Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Preeklamsi merupakan suatu penyakit yang termasuk penyakit di


sebabkan oleh kehamilan, sedangkan sebabnya adalah belum diketahui secara
pasti. Di Indonesia preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
perinatal yang tinggi oleh karena itu diagnosa secara dini preeklamsi yang
merupakan tingkat terdahulu sebelum terjadinya eklamsi. Sangat perlu untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Penting untuk diketahui bahwa
sindrom preeklamsi ringan antara lain hipertensi ,edema dan protein uri sering
tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita hamil. Akan tetapi dengan
pemeriksaan kehamilan yang rutin dapat diketahui secara dini oleh bidan dan
komplikasinya dapat pula di cegah sedini mungkin. Oleh karena preeklamsi
banyak menimbulkan gangguan dan bahkan menimbulkan kematin juga, maka
penulis mengangkat atau mengambil PEB sebagai asuhan kebidanan.

1.2 TUJUAN

1.2.1 Tujuan umum

Setelah melaksanakan Asuhan Kebidanan ini diharapkan mahasiswa


dapat memberikan asuhan kebidanan pada klien dengan PEB sesuai
dengan standar kebidanan.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian klien dengan PEB yang
meliputi data subyektif dan obyektif diruang perinatologi yang meliputi
data subyektif dan obyektif.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah dan diagnosa.
c. Mahasiswa mampu melakukan antisipasi masalah potensial yang
mungkin terjadi.
d. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi kebutuhan segera terhadap
klien
e. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan yang akan dilaksanakan
pada klien
f. Melaksanakan tindakan dari perencanaan yang telah di buat
g. Melaksanakan evaluasi yang telah dilaksanakan dan melakukan asuhan
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PREEKLAMSIA
2.1.1. Pengertian
Preeklampsia (penyakit dengan gejala peningkatan tekanan darah
disertai dengan dijumpainya protein dalam urin dalam kadar berlebih,
dan pembengkakan tubuh akibat penimbunan cairan setelah kahamilan
20 minggu atau segera setelah persalinan), terbagi dua, yaitu bentuk
ringan dan bentuk berat.

2.1.2. Etiologi
Sampai sekarang etiologi pre-eklampsia belum diketahui.
Membicarakan patofisiologinya tidak lebih dari "mengumpulkan"
temuan-temuan fenomena yang beragam. Namun pengetahuan tentang
temuan yang beragam inilah kunci utama suksesnya penangaan pre-
eklampsia. Sehingga pre-eklampsia / eklampsia disebut sebagai "the
disease of many theories in obstetrics."
Etiologi terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui secara
pasti. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab
preeklampsia tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang
memuaskan.Tetapi, ada beberapa faktor yang berperan, yaitu:
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dijumpai kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin
meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga
timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun.
Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan sentral terhadap
ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan.Hal ini
mengakibatkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%,
hipertensi, dan penurunan volume plasma.
b. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena
pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi
kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat
diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
c. Peran Faktor Genetik
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada
penderita preeklampsia adalah peningkatan Human leukocyte antigen
(HLA). Menurut beberapa peneliti,wanita hamil yang mempunyai
HLA dengan haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih
tinggi menderita preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat.
d. Disfungsi endotel
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan
pada terjadinya preeklampsia. Kerusakan endotel vaskular pada
preeklampsia dapat menyebabkan penurunan produksi prostasiklin,
peningkatan aktivitas agregasi trombosit dan fibrinolisis, kemudian
diganti oleh trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga
terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2.1.3. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat
arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian
sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi
jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan
darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan
edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam
ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi
air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola
sehingga terjadi perubahan pada glomerulus

2.1.4. Jenis Preeklampsi


a. Preeklampsia ringan, jika :
1) Kenaikan tekanan darah sistol lebih dari atau sama dengan 30
mmHg atau diastol lebih dari atau sama dengan 15 mmHg
(dibandingkan dengan tekanan darah sebelum hamil)
pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
2) Kenaikan tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 140
mHg (tapi kurang dari 160 mmHg), dan tekanan darah
diastol lebih dari atau sama dengan 90 mmHg (tapi kurang
dari 110 mmHg).
3) Dijumpainya protein dalam air kemih yang dikumpulkan
selama 24 jam dengan kadar 0,3 gr/liter dalam 24 jam
atau secara pemeriksaan kualitatif protein air kemih
menunjukkan hasil positif 2.
4) Adanya pembengkakan akibat penimbunan cairan di daerah
bagian depan betis, dinding perut, bokong dan
punggung tangan.

b. Preeklampsia berat, tanda-tandanya adalah :


1) Tekanan darah sistol 160 mmHg atau lebih, atau tekanan
darah diastol 110 mmHg atau lebih.
2) Protein dalam air kemih yang dikumpulkan selama 24 jam
sebesar 5 gr/liter atau lebih; atau pada pada pemeriksaan
kualitatif protein air kemih menunjukkan hasil positif 3 atau
4.
3) Air kencing sedikit, yaitu kurang dari 400 ml dalam 24 jam.
4) Adanya keluhan sakit kepala, gangguan penglihatan, serta
nyeri di ulu hati.
5) Penimbunan cairan di paru-paru yang ditandai dengan sesak
napas, serta pucat pada bibir dan telapak tangan akibat
kekurangan oksigen.

2.1.5. Gejala dan Tanda pada Pre-Eklamsia


Gejala dan tandanya dapat berupa :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa
penyakit preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba.
Banyak primigravida dengan usia muda memiliki tekanan darah
sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan
diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30
mmHg harus dipertimbangkan (William obstetri, 2010).
b. Hasil pemeriksaan laboratorium
Proteinuria merupakan gejala terakhir timbul. Proteinuria
berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam
urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+
dengan metode dipstik) atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis
dengan menggunakan kateter atau midstream yang diambil urin
sewaktu minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam (Wiknjosastro,
2006).
Hemoglobin dan hematokrit meningkat akibat
hemokonsentrasi. Trombositopenia biasanya terjadi. Terjadi
peningkatan FDP, fibronektin dan penurunan antitrombin III. Asam
urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya
normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin
fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa
sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit
pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis
ditemukan proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast.
c. Edema
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema
dependen, tetapi jika terdapat edema independen yang djumpai di
tangan dan wajah yang meningkat saat bangun pagi merupakan edema
yang patologis. Kriteria edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu:
penambahan berat badan > 2 pon/minggu dan penumpukan cairan
didalam jaringan secara generalisata yang disebut pitting edema > +1
setelah tirah baring 1 jam.
d. Akibat Preeklampsia pada ibu
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal
terganggu karena terjadi perubahan patologis pada sistem organ, yaitu:
1) Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac
afterload akibat hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi
ekstravasasi cairan intravaskular ke ekstraselular terutama paru.
Terjadi penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
2) Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi
tidak berfungsi. Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung
penguat endotel akan terbuka menyebabkan plasma dan sel-sel
darah merah keluar ke ruang ekstravaskular.
3) Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh
pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau
eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan
adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus
yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia
merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia.
Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat
penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina
(Wiknjosastro, 2006).
4) Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat
yang mengalami kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah
proses persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang
sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat
proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang
hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.
5) Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan
integritas hepar, perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan
peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum. Sebagian
besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase
alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada penelitian yang
dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan sonografi Doppler
pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar
menyebabkan terjadinya peningkatan enzim hati didalam serum.
Perdarahan pada lesi ini dapat mengakibatkan ruptur hepatika,
menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom
subkapsular (Cunningham, 2005).
6) Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama
glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan dari kapiler endotel
glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi
ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama
pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil
dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi
glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma
sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5
ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, kreatinin
plasma meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak
hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan
perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat
(Cunningham, 2005).
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat
retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi karena
penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme
arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi penurunan
ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di
tubulus (Cunningham,2005).
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati,
terjadi karena peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar
protein dengan berat molekul tinggi, misalnya: hemoglobin,
globulin, dan transferin. Protein protein molekul ini tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus.
7) Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi
intravaskular (DIC) dan destruksi pada eritrosit (Cunningham,
2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering,
biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/l ditemukan pada 15
20 % pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan
darah normal. Jika ditemukan level fibrinogen yang rendah pada
pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan terlepasnya
plasenta sebelum waktunya (placental abruption).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi
HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
8) Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus
jukstaglomerulus berkurang, proses sekresi aldosteron pun
terhambat sehingga menurunkan kadar aldosteron didalam darah.
Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik
atrium juga meningkat. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume
yang menyebabkan peningkatan curah jantung dan penurunan
resistensi vaskular perifer.
Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari
intravaskuler ke interstisial yang disertai peningkatan hematokrit,
protein serum, viskositas darah dan penurunan volume plasma.
Hal ini mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia.

2.1.6. Efek Preeklamsi Bagi Janin


Preeklampsia dapat menyebabkan gangguan peredaran darah pada
plasenta. Hal ini akan menyebabkan berat badan bayi yang dilahirkan
relatif kecil. Selain itu, preeklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya
kelahiran prematur dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu
keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada
pendengaran dan penglihatan.
a. Penilaian pertumbuhan janin
Pemantauan pertumbuhan TFU
Pemeriksaan USG
b. Penilaian ancaman gawat janin
Pemantauan gerakan janin
Non stres test dan contraction stres test.
Profil biofisik janin
Reaksi DJJ terhadap gerakan janin
Volume cairan ketuban
Gerakan janin
Gerakan pematasan janin
Tonus janin
c. Pemeriksaan surfaktan dalam cairan ketuban
d. Pemeriksaan perfusi plasenta (uterine blood show)

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang


e. Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin,
pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan
funduskopik.
f. Tes laboratorium dasar
1) Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit,
morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
Pemeriksaan darah lengkap denagn hapusan darah,
penurunan hemoglobin( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ),
hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 43 vol% ),
trombosit menurun( nilai rujukan 150 450 ribu/mm3).
Hematokrit merupakan volume eritrosit per 100 mL
dinyatakan dalam %. Peningkatan hematokrit biasanya terjadi
pada :
Hemokonsentrasi
PPOK
Gagal jantung kongesif
Perokok
Preeklampsia
Penurunan hematokrit biasanya terjadi pada :
Anemia
Leukimia
Hipertiroid
Penyakit Hati Kronis
Hemolisis (reaksi terhadap transfusi, reaksi kimia,
infeksi, terbakar, pacu jantung buatan)
Penyakit sistemik (Kanker, Lupus, Sarcoidosis)
Trombosit dalam sirkulasi normalnya bertahan 1
minggu. Trombosit membantu pembekuan darah dan menjaga
integritas vaskular. Beberapa kelainan morfologi trombosit
antara lain giant platelet (trombosit raksasa) dan platelet
clumping (trombosit bergerombol). Trombosit yang tinggi
disebut trombositosis, pada sebagian orang tidak muncul
keluhan, namun pada sebagian orang yang lain menimbulkan
myeloproliferative disorder. Trombosit rendah
(trombositopenia) dapat ditemukan pada sindrom HELLP,
demam berdarah, koagulasi intravaskular diseminata
(KID/DIC), supresi sumsum tulang, idiopatik trombositopenia
purpura (ITP) dll.

2) Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat


aminotransferase, dan sebagainya).
Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl)
LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul
Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT)
meningkat (N= 15-45)
Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT)
meningkat (N= <31 u/l)
Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)
3) Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
Kenaikan berat badan dan edema yng di sebabkan
penimbunan cairan yang berlebih dalam ruang instertisial
belum diketahui sebabnya. Pada pre eklamsia di jumpai kadar
aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi
dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi garam
dan natrium. Pada pre eklamsia permeabilitas pembuluh darah
terhadap protein meningkat.
4) Uji untuk meramalkan hipertensi

2.1.8. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai
tanda tanda sedini mungkin (pre eklampsia ringan), lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus
selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia. Berikan
penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan
tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

2.1.9. Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah :
Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi.
Hendaknya janin lahir hidup.
Trauma pada janin seminimal mungkin.
a. Penanganan pre-eclamsia ringan,
1) Istirahat di tempat tidur dangan berbaring pada sisi tubuh
yang menyebabkan pengaliran darah ke placenta meningkat,
aliran darah ke ginjal lebih banyak, tekanan vena pada
extremitas bawah turun dan rearbsorbsi cairan di daerah
tersebut meningkat. Cara ini biasanya berguna untuk
menurunkan tekanan darah dan mengurangi edema.
2) Pemberian phenobarbital 3 x 30 mg sehari akan menenangkan
penderita dan dapat juga menurunkan tekanan darah
3) Dianjurkan untuk mengurangi garam dalam diet penderita
4) Pada umumnya pemberian obat diuretika dan antihipertensiva
tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak dapat
menghentikan proses penyakit dan juga tidak memperbaiki
prognosis janin. Selain itu pemakaian obat tersebut dapat
menutupi gejala pre-eclamsi berat.
b. Penanganan pre-eclamsia berat,
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi obat sedatif
kuat untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 24
jam bahaya akut sudah diatasi, tindakan terbaik adalah
menghentikan kehamilan.
Sebagai pengobatan mencegah timbulnya kejang, dapat
diberikan larutan magnesium sulfat (MgSO4) 20% dengan dosis 4
gram secara intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian
dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 12 gram dalam 500 cc
ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Tambahan
magnesium sulfat hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik,
refleks patella positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16
kali/menit. Obat ini memiliki efek menenangkan, menurunkan
tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain magnesium
sulfat, pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan
klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun
diazepam 20 mg secara intramuskular (Wiknjosastro, 2006).
1) Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda-
tanda dan gejala-gejala pre-eclamsi berat segera harus diberi
sedativa yang kuat untuk mencegah terjadinya kejang-kejang.
Obat-obatan yang dapat digunakan untuk mencegah kejang-
kejang, yaitu: o Larutan magnesium sulfat 50% sebanyak 10
ml disuntikan intramuskular sebagai dosis pertama dan dapat
diulang dengan 2 ml tiap 4 jam menurut keadaan. Tambahan
hanya diberikan bila diuresis baik, refleksi patella (+), dan
kecepatan nafas 16/menit. Selain untuk menenangkan, obat
ini bisa juga untuk menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan diuresis. o Lytic cocktail, yaitu larutan glukosa
5% sebanyak 500 ml yang berisi pethidin 100 mg,
chlorpromazine 50 mg dan promethazine 50 mg sebagai infus
intravena
2) Obat antihipertensi, untuk pasien preeklamsia berat, obat yang
dianjurkan adalah hidralazin yang diberikan secara intravena,
tetapi obat ini tidak terdapat di Indonesia dan penurunan
tekanan darah yang terjadi sangat tinggi sehingga dapat
membahayakan pasien. Oleh karena itu dipakai nifedipin oral
yang dapat menurunkan tekanan darah secara cepat dan cukup
aman digunakan. Dosis yang dipakai adalah 3 x 10 mg perhari
3) Antioksidan (Vit C,E, NAC) diberikan untuk menetralisir
radikal bebas yang timbul akibat disfungsi endotel
4) Diuretik, tidak diberikan kecuali terdapat edema paru.
5) Apabila terdapat oligouria maka pasien sebaiknya diberikan
glukosa 20% intravena
6) Kemudian setelah bahaya akut tertangani, dipertimbangkan
untuk terminasi kehamilan, persalinan dapat dilakukan
dengan cunam atau ekstraktor vakum dengan memberikan
narcosis umum untuk menghindarkan rangsangan pada
susunan SSP
7) Dalam melakukan penatalaksanaan perlu diperhatikan
timbulnya gejala komplikasi, terutama edema pulmonary dan
oligouri. Keluhan seperti nyeri kepala hebat, gangguan
penglihatan dan nyeri epigastrium harus sering ditanyakan.
Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan fundus mata.

2.1.10. Komplikasi Pre-Eklamsia


Komplikasi pre-eklamsia berat Komplikasi yang terberat adalah
kematian ibu dan janin.
Komplikasi lainnya adalah :
a. Solusio plasenta. Biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut.
b. Hipofibrinogenemia. Maka dianjurkan pemeriksaan kadar
fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis. Penderita PEB kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui
dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau
destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering
ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
ikterus tersebut.
d. Perdarahan otak. Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
e. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlangsung sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-
kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan
terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru-paru. Hal ini disebabkan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati merupakan akibat
vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
h. Sindroma HELLP yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low
platelet.
i. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa
kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah
anuria sampai gagal ginjal.
j. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh
akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated
intravascular coagulation).
k. Pada Janin : Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus, premature,
asfiksia neonatorum, kematian dalam uterus oleh karena
penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan
fungsi plasenta. Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme,
penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat
(Sarwono prawirohardjo, 2009). Dampak preeklampsia pada janin,
antara lain: Intrauterine growth restriction (IUGR) atau
pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, (Cunningham,
2005) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin,
bayi lahir rendah, dan solusio plasenta, peningkatan angka
kematian dan kesakitan perinatal.

2.1.11. Pengaturan Diet pada Preeklamsi


Ciri khas diet preeklamsi adalah memperhatikan asupan garam dan
protein.
Tujuan dari pengaturan diet pada preeklamsi adalah :
a. Mencapai dan mempertahankan status gizi normal.
b. Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal.
c. Mencegah dan mengurangi retensi garam dan air.
d. Menjaga keseimbangan nitrogen
e. Menjaga agar pertambahan berat badan tidak melebihi normal.
f. Mengurangi atau mencegah timbulnya resiko lain atau penyulit
baru pada saat kehamilan atau persalinan.
Syarat dari pemberian diet preeklamsi adalah :
a. Energi dan semua zat gizi cukup, dalam keadaan berat makanan
diberikan secara berangsur sesuai dengan kemampuan pasien
menerima makanan . Penambahan energi tidak melebihi 300 kkal
dari makanan atau diet sebelum hamil.
b. Garam diberikan rendah sesuai dengan berat/ringannya retensi
garam atau air. Penambahan berat badan diusahakan dibawah 3 kg
/ bulan atau dibawah 1 kg / minggu.
c. Protein tinggi ( 1 - 2 Kg BB )
d. Lemak sedang berupa lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak
jenuh ganda.
e. Vitamin cukup, Vit C dan B6 diberikan sedikit lebih banyak.
f. Mineral cukup terutama kalsium dan kalium.
g. Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan pasien.
h. Cairan diberikan 2500 ml sehari pada saat ologuria, cairan dibatasi
dan disesuaikan dengan cairan yang dibutuhkan tubuh.

2.1.12. Jenis Diet Preeklamsi


c. Diet Preeklamsi I.
Diet preeklamsi diberikan kepada pasien dengan preeklamsi
berat. Makanan ini diberikan dalam bentuk cair yang terdiri dari
susu dan sari buah.
Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari peroral
dan kekurangannya diberikan parenteral. Makanan ini kurang
energi dan zat gizi karenanya hanya diberikan selama 1-2 hari.
g. Diet Preeklamsi II.
Diet preeklamsi II diberikan sebagai makanan perpindahan dari
diet preeklamsi I atau kepada pasien preeklamsi yang keadaan
penyakitnya tidak begitu berat. Makanan berbentuk saring atau
lemak diberikan sebagai diet rendah garam I. Makanan ini cukup
energi dan zat gizi lain.
h. Diet Preeklamsi III.
Diet preeklamsi III diberikan sebagai perpindahan dari diet
preeklamsi II dan I kepada pasien dengan preeklamsi ringan.
Makanan ini mengandung protein tinggi dan garam rendah.
Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini cukup
semua zat gizi, jumlah energi harus disesuaikan dengan kenaikan
BB yang boleh lebih dari 1 Kg / BB.

2.1.13. Faktor Resiko Penyebab Preeklamsi


Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama
kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40
tahun. Faktor resiko yang lain adalah :
a. Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.
b. Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
c. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
d. Kegemukan.
e. Mengandung lebih dari satu orang bayi.
f. Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid
arthritis.

2.1.14. Syarat pemberian SM (Sulfat Magnesium)


a. Reflek patella positif
b. Pernafasan > 16x/mnt
c. Produksi urine > 25 30 cc/jam

2.2. EKLAMPSIA
2.2.1. Pengertian Eklampsia
Eklampsia dalam bahasa yunani berarti halilintar, karena serangan
kejang-kejang timbul tiba-tiba seperti petir. Eklampsia merupakan kasus
akut pada penderita preeclampsia, yang disertai dengan kejang
menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia
dapat timbul pada ante, intra dan postpartum. Eklampsia postpartum
umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Perawatan prenatal untuk kehamilan dengan presdisposisi
preeclampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin
gejala-gejala prodoma eklampsia. Sering dijumpai perempuan hamil
yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang eklampsia, Karena
tidak terdeteksi adanya preeclampsia sebelumnya.

2.2.2. Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Oleh karena eklampsi merupakan kelanjutan atau stadium akhir dari
preeklampsi, factor-faktor yang mempengaruhi kejadiannya sama saja
dengan preeklampsi.

2.2.3. Patofisiologi
Pada pre-eklampsia yang merupakan awal terjadinya eklampsia,
terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
Pada biopsy ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada
beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya
dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam
tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha
untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat
dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum
diketahui sebabnya, mungkin karena retensi garam dan air. Proteinuria
dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus.

2.2.4. Perubahan pada Organ-Organ


a. Otak
Pada eklampsia, resistensi pembuluh darah meninggi,
ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang
terjadi pada otak dapat menimbulakn kelainan serebral dan
gangguan visus, bahkan apda keadaan lanjut dapat erjadi
perdarahan.
b. Plasenta dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan
gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan
janin dank arena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
pre-eklampsia dan eklampsia sering terjadi penigkatan tonus
rahim dan kepekaaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi
partus prematurus.
c. Ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ginjal
menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium melalui
glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadi retensi garam
dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50 % dari
normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria
dan anuria.
d. Paru-Paru
Kematian ibu pada pre-eklampsia dan eklampsia
biasnaya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan
dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi
pneumonia atau abes paru.
e. Mata
Pada eklampsia dapat terjadi ablasio retina yang
disebabkan edema intra-okuler dan merupakan salah satu
indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain
yang dapat menunjukkan tanda pre-eklampsia berat yang
mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia,
dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau
di dalam retina.
f. Keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsia dan eklampsia, kadar gula darah
naik sementara, asam laktat dan asam organic lainnya naik,
sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya
disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-
zat organic dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu
bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium
bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali
pulih normal.

2.2.5. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi :
a. Eklampsia gravidarum
Kejadian 50% sampai 60%
Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum
Kejadian sekitar 30% sampai 35%
Saat sedang inpartu
Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat
mulai inpartu
c. Eklampsia puerperium
Kejadian jarang, 10&
Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

2.2.6. Gejala Klinik


a. Tingkat awal atau aura (stadium invasi)
Berlangsung 30 sampai 35 detik
Tangan dan kelopak mata gemetar
Mata terbuka dengan pandangan kosong
Kepala diputar ke kanan atau ke kiri
b. Stadium kejang tonik
Tanda-tanda kejang tonik ialah dengan dimulainya gerakan
kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut,
yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang
menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini
wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua
lengan fleksi, tanggan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi
inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik.
Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.
6) Stadium kejang klonik
Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba
dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan
tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi
intermiten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh.
Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali
penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit
akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat.
Dari mulut keluar liur berbusa kadang-kadang disertai bercak-bercak
darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada
konjungtiva mata diujmpai bintik-bintik pendarahan.
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit, kemudian
berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta
penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbul kejang, tekanan
darah dengan cepat mennigkat. Demikian juga suhu badan meningkat,
yang mungkin karena gangguan serebral. Penderita mengalami
inkontinesia disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang
terjadi aspirasi bahan muntah.
7) Stadium koma
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat
bvervariasi dan bila tidak segera diberi obat-obat antikejang akan
segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah kejang
klonik berhenti penderita menarik nafas kemudian frekuensi
pernafasan meningkat dapat mencapai 50 kali permenit akibat
terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan
dapat menimbulkan sianosis. Pemderita yang sadar kembali dari koma,
umumnya mengalami disorientasi atau sedikit gelisah. Untuk menilai
derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa cara, seperti
Glasgow Coma Scale atau Glasgow-Pittsburg Coma Scoring System.
2.2.7. Komplikasi
Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.
a. Komplikasi ibu
Menimbulkan sianosis
Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru
Tekanan darah meningkat menilbulkan perdarahan otak dan
kegagalan jantung mendadak
Lidah dapat tergigit
Katuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka-luka
Gangguan fungsi ginjal : oligo sampai anuria
Perdarahan atau ablasio retina
Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus
b. Komplikasi janin dalam rahim
Asfiksia mendadak, karena spasme pembuluh darah menimbulkan
kematian
Solution plasenta
Persalinan prematuritas

2.2.8. Penanganan
Tujuan pengobatan eklampsia adalah untuk :
a. Menghindari kejang dan koma yang menyebabkan angka kematian ibu
dan janin tinggi.
b. Menurunkan/kontrol tekanan darah.
c. Mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki dieresis dengan
pemberian cairan.
d. Mengatasi hipoksia dan asidosis.
e. Mengakhiri kehamilan dengan atraumatis.
Konsep pengobatannya adalah :
a. Menghindari kerjanya
Kejang berulang
Mengurangi koma
Meningktakan jumlah diuresis
b. Perjalanan ke Rumah Sakit dapat diberikan
Penenang dengan suntikan 20 mgr valium atau bisa dengan
pethidin 100 mg atau luminal 200 mg atau morfin 10 mg
Pasang infuse glukosa 5% dan dapat ditambah valium 10 sampai
20 mgr
c. Disertai petugas untuk memberikan pertolongan
Menghindari gigitan lidah dengan memasang penyangga lidah
Resusuitasi untuk melapangkan napas dan memberikan O2,
lakukan maneuver head tilt neck dengan cara kepala direndahkan
dan leher dalam posisi ekstensi ke belakang atau head tilt chain
lift, dengan kepala direndahkan dan dagu ditarik keatas atau jaw-
thrust, yaitu mandibula kiri kanan diekstensikan ke atas sambil
mengangkat kepala ke belakang.
Menghidari terjadinya trauma tambahan

2.2.9. Perawatan di Rumah Sakit


a. Kamar isolasi
Dirawat dikamar isolasi cukup terang, tidak dikamar gelap, agar
bila terjadi sianosis segera dapat diketahui penderita dibaringkan
ditempat tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang
kunci dengan kuat. Selanjutnya masukkan sudap ke lidah ayng sedang
tergigit karena dapat mematahkan gigi. Fungsi dari kamar isolasi
adalah menghindari rangsangan dari luar : sinar atau keributan,
mengurangi menerima kunjungan dan yang merawat jumlahnya
terbatas.
b. Pengobatan Medis
Banyak pengobatan yang telah diperkenalkan untuk dapat
menghindari kejang berkelanjutan dan meningkatkan vitalitas janin
dalam kandungan.
1) Sistem Stroganof
Suntikan 100 mg luminal IM
Setengah jam kemudian suntikan 10 cc magnesium sulfat 40%
IM . Selanjutnya tiap 3 jam berganti-ganti diberi luminal 50 mg
dan 10 cc magnesium sulfat 40% IM.
2) Sodium penthotal
Pemberian sodium penthotal dapat menghilangkan kejang. Inisial
dosis penthotal antara 200 sampai 300 mg IV perlahan-lahan.
3) Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat mempunyai efek :
Menurunkan tekanan darah
Mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis
Meningkatkan dieresis
Mematahkan sirkulasi iskemia plasenta, sehingga menurunkan
gejala klinis eklampsia
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti
pemberian magnesium sulfat pada preeclampsia berat.
Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi
organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk
memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru,
mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis.
Dosis pemberian larutan MgSO4 40% :
a) Intramuskular
8 gr daerah gluteal kanan kiri
4 gr interval 6 jam
b) Intravena
10 cc magnesium sulfat 40% intravena perlahan-lahan
Diikuti intramuscular 8 gr
Syarat pemberian magnesium sulfat adalah :
Refleks patella masih positif
Pernafasan tidak kurang dari dari 16 per menit
Diuresis minimal 600 cc/ 24 jam
Antidotum untuk magnesium sulfat adalah 1 gr kalsium klorida
atau glukonas kalsikus
4) Diazepam atau valium
Diazepam atau valium dipergunakan sebagai pengobatan
eklampsia, karena mudah didapat dan murah. Dosis maksimal
diazepam adalah 120 mgr/24 jam.
Metode pemberian valium :
a) Pasang infuse glukosa 5%
b) Inisial dosis diberikan 20 mgr/intravena
c) Dosis ikutan dalam glukosa 5% 10 sampai 20 mgr dengan
tetesan 20 tpm.
d) Observasi yang dilakukan :
Kesadaran penderita
Keadaan janin dalam rahim
Kejang-kejang
Dieresis
Tekanan darah, nadi dan pernafasan
5) Litikkotil
Litik koktil terdiri dari petidin 200 mgr, klorlromazin 100 mgr
dan prometazin 50 mgr yang dilarutkan dalam 500 cc glukosa 5%
diberiakn intravena dengan memperhatikan tekanan darah, nadi
dan kejang. Observasi pengobatan dilakukan setiap 5 menit, karena
tekanan darah dapat turun mendadak.
Pengawasan dalam pengobatan :
a) Observasi tanda vital dilakukan setiap 30 menit :
Pernafasan dan ronkhi basal
Suhu
Serangan kejang
Dalam keadaan koma
Tidur terlentang, kepala miring ke samping
Siapkan pengisap lender
Berikan O2 untuk ibu dan janinnya
Dalam keadaan serangan kejang, ditunggu agar tidak
jatuh, sediakan long spatel untuk menghindari gigitan
lidah
Ukur jumlah cairan yang masuk dan keluar melalui
infuse dan kateter
Jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam 2000 cc
Nutrisi penderita koma dengan glukosa 10%,
menghindari metabolism lemak dan protein;
pemberian asam amino dengan amonofusin,
pemberian B kompleks dan vitamin c.

2.2.10. Tindakan kebidanan


Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Setelah kejang dapat
diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, kemudian direncanakan
untuk mengakhri kehamilan. Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi
stabilisasi (pemulihan) hemodinamik dan metabolisme ibu. Stabilisasi
ibu dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah:
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
b. Setelah kejang terakhir
c. Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir
d. Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi)

2.2.11. Terminasi Kehamilan


a. Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri
persalinan per vaginam dipenuhi maka persalinan tindakan dengan
trauma yang minimal.
b. Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung
dilakukan amniotomi lalu diikuti partograf. Bila ada kemacetan
dilakukan seksio sesar.
c. Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan :
- Penderita belum inpartu
- Fase laten
- Gawat janin
Jika diputuskan untuk sectio cesarea, sebaiknya dipakai
ANESTESIA UMUM. Karena dengan penggunakan anestesia spinal,
akan terjadi vasodilatasi perifer yang luas, menyebabkan tekanan
darah turun. Jika diguyur cairan (untuk mempertahankan tekanan
darah) bisa terjadi edema paru, risiko tinggi untuk kematian ibu.
Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan
keadaan atau kondisi ibu.

Anda mungkin juga menyukai