Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSES

IDENTITAS PRAKTIKAN
Nama : Larasati Surliadji
NIM : 03031181419063
Shift/Kelompok : Senin Siang/5

I. JUDUL PERCOBAAN : Pembuatan Tempe

II. TUJUAN PERCOBAAN


1. Mengetahui bahan baku pembuatan tempe selain kacang kedelai.
2. Mengetahui waktu yang dibutuhkan ragi untuk menghasilkan tempe.
3. Mengetahui manfaat dari tempe.

III. DASAR TEORI

3.1. Kacang-kacangan
Kacang-kacangan atau disebut juga polongan termasuk famili Leguminosa.
Kacang-kacangan mengandung sejumlah besar serat pangan yang jika terlarut
dapat membantu menurunkan kadar kolesterol. Kacang-kacangan bersifat rendah
kalori, rendah lemak, serta rendah garam natrium . Kacang-kacangan juga
mengandung protein, karbohidrat kompleks, folat, dan besi. Berbagai jenis
kacang-kacangan telah banyak dikenal seperti kacang kedelai (Glycine max),
kacang hijau (Phaseoulus radiatus), dan kacang merah (Phaseoulus vulgaris).
Berbagai jenis kacang-kacangan dapat dibedakan berdasarkan varietas atau jenis
namanya, warna, bentuk, dan karakter fisiknya. Kacang-kacangan merupakan
sumber utama protein nabati dan mempunyai manfaat yang sangat banyak.
Kacang-kacangan mempunyai banyak keunggulan dari segi gizi seperti
sebagai sumber protein yang murah, kaya asam amino lisin, rendah lemak dan
tidak mengandung kolesterol, sumber vitamin B yang baik, sumber kalsium, zat
besi, zink, tembaga, dan magnesium yang baik, serta rendah kandungan natrium
dan sodiumnya. Kacang-kacangan merupakan buah bersel tunggal dan berbiji
tunggal dengan kulit luar yang keras. Kacang-kacangan mempunyai struktur yang

1
2

hampir sama dengan famili Serealia (biji-bijian). Kacang-kacangan biasanya


mengandung sedikit sekali glukosa dan fuktosa tetapi cukup mengandung
rafinosa, stakiosa, dan verbakosa. Berbagai komoditas dari kacang-kacangan yang
telah banyak dikenal yakni kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang tanah.

3.2. Inokulum Tempe


Tempe yang dibuat dengan cara baru warnanya lebih pucat apabila
dibandingkan dengan cara lama. Hal ini disebabkan karena pada cara baru kedelai
direbus dan direndam dalam keadaan sudah terkupas kulitnya sehingga ada zat-zat
yang ikut terlarut. Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang yang
memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena mempengaruhi
kualitas tempe yang dihasilkan. Jenis kapang yang berperan utama dalam
pembuatan tempe ialah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae.
Miselium Rhizopus oryzae lebih panjang dari pada Rhizopus oligosporus
sehingga menghasilkan tempe yang lebih padat. Namun apabila dilihat dari segi
peningkatan gizi protein kedelai, maka disinilah letak keunggulan Rhizopus
oligosporus. Hal ini karena Rhizopus oligosporus memproduksi enzim protease
(pemecah protein) lebih banyak. Akan tetapi Rhizopus oryzae lebih banyak
mensintesis enzim -amilase (pemecah pati). Oleh karena itu, kedua kapang ini
dapat dikombinasikan dalam pembuatan tempe dengan kadar Rhizopus
oligosporus lebih banyak yaitu dengan perbandingan inokulum 2:1. Kualitas
tempe dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya.
Syarat starter yang baik digunakan untuk pembuatan tempe seperti mampu
memproduksi spora dalam jumlah banyak, mampu bertahan beberapa bulan tanpa
mengalami perubahan genetik dan kemampuan tumbuhnya, memiliki presentase
pertumbuhan spora yang tinggi segera setelah diinokulasikan, mengandung biakan
jamur tempe murni, dan bila digunakan berupa campuran harus memiliki proporsi
yang tepat, bebas dari mikroba kontaminan dan jika memungkinkan strain yang
dipakai memiliki kemampuan untuk melindungi diri dari dominasi mikroba
kontaminan, mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang, dan
pertumbuhan miselia setelah inokulasi harus kuat, berwarna putih bersih,
memiliki aroma khas tempe yang enak dan tidak mengalami sporulasi terlalu dini.
3

Inokulum (ragi/laru/usar) merupakan kultur mikroba yang diinokulasikan ke


dalam media fermentasi pada saat kultur mikroba tersebut berada dalam fase
pertumbuhan eksponensial. Kriteria penting bagi kultur yang digunakan sebagai
inokulum dalam proses fermentasi adalah sehat dan aktif sehingga mempersingkat
proses adaptasi, tersedia cukup sehingga dapat menghasilkan inokulum dalam
takaran yang optimum, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai dan bebas
kontaminasi, serta dapat menahan kemampuannya untuk membentuk produk.
Inokulasi pada pembuatan tempe dapat dilakukan dengan mempergunakan
beberapa bentuk inokulan seperti usar yang dibuat dari daun waru (Hibiscus
tiliaceus) atau jati (Tectona grandis), tempe yang telah dikeringkan secara
penyinaran matahari atau kering beku, sisa spora dan miselia dari wadah atau
kemasan tempe, ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dibuat bulat
seperti ragi roti, spora Rhizopus oligiosporus yang dicampurkan dengan air, isolat
Rhizopus oligosporus dari agar miring untuk pembuatan tempe skala
laboratorium, dan ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dicampurkan
dengan jamur tempe yang ditumbuhkan pada medium dan dikeringkan.

3.3. Jenis-Jenis Tempe


Tempe memiliki berbagai macam jenis antara lain adalah tempe kedelai,
tempe gembus, dan tempe benguk. Tempe kedelai merupakan tempe yang dibuat
dari bahan dasar kacang kedelai yang dibuat dengan proses fermentasi
menggunakan bantuan dari jamur Rhizopus oligosporus. Tempe kedelai ini
memiliki keunikan tersendiri, yaitu tempe ini merupakan tempe yang paling
banyak tersebar di seluruh Indonesia. Tempe kedelai ini memiliki kandungan gizi
yang tinggi yang dapat diukur per 100 gr yaitu protein 20,8 gr, lemak 8,8 gr, serat
1,4 gr, kalsium 155 miligram, fosfor 326 miligram, zat besi 4 miligram, vitamin
B1 0,19 miligram, serta kandungan karoten 34 mikrogram.
Tempe gembus dibuat dari ampas tahu. Ampas tahu yang dipergunakan
yakni sisa proses sari kedelai yang akan dijadikan tahu. Tempe gembus memiliki
keunikan yaitu cita rasa yang gurih, aroma yang menyengat, dan memiliki tekstur
yang sangat empuk. Tempe gembus memiliki kandungan gizi per 100 gr meliputi
4

kandungan protein 12,95 gr, lemak 6,8 gr, karbohidrat 11,05 gr, serat 4,2 gr.
Tempe benguk dibuat dari biji benguk yang berasal dari buah sejenis dengan
kacang koro. Kacang koro yang mirip dengan kacang kapri dan kacang buncis.
Biji benguk berukuran seperti kelereng tapi lonjong dan agak pipih, berwarna abu-
abu hingga kehitaman. Tempe benguk memiliki keunikan tersendiri yakni biji
benguknya yang mengandung racun berbahaya berupa asam sianida.
Akan tetapi, kandungan racun ini mudah dihilangkan dengan cara direndam
air bersih selama 1 hari hingga 2 hari sehingga biji benguk akan bersih dari racun.
Kandungan gizi tempe benguk per 100 gr tempe meliputi kandungan kalori 141
kkal, protein 10,2 gr, lemak 1,3 gr, karbohidrat 23,2 gr, kalsium 42 miligram,
fosfor 15 miligram, dan zat besi 2,6 miligram. Tempe lamtoro merupakan tempe
yang dibuat dari biji tanaman lamtoro. Tempe lamtoro memiliki rasa yang hampir
mendekati dengan rasa dari tempe kedelai. Tempe jenis ini memiliki keunikan
yaitu ada rasa lemak yang berasal kulit bijinya . Tempe lamtoro memiliki
kandungan gizi per 100 gr meliputi kandungan kalori 142 kkal, protein 11 gr,
lemak 2,5 gr, karbohidrat 20,4 gr, kalsium 42 miligram, dan fosfor 15 miligram.
Tempe kecipir merupakan tempe yang dibuat dari kecipir. Pada Sumatera
tempe kecipir ini dikenal dengan kacang botol atau kacang belimbing, di Jawa
Barat dikenal dengan kacang belimbing, dan di Bali dikenal dengan kelongkang.
Kecipir adalah tanaman polong yang tumbuh merambat yang berasal dari
Indonesia bagian timur. Tempe jenis ini memiliki keunikan yaitu pengolahan biji
kecipir menjadi tempe tidak berbeda dengan pengolahan biji kedelai. Hanya saja
karena karateristik biji kecipir yang lebih keras, hal ini akan membutuhkan waktu
lebih lama untuk merebusnya yaitu kurang lebih 30 menit atau sampai tempe
menjadi empuk. Tempe jenis ini memiliki kandungan gizi per 100 gr yaitu kalori
405 kkal, protein 32,80 gr, lemak 17 gr, dan karbohidrat sebesar 36,50 gr.
Jenis tempe berikutnya adalah tempe kacang hijau dan kacang merah.
Tempe jenis ini masih menjadi sebuah gagasan yang nantinya akan diproduksi dan
dijual. Akan tetapi secara prinsip hampir semua kacang-kacangan dapat diolah
dijadikan bahan fermentasi untuk dijadikan tempe. Jenis kacang-kacangan yang
bernutrisi tinggi seperti kacang merah dan kacang hijau bisa untuk dijadikan
5

tempe. Tempe dengan jenis ini memiliki keunikan yaitu sebagai penurun
kolesterol. Kandungan gizi yang terdapat pada kacang hijau per 100 gr meliputi
kandungan kalsium 124 miligram, fosfor 32 miligram, lemak 1,3%, protein 24%,
dan serat 7,6 gr. Selain itu, kandungan gizi yang terdapat pada kacang merah
meliputi protein 24 gr, vitamin B5 0,8 miligram, asam folat 394 mikrogram,
kalsium 143 miligram, zat besi 8 miligram, seng 3 miligram, dan magnesium 3
miligram. Kedua kacang tersebut memiliki perbedaan komponen penyusunnya.
Tempe bungkil merupakan tempe yang dibuat dari bungkil kacang tanah
atau bungkil kelapa. Tempe bongkrek merupakan tempe yang dibuat dari ampas
kelapa. Tempe bongkrek tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan
jika dalam proses pembuatan tempe jenis ini tidak steril, tempe bongkek dapat
mengandung bakteri yang beracun. Tempe bungkil bisa mengandung racun
aflatoksin. Sedangkan tempe bongkrek mengandung racun Pseudomonas
cocovenenans. Pembuatan tempe kacang tunggak hampir sama dengan tempe
kedelai, yang berbeda hanya cara mengupas kulit biji . Kacang tunggak
mengandung karbohidrat cukup tinggi, sehingga jika direbus akan cepat menjadi
lunak, hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Selain itu, dosis ragi yang
dibutuhkan sebesar 1%, dan proses fermentasi berlangsung selama 24 jam.

3.4. Syarat Mutu dan Komposisi Kimia Tempe


Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai
atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus,
seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh.
arrhizus. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa
kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe
kaya akan serat pangan, kalsium, dan mineral. Berbagai macam kandungan dalam
tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan
antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih
karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga
terbentuk tekstur yang memadat. Syarat mutu tempe yang digunakan merupakan
6

syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-3144- 2009), seperti tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1. Syarat Mutu Tempe menurut SNI 01-3144-2009


Parameter Syarat Mutu
Bau, warna, rasa Normal (khas tempe)
Kadar air Maks. 65%
Kadar Abu Maks. 1,5%
Kadar Protein Min. 16%
Kadar Lemak Min. 10%
Serat Kasar Maks. 2,5%
Cemaran mikroba:
Escherichia coli Maks. 10%
Salmonella Maks. Negatif
Cemaran Logam:
Kadmium Maks. 0,2 mg/kg
Timbal Maks. 2 mg/kg
Timah Maks. 40 mg/kg
Merkuri Maks. 0,03 mg/kg
Cemaran Arsen Maks. 0,25 mg/kg

(Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2012)

Adapun kadar senyawa kimia yang terkandung dalam tempe adalah asam
lemak, vitamin, mineral, antioksidan, karbohidrat, protein, dan air. Kandungan
lemak pada tempe secara umum sebanyak 18% hingga 32%. Selama proses
fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan
terhadap lemak. Oleh karena itu, asam lemak tidak jenuh majemuk
Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA) meningkat jumlahnya. Pada proses itu asam
palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan
terjadi pada asam oleat dan linoleat (asam linoleat tidak terdapat dalam kedelai) .
Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan
kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.
Tempe mengandung banyak sekali vitamin yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh. Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin
yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin),
asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12
(sianokobalamin). Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani
7

dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian) .
Akan tetapi tempe mangandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-
satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar
vitamin B12 paling mencolok pada proses pembuatan tempe.
Vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari
kedelai, riboflavin naik sekitar 8 kali hingga 47 kali, piridoksin 4 kali hingga 14
kali, niasin 2 kali hingga 5 kali, biotin 2 kali hingga 3 kali, asam folat 4 kali
hingga 5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh
kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumonia dan
Citrobacter freundii. Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5
mikrogram sampai 6,3 mikrogram per 100 gr tempe kering. Jumlah ini terbukti
dapat mencukupi kebutuhan vitamin, terutama vitamin B12 seseorang per hari.
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup.
Jumlah mineral besi, tembaga, dan zinc berturut-turut sebesar 9,39 miligram, 2,87
miligram, dan 8,05 miligram setiap 100 gr tempe yang dihasilkan. Kapang tempe
dapat menghasilkan enzim fitase yang berfungsi untuk menguraikan asam fitat
yang mengikat beberapa mineral menjadi fosfor dan inositol. Terurainya asam
fitat, mineral-mineral tertentu menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
Pada tempe ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti
halnya vitamin C, vitamin E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan
antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi
pembentukan radikal bebas. Pada kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu
daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, selain ketiga jenis isoflavon
tersebut juga terdapat antioksidan faktor (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang
mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan isoflavon dalam kedelai.
Penuaan (aging) dapat dihambat apabila dalam makanan yang dikonsumsi
sehari hari mengandung antioksidan yang cukup karena tempe merupakan sumber
antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat
mencegah terjadinya proses penuaan dini. Penelitian yang dilakukan menemukan
bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat
8

mencegah kanker prostat dan payudara. Antioksidan ini disintesis pada saat
terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri.

3.5. Proses Produksi Tempe


Tempe merupakan salah satu makanan tradisional khas Indonesia. Prinsip
dasar pembuatan tempe ialah menumbuhkan kapang pada media kedelai untuk
mendapatkan suatu produk baru tanpa mengurangi atau menghilangkan nilai gizi
pada kedelai. Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu
bahan baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan
lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban) . Pada proses fermentasi tempe
kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan
mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain Rhizopus olygosporus,
Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies
atau ketiganya), dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30C, pH awal
6.8, kelembaban nisbi 70-80%. Bahan baku utama produksi tempe ialah kedelai
Secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi
kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi oleh varietas dan
kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Mutu tempe bergantung pada
mutu bahan baku yang digunakan. Adapun hal-hal yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan tempe bermutu sehingga diperlukan persiapan perlakuan bahan baku
kedelai seperti jenis kedelai yang digunakan adalah jenis atau varietas Amerika
yang mempunyai ciri-ciri biji berwarna kuning, ukurannya lebih besar dari kedelai
local, dipilih kedelai yang tua dan baru (tidak terlalu lama di gudang, karena jika
terlalu lama di gudang kedelai telah tengik atau berjamur), dilakukan sortasi dan
pemilahan berdasarkan standarisasi kedelai antara lain yaitu kedelai yang muda,
rusak, dan benda asing (serangga, kerikil, dan biji-bijian asing) harus dibuang.
Proses pembuatan tempe terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap sortasi,
tahap pencucian, tahap perebusan awal, tahap perendaman, tahap pengupasan,
tahap perebusan akhir, tahap penirisan dan pendinginan, tahap inokulasi
(peragian), tahap pengemasan, dan tahap inkubasi (fermentasi). Tahap sortasi
bertujuan untuk memperoleh produk tempe yang berkualitas, yaitu memilih biji
9

kedelai yang bagus dan padat berisi. Biasanya di dalam biji kedelai tercampur
kotoran seperti pasir atau biji yang keriput dan keropos. Pada umumnya, sebelum
melakukan proses produksi, diperlukan sortasi bahan baku berdasarkan
standardisasi kedelai, membuang bji kedelai cacat dan muda, membuang kotoran,
serangga, dan bahan leguminosa lainnya seperti beras dan jagung.
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun
tercampur di antara biji kedelai. Diperlukan cukup banyak air dalam proses
produksi tempe baik untuk sanitasi, medium penghantar panas, maupun pada
proses pengolahan. Air yang digunakan dalam pengolahan harus terbebas dari
mikroba patogen maupun mikroba penyebab kebusukan makanan. Umumnya air
yang memenuhi persyaratan standar air minum, cukup baik memenuhi persyaratan
untuk industri. Air yang berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan
pangan harus memiliki setidak-tidaknya standar mutu yang diperlukan untuk air
minum. Perbandingan bahan baku dengan air dalam produksi tempe sebesar 1:12.
Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam
pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada
dalam biji kedelai. Selain itu perebusan awal bertujuan untuk mengurangi bau
kedelai dan membunuh bakteri yang kemungkinan tumbuh. Perebusan dilakukan
selama 30 menit yang ditandai dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika
ditekan dengan jari tangan. Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan
mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman,
pada kulit biji kedelai telah berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang
terdapat di air terutama oleh bakteri asam laktat serta untuk memberikan
kesempatan untuk kacang kedelai menyerap air sehingga menjamin pertumbuhan
kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak mempengaruhi pertumbuhan kapang
tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak diinginkan.
Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar
air biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %.
Proses perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat
sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,55,3. Bakteri yang
berkembang pada kondisi tersebut antara lain Lactobacillus casei, Streptococcus
10

faecium, dan Streptococcus epidermidis. Tahap pengupasan kulit dapat dilakukan


dengan dua cara yaitu cara kering dan cara basah. Pengupasan cara kering yaitu
dengan mengeringkan kedelai terlebih dahulu pada suhu 104C selama 10 menit
atau dengan pengeringan sinar matahari selama 1-2 jam. Pengupasan secara basah
dilakukan setelah biji mengalami hidrasi karena perebusan atau perendaman.
Tahap perebusan akhir ini bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri
kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor, membantu membebaskan
senyawasenyawa dalam biji yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji, mengeringkan
permukaan biji dan menurunkan suhu biji sampai sesuai dengan kondisi
pertumbuhan jamur, air yang berlebihan dalam biji dapat menyebabkan
penghambatan pertumbuhan jamur dan menstimulasi pertumbuhan bakteri-bakteri
kontaminan, sehingga menyebabkan pembusukan. Pendinginan dilakukan dengan
cara membiarkan kedelai hingga dingin atau cukup mencapai suhu sekitar 30oC.
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum berupa ragi tempe.
Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penebaran inokulum pada
permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur
merata sebelum pembungkusan atau inokulum dapat dicampurkan langsung pada
saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan . Berbagai bahan
pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru,
daun jati, dan plastik) dan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe
membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik
biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Inkubasi dilakukan
pada suhu 25-37C selama 36-48 jam. Selama inkubasi terjadi proses fermentasi
yang menyebabkan perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai. Pada
proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menyatukannya menjadi tempe.
IV. ALAT DAN BAHAN

4.1. Alat
1. Saringan.
2. Sendok.
3. Baskom.

4.2. Bahan
1. 1 kg kacang kedelai yang baik dan bersih.
2. Ragi tempe (Rhizopus oligosporus).
3. Kantung plastik.
4. Daun pisang.

V. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Bersihkan dan cuci kacang kedelai, lalu rendam 1 x 24 jam.
2. Cuci kembali sambil kulitnya dan keping bijinya dipisahkan.
3. Kukus sampai agak empuk. Sebelum diangkat, tambahkan dahulu sedikit
tepung kanji, dicampur merata. Angkat dan letakkan di atas tampah yang
bersih, biarkan sampai hangat, di tempat yang terlindung atau ditutup dengan
kain kasa.
4. Inokulasi dengan ragi tempe, diaduk supaya merata. Kemudian dimasukkan ke
dalam kantung plastik yang telah diberi lubang kecil dengan jarum bertangkai,
ujung kantung plastik ditutup dengan bantuan nyala api Bunsen. Bahan dalam
kantung plastik diratakan sehingga terbentuk lempengan yang cukup tebal.
Hindarkan terlalu banyaknya sentuhan tangan pada kantung plastik yang telah
diberi isi bahan. Inokulasikan pada suhu 28-30 oC selama lebih kurang 24 jam
sampai terlihat adanya bintik air yang merata di seluruh permukaan, lalu
simpan pada suhu selama 1 hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Jakarta:


Penebar Swadaya.
Badan Standardisasi Nasional. 2012. Syarat Mutu Tempe. (Online). http://www.
bsn.go.id/uploads/download/Booklet_tempe-printed21.pdf (Diakses pada
18 Maret 2017).
Dahlan, H. 2017. Penuntun Praktikum Teknologi Bioproses. Palembang:
Universitas Sriwijaya.
Samsudin, U. 1996. Budidaya Kedelai. Bandung: CV. Pustaka Buana.
Widianarko. 2002. Tips Pangan: Teknologi, Nutrisi, dan Keamanan Pangan.
Jakarta: Grasindo.
Winarno, F., dkk. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai