang sudah terkumpul, maka dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut :

Mentabulasikan data yang sudah terkumpul ke dalam tabel, dan

menjumlahkannya. Menggunakan bantuan tabel dalam Microsoft exel

2007.

Kemudian menghitung rata-rata dari setiap variabel dari data yang

terkumpul dari data yang tidak bergolong, yaitu dengan menggunakan

rumus.


= Furqon (1997:36)

80
angan
x = rata-rata (mean)
X = jumlah seluruh data
n = jumlah responden (sampel)

Selanjutnya untuk menghitung simpanan baku (standar deviasi) ialah suatu

nilai yang menunjukan tingkat variasi (homogenitas) suatu kelompok data,

dengan menggunakan rumus:

(1 )2
2 = (varian sampel)
1

Atau

(1 )2
= ( simpangan baku) Sugiyono (2000:50)
1

b. Analitik Statistik

Sebelum penelitian dilaksanakan maka langkah yang utama adalah melakukan

uji coba instrumen penelitian. Uji coba dari butir-butir instrumen pada kedua variabel

dimaksudkan untuk menguji keabsahan dan kehandalan butir-butir instrumen yang

digunakan dalam penelitian.

Analisis jalur adalah suatu teknik pengembangan dari regresi linier ganda.Teknik

ini digunakan untuk menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan oleh

koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1, X2, X3,

X4 terhadap Y1 dan Y2. Analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan

sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi

variabel tergantung tidak hanya secara langsung tetapi juga secara tidak langsung.

81
X1 e1
e2

Py1x1
Py2x1
X2
Py2x2
Py1x2 Y1 Y2
Py2x3
Py1x3
X3 Py2x4

Py1x4

X4

Y = YX1 + YX2 ++ YX3 + YX4 + 2 Substruktural 1

Dalam penghitungan dan pengolahan data ini penulis menggunakan bantuan

komputer aplikasi SPSS versi 20.

82
DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih N, 2002. Kualitas dan Profesionalisme IPA. Pikiran Rakyat 15 Oktober


2002. http://www.Pikiran Rakyat.com/102002/15 Opini

Adnyani, Nyoman. 2002. Kelemahan-Kelemahan Penerimaan Siswa SMP yang


Beracuan pada NUAN. Makalah yang Disampaikan dalam Seminar Ilmiah
Universitas Mahasaraswati, September 2003.

Akadum. 1999. Potret IPA Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online)
(http://www.Suara Pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7
Juni 2001).

Anastasi, Anne. 1976. Psychological Testing. Fifth Edition. New York: Macmillan
Publishing Co., Inc

Ardana, Nengah. 1999. Hubungan antara Motivasi Belajar dan Pola Pemberian Tugas
dengan Prestasi Belajar Bidang Studi Fisika pada Siswa SMP Negeri 1
Denpasar. Skripsi. IKIP Mahasaraswati Tabanan.

Arsip Nilai Ujian Akhir SMP Negeri 3 Banjar Tahun 2005. Dokumen NUAN Siswa
yang Tidak Dipublikasikan.

Aryana, Wayan. 2003. Pengaruh Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar IPA pada
Siswa SMP Negeri 1 Denpasar. Ringkasan Hasil Penelitian yang Disampaikan
dalam Seminar Hasil Penelitian Dosen Kopwil VIII, Tanggal 22-24 September
2003.

Arifin, I. 2000. Profesionalisme IPA: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam


Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas
Muhammadiyah Malang.

Arikunto, S. 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

Asad, Moh. 1995. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.

Azwar, Saifuddin. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badrun, A. 2005. Prospek Pendidikan dan tenaga kerja (IPA) di kabupaten Dompu.
Orasi Ilmiah disampaikan pada saat wisuda mahasiwa Diploma Dua program
PGSD/MI-PGTK/RA STAI Al-Amin Domp.

Brent D. Ruben. 1988. Communication and Human Behavior. New York: Macmilland
Publishing Company.

83
Budiadnya, Made. 2004. Ujicoba Model Pembelajaran Generatif dalam Pembelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di SMP Negeri 5
Singaraja. Tesis. Singaraja: Program Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja.

Budiadnyana, Putu. 2004. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Bermodul yang


Berwawasan SMK Terhadap Hasil Belajar Biologi (Eksperimen pada Siswa
Kelas II SMA di Singaraja). Disertasi. Program Pascasarjana Universitas
Negeri Malang.

Danim S., 2002. Inovasi Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Daryanto, 2001. Administrasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Davis, K. & Newstrom, J.W,. 1996. Perilaku dalam Organisasi, Edisi ketujuh.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Dedi Supriyadi, 1999. Mengangkat Citra dan Martabat IPA.. Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa

Denny Suwarja, 2003. KBK, tantangan profesionalitas IPA. 19 Juli 2003. Artikel.
Homepage Pendidikan Network

Depdiknas, 2005. Pembinaan Profesionalisme Tenaga pengajar (Pengembangan


Profesionalisme IPA). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan
Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas.

Departemen Agama RI, 2003. Profesionalisme Pengawas Pendais. Jakarta: Direktorat


Jenderal kelembagaan Agama Islam Depag RI.

Dimyati dan Mudjiono. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti.

Djamarah, S.B. 1994. Prestasi belajar dan Kompetensi IPA. Surabaya. Usaha Nasional.

_____________2002. Prestasi Belajar dan Kompetensi IPA. Surabaya: Usaha


Nasional.

Drost. 1998. Sekolah: Mengajar atau Mendidik ?. Yogyakarta: Kanisius.

Fatah, N. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Fernandes, H.J.X. 1984. Testing and Measurement. Jakarta. National Education


Planning, Evaluation and Curriculum Development.

Forsdale, 1981. Perspectives on Communication. New York: Random House.

84
Fraenkel, Jack R. and Norman E. Wallen. 1993. How to Design and Evaluate Research
in Education. Second Edition. New York: McGraw-Hill, Inc.

Freud,S., 1950. The ego and the id. London: The Hogarth Press.

Furkan, Nuril, 2006. Perubahan Paradigma IPA dalam Konteks KBK. Orasi Ilmiah
pada Wisuda Diploma Dua Program PGSD/MI-PGTK/RA dan Dies Natalis
STAI Al-Amin Dompu.

Gagne, Robert M. 1977. The Conditions of Learning. Third Edition. New York: Holt,
Reinhart and Winston.

Good, V. Carter, 1959. Dictionary of Education, New York: McGraw-Hill Book


Company.

Good, Thomas L. & Jere E. Brophy. 1990. Educational Psychology, A Realistic


Approach. New York: Longman.

Gregory, Robert J. 2000. Psychological Testing: History, Principles, and Applications.


Boston: Allyn and Bacon.

Gronlund, Norman E. 1982. Constructing Achievement Tests. Third Edition. London:


Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.

Gunawan, 1996. Administrasi Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Hasan, Ani M, 2001. Pengembangan Profesionalisme IPA di Abad Pengetahuan, 13


Juli 2003. Artikel. Homepage Pendidikan Network.

Hilke, Eileen Veronica. 1998. Fastback Cooperative Learning. New York: McGraw-
Hill, Inc.

Hoy & Miskel, 1987. Education Administration.: Theory, Research and Practice. New
York: Random Hause.

Inten, I Gede. 2004. Pengaruh Model Pembelajaran dan Pengetahuan Awal Siswa
Terhadap Prestasi Belajar PKn dan Sejarah pada Siswa Kelas II di SMU
Laboratorium IKIP Negeri Singaraja. Tesis. Program Pascasarjana IKIP
Negeri Singaraja.

Irianto, Agus. 1989. Bahan Ajaran Statistika Pendidikan (Buku -edua). Jakarta: Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

85
Johnson, David W. and Roger T. Johnson. 1984. Cooperation in the Classroom. Edina,
Minnesota: A publication Interaction Book Company.

- et al. 1984. Circles of Learning. Fairfax, Va.: Association for Supervision and
Curriculum Development.

and R.T. Johnson. 1987. Learning Together and Alone: Cooperation,


Competition, and Individualistic Learning. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-
Hall.

Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice: the
PAT Journal. April/Mei 2001. (Online),
http://www.members.aol.com/PTRFWEB/journal1040., diakses 7 Juni 2001)

Junaidin, Akh, 2006. Kepuasan Kerja IPA, Al-Fikrah Jurnal Studi Kependidikan dan
Keislaman, Ed. I thn. I hal. 45-66.

Kohler, Jerry. W., Anatol, karl W. E dan Applbaum, Ronald L. 1981. Organizational
Communication: Behavioral Perspective. New York: Holt Rinehart and
Winstons.

Lickona, Thomas. 1992. Educating For Character. How Our Schools Can Teach
Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di


Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Maba, Wayan. 2002. Evaluasi Pembelajaran. Makalah yang disampaikan dalam


Penataran PBM Dosen Kopertis Wilayah VIII, Tanggal 27-30 Oktober 2002.

Maister, 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.

Mendiknas, 2005. Paradigma Pendidikan Indonesia, (Koran Berita). Mataram.

Muhammad, A. 2001. Komunikasi Organisasi. Ed. 1, Cet.4 Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyasa, 2002. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

_______, 2003. Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi)


Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Marhaeni, A.A.I.N. 2005. Pengaruh Asesmen Portofolio dan Motivasi Berprestasi


dalam Belajar Bahasa Inggris Terhadap Kemampuan Menulis Bahasa Inggris
(Studi Eksperimen pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP
Negeri Singaraja, 2004). Desertasi: IKIP Negeri Jakarta.

Montgomery, Douglas C. 1991. Design and Analysis of Experiments. Third Edition.


Canada: John Willy & Sons, Inc.

86
Murwansyah dan Mukaram. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pusat
Penerbit Administrasi Niaga Politeknik Negeri Bandung, Indonesia.

Nasution, S. 1972. Didaktik Sekolah Pendidikan IPA: Asas-Asas Didaktik Metodologi


Pengajaran dan Evaluasi. Depdikbud: Jakarta.

Nainggolan H, 1990. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta: PT. Rineka Cipta

Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: IPA dan Siswa Yang Berperan
Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online),
http://www.suarapembaruan.com/News/081998/08Opini

Nur Syam, 2005. Pendidikan di era Globalisasi Tantangan dan Strategi. Orasi
Ilmiah dalam wisuda Perdana STAI Al-Amin Dompu.

Nur, Mohamad et al. 2001. Teori Belajar. Surabaya: University Press.

Nurkancana, Wayan dan P.P.N. Sunartana. 1990. Evaluasi Pendidikan. Surabaya:


Usaha Nasional.

Owens, 1991. Organisational Behavior in education. Bonston: Allyn and Bacon.

Oemar Hamalik, 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: PT. Sinar baru
Algensindo.

Pantiwati, 2001. Upaya Peningkatan Profesionalisme IPA Melalui Program Sertifikasi


IPA Bidang Studi (untuk IPA MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang:
PSSJ PPS Universitas Malang. Hlm.1-12.

Pidarta, 1997. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.


Jakarta: PT. Bina Rineka Cipta.

_______, 1999. Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Popham, W. James dan Eva L. Baker. 1984. Bagaimana Mengajar Secara Sistematis.
Diterjemahkan Oleh R.H. Dj. Sinurat et al. Yogyakarta: Kanisius.

Puger, I Gusti Ngurah. 2004. Belajar Kooperatif. Diktat Perkuliahan Mahasiswa


Unipas.

. 2004. Pengaruh Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Silogisme


Terhadap Prestasi Belajar Biologi pada Siswa Kelas III SMP Negeri Seririt
(Eksperimen pada Pokok Bahasan Reproduksi Generatif Tumbuhan
Angiospermae). Tests. Program Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja.

Purwanto, Ngalim. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

87
Raka Joni, T, 1992. Pokok-pokok Pikiran Mengenai Pendidikan IPA. Jakarta : Ditjen
Dikti Depdiknas.

Robbins, S.P. 1996. Organization Behavior: Concep-Contraversies Application. New


Jersey: Englewood Cliffs: Prentice-Hall, Inc.

Rusmini, 2003. Kompetensi IPA Menyongsong Kurikulum Berbasis Kompetensi,


http://www.Indomedia.com/bpost/042003/22 Opini.

Sardinian, A.M. 1988. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar Pedoman bagi guru
dan Calon guru. Jakarta: Rajawali. Pers.

Semiawan, 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang


Abad XXI. Jakarta: Grasindo.

Sergiovanni, T.J., 1991. The Principalship of reflektive Practice prespectif, Boston :


Allyn and Bacon.

Soetjipto, Raflis Kosasi. 1999. Profesi KeIPAan. Jakarta: Rineka Cipta.

Stiles, K.E. dan Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Proffessional


Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science
Teacher. September 1998. hlm. 46-49).

Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies:


Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The
Science Teacher. September 1998. hlm. 46-49).

Sulistyorini, 2001. Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan


Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru. Ilmu Pendidikan: 28 (1) 62-70.

Supriadi, 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Yogyakarta: Adi Cita Karya
Nusa.

Suparlan, 2004. Beberapa Pendapat tentang Guru Efektif dan Sekolah Efektif.
Fasilitator : Edisi I Thn 2004(23-28).

Suryabrata, 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sutadipura, 1994. Kompetensi IPA dan Kesehatan Mental. Bandung: Penerbit Angkasa.

Sutaryadi, 1990. Administrasi pendidikan. Surabaya: Usaha nasional.

________, 2001. Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Slemato. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Edisi Revisi.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.

88
S. Karim A. Karhami, 2005. Mengubah Wawasan dan Peran Guru dalam era
kesejahteraan . Akses Internet.

Tempe, A. Dale., 1992. Kinerja. Jakarta : PT. Gramedia Asri Media.

The Liang Gie, 1972. Kamus Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.

Tuckman, Bruce W. 1972. Conducting Educational Research. New York: Harcourt


Brace Javonovich, Inc.

Universitas Negeri Jakarta. 2000. Aplikasi Komputer: Kalibrasi Instrumen,Pengolahan


Data, dan Pemanfaatan Internet. Jakarta: Laboratorium Komputer UNJ.

Uno, B. Hamzah, el. al. 2001. Pengembangan Instrumen Untuk Penelitian. Jakarta:
Delima Press.

Uzer usman, Moh. 2002. Menjadi Guru yang Profesional. Edisi kedua. Bandung:
Remadja Rosdakarya.

Wartawan, I Wayan. 2004. "Pembinaan Kualitas Pembelajaran Fisika Melalui


Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Unava.

W.F. Connell, 1974. The Foundation of Education.

Wijaya, C. Dan Rusyan A.T, 1994. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Zahera Sy, 1997. Hubungan konsep diri dan kepuasan kerja dengan sikap Guru dalam
proses belajar mengajar, Ilmu Pendidikan, jilid 4 Nomor 3 hal. 183-194.

89
KUESIONER B
KOMPETENSI TENAGA PENDIDIK

PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner ini terdiri dari lima alternatif jawaban, yaitu:
SB : Sangat Baik
B : Baik
C : Cukup
K : Kurang
SK : Sangat Kurang

NO PERTANYAAN SB B C K SK

Kompetensi pedagogik
1 Kemampuan dalam menyusun renccana pembelajaran
2 Kemampuan dalam menyampaikan pelajaran
3 Kemampuan dalam menggunakan metode mengajar
4 Kemampuan dalam menggunakan alat bantu/media
pembelajaran
5 Kemampuan menguasai kelas dalam proses
pembelajaran
Kompetensi kepribadian
6 Memiliki kepribadian yang mantap
7 Memiliki akhlak mulia
8 Memiliki sikap yang arif/bijaksana
9 Memiliki kewibawaan yang mantap
10 Menjadi teladan bagi peserta didik
Kompetensi profesional
11 Kemammpuan dalam menguasai materi pelajaran
12 Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap
peserta didik
13 Memiliki kemampuan yang luas dalam menyampaikan
materi pelajaran
14 Kemampuan dalam melatih peserta didik
15 Kemampuan dalam membimbing peserta didik
Kompetensi sosial
16 Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan
peserta didik
17 Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan
sesama IPA
18 Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan
orang tua murid
19 Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan
masyarakat sekitar

90
20 Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan
kepala sekolah

KUESIONER C
HASIL BELAJAR

PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner ini terdiri dari lima alternatif jawaban, yaitu:
SB : Sangat Baik
B : Baik
C : Cukup
K : Kurang
SK : Sangat Kurang

NO PERTANYAAN SB B C K SK

Pengembangan sikap
1 Perubahan sifat dan sikap anda dalam belajar
2 Perubahan sifat dan sikap anda dalam proses
pembelajaran
3 Hubungan komunikasi anda denga IPA
4 Hubungan komunikasi anda dengan siswa lain
5 Pengaruh IPA dalam memotivasi anda
6 Pengaruh siswa lain dalam memotivasi anda belajar
Peningkatan keterampilan
7 Kemampuan anda dalam menggunakan alat
peraga/media pembelajaran
8 Kemampuan anda dalam berolahraga
9 Kemampuan anda dalam seni
10 Kemampuan anda dalam mempraktekkan teori
11 Kemampuan anda dalam pratikum
12 Kemampuan anda dalam menulis karya ilmiah
13 Kemampuan anda dalam menulis laporan
14 Kemampuan anda dalam menyelesaikan tugas
Peningkatan pengetahuan
15 Memperoleh wawasan dalam proses belajar mengajar
16 Memperoleh pengetahuan baru dalam proses belajar
mengajar
17 Kemampuan dalam memahami materi pelajaran
18 Kesesuaian materi pelajaran dengan kondisi yang ada
19 Kemampuan IPA dalam menyampaikan pelajaran
20 Peningkatan terhadap pola pikir siswa

91
92

Anda mungkin juga menyukai