Anda di halaman 1dari 5

KHUTBAH JUMAH APA YANG INGIN KITA WARISKAN UNTUK ANAK

CUCU KITA?

DI MASJID NURUL JANNAH LOA JANAN ULU


JUMAT, 8 JUNI 2012 dan MASJID AL-IKHLAS LOA DURI, JUMAT, 22 JUNI 2012
Oleh: Dalyana, S,Pd., M.Pd.

A. PENDAHULUAN

Alhamdulillah..
uji dan syukur..
Sholawat dan salam.
Marilah kita tingkatkan iman dan taqwa

B. ISI KHUTBAH

Hadirin Jamaah Jumah, rohiemakumulloh!

Pernahkah kita membayangkan, saat hidup kita tidak lama lagi akan berakhir? Ketika badan kita
sedang sudah terbujur di pembaringan, menunggu malaikat maut datang menjemput? Ketika
nafas kita sudah tersengal sengat, tinggal satu-satu? Sata anak, isteri, para saudara dan handai
taulan telah berkumpul mengelilingi kita, dengan perasaan sedih dan harap harap cemas?

Apa kira-kira yang ingin kita tanyakan kepada mereka sebagai pesan kita yang terakhir untuk
mereka? Apakah pesan tentang pembagian harta warisan untuk mereka? Ataukah pesan - pesan
tentang hal hal yang terkait dengan kesenangan dunia yang fana lainnya? Ataukah pesan
pesan tentang, hal hal yang terkait dengan kehidupan akhirat yang kekal nan abadi?

Hadirin Jamaah Jumah, rohiemakumulloh!

Sekedar mengingatkan dan diharapkan bisa menjadi teladan bagi kita, bagaimana sepenggal
kisah Nabi Yaqub Alaihissalam ketika mengalami saat saat seperti itu?
Kisah itu telah Allah Subhanahu wa Taala abadikan dalam al-Quran:Surah Al Baqarah: 133,
yang menyatakan: "Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika
dia berkata kepada anak-anaknya, Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka
menjawab, Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail
dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Mahaesa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. (Al-
Baqarah [2]: 133)

Tentu saja Nabi Yaqub AS, sangat lega hatinya mendengar jawaban tegas dari anak anak dan
cucu - cucunya seperti itu.

Masalahnya sekarang. Adalah: Bagaimana sekiranya anak anak dan cucu - cucu kita kita
tanyai dengan pertanyaan yang serupa? Apakah mereka juga akan menjawab dengan jawaban
yang serupa pula? Atau sebaliknya? Atau justru kita tidak akan pernah menanyakan kepada
mereka tentang hal seperti itu?

Hadirin Jamaah Jumah, rohiemakumulloh!

Tentu saja jika kita menginginkan jawaban dari anak anak dan cucu cucu kita dengan seperti
itu, tentu tidak bisa kita peroleh dengan gampang. Untuk mendapatkannya kita harus
menyiapkan warisan untuk meraeka, bukan semata-mata warisan harta benda, tetapi jugawarisan
ilmu dan amal kebaikan sejak dini kepada anak anak dan cucu cucu serta keluarga kita.
Bahkan warisan ilmu dan amal kebajikan itulah yang justru lebih penting bagi mereka.

Sebagai gambaran dan pelajaran tentang betapa pentingnya warisan Ilmu ini, dapat kita ambil
pelajaran dari sekelumit kisah berikut ini.

Dikisahkan, bahwa dahulu kala, ada seorang raja yang merasa bahwa ajalnya tidak lama lagi
akan menjeputnya. Maka ia memanggil ketiga orang anaknya, untuk dianyai tentang warisan apa
yang ingin mereka minta sebelum sang raja meninggal? Singkat cerita:

Anak pertama meminta warisan berupa harta benda yang sangat banyak,. Maka ia pun
diberi harta benda yang banyak, sesuai permintaannya..

Anak yang kedua meminta warisan tahta kerajaan yang saat itu dipegang ayahnya, maka
diberilah tahta kerajaan itu kepada anak ke duanya.

Sedangkan anak yang ketiga bukan meminta warisan harta atau tahta, melainkania
meminta warisan ilmu.

Maka kapadanyapun diberikan sejumlah dana yang cukup untuk mencari ilmu di manapun an
sampai kapanpun.

Nahbagaimanakah kemudian nasib ketiga anak ini?


Setelah sang raja meninggal, harta yang dimiliki anak pertama tadi segera habis. Demikian pula
anak yang meminta tahta, mengalami nasib serupa. Tahta itupun terlepas, karena adanya
peristiwa kudeta (perebutan kekuasaan). Hanya anak ke tiga, yang memilih ilmu yang bernasib
baik. Dengan ilmunya itu ia justru mendapatkan harta yang banyak dan tahta yang tinggi.

Tahukah kita siapa anak ketiga dalam kisah di atas? Ia adalah Nabi Sulaiman Alaihissalam, putra
Nabi Daud Alaihissalam, yang kita tahu ia memiliki ilmu yang sangat luas. Dan dengan ilmunya
itu pula beliau berhasil mendapatkan harta yang berlimpah dan tahta kerajaan yang tinggi
menjulang, dengan cara yang halal dan legal.

Hadirin Jamaah Jumah, rohiemakumulloh!

Sebagai gambaran betapa pentingnya warisan beruma amal sholih, kiranya kisah berikut ini kita
ambil sebagai pelajaran. Dikisahkan bahwa dahulu ada seorang kakek tua renta dan sakit-sakitan,
sebagai pertanda ajalnya sudah dekat. Meski demikian, ia masih menyempatkan untuk menanam
beberapa pohon yang suatu saat nanti buah atau kayu dari pohon itu akan dapat diambil banyak
manfaatnya.

Mengetahui hal itu, sang cucu pun heran, lalu mendekati sang kakek yang nampak kecapekan.
sehabis menanam beberapa pohon tersebut dan dengan penuh penasaran ia bertanya:
Kekkakek ini kan sudah tua dan sakit-sakitan lagi. Untuk apa kakek menanam pohon pohon
ini, padahal kakek sudah tahu pasti, bahwa kakek tidak akan dapat memanen buah atau
mengambil manfaat dari pohon pohon yang kakek tanam itu?

Dengan senyum Sang Kakek menjawab: Cucuku.memang benar bahwa kakek sudah tahu
bahwa kakek tidak akan dapat memanen buah atau mengambil manfaat dari pohon pohon yang
kakek tanam ini. Tetapi ketahuilah, bahwa suatu saat nanti, mungkin kalian cucu cucuku, atau
mungkin anak cucumu, atau bahkan mungkin juga orang lain, pastilah akan dapat memanen buah
atau mengambil manfaat dari pohon pohon yang kakek tanam ini. Bagi kakek dan juga
mestinya kamu dan cucuku yang lain, selagi kita masih bisa beramal atau berbuat kebajikan, kita
mesti berbuat kebajikan itu, tidak usah kita pikirkan apakah kita dapat mengambil manfaat atau
keuntungan dari amal atau kebajikan yang kita lakukan? Pastilah suatu saat nanti akan ada yang
mengambil manfaat darinya?

Mendengar jawaban sang kakek seperti itu, sang cucupun mengangguk angguk tanda setuju,
lantas iapun membantu sang kakek menyelesaikan menanam pohon pohon yang belum selesai
ditanam.
Semoga sekelumit cerita di atas dapat menjadi teladan bagi kita dan memotivasi/ mendorong kita
untuk tetap selalu melakukan amal kebajikan selagi kita masih bisa melakukannya, tanpa harus
berpikir apakah kita akan mendapatkan manfaat atau keuntungan atau tidak dari amal kebajikan
yang kita lakukan itu.

Hadirin Jamaah Jumah, rohiemakumulloh!

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah salah orang mengumpulkan harta kekayaan untuk
nantinya diwariskan kepada anak cucu dan keluarganya?

Bila mendengar kata warisan, yang sering terbayang di benak kita adalah peninggalan harta
kekayaan orang tua yang telah meninggal untuk anak-anaknya. Bentuknya bisa berupa uang,
perhiasan, rumah, tanah, atau surat-surat berharga.

Tidak ada salahnya orang mengumpulkan kekayaan untuk anak keturunannya.


Karena, memang anak keturunan kita membutuhkan pangan, sandang, dan tempat tinggal yang
memadai. Jika anak-anak ditinggalkan dalam keadaan miskin tentu sulit meraih kesejahteraan.
Bila sekadar makan sendiri saja tak sanggup memenuhinya, bagaimana bisa ia memberi manfaat
kepada orang lain? Bisa jadi malah menjadi beban orang lain.

Di samping itu, secara fitrah, setiap orang tua memang ingin generasi pelanjutnya hidup
berkecukupan. Bahkan harapannya, anak keturunannya itu bisa hidup lebih baik dan lebih mulia
dari dirinya. Dengan harta peninggalan itulah anak-anak diharapkan akan bisa hidup dalam
kemudahan.
Kita sendiri bisa menikmati hidup ini karena jasa orang tua kita dahulu. Hanya orang egois yang
menyimpang dari fitrahnya saja tidak memikirkan keturunannya. Betapa berdosanya kita jika
meninggalkan generasi yang lemah dan miskin.

Karena itulah, kita jangan menghabiskan kekayaan dengan berfoya-foya untuk dinikmati sendiri
saja, tetapi harus menyiapkan juga untuk anak cucu kita warisan yang membuat mereka bisa
bermanfaat bagi sesamanya.

Bahkan Allah Taala melarang kita meninggalkan anak keturunan yang lemah, baik secara fisik,
ekonomi maupun secara ruhani. Sebagaimana Ia berfirman:dalam QS. An Nisa (4) : 9, yang
menyatakan:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
(An-Nisa [4]: 9)

Namun hendaknya diingat, bahwa harta warisan yang kita tinggalkan itu, haruslah benar benar
harta yang halal, baik halal dzatnya maupun halal cara memperolehnya. Di samping itu juga
harus disertai dengan warisan ilmu dan amal.

Mengapa demikian?

Sebab, harta warisan yang haram di samping akan menyebabkan pemiliknya masuk neraka, juga
akan berpengaruh besar terhadap peri laku/ akhlaq dan juga nasib kehidupan di dunia
selanjutnya. Kita bisa saksikan, berapa banyak anak cucu pejabat tinggi yang terjerumus ke
dalam kasus NARKOBA dan kejahatan lainnya? Kemungkinan besar itu sabagai akibat apa yang
ia makan dan nikmati dalam keseharian adalah harta yang diperoleh dengan cara yang haram,
seperti hasil korupsi, misalnya.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW dalam salah satu haditsnya yang menyatakan: Barang
siapa yang dagingnya tumbuh dari makanan dan minuman yang haram, maka baginya tiada
lain kecuali tempatnya di neraka (Al-Hadits).

Di samping itu, jika harta warisan yang kita tinggalkan tidak disertai warisan ilmu dan amal
kebaikan, bisa jadi justru harta warisan tersebut akan menjadi bumerang.

Harta kekayaan tanpa ilmu dan amal kebaikan, ibarat senjata yang tak terarah. Bisa jadi harta itu
digunakan di jalan kemaksiatan. Bila itu yang terjadi, kita tentu terkena imbas dosa yang
dilakukan anak cucu kita. Kiranya hal seperti ini banyak contoh yang terjadi di sekeliling kita.

Tetapi jika kita mewariskan kebaikan pada anak keturunan kita, maka kita juga akan memanen
pahala yang mengalir (amal jariyah) meskipun kita telah meninggal dunia. Sebagaimana Nabi
Muhammad bersabda dalam salah satu haditsnya yang sangat terkenal:
Apa bila anak cucu Adam meninggal, maka terputuslah segala amalnya, kecuali tiga
perkara, yaitu: shodaqoh jariyah, atau ilmu yang dapat diambil manfaatnya, atau anak sholih
yang mau mendoakaanya (Al Hadits).
Hadirin Jamaah Jumah, rohiemakumulloh!

Orang yang cita-citanya hanya mewariskan harta, biasanya selalu berpikir, Berapa banyak yang
bisa saya kumpulkan?
Begitu rakusnya, ia bahkan berharap bisa mengumpulkannya untuk tujuh turunan. Sehingga cara
haram pun akan ditempuh bahkan harta karib dan saudarapun ia sikat, demi untuk mewujudkan
impiannya.

Sementara itu, ia tidak pernah mau berpikir, Berapa banyak yang bisa saya berikan? Ini karena
ia tidak punya kemauan beramal kebaikan. Kalau pun ia beramal kebaikan dengan infaq dan
sedekah misalnya, mungkin dari hasil yang haram, yang hakekatnya bukanlah amal kebaikan,
karena hanya sekadar untuk menutupi kejahatannya.

Akibatnya, saat ia meninggal, mungkin banyak harta yang diwariskan. Namun, jusru anak
keturunannya bertengkar karena memperebutkan harta warisan itu.
Sungguh kasihan orang seperti ini. Ia bekerja keras banting tulang sepanjang waktu, namun
setelah harta terkumpul, justru menjadi sumber fitnah. Jangan berharap pahala terus mengalir
ketika kita sudah berada di alam kubur, justru aliran dosa tak bisa terbendung sebagai akibat kita
tidak meninggalkan warisan kebaikan.

Karena itu, di samping harta dunia yang halal, kita harus mewariskan ilmu dan amal pada anak-
anak dan cucu cucu kita. Harta yang banyak akan membawa kebahagiaan jika disertai dengan
ilmu dan amal. Jangan sampai warisan harta yang banyak justru memakan korban tuannya
sendiri atau Si Pemilik harta itu sendiri.

C. PENUTUP

Hadirin Jamaah Jumah, rohiemakumulloh!

Demikianlah khutbah siang ini, semoga dengan paparan tadi, akan mengingatkan dan
memotivasi/ mendorong kita untuk mempersiapkan warisan kepada anak cucu kita berupa: harta
yang halah yang disertai dengan, ilmu dan amal kebajikan yang bermanfaat, Amien Yaa Robbal
Alamien.

Baarokalloohu lii walakum fil Quranil Adzim. Wanafaanii waiyyakum minal aayaati
wadzikril hakiem. Wataqobballa minni waminkum tilawatahu innaahu Huawal Ghofuuruu
Rohiem.

Anda mungkin juga menyukai