Anda di halaman 1dari 24

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi

Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga ensefalokel

(encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek

tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di

daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium

bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio pada minggu ke III sampai dengan

minggu ke IV; tidak menutupnya tuba neuralis pada ujung kranial dapat

menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi

di seluruh bagian tengkorak, tetapi yang paling sering terjadi di regio

occipital, kecuali pada orang Asia, yang lebih sering terjadi pada regio

frontal.

Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan serebrospinal saja

disebut Meningokel Kranial, dapat juga berisi meningen, cairan serebrospinal

dan jaringan/parenkhim otak disebut Meningoensefalokel. Secara umum

herniasi melalui defek kranium disebut meningoensefalokel, walaupun

sebenarnya berbeda patologi, pengobatan dan prognosisnya. Kira-kira 75%

meningoensefalokel didapatkan di regio oksipital, dapat terlihat sebagai

kantong kecil bertangkai atau struktur seperti kista besar, dapat lebih besar

daripada kranium; tertutup oleh kulit seluruhnya; kadang-kadang di tempat-

tempat tertentu hanya dilapisi oleh membran tipis seperti kertas perkamen.

Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak di frantal.

Isi meningoensefalokel dapat diketahui dengan transiluminasi dan USG. Pada

pemeriksaan mikroskopis, biasanya akan didapatkan jaringan otak

abnormal/displasia. Insiden meningoensefalokel 1-5 per 10000 bayi lahir


hidup; paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba neuralis (8% - 19%). Di

Eropa dan Amerika hampir 80% - 90% meningoensefalokel terdapat di regio

oksipital; meningoensefalokel di daerah anterior (frontal, nasofrontal,

nasofaringeal) lebih sering di Asia Tenggara.

B. Etiologi

Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf

selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini

disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus

seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada

saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan

radiologi), obatobatan yang mengandung bahan yang terotegenik.

Meningoensefalokel juga disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya

terjadi dibagian occipitalis, kadangkadang juga dibagian nasal, frontal, atau

parietal.

Walaupun penyebab pasti defek tuba neuralis masih belum diketahui,

beberapa faktor antara lain radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan-bahan

kimia dan faktor genetik terbukti mempengaruhi perkembangan susunan saraf

pusat sejak konsepsi, Penulis lain berpendapat bahwa maternal hypertermia

pada hamil muda juga merupakan fakor penyebab meningoensefalokel. Data

terakhir menyebutkan bahwa suplementasi vitamin seperti folic acid saat

sekitar konsepsi akan mencegah defek tuba neuralis.

C. Embriologi

Pada embryogenesis, tuba neuralis menutup pada hari ke-27 atau ke-28

kehamilan. Ujung anterior dan posterior tuba neuralis menutup pada saat

berbeda. Neuropore anterior yang terletak sama tinggi dengan foramen cecum

menutup pada hari ke ke-24.


Teori mengenai terjadinya ensefalokel:

1. Kegagalan penutupan tuba neuralis sebelum hari ke 25 kehamilan

2. Terbukanya kembali tuba neuralis setelah penutupan pada minggu ke-8

kehamilan karena adanya defek permeabilitas pada dasar ventrikel

keempat

3. Defek primer pada jaringan penyusunan mesensefalon yang menyebabkan

terjadinya herniasi encephalon sehingga terbentuk ensefalokel oksipital.

Hidrosefalus dapat muncul menyertai ensefalokel karena adanya distorsi

saluran cairan otak / CSF10.

Ensefalokel dapat muncul sebagai salah satu komponen utama sebuah

sindrom. Sindrom dengan ensefalokel sebagai komponen utama yakni

Chernkes syndrome, Fraser syndrome, Knoblochs syndrome, Meckel-

Grubers syndrome, Roberts syndrome, amniotic band syndrome, dwarfisme

dissegmental, dan dysplasia frontonasal.

D. Klasifikasi

Berikut adalah klasifikasi meningoensefalokel menurut Suwanwela:

1. Ensefalomeningokel oksipital

2. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak

a. Interfrontal

b. Fontanel anterior

c. Interparietal

d. Fontanel posterior

e. Temporal

3. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal

a. Nasofrontal

b. Naso-ethmoidal
c. Naso-orbital

4. Ensefalomeningokel basal

a. Transethmoidal

b. Sfeno-ethmoidal

c. Transsfenoidal

d. Frontosfenoidal atau sfeno-orbital

5. Kranioskhisis

a. Kranial, fasial atas bercelah

b. Basal, fasial bawah bercelah

c. Oksipitoservikal bercelah

d. Akrania dan anensefali.

Meningoensefalokel oksipital merupakan 70 persen sefalokel (pada

geografis). Dibagi ke dalam subkelompok sesuai hubungannya dengan

protuberansia oksipital eksterna (EOP) : sefalokel oksipitalis superior, dimana

terletak di atas EOP, dan sefalokel oksipitalis inferior, yang terletak

dibawah EOP. Penonjolan lobus oksipital tampak di sefalokel superior,

dimana serebelum menonjol dalam sefalokel inferior. Bila defek tulang

meluas turun keforamen magnum, keadaan ini disebut sefalokel oksipitalis

magna. Hubungan sefalokel ini dengan spina bifida servikalis disebut

sefalokel oksipitoservikalis (iniensefali).

Meningoensefalokel anterior lebih jarang terjadi dibandingkan

meningoensefalokel posterior. Yang pertama biasanya dibagi ke dalam dua

kelompok : meningoensefalokel sinsipital (tampak) dan meningoensefalokel

basal (tak tampak). Mungkin juga dibagi kedalam empat kelompok:

1. meningoensefalokel frontal

2. meningoensefalokel frontonasal
3. meningoensefalokel fronto-ethmoid, dan

4. meningoensefalokel nasofaringeal.

Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah tempat tersering dari

sefalokel; hubungan ini menjadi titik lemah karena pertumbuhan yang

berbeda tulang frontal dan kartilago nasal. Suwanwela menyebut sefalokel

diregio ini sebagai meningoensefalokel fronto-ethmoid dan dikelompokkan

kedalam tiga subkelompok:

1. Jenis nasofrontal: menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang

nasal

2. Jenis nasoethmoid: menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal

3. Jenis naso-orbital: menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari

bagian anterior orbit.

Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok:

1. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal) : herniasi ke dalam

kavum nasal melalui lamina kribrosa

2. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior) : herniasi ke

bagian posterior kavum nasal melalui tulang sfenoid

3. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal): herniasi ke nasofaring

melalui tulang sfenoid

4. Meningoensefalokel sfeno-orbital: herniasi keruang orbit melalui fissura

orbital superior

5. Meningoensefalokel sfenomaksillari: herniasi kerongga orbit melalui

fissura pterigoid, kemudian kefossa pterigoid melalui fissura intra orbital.

E. Gejala Klinis

Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi,

termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia


dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. Jika hanya mengandung

meningen saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang normal.

Gejala-gejala sehubungan dengan malformasi otak adalah mental retardasi,

ataxia spastik, kejang, buta dan gangguan gerakan bola mata. Sebenarnya

diagnosis perinatal dapat ditegakkan dengan pemeriksaan USG, alfa feto

protein cairan amnion dan serum ibu.

Ukuran dari meningoensefalokel mempengaruhi ukuran dari tengkoran dan

otak tergantung dari besarnya protrusi pada tengkorak. Bila protrusi besar,

maka tengkorak akan tampak seperti mikrosefali, karena banyak jaringan otak

yang sudah keluar. Menigoensefalokel jarang berhubungan dengan

malformasi serebri saja dan biasanya berhubungan dengan abnormalitas dari

hemisper serebri, serebelli dan otak tengah.

Pada pemeriksaan neurologis umumnya didapatkan hasil normal, tetapi

beberapa kelainan dapat terjadi meliputi deficit fungsi saraf cranial, gangguan

penglihatan, dan kelemahan motorik fokal.

Meningoensefalokel anterior sering bersamaan dengan anomali muka,

seperti bibir dan langit-langit bercelah. Empat anomali yaitu

meningoensefalokel oksipital, hidrosefalus, deformitas Klippel-Feil, dan

langit-langit bercelah sering terjadi sebagai tetrad. Kelainan jantung

kongenital dan ekstremitas yang displastik adalah anomali yang berhubungan

yang terletak dibagian lain dari badan.

Hidrosefalus mungkin terjadi sebelum diperbaikinya sefalokel, atau mungkin

terbentuk setelah operasi. Insidens hidrosefalus yang menyertai pada

meningoensefalokel oksipital adalah 25 persen pada meningokel dan 66

persen pada meningoensefalokel. Hidrosefalus yang bersamaan pada

meningoensefalokel anterior jarang. Seperti pada spina bifida, insidens


hidrosefalus lebih tinggi pada sefalokel yang mengandung jaringan otak.

Insidens hidrosefalus yang menyertai pada meningoensefalokel oksipital

adalah hampir sama dengan pada mielomeningokel.

Ensefalokel frontoethmoidal muncul dengan massa di wajah sedangkan

Ensefalokel basal tidak tampak dari luar. Ensefalokel nasofrontal muncul di

pangkal hidung di atas tulang hidung. Ensefalokel nasoethmoidal terletak di

bawah tulang hidung dan naso-orbital ensefalokel menyebabkan,

hipertelorisme, proptosis dan mendesak bola mata.

F. Patofisiologi

Umumnya, ensefalokel terjadi pada periode awal kehamilan, tepatnya di awal

minggu ke-4 kehamilan. Pada saat itu, perkembangan embriologi, yang

melibatkan sistem saraf pusat. Persyarafan mengembangkan dan membentuk

tabung untuk memisahkan diri dari jaringan tulang kepala. Kegagalan untuk

menutup jaringan saraf menyebabkan beberapa kelainan, di mana ensefalokel.

Ensefalokel disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi pada,

oksipital kadang-kadang juga di hidung, frontal atau parietal pada defek

sering disertai oleh jaringan besar hermiasi otak (eksensefalus). Selain itu,

ensefalokel juga dapat terjadi karena kegagalan penutupan tabung saraf

selama perkembangan janin.

Selain penyebab diatas meningoensefalokel menurut Hipotesa-hipotesa yang

ada meliputi mutasi autosomal dominan, faktor lingkungan, diet, infeksi

jamur, virus dan parasit serta usia ibu pada saat terjadinya konsepsi. Defek

cranium pada lesi EFE terletak pada pertemuan antara os.Frontale dan

os.ethmoidale atau foramen caecum, Kadang-kadang dijumpai cartilage crista

galli pada tepi posterior defek, lateralnya atau bahkan cartilage tersebut

terbelah menjadi dua bagian pada tepi lateral defek. Crista galli seringkali
mengalami distorsi, tepi anteriornya halus dan berbentuk konkav dan lamina

cribrosa biasanya terdorong ke inferior dibawah planum sphenoidalis dan

membentuk sudut 45 50 derajat dengan bidang orbito-meatal. Tulang

cranium dan wajah merupakan hasil osifikasi membrane dan tulang basis

cranii adalah osifikasi cartilage. Kebanyakan tulang cranium dan wajah telah

mengalami osifikasi pada saat lahir.

Pada awal bulan kedua intrauterine, mesoderm yang mengelilingi vesikel otak

yang sedang tumbuh meningkatkan ketebalannya dan membentuk massa

terlokalisir meluas ke depan membentuk dasar ossis sphenoidalis dan

ethmoidale serta septum nasale.

Pada akhir bulan ketiga intrauterin, os.frontale dan os.ethmoidale masih

terpisah, meskipun pada saat lahir telah menjadi satu. Pada masa intrauterin

yang sangat dini, os.frontale nampak sebagai lamina mesoderm yang meluas

ke inferior bertemu dengan mesoder basis cranii yang akan membentuk

os.ethmoidale. Defek tulang ini bersifat menetap dan mesoderm sekitarnya

mengalami kondrifikasi dan osifikasi. Tampaknya, protrusi meningeal dan

jaringan saraf terjadi lebih dulu dan defek tulang terbentuk disekitarnya. Bila

tabung meningeal dan jaringan saraf dipisahkan pada lehernya dan tidak lagi

ada ganjalan pada defek tulang, maka dengan cepat akan terjadi pengurangan

diameter defek tulang dan akhirnya menutup.

Ini berarti bahwa, tabung meningeal dan syaraf yang menghalangi defek

tulang bertanggung jawab atas menetapnya dan juga terbentuknya defek

tulang ini. Sulit dibayangkan bahwa pada jaringan fetus yang sedang sangat

aktif tumbuh, gagal mengalami proses penutupan (fusi) normalnya tanpa

adanya obstruksi, terutama jika jaringan saraf yang sama demikian cepat
tumbuhnya dan menutup lubang pada saat elemen penghalang telah

dihilangkan.

Dari beberapa seri EFE yang pernah dilaporkan, dikatakan bahwa 50-78%

EFE disertai dengan kelainan intrakranial seperti aganesis corpus callosum,

kelainan pola ventrikel, atrofi otak, midline shift, arachnoid cyst,

hydrocephalus, konfigurasi otak yang tidak teratur, porencephalic cyst,

stenosis aquaductus.

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis sefalokel:

daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau tidaknya anomali

SSP, dan dinamika CSS.

Lubang defek tulang pada meningoensefalokel oksipital mudah dikenal pada

foto polos tengkorak. Sebagai tambahan terhadap daerah defek tulang,

perluasan defek dan ada atau tidaknya kraniolakunia dapat diketahui. Ada

atau tidaknya otak yang vital dikantung dapat ditentukan dengan

ventrikulografi dan angiografi serebral, namun CT scan memperlihatkan

tidak hanya isi kantung namun semua kelainan intrakranial yang bersamaan.

Meningoensefalokel oksipital harus didiferensiasi dari kasus garis tengah

lainnya, seperti sinus perikranii, dan holoprosensefali. Sinus perikranii

sangat lebih kompresibel dibanding meningoensefalokel. CT scan

memperlihatkan displasia serebral sebagai tambahan atas kantung dorsal

pada holoprosensefali. Angiografi serebral mungkin perlu untuk membedakan

meningoensefalokel oksipital dari kantung dorsal holoprosensefali;

holoprosensefali didiagnosis oleh adanya arteria serebral anterior azigos.


MRI kranial dapat memberi gambaran yang pasti dari kandungan dalam

meningiensefalokel. Meskipun terletak pada garis tengah, isi dari protrusi

biasanya dari salah satu hemisfer yang lebih kecil.

Pemeriksaan penunjang paling bermanfaat dalam penegakan diagnosis

prenatal ensefalokel adalah ultrasonografi / USG. USG yang dilakukan dapat

terdiri dari USG 2 dimensi maupun 3 dimensi serta secara transabdominal

maupun transvaginal. Pada USG yang dilakukan antenatal, tampak adanya

defek pada cranium serta massa kistik, kombinasi massa kistik dan solid,

maupun massa dominan solid tampak menempel di calvaria. Pada USG

terutama USG 3 dimensi, ensefalokel dapat tampak kurangnya diameter

biparietal, kecilnya lingkar kepala, serta gambaran unik berupa cyst within a

cyst dan target sign appearance, banana sign, lemon sign. Pada USG 3

dimensi, defek cranial dapat tampak dengan jelas.

H. Komplikasi

Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau

kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya

(Syndrome Meckel, Syndrome Dandy-Walker). Kelainan kepala lainnya yang

dapat dideteksi dengan USG adalah kista otak, miensefalus (fusi tulang

occiput vertebrata sehingga janin dalam sikap hiperekstensi),

huloprokensefalus (hanya berbentuk sebuah rongga ventrikel yang

berdilatasi), hindranensefalus (destruksi total jaringan otak sehingga kepala

hanya berisi cairan), kelainan bentuk kepala (dulikochephaluskh, branchi

chpalusk) dan sebagainya.

Berikut adalah beberapa komplikasi dari meningoensefalokel, yaitu:

1. Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadri plegia spastik)

2. Gangguan perkembangan
3. Mikrosefalus

4. Hidrosefalus

5. Gangguan penglihatan

6. Keterbelakangan mental dan pertumbuhan

7. Ataksia

8. Kejang.

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luas dari

anomali. Pada meningokel oksipital, di mana kantung tidak mengandung

jaringan saraf, hasil dari pembedahan hampir selalu baik. Tetapi pada

meningoensefalokel yang berisi jaringan otak biasanya berakhir dengan

kematian dari anak.

Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf,

kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila

mungkin, tindakan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi

bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala.

Pada neonatus apabila dijumpai ulkus pada meningoensefalokel atau tidak

terjadi kebocoran cairan serebrospinal, operasi segera dilakukan. Pada

meningoensefalokel yang ditutupi kulit kepala yang baik, operasi dapat

ditunda sampai keadaan anak stabil. Tujuan operasi adalah menutup defek

(watertight dural closure), eksisi masa otak yang herniasi serta memelihara

fungsi otak.

1. Penanganan Pra Bedah

Segera setelah lahir daerah lesi harus dikenakan kasa steril yang direndam

salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa
steril yang tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang terpapar

menjadi kering.

Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat

mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada

beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk

mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi

yang basah. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat

grafiknya. Diperlukan pemeriksaan X-Ray kepala Anteroposterior/Lateral

dan diambil fotografi dari lesi.

2. Perawatan pasca bedah

Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.

Jika ada drain hisap maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin

tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan

negatif dan wadah. Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau

dua kali seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal dalam

pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini

berlanjut dan terjadi perkembangan hidrosefalus maka harus diberikan

terapi yang sesuai.

J. Prognosis

Faktor penentu prognosis pada pasien ensefalokel meliputi ukuran

ensefalokel, banyaknya jaringan otak yang mengalami herniasi, derajat

ventrikulomegali, adanya mikrosefali dan hidrosefalus terkait, serta

munculnya kelainan congenital lain. Ensefalokel berukuran besar memiliki

prognosis yang buruk. Pasien ensefalokel tanpa hidrosefalus memiliki

peluang mencapai intelektual normal sebesar 90% sedangkan ensefalokel

dengan hidrosefalus memiliki peluang lebih rendah 30%.


BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

B. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan cerebral

2. Nyeri akut

3. Kerusakan mobilitas fisik

4. Risiko trauma/injuri

5. Risiko infeksi

6. Hipertermi

7. Bersihan jalan nafas tidak efektif

8. Kerusakan sensori persepsi

9. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Perfusi jaringan serebral tidak efektif NOC : NIC :


b/d edema serebral/penyumbatan aliran Circulation status Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring
darah Tissue Prefusion : cerebral (Monitor tekanan intrakranial)
Berikan informasi kepada keluarga
Kriteria Hasil : Set alarm
mendemonstrasikan status sirkulasi Monitor tekanan perfusi serebral
yang ditandai dengan : Catat respon pasien terhadap stimuli
Tekanan systole dan diastol dalam Monitor tekanan intrakranial pasien dan
rentang yang diharapkan respon neurology terhadap aktivitas
Tidak ada ortostatik hipertensi Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
Tidak ada tanda tanda peningkatan Monitor intake dan output cairan
tekanan intrakranial (tidak lebih dari Restrain pasien jika perlu
15 mmHg) Monitor suhu dan angka WBC
Mendemonstrasikan kemampuan Kolaborasi pemberian antibiotik
kognitif yang ditandai dengan: Posisikan pasien pada posisi semifowler
berkomunikasi dengan jelas dan Minimalkan stimuli dari lingkungan
sesuai dengan kemampuan
menunjukkan perhatian, konsentrasi Peripheral Sensation Management
dan orientasi (Manajemen sensasi perifer)
memproses informasi Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
membuat keputusan dengan benar peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
3. menunjukkan fungsi sensori Monitor adanya paretese
motori cranial yang utuh : tingkat Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
kesadaran mambaik, tidak ada kulit jika ada lsi atau laserasi
gerakan gerakan involunter Gunakan sarun tangan untuk proteksi
Batasi gerakan pada kepala, leher dan
punggung
Monitor kemampuan BAB
Kolaborasi pemberian analgetik
Monitor adanya tromboplebitis
Diskusikan mengenai penyebab perubahan
sensasi

2 Nyeri akut b/d proses infeksi NOC : NIC :


Pain Level,
Definisi : pain control, Pain Management
Sensori yang tidak menyenangkan dan comfort level
pengalaman emosional yang muncul Kriteria Hasil : Lakukan pengkajian nyeri secara
secara aktual atau potensial kerusakan Mampu mengontrol nyeri (tahu komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
jaringan atau menggambarkan adanya penyebab nyeri, mampu durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri menggunakan tehnik presipitasi
Internasional): serangan mendadak atau nonfarmakologi untuk mengurangi Observasi reaksi nonverbal dari
pelan intensitasnya dari ringan sampai nyeri, mencari bantuan) ketidaknyamanan
berat yang dapat diantisipasi dengan Melaporkan bahwa nyeri berkurang Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
akhir yang dapat diprediksi dan dengan dengan menggunakan manajemen mengetahui pengalaman nyeri pasien
durasi kurang dari 6 bulan. nyeri Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Batasan karakteristik : intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
- Laporan secara verbal atau non Menyatakan rasa nyaman setelah lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
verbal nyeri berkurang masa lampau
- Fakta dari observasi Tanda vital dalam rentang normal Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Posisi antalgic untuk menghindari menemukan dukungan
nyeri Kontrol lingkungan yang dapat
- Gerakan melindungi mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
- Tingkah laku berhati-hati pencahayaan dan kebisingan
- Muka topeng Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak Pilih dan lakukan penanganan nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau, (farmakologi, non farmakologi dan inter
menyeringai) personal)
- Terfokus pada diri sendiri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Fokus menyempit (penurunan intervensi
persepsi waktu, kerusakan proses Ajarkan tentang teknik non farmakologi
berpikir, penurunan interaksi dengan Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
orang dan lingkungan) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkah laku distraksi, contoh : Tingkatkan istirahat
jalan-jalan, menemui orang lain Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan/atau aktivitas, aktivitas berulang- dan tindakan nyeri tidak berhasil
ulang) Monitor penerimaan pasien tentang
- Respon autonom (seperti manajemen nyeri
diaphoresis, perubahan tekanan darah, Analgesic Administration
perubahan nafas, nadi dan dilatasi Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
pupil) derajat nyeri sebelum pemberian obat
- Perubahan autonomic dalam tonus Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
otot (mungkin dalam rentang dari lemah dan frekuensi
ke kaku) Cek riwayat alergi
- Tingkah laku ekspresif (contoh : Pilih analgesik yang diperlukan atau
gelisah, merintih, menangis, waspada, kombinasi dari analgesik ketika pemberian
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) lebih dari satu
- Perubahan dalam nafsu makan dan Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
minum dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
Faktor yang berhubungan : dan dosis optimal
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
psikologis) pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

3 Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan NOC : NIC :


neuromuskuler Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
Mobility Level Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
Definisi : Self care : ADLs dan lihat respon pasien saat latihan
Keterbatasan dalam kebebasan untuk Transfer performance Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
pergerakan fisik tertentu pada bagian Kriteria Hasil : rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas Klien meningkat dalam aktivitas fisik Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
Batasan karakteristik : Mengerti tujuan dari peningkatan berjalan dan cegah terhadap cedera
- Postur tubuh yang tidak stabil mobilitas Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
selama melakukan kegiatan rutin harian Memverbalisasikan perasaan dalam tentang teknik ambulasi
- Keterbatasan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan dan Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
melakukan keterampilan motorik kasar kemampuan berpindah Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
- Keterbatasan kemampuan untuk Memperagakan penggunaan alat ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
melakukan keterampilan motorik halus Bantu untuk mobilisasi (walker) Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
- Tidak ada koordinasi atau dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
pergerakan yang tersentak-sentak Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
- Keterbatasan ROM Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
- Kesulitan berbalik (belok) dan berikan bantuan jika diperlukan
- Perubahan gaya berjalan (Misal :
penurunan kecepatan berjalan, kesulitan
memulai jalan, langkah sempit, kaki
diseret, goyangan yang berlebihan pada
posisi lateral)
- Penurunan waktu reaksi
- Bergerak menyebabkan nafas
menjadi pendek
- Usaha yang kuat untuk perubahan
gerak (peningkatan perhatian untuk
aktivitas lain, mengontrol perilaku,
fokus dalam anggapan ketidakmampuan
aktivitas)
- Pergerakan yang lambat
- Bergerak menyebabkan tremor
Faktor yang berhubungan :
- Pengobatan
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas 75 tahun
percentil sesuai dengan usia
- Kerusakan persepsi sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot, kontrol
dan atau masa
- Keengganan untuk memulai gerak
- Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum
4 Resiko trauma b/d kejang NOC : NIC :
Knowledge : Personal Safety Environmental Management safety
Safety Behavior : Faal Prevention Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Safety Behavior : Falls occurance Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
Safety Behavior : Physical Injury sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
(misalnya memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
bersih
Menempatkan saklar lampu ditempat yang
mudah dijangkau pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk menemani
pasien.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.

5 Resiko infeksi b/d daya tahan tubuh NOC : NIC :


bekurang. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Risk control Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Definisi : Peningkatan resiko masuknya pasien lain
organisme patogen Kriteria Hasil : Pertahankan teknik isolasi
Klien bebas dari tanda dan gejala Batasi pengunjung bila perlu
Faktor-faktor resiko : infeksi Instruksikan pada pengunjung untuk
- Prosedur Infasif Menunjukkan kemampuan untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk mencegah timbulnya infeksi berkunjung meninggalkan pasien
menghindari paparan patogen Jumlah leukosit dalam batas normal Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
- Trauma Menunjukkan perilaku hidup sehat tangan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
paparan lingkungan tindakan kperawtan
- Ruptur membran amnion Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
- Agen farmasi (imunosupresan) pelindung
- Malnutrisi Pertahankan lingkungan aseptik selama
- Peningkatan paparan lingkungan pemasangan alat
patogen Ganti letak IV perifer dan line central dan
- Imonusupresi dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Ketidakadekuatan imum buatan Gunakan kateter intermiten untuk
- Tidak adekuat pertahanan sekunder menurunkan infeksi kandung kencing
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan Tingktkan intake nutrisi
respon inflamasi) Berikan terapi antibiotik bila perlu
- Tidak adekuat pertahanan tubuh
primer (kulit tidak utuh, trauma Infection Protection (proteksi terhadap
jaringan, penurunan kerja silia, cairan infeksi)
tubuh statis, perubahan sekresi pH, Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
perubahan peristaltik) lokal
- Penyakit kronik Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
6 Hipertermi b/d NOC : Thermoregulation NIC :
Definisi : suhu tubuh naik diatas Kriteria Hasil : Fever treatment
rentang normal Suhu tubuh dalam rentang normal Monitor suhu sesering mungkin
Nadi dan RR dalam rentang normal Monitor IWL
Batasan Karakteristik: Tidak ada perubahan warna kulit dan Monitor warna dan suhu kulit
kenaikan suhu tubuh diatas rentang tidak ada pusing Monitor tekanan darah, nadi dan RR
normal Monitor penurunan tingkat kesadaran
serangan atau konvulsi (kejang) Monitor WBC, Hb, dan Hct
kulit kemerahan Monitor intake dan output
pertambahan RR Berikan anti piretik
takikardi Berikan pengobatan untuk mengatasi
saat disentuh tangan terasa hangat penyebab demam
Selimuti pasien
Faktor faktor yang berhubungan : Lakukan tapid sponge
- penyakit/ trauma Berikan cairan intravena
- peningkatan metabolisme Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
- aktivitas yang berlebih Tingkatkan sirkulasi udara
- pengaruh medikasi/anastesi Berikan pengobatan untuk mencegah
- ketidakmampuan/penurunan terjadinya menggigil
kemampuan untuk berkeringat
- terpapar dilingkungan panas Temperature regulation
- dehidrasi Monitor suhu minimal tiap 2 jam
- pakaian yang tidak tepat Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
akibat panas
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign

Anda mungkin juga menyukai