Anda di halaman 1dari 24

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA

BERORIENTASI FRAMEWORK SCIENCE PISA PADA


KONTEN FISIKA UNTUK SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh
Devy Destiani
NIM: 06111181320002
Program Studi Pendidikan Fisika

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
PROPOSAL PENELITIAN MAHASISWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Judul : Pengembangan Bahan Ajar IPA Berorientasi Framework


Science PISA pada Konten Fisika untuk Sekolah
Menengah Pertama
Nama : Devy Destiani
NIM : 06111181320002
Pembimbing I : Dr. Ismet, S.Pd., M.Si.
Pembimbing 2` : Dr. Ketang Wiyono, S.Pd., M.Pd.

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Literasi sains merupakan kemampuan seseorang menggunakan


pengetahuannya dalam bidang sains, teknologi, dan masyarakat dengan berpikir
logis, untuk membuat keputusan-keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
memperoleh informasi seberapa jauh orang-orang menggunakan pengetahuan dan
keterampilan untuk menghadapi tantangan kehidupan nyata, bukan hanya pada
sejauh yang mereka kuasai dalam kurikulum sekolah dapat dilihat dari hasil
asesmen PISA (OECD, 2009: 188). PISA (Programme for International Student
Assesment) adalah program internasional yang diselenggarakan oleh OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development) untuk mengukur
kemampuan peserta didik pada rentang usia 15 tahun. Program ini memiliki tiga
fokus penilaian antara lain literasi sains, literasi matematika, dan literasi
membaca (OECD, 2013).
PISA terdiri dari beberapa negara peserta yang salah satunya adalah
Indonesia. Sejak keikutsertaan Indonesia sebagai peserta PISA mulai tahun 2000
sampai sekarang, prestasi Indonesia belum menggembirakan. Anggriani (2015)

2
menjelaskan berdasarkan data hasil tes PISA pencapaian literasi sains siswa
Indonesia berada pada urutan ke 38 dari 41 negara peserta PISA pada tahun 2000
dengan skor rata-rata mencapai 393. Pada tahun 2003 Indonesia berada pada
urutan ke 38 dari 40 negara dengan skor rata-rata mencapai 395. Pada tahun 2006,
Indonesia berada pada urutan ke 50 dari 57 negara dengan skor rata-rata mencapai
393. Pada tahun 2009, Indonesia berada pada urutan ke 60 dari 65 negara, skor
rata-rata 383 dengan skor rata-rata internasional 500. Pada tahun 2012 prestasi
Indonesia semakin menurun yaitu pada urutan ke 64 dari 65 negara, skor rata-rata
373 dengan skor rata-rata internasional adalah 501. Rendahnya capaian Indonesia
pada PISA dapat disebabkan siswa di Indonesia belum terbiasa menyelesaikan
soal-soal PISA yang sebagian besar berupa soal berkategori higher order thinking
skill.
Hasil penelitian Herlant, dkk. mengenai kualitas soal tes buatan guru
menunjukkan hampir 99% soal berkategori low order thinking skill, yang hanya
menguji kemampuan kognitif siswa dalam mengingat dan memahami. Padahal
tuntutan kurikulum 2013 adalah siap dalam menghadapi tantangan eksternal yaitu
PISA (Kemendikbud, 2013). Oleh karena itu, salah satu upaya dalam menghadapi
tantangan tersebut yaitu dengan cara menyesuaikan asesmen dengan sistem
asesmen PISA. Dewasa ini, penelitian pengembangan asesmen PISA sudah
banyak dilakukan. Misalnya, penelitian dari Lia (2015) dengan judul
pengembangan animasi asesmen PISA aspek konteks pada literasi sains siswa di
Sekolah Menengah Pertama. Meskipun instrumen yang sesuai dengan asesmen
PISA sudah ada, namun belum didukung dengan bahan ajar yang memuat aspek
literasi sains, terkhusus pada konten fisika
Kurnia, dkk. (2014) menyatakan bahwa rendahnya kemampuan sains
peserta didik Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang
berhubungan langsung dengan pembelajaran yang mempengaruhi rendahnya
kemampuan sains peserta didik adalah keberadaan bahan ajar yang disediakan
guru untuk peserta didik. Bahan ajar seharusnya memuat aspek literasi sains untuk
melatih peserta didik mengembangkan keterampilan sains melalui kerja ilmiah
dan menerapkannya dalam konteks kehidupan sehari-hari, memahami gejala alam,

3
serta dapat memecahkan masalah yang ada. Menurut OECD (2013) aspek yang
dinilai dalam listerasi sains meliputi konteks, konten, kompetensi, dan sikap,
sehingga untuk meningkatkan kemampuan sains peserta didik, dibutuhkan bahan
ajar yang memuat keempat aspek tersebut. Secara umum, buku ajar yang ada
menurut penelitian Kurnia (2014) belum mencakup keempat aspek literasi sains
yang ditetapkan oleh OECD secara keseluruhan. Keberadaan aspek literasi sains
di dalam buku ajar yang digunakan tidak seimbang antara konteks, konten,
kompetensi, dan sikap. Bahkan aspek konteks dalam bidang aplikasi sains masih
belum ditemukan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, diperlukan pengembangan
bahan ajar IPA berorientasi framework science PISA di SMP yang memuat aspek
konteks, konten, kompetensi, dan sikap yang saling berkaitan. Maka dari itu
penelitian ini mengambil judul Pengembangan Bahan Ajar IPA Berorientasi
Framework Science PISA pada Konten Fisika untuk Sekolah Menengah
Pertama.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana
mengembangkan bahan ajar IPA berorientasi framework science PISA pada
Konten Fisika untuk Sekolah Menengah Pertama yang valid dan praktis?

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Produk yang dikembangkan adalah bahan ajar IPA berorientasi framework
science PISA untuk Sekolah Menengah Pertama.
2. Uji coba produk terbatas sampai tahap evaluasi kelompok kecil.
3. Pengembangan bahan ajar IPA berorientasi framework science PISA dibatasi
pada konten sistem fisik dan sistem bumi dan antariksa. Dengan jabaran
materi yaitu: sifat materi, perubahan kimia materi, gerak dan kekuatan, energi
dan transformasinya, interaksi antara energi dan materi, struktur sistem bumi,
energi dalam sistem bumi, perubahan dalam sistem bumi, sejarah bumi, bumi
dalam ruang, serta sejarah dan skala alam semesta.

4
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu menghasilkan bahan ajar IPA berorientasi
framework science PISA pada konten fisika untuk Sekolah Menengah Pertama
yang valid dan praktis.

1.5 Menfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang pengembangan bahan ajar IPA berorientasi

framework science PISA pada konten fisika untuk Sekolah Menengah

Pertama yang sesuai dengan kurikulum.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif bahan ajar yang berorientasi

framework science PISA, dan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk

mengembangkan modul yang berorientasi framework science PISA pada

materi yang berbeda.

3. Bagi Siswa

Sebagai alternatif bahan ajar yang scientifically literate memiliki pengetahuan

dasar tentang fakta-fakta, konsep-konsep, jaringan konsep, dan keterampilan

proses yang memungkinkan mereka meneruskan belajar dan berpikir secara

logis.

5
2. Tinjauan Pustaka

2.1 Bahan Ajar

Menurut Majid (2009), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang

digunakan untuk membantu guru atau instruktor dalam melaksanakan kegiatan

belajar mengajar. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk

membantu guru atau instructor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis

(Ditjen Dikdasmen, 2008).

Bahan ajar pada umumnya mengandung pengetahuan, keterampilan dan

sikap yang harus dipelajari peserta didik untuk mencapai standar kompetensi yang

telah ditentukan. Agar bahan ajar mudah dipelajari, maka setiap bahan ajar harus

memenuhi komponen-komponen yang relevan dengan kebutuhan peserta didik.

Komponen tersebut harus memberikan motivasi, mudah dipelajari, dan dipahami

peserta didik. Selain itu, bahan ajar harus relevan dengan sifat mata pelajaran

yang disajikan serta memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dengan

buku-buku lainnya (Prastowo, 2014).

2.1.1 Jenis-Jenis Bahan Ajar

Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis

sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa belajar

dengan baik. Bahan ajar yang diberikan ke peserta didik harus menarik dan

disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik (Hanafiah, 2010). Ditjen

Dikdasmen (2008) mengelompokkan bahan ajar menjadi empat kategori

berdasarkan teknologi yang digunakan. Empat kategori bahan ajar yaitu:

6
1. Bahan cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa,

brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar, model atau maket.

2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact

disk audio.

3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti compact disk, film.

4. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti compact disk

interactive.

2.1.3 Modul sebagai Bahan Ajar Cetak

Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik

dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (Ditjen

Dikdasmen, 2008). Modul adalah bahan ajar cetak yang disusun per unit materi

atau bab agar peserta didik dapat belajar mandiri. Modul berfungsi sebagai

fasilitas yang diberikan sebagai pengganti guru artinya modul harus memiliki

bahasa yang mudah agar peserta didik dapat memahami materi pelajaran

(Prastowo, 2014).

Modul memiliki komponen penyusun atau unsur-unsur. Komponen modul

terdiri dari petunjuk belajar (petunjuk siswa atau guru), kompetensi yang akan

dicapai, konten atau isi materi, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk

kerja berupa lembar kerja peserta didik, evaluasi, serta kunci jawaban evaluasi

(Ditjen Dikdasmen, 2008). Sebuah modul akan bermakna kalau peserta didik

dapat dengan mudah menggunakannya. Oleh karena itu, modul harus

menggambarkan KD yang akan dicapai oleh peserta didik, disajikan dengan

menggunakan bahasa yang baik, menarik, dan dilengkapi dengan ilustrasi.

7
2.1.4 Langkah-Langkah Pembuatan Modul

Hal yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan modul adalah

langkah-langkah dalam pembuatan modul. Menurut Ditjen Dikdasmen (2008)

terdapat empat langkah yang harus dilalui dalam pembuatan modul, yaitu:

1. Analisis SK dan KD (kurikulum)

Analisis dimaksudkan untuk menentukan materi-materi yang memerlukan

bahan ajar. Materi dianalisis dengan cara melihat inti dari materi yang

akan diajarkan, kemudian kompetesi yang harus dimiliki oleh siswa.

2. Menentukan judul-judul modul

Judul modul ditentukan atas dasar KD-KD atau materi pembelajaran yang

terdapat dalam silabus.

3. Pemberian kode modul

Kode modul sangat diperlukan untuk memudahkan dalam penggunaan

modul. Biasanya kode modul merupakan angka-angka yang diberi makna,

misalnya digit pertama, angka satu (1) berarti IPA, (2) : IPS, (3) : Bahasa.

Kemudian digit kedua merupakan klasifikasi atau kelompok utama kajian

atau spesialisasi pada jurusan yang bersangkutan. Misalnya jurusan IPA,

nomor 1 digit kedua berarti Fisika, 2 Kimia, 3 Biologi dan seterusnya.

4. Penulisan modul

Langkah-langkah penulisan modul ada lima, yaitu perumusan KD yang

harus dikuasai, menentukan alat evaluasi atau penilaian, penyusunan

materi, urutan pembelajaran, dan struktur bahan ajar atau modul.

8
2.2 PISA (Programme for International Student Assessment)

PISA (Programme for International Student Assessment) merupakan studi

bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh OECD (Organization for

Economic Cooperation and Development) yang mengkaji kemampuan literasi

peserta didik pada rentang usia 15 tahun yang diikuti oleh beberapa negara

peserta, termasuk Indonesia. Menurut Wardani (2011) PISA bertujuan untuk

menilai sejauh mana siswa yang duduk di akhir tahun pendidikan dasar (berusia

15 tahun) yang dianggap telah menguasai pengetahuan dan keterampilan yang

penting untuk dapat berpartisipasi sebagai warga negara atau anggota masyarakat

yang membangun dan bertanggung jawab. Pengkajiannya dilakukan dalam bentuk

soal-soal internasional (Anisah, dkk., 2011). Soal PISA literasi sains

dikembangkan berdasarkan tiga konten, ketiga konten tersebut meliputi, sistem

fisik, sitem kehidupan, dan sistem ruang dan bumi. Literasi Sains adalah salah

satu dari tiga kompetensi inti yang termasuk dalam studi PISA. Ketika literasi

sains menjadi fokus pengujian maka literasi matematika dan literasi membaca

menjadi pendamping saja (Olsen & Svein, 2013 dan OECD, 2013).

2.2.1 Tujuan PISA

PISA fokus pada kemampuan peserta didik remaja untuk menggunakan

pengetahuan dan keterampilan yang aplikatif dalam kehidupan nyata. Orientasi ini

mencerminkan perubahan dalam tujuan dan sasaran kurikulum, sehingga peserta

didik dapat mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah di

kehidupan nyata. Artinya bukan hanya menguasai konsep untuk mencapai

9
kompetensi tertentu tetapi juga menguasai penerapannya dalam kehidupan

(OECD, 2012).

2.2.2 Framework Science PISA

Framework Science PISA adalah kerangka kerja pada setiap periode

pelaksanaan PISA yang secara umum memuat aspek literasi sains atau

karakteristik penilaian PISA. Ada empat aspek literasi sains atau karakteristik

penilaian PISA yang dimuat dalam framework science PISA. Empat aspek

tersebut meliputi kompetensi, konten, konteks, dan sikap. Konten pengetahuan

PISA adalah materi yang akan dipelajari dan diuji pada kontes sains PISA.

Terdapat tiga konten pengetahuan PISA yaitu pengetahuan tentang sitem fisik,

sistem kehidupan, dan sistem ruang dan bumi. Setiap konten terdiri dari beberapa

pembagian materi (OECD, 2013). Konteks adalah situasi yang tergambar dalam

suatu permasalahan yang diujikan terdiri dari konteks pribadi, lokal/ nasional, dan

global (Muslimah, 2014). Aspek yang keempat adalah sikap peserta didik

terhadap ilmu pengetahuan.

2.2.3 Kompetensi

Kompetensi adalah poin-poin yang digunakan untuk mengukur

kemampuan yang dimiliki anak dalam hal penguasaan materi atau konsep utama

dari materi yang dipelajari. Ada tiga kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta

didik yaitu menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan mendesain penelitian

ilmiah, dan menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Jenis kompetensi dapat

dilihat pada Tabel 2.1.

10
Tabel 2.1. Kompetensi PISA

No Kompetensi Kemampuan
Mengingat dan menerapkan
pengetahuan ilmiah yang sesuai
Mengidentifikasi, menggunakan, dan
menjelaskan suatu model dan
representasi
1 Menjelaskan fenomena ilmiah
Membuat dan membenarkan prediksi
yang tepat
Menawarkan hipotesis jelas
Menjelaskan implikasi potensi
pengetahuan ilmiah bagi massyarakat
Mengidentifikasi pertanyaan dalam
sebuah penelitian ilmiah
Membedakan pertanyaan untuk
menyelidiki secara ilmiah
Mengusulkan dan mengevaluasi cara
Mengevaluasi dan mendesain
2 mengeksplorasi pertanyaan yang
penelitian ilmiah
diberikan secara ilmiah
Menjelaskan dan mengevaluasi
berbagai cara yang ilmuan gunakan
untuk memastikan kebenaran data dan
objektivitas
Mengubah data dari satu representasi
yang lain
Analisa dan menginterpretasikan data
dan menarik kesimpulan yang tepat
Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan
Menginterpretasikan data dan penalaran dalam ilmu pengetahuan
3
bukti ilmiah Membedakan antara argument yang
didasarkan pada bukti ilmiah/ teori dan
pertimbangan-pertimbangan lain
Mengevaluasi argument ilmiah dan
bukti dari sumber yang berbeda
(misalnya: Koran, internet, jurnal)
(OECD, 2013)

2.2.4 Konten Pengetahuan

Konten pengetahuan menurut OECD (2013) terdiri dari tiga konten yang

meliputi sistem fisik, sistem kehidupan, dan sitem bumi dan antariksa. Tabel 2.2.

11
memperlihatkan mecam-macam materi yang termasuk kedalam konten

pengetahuan PISA.

Tabel 2.2. Konten pengetahuan PISA

No. Konten Materi


Struktur materi (misalnya, model partikel, obligasi)
Sifat materi (misalnya, panas dan listrik
konduktivitas)
Perubahan kimia materi (misalnya, reaksi kimia,
transfer energi, asam/basa)
Gerak dan kekuatan(misalnya, kecepatan, gesekan)
1 Sistem fisik dan tindakan dari jauh (misalnya, magnet, gaya
gravitasi dan elektrostatik)
Energi dan transformasinya (misalnya, konservasi,
disipasi, reaksi kimia)
Interaksi antara energi dan materi (misalnya,
cahaya dan gelombang radio, suara dan seismic
gelombang)
Sel (misalnya, struktur dan fungsi, DNA, tanaman
dan hewan)
Konsep dari suatu organism (misalnya, uniseluler
dan multiseluler)
Manusia (misalnya, kesehatan, gizi, subsistem
seperti pencernaan, pernapasan, sirkulasi, ekskresi,
2 Sistem Hidup reproduksi, dan hubungan mereka)
Populasi (misalnya, spesies, evolusi,
keanekaragaman hayati, variasi genetik)
Ekosistem (misalnya, rantai makanan, materi, dan
energi aliran)
Biosphere (misalnya, layanan ekosistem, dan
keberlanjutan)
Struktur sistem bumi (misalnya, litosfer, atmosfer,
hidrosfer)
Energi dalam sistem bumi (misalnya, sumber iklim
global)
Perubahan dalam sistem bumi (misalnya, lempeng
Sistem Bumi dan tektonik, siklus geokimia, konstruktif, dan pasukan
3
Antariksa destruktif)
Sejarah bumi (misalnya, fosil, asal dan evolusi)
Bumi dalam ruang (misalnya gravitasi, sistem
tenaga surya, galaksi)
Sejarah dan skala alam semesta dan sejarah
(misalnya, tahun cahaya, big bang teori)
(OECD, 2013)

12
2.2.5 Konteks

Pembagian isu pada konteks PISA dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Konteks PISA

Pribadi Lokal/ nasional Global/ Mendunia


Pengendalian
Pemeliharaan
Kesehatan penyakit, penularan
kesehatan, Epidermi, penyebaran
dan social, pilihan
kecelakaan, penyakit menular
Penyakit makanan, kesehatan
nutrisi
masyarakat
Sistem alam
Pemeliharaan populasi terbarukan dan tidak
manusia, kualitas terbarukan,
Konsumsi
Sumber hidup, keamanan, pertumbuhan
pribadi bahan
Daya Alam produksi dan penduduk,
dan energi
distribusi makanan, pemanfaatan
pasokan energi berkelanjutan dari
spesies
Keanekaragaman
Tindakan ramah
hayati, keberlanjutan
lingkungan,
Distribusi penduduk, ekologis,
Kualitas penggunaan dan
pembuangan limbah, pengendaliian
Lingkungan pembuangan
dampak lingkungan pencemaran, produksi
bahan dan
dan hilangnya tanah/
perangkat
biomassa
Perubahan yang cepat
[misalnya gempa
bumi, cuaca buruk],
Penilaian risiko Perubahan iklim,
lambat dan progresif
Bahaya dari pilihan dampak komunikasi
perubahan [misalnya
gaya hidup modern
erosi pantai,
sedimentasi],
penilaian resiko
Aspek ilmiah
Batas-batas
dari hobi, Bahan baru, perangkat Kepunahan spesies,
Ilmu
teknologi dan proses, modifikasi eksplorasi ruang, asal
Pengetahuan
pribadi, music genetik, teknologi dan struktur alam
dan
dan kegiatan kesehatan, transportasi semesta
Teknologi
olahraga
(OECD, 2013)

13
2.2.6 Sikap

Sikap terhadap ilmu pengetahuan yang harus terbentuk oleh anak terdiri

dari tiga bidang yaitu minat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, kesadaran

lingkungan, dan menilai pendekatan ilmiah untuk pertanyaan. Keempat aspek

tersebut menjadi focus dalam penilaian PISA pada framework science PISA 2015

(OECD, 2013).

2.5 Penelitian Pengembangan

Penelitian pengembangan adalah suatu usaha untuk mengembangkan suatu

produk yang efektif untuk digunakan sekolah, dan bukan untuk menguji teori

(Gay, 1990). Seals dan Richey (1994) mendefinisikan penelitian pengembangan

sebagai suatu pengkajian sistematik terhadap pendesainan, pengembangan, dan

evaluasi program, proses dan produk pembelajaran harus memenuhi kriteria

validitas, kepraktisan, dan efektifitas. Akker (1999) menyebut metode penelitian

pengembangan atau Development Research terdiri dari analisis, perancangan dan

evaluasi. Pada tahap evaluasi akan digunakan evaluasi Tesmer.

Terdapat 4 tahapan dalam evaluasi formatif menurut Tesmer (1993), yaitu

expert review (ahli meninjau bahan ajar dengan atau tanpa evaluator), one to one

(satu pelajar pada suatu waktu meninjau bahan ajar dengan evaluator dan

memberikan komentarnya), smallgroup (evaluator mencobakan bahan ajar dengan

sekelompok pelajar dan mencatat penampilan dan komentar), dan field test

(evaluator mengamati bahan ajar yang diujicobakan dalam situasi yang real

dengan sekelompok peserta didik).

14
Menurut Akker (1999) suatu perangkat pembelajaran dikatakan baik jika

memenuhi beberapa kriteria yaitu valid dan praktis. Perangkat dikatakan valid

apabila pengembangannya didasarkan pada rasional teoritik yang kuat serta

terdapat konsistensi internal. Suatu perangkat dikatakan praktis apabila ahli atau

praktisi menyatakan perangkat yang dikembangkan dapat diterapkan.

3 Metode Penelitian

3.1 Metode Penelitian

Penelitian pengembangan dari Akker (1999) dijadikan sebagai metode

dalam mengembangkan produk yang akan dihasilkan yang terdiri dari tiga tahap

yaitu tahap analisis, tahap perancangan, dan tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi

peneliti menggunakan evaluasi formatif menurut Tesmer (1993).

3.2 Produk Penelitian

Penelitian pengembangan ini menghasilkan modul IPA yang berorientasi

framework science PISA yang valid dan praktis, serta dapat membantu peserta

didik untuk memahami konten fisika pada Sekolah Menengah Pertama.

3.2 Definisi Operasional

1. Bahan ajar IPA berorientasi framework science PISA adalah bahan ajar

yang disusun berdasarkan empat aspek atau karakteristik penilaian PISA

pada framework science PISA 2015 yang meliputi kompetensi, konteks,

konten, dan sikap.

15
2. Framework science PISA adalah kerangka kerja dalam program PISA

yang memuat empat aspek penilaian PISA yaitu kompetensi, konteks,

konten, dan sikap.

3. Produk valid adalah produk yang telah dinyatakan layak oleh validator

untuk diuji coba pada kelompok kecil.

4. Produk praktis adalah produk yang dapat digunakan dengan mudah oleh

peserta didik pada tahap orang per orang dan kelompok kecil.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Semester Genap Tahun Ajaran 2016/2017.

Tahap evaluasi validator dilakukan di FKIP UNSRI, sedangkan tahap pengujian

produk dilakukan di SMP Negeri 1 Indralaya.

3.4 Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Indralaya

sebagai subjek penelitian. Penelitian ini juga melibatkan beberapa pihak lain yaitu

dosen FKIP UNSRI sebagai pakar atau ahli yang melakukan validasi produk

modul sebelum uji coba tahap kelompok kecil. Subjek penelitian secara rinci

diterangkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Subjek Penelitian

Tahap Penelitian Jumlah Subjek Penelitian Keterangan


Peserta didik dapat
Tiga orang yang berbeda memberikan komentar
Orang per orang
tingkat kemampuan prototipe 1 untuk direvisi
menjadi prototipe 2
Peserta didik dapat
Kelompok kecil 15 orang memberikan komentar
prototipe II

16
3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Tahap Analisis

Pada tahap analisis dilakukan studi pustaka dan identifikasi kebutuhan

oleh peneliti. Studi pustaka yaitu mengkaji bahan-bahan yang berkaitan dengan

modul dan mencari referensi hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan

erat dengan pengembangan bahan ajar. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi

Dasar (KD) untuk bahan ajar IPA berorientasi framework science PISA

ditentukan setelah melakukan identifikasi kebutuhan.

3.5.2 Tahap Perancangan

Pada tahap perancangan dilakukan perumusan tujuan pembelajaran lalu

penyusunan jabaran materi. Selanjutnya dihasilkan rancangan atau draf modul

yang disebut dengan prototipe I.

3.5.3 Tahap Evaluasi

Evaluasi yang digunakan pada penelitian pengembangan ini adalah

evaluasi formatif yang dilakukan berdasarkan pemikiran dari Tesmer (1993).

Langkah-langkah evaluasi fromatif dapat dilihat pada Gambar 3.1. Tahap evaluasi

yang dilakukan pada penelitian ini hanya sampai pada tahap kelompok kecil.

17
Gambar 3.1 Alur desain formative evaluation (Tesmer, 1993)

1. Evaluasi sendiri

Prototipe I diperbaiki dari aspek materi, komponen dan penyajian bahan

ajar, tentang aspek PISA, serta bahasa yang digunakan pada bahan ajar oleh

peneliti dengan bantuan pembimbing sebelum diserahkan kepada validator.

2. Evaluasi validator

Prototipe I diberikan kepada validator yang meliputi satu validator materi,

dua validator PISA, satu validator konstruk modul, dan satu validator bahasa.

Setiap validator menilai produk (prototipe I) sesuai bidang masing-masing dengan

mengisi lembar validasi. Penilaian dilakukan untuk menentukan kelemahan dan

kekuatan produk sehingga dapat diketahui kelayakan produk untuk diuji coba

kepada peserta didik pada tahap kelompok kecil.

18
Prototipe I yang dianggap belum layak untuk diuji coba pada tahap

berikutnya direvisi oleh peneliti dan diberikan lagi kepada validator, lalu validator

melakukan penilaian kembali. Prototipe I yang telah dinilai baik disebut sebagai

prototipe II dan selanjutnya diuji coba kepada peserta didik pada tahap kelompok

kecil.

3. Orang per Orang


Prototipe I diberikan kepada tiga orang peserta didik (dengan kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah) sebagai subjek penelitian untuk menilai kepraktisan
prototipe I. Setelah tahap evaluasi selesai peserta didik diminta mengisi lembar
angket kepraktisan. Lembar angket yang diisi peserta didik merupakan acuan
untuk melakukan revisi. Hasil revisi dari tahap ini disebut prototipe II yang akan
diuji coba pada tahap kelompok kecil.

4. Kelompok Kecil
Prototipe II diuji coba kepada 15 peserta didik sebagai subjek penelitian
untuk menilai kepraktisan prototipe II. Lima belas peserta didik tersebut
mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan prototipe II. Sama halnya dengan
tahap orang per orang, setelah selesai tahap evaluasi kelompok kecil, peserta didik
diminta mengisi lembar angket kepraktisan. Hasil pengisian lembar angket
tersebut dijadikan panduan untuk merevisi prototipe II. Hasil revisi prototipe II
merupakan produk akhir modul berorientasi PISA atau disebut prototipe III.
Prosedur penelitian pengembangan bahan ajar berorientasi framework
science PISA dapat dilihat pada Gambar 3.2.

19
Tahap Analisis Studi Literatur Identifikasi Kebutuhan

Tahap Perumusan tujuan


Perancangan Menyusun Materi
pembelajaran

Membuat prototipe I

Revisi

Tidak Valid

Validator Valid
Tahap Evaluasi
sendiri Prototipe I
Evaluasi
Orang per orang Praktis
s

Tidak Praktis

Revisi

Gambar 3.2 Alur Prosedur penelitian pengembangan (Modifikasi Akker (1999)


& Tesmer (1993))

20
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
3.6.1 Dokumentasi
Dokumen yang diambil berupa lembar validasi, lembar angket, foto-foto
kegiatan peserta didik, serta video pada tahap evaluasi orang per orang dan
kelompok kecil.
3.6.2 Walkthrough (Validasi Ahli)
Teknik pengumpulan data dengan walkthrough dilakukan pada tahap
evaluasi validator. Data yang dikumpulkan berupa hasil penilaian validator
terhadap prototipe I pada lembar validasi yang terdiri dari indikator penilaian
validasi.
3.6.3 Angket
Angket diberikan kepada peserta didik setelah tahap evaluasi orang per
orang dan kelompok kecil selesai dilaksanakan. Angket diberikan untuk
mengetahui kepraktisan modul saat digunakan oleh peserta didik.

3.7 Teknik Analisis Data


3.7.1 Analisis Data Deskriptif
Analisis data deskriptif dilakukan untuk menganalisis data yang
dikumpulkan dari dokumentasi, berupa lembar validasi dan angket.
3.7.2 Analisis Data Lembar Validasi
Analisis data lembar validasi dilakukan untuk mengolah nilai yang
didapatkan pada tahap validasi ahli. Langkah-langkah anlisis data lembar validasi
adalah:
1. Menjumlahkan nilai yang didapat pada lembar validasi
2. Menghitung rata-rata nilai validasi dengan rumus:

Rata-rata nilai validasi =

3. Mengonversi nilai validasi yang didapatkan dari rata-rata nilai validasi


untuk mengetahui kevalidan produk sesuai dengan Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Konversi nilai validasi

21
Rerata Kriteria Keterangan
3,28 4,00 Sangat Baik Sangat Valid
2,52 3,27 Baik Valid
1,76 2,51 Tidak Baik Tidak Valid
1,00 1,75 Sangat Tidak Baik Sangat Tidak Valid
(Modifikasi Sugiyono, 2011)
3.8.3 Analisis Data Lembar Angket
Analisis data angket terdiri dari beberapa langkah yaitu:
1. Menjumlahkan nilai yang didapat dari lembar angket.
2. Menghitung rata-rata nilai angket dengan rumus:

Rata-rata nilai validasi =

3. Rata-rata nilai angket yang didapat selanjutnya dikonversi untuk


menentuka kepraktisan produk sesuai Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Konversi nilai angket
Rerata Kriteria Keterangan
3,28 4,00 Sangat Baik Sangat Praktis
2,52 3,27 Baik Praktis
1,76 2,51 Tidak Baik Tidak Praktis
1,00 1,75 Sangat Tidak Baik Sangat Tidak Praktis
(Modifikasi Sugiyono, 2011)

22
DAFTAR PUSTAKA

Anggriani, Latusi. 2015. Pengembangan Modul IPA Berorientasi Framework


Science PISA (Programme for International Student Assessment) Pada
Materi Sistem Ekskresi pada Manusia untuk Peserta Didik Kelas VIII
Sekolah Menengah Pertama. Skripsi Strata 1 pada FKIP UNSRI.
Indralaya: tidak diterbitkan.
Ditjen Dikdasmen. 2008. Pedoman Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen
Dikdasmen.
Hanafiah, Nanang & Cucu Sahana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran.
Bandung: Refika Aditama.
Kemendikbud. 2013. Permendikbud No. 58 tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/ Madarasah Tsanawiyah. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kurnia, Feni, Zulherman, & Apit Faturohman. 2014. Analisis Bahan Ajar Fisika
SMA Kelas XI di Kecamatan Indralaya Utara Berdasarkan Ketegori
Literasi Sains. Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika. 1(1): 43-47.
Majid, Abdul. 2011. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

23
Muslimah, R.A. 2014. Pengembangan Soal Berpikir Tingkat Tinggi Model PISA
pada Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas VIII. Skripsi Strata 1
pada FKIP UNSRI. Indralaya: tidak diterbitkan.
OECD. 2010. PISA 2009 Results: What Students Knows and Can Do. Paris:
OECD.
OECD. 2013. PISA 2015 Draft Science Framework. Paris: OECD.
OECD. 2014. PISA 2012 Result in Focus-What is-years Old Know and What They
Can Do with What They Know. Paris: OECD.
Prastowo, Andi. 2014. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Jakarta: Kencana.
Tesmer, Martin. 1993. Planning and Conducting Formative Evaluations. London:
British Library.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Wardani, Sri & Rumiati. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika
SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: kementrian Pendidikan
Nasional.

24

Anda mungkin juga menyukai