Afasia
Tak mampu untuk bicara
Ada dua hemisfer pada otak, salah satu dominan. Jika terjadi kerusakan pada hemisfer
dominan , maka akan terjadi dua hal :
1. Tidak mampu dalam mengutarakan maksud.
2. Tidak mampu menangkap maksud.
Apasia dibagi dua :
1. Apasia motorik
Area brocca pada lobus frontal posterior anterior Tidak bisa untuk menyampaikan maksud.
Peran penting perawat Awas frustasi.
2. Apasia Sensorik
Area wernicke,s pada hemisfer kiri girus angular. Tidak mampu menangkap maksud
dengan cara biasa.
Peran perawat :
Apasia motorikPertanyaan dengan jawaban Ya dan tidak, antisipasi kebutuhan, gunakan
alat tulis.
Apasia Sensorik Gunakan komunikasi non verbal, beri petunjuk visual, bicara pendek dan
sederhana, Hindari pembicaraan abstrak.
Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenal dan interpretasikan suatu rangsang indera
Agnosia visual : tidak mampu mengenal fungsi suatu benda.
Agnosia warna
Agnosia muka
Agnosia taktil
Agnosia astereognosis : tidak mampu menyebutkan bentuk dan ukuran benda yang
diraba.
Apraksia
Ketidak mampuan untuk mengerti , memformulasikan suatu perbuatan yang kompleks ,
tangkas dan volunteer.
Penyebab : Lesi pada kedua hemisfer pada premotor area lobus frontal dan sebagian
parietal.
Peran perawat : sama dengan Apasia
Gangguan Tingkah laku Dan Proses Pikir
Penyebab : Penyakit yang mengena pada lobus frontal seperti: trauma kepala, demensia
alkoholik, atropi cerebral.
Masalah yang dapat ditemukan yaitu :kepribadian influsif, konsentrasi menurun, mood labil,
miskin dalam mengambil keputusan.
Gejala yang mungkin muncul : sakit kepala, irritable, hypersensitif terhadap stimulus,
pusing, konsentrasi amat terbatas.
Gangguan pergerakan
Bersifat volunteer
Dipersarafi oleh motor kortex primer dan asosiasinya Lobus frontal, Basal ganglion,
Cerebelum, Saraf tepi
Temperatur
Suhu normal sangat penting untuk mempertahankan fungsi normal dari semua sel tubuh
Pusat : Hipotalamus : Dasar ventrikel III
Reflek spinal pada spinal cord fungsi autonom Dilatasi dan kontiksi pembuluh darah
perifer, hipotermia, hipertermia.
Eliminasi
Pusat pengendalian pada emua tingkat persarafan. Kortex motorik untuk menghambat
pengosongan bladder dan bowel.
Kortex sensorik : dapat mencetuskan distensi bladder dan bowel menahan dan
mengeluarkan.
Pada alur kortex sacral pengendalian otonom Reflex berkemih.
Gangguan yang dapat terjadi:
Kerusakan lobus frontal Inkontinensia reflex neurologik bladder.
Kerusakan pada sekmen sacral autonomi neurologik bladder.
Dampak yang mungkin muncul :Over distensi, batu bladder, infeksi (cystitis).
Pengkajian
Temuanya tergantung pada jenis / penyebab dari sakit kepala tersebut
Riwayat yang lengkap merupakan suatu hal yang penting untuk membedakan diagnostik.
Pengkajian meliputi :
Aktivitas / Istirahat :
Lelah, letih , malaise
Ketegangan mata
Kesulitan membaca
Insomnia
Sirkulasi :
Denyutan vaskuler misalnya daerah temporal
Pucat, wajah tampak kemerahan
Integritas ego
Ansietas, peka rangsang selama sakit kepala
Makanan / Cairan
Mual / muntah , anoreksia selama nyeri
Neuro sensori :
Pening, Disorientasi (selama sakit kepala)
Kenyamanan
Respon emosional/ perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah
Interaksi social
Perubahan dalam tanggung jawab peran
Derajat kesadaran :
Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlena lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi
terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang
menghindar (contoh mnghindri tusukan).
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.
Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat.
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian
terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu.
Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan
fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
3. Fungsi motorik
Otot
Ukuran : atropi / hipertropi
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan, kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan,
gerakan sendi.
Snout refleks
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
Grasps refleks
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal
Palmo-mental refleks
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)
Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:
a. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah
b. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
c. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
d. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-
jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah
e. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri
maupun orang lain.
Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sede