TINJAUAN PUSTAKA
2. Morfologi
Morfologi tanaman jeruk purut hampir sama dengan jenis jeruk
lainya, karakteristik yang khas dari jeruk purut dapat diamati secara visual.
Pohonnya rendah atau perdu, namun bila dibiarkan tumbuh alami dapat
mencapai ketinggian 1,2m. Batang yang tua bewarna hijau tua, berbentuk
bulat dan berduri. Duri-durinya pendek, kaku, hitam, ujungnya coklat dan
panjangnya 0,2 cm-1,00 cm (Rukmana, 2008).
Letak daun jeruk purut terpencar atau silih berganti dan bertangkai
agak panjang serta bersayap lebar. Bentuk daun bulat telur, ujungnya
tumpul, berbau sedap (Rukmana, 2008).
7
8
3. Habitat
Plasma nutfah aneka jeruk purut (Citrus hystrix) berasal dari
dataran cina Nikolai Ivanovich Vavilov ahli botani Soviet, memastikan
bahwa tanaman jeruk purut berasal dari kawasan Indo-Malaya yang
mencakup Indo-Cina, Malaysia, Indonesia, dan Filipina (Rukmana, 2008).
Penyebaran tanaman jeruk purut ke berbagai negara di dunia telah
berlangsung ratusan tahun yang lalu. Tanaman jeruk purut banyak ditanam
di berbagai daerah sub tropik, seperti Indonesia, California, Florida, dan
Australia (Rukmana, 2008).
4. Kandungan Kimia
Daun mengandung flavonoid, tanin 1,8%, steroid triterpenoid dan
minyak atsiri 1-1,5%. Kulit buah mengandung saponin, tanin 1%, steroid
triterpenoid dan minyak atsiri yang mengandung sitrat 2-2,5% (Rukmana,
2008).
Triterpenoid adalah senyawa metabolit sekunder yang kerangka
karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan diturunkan dari
hidrokarbon C 30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berbentuk siklik
atau asiklik dan sering memiliki gugus alkohol, aldehida, atau asam
karboksilat (Widiyati, 2006).
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang
mengandung intisiklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon
9
kelamin, asam empedu, dll. Pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak
senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Tiga senyawa
yang biasa disebut fitosterol terdapat pada hampir setiap tumbuhan tinggi
yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol (Robinson, 2007).
Senyawa steroid triterpenoid bebas merupakan salah satu
kandungan metabolit sekunder yang banyak digunakan sebagai obat antara
lain untuk mengobati gangguan kulit, diabetes, gangguan menstruasi,
malaria, kerusakan hepar, antifungi, antibakteri dan antivirus. Senyawa
steroid triterpenoid pada saponin banyak digunakan sebagai bahan baku
untuk pembuatan hormon steroid sebagai insektisida, anti inflamasi dan
analgesik. Triterpenoid sebagai insektisida dimana triterpenoid ini dapat
mempertahankan serangga dalam stadium imatur yang berlangsung lebih
lama dari waktu normal sehingga tidak dapat moulting atau ganti kulit
dengan sempurna (Robinson, 2007).
Minyak atsiri atau minyak eteris adalah minyak yang bersifat
mudah menguap, yang terdiri dari campuran zat yang mudah menguap,
dengan komposisidan titik didih yang berbeda-beda serta diperoleh dari
tanaman dengan cara penyulingan uap (Guenther, 1987).
Sebagian besar minyak atsiri terdiri dari persenyawaan kimia
mudah menguap, termasuk golongan hidrokarbon siklik dan hidrokarbon
isosiklik serta turunan hidrokarbon yang telah mengikat oksigen. Minyak
atsiri memiliki sifat yang menguntungkan, salah satunya yaitu dapat
berperan sebagai bakterisida dan fungisida, karena memiliki sifat
bakterisida itulah beberapa jenis minyak atsiri telah digunakan untuk
mengobati infeksi urogenital (Guenther, 1987).
Karakteristik minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) terutama
didominasi oleh minyak atsiri yang mengandung sitronelal sebesar 70,3%,
linalool 4,6%, sabinen 2,7%, sitronelol 6,3%, sitronelil asetat 1,9%,
kariofilin 1,9% dan geraniol. Kandungan yang paling mendominasi
komposisi minyak jeruk purut adalah sitronelal (Baskoro, 2005).
10
Subordo : Nematocera
Famili : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti
2. Morfologi
Nyamuk A. aegypti biasanya berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus).
Secara umum nyamuk A. aegypti sebagaimana serangga lainnya
mempunyai tanda pengenal sebagai berikut :
a. Terdiri dari tiga bagian, yaitu : kepala, dada, dan perut.
b. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong
yang panjang (proboscis) untuk menusuk kulit hewan/manusia dan
menghisap darahnya.
c. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang sayap
depan dan sayap belakang yang mengecil yang berfungsi sebagai
penyeimbang (halter) (Sikka, 2009).
A. aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam. Pada
bagian dada, perut, dan kaki terdapat bercak-bercak putih yang dapat
dilihat dengan mata telanjang. Pada bagian kepala terdapat pula probocis
yang pada nyamuk betina berfungsi untuk menghisap darah, sementara
pada nyamuk jantan berfungsi unutk menghisap bunga. Sepanjang antena
terdapat diantara sepasang dua bola mata, yang pada nyamuk jantan
berbulu lebat (plumose) dan pada nyamuk betina berbulu jarang (pilose)
(Sikka, 2009).
Bagian perut nyamuk A. aegypti berbentuk panjang ramping, tetapi
pada nyamuk gravid (kenyang) perut mengembang. Perut terdiri dari
sepuluh ruas dengan ruas terakhir menjadi alat kelamin. Pada nyamuk
betina alat kelamin disebut cerci sedang pada nyamuk jantan alat kelamin
disebut hypopigidium. Bagian dorsal perut A. aegypti berwarna hitam
13
3. Bionomik
Nyamuk A. aegypti mula-mula banyak ditemukan di kota-kota
pelabuhan dan dataran rendah, kemudian menyebar ke pedalaman,
meskipun jarak terbang A. aegypti bisa mencapai 2 km namun jarang
sekali terbang sampai sejauh itu karena tiga hal penting yang dibutuhkan
untuk berkembang biak terdapat dalam satu rumah, yaitu tempat
perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat (Sikka,
2009).
A. aegypti jantan yang lebih cepat menjadi nyamuk dewasa tidak
akan terbang terlalu jauh dari tempat perindukan untuk menunggu nyamuk
betina yang muncul untuk kemudian berkopulasi. Sifat sensitive dan
mudah terganggu menyebabkan A. aegypti dapat menggigit beberapa
orang secara bergantian dalam waktu singkat (multiple halter) dimana hal
ini sangat membantu dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang
sekaligus, sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita DBD dalam
satu rumah. Nyamuk A. aegypti suka bertelur di air yang jernih dan
menyukai kontainer dalam rumah yang relatif stabil, selain itu A. aegypti
juga lebih menyukai kontainer berwarna gelap dan tidak terkena cahaya
matahari secara langsung (Sikka, 2009).
4. Siklus Hidup
Spesies ini mengalami metamorfosis yang sempurna yaitu:
perubahan hidup melalui empat stadium yang meliputi: stadium telur,
stadium larva, stadium pupa (kepompong) dan stadium dewasa sebagai
nyamuk yang hidup di alam bebas, sedangkan tiga stadium yang lain hidup
dan berkembang di air. Waktu yang diperlukan untuk daur hidup nyamuk
mulai dari stadium telur sampai stadium dewasa sampai siap bertelur
kembali antara 14-16 hari.
14
a. Telur
Pada waktu dikeluarkan, telur Aedes berwarna putih, dan berubah
menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Telur diletakkan satu demi satu
dipermukaan air, atau sedikit di bawah permukaan air dalam jarak lebih
kurang 2,5 cm dari tempat perindukan. Telur dapat bertahan sampai
berbulan-bulan dalam suhu 2C-4C, namun akan menetas dalam waktu 1-
2 hari pada kelembaban rendah. Dari penelitian Brown (1962) telur yang
diletakkan di dalam air akan menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu
30C, tetapi membutuhkan waktu 7 hari pada suhu 16C. Pada kondisi
normal, telur A. aegypti yang direndam di dalam air akan menetas
sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua. Telur A.
aegypti berukuran kecil (50), sepintas lalu tampak bulat panjang dan
berbentuk lonjong (oval) mempunyai torpedo. Di bawah mikroskop, pada
dinding luar (exochorion) telur nyamuk ini, tampak adanya garis-garis
membentuk gambaran seperti sarang lebah. Berdasarkan jenis kelaminnya,
nyamuk jantan akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk betina, serta
lebih cepat menjadi dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas
telur adalah suhu, pH air perindukkan, cahaya, serta kelembaban
disamping fertilitas telur itu sendiri (Sikka, 2009).
15
2-3 hari, kemudian dari instar II ke instar III dalam waktu 2 hari, dan
perubahan dari instar III ke instar IV dalam waktu 2-3 hari. Perubahan-
perubahan dari masing-masing stadium larva adalah, sbb:
a. Larva Instar I
Perkembangan dari telur 1 hari, tubuhnya kecil, warna
transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spine) pada dada (thorax) belum
begitu jelas, dan corong nafas (siphon) belum hitam.
b. Larva Instar II
Perkembangan dari instar I ke instar II 1-2 hari, ukurannya 2,5-
3,9 mm, duri dada tetap belum jelas dan corong nafas sudah berwarna
hitam.
c. Larva Instar III
Perkembangan dari instar II ke instar III 2 hari, sudah lengkap
struktur anatominya dan jelas, tubuh bisa dibagi menjadi bagian kepala
(chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen).
d. Larva Instar IV
Perubahan instar ditandai dengan pengelupasan kulit yang disebut
Moulting. Larva A. aegypti bertahan hidup di tempat yang mengandung air
dengan pH 4-8. Larva pada instar IV 2-3 hari melakukan pengelupasan
kulit kemudian berubah menjadi pupa (Sikka, 2009).
f. Dewasa
Setelah keluar dari selongsong pupa, nyamuk akan diam beberapa
saat di selongsong pupa untuk mengeringkan sayapnya. Nyamuk betina
dewasa menghisap darah sebagai makanannya, sedangkan nyamuk jantan
hanya makan cairan buah-buahan dan bunga. Setelah berkopulasi, nyamuk
betina menghisap darah dan tiga hari kemudian akan bertelur sebanyak
kurang lebih 100 butir kemudian akan menghisap darah lagi. Nyamuk
dapat hidup dengan baik pada suhu 24C-39C, akan mati bila berada pada
suhu 6C dalam 24 jam dan dapat hidup pada suhu7C-9C. Rata-rata
lama hidup nyamuk betina A. aegypti selama 10 hari (Sikka, 2009).
2. Epidemiologi
DBD adalah penyakit virus yang paling cepat menyebar yang
ditularkan oleh nyamuk A. aegypti di dunia. Dalam 50 tahun terakhir,
insiden telah meningkat 30 kali lipat dan diperkirakan 50 juta infeksi
demam berdarah terjadi setiap tahun (WHO, 2009).
Menurut WHO tahun 2004, Indonesia merupakan negara kedua
terbesar dengan jumlah penderita dan tingkat kematian yang tinggi akibat
penyakit DBD. Kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi pasti melalui isolasi virus
baru dapat dilakukan pada tahun 1970. Sejak saat itu, penyakit DBD
menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
21
3. Etiologi
Demam dengue dan DBD disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat paling tidak 4 tipe
serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau DBD. Keempat
serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Sebagai tambahan, terdapat 3 virus yang ditulari oleh artropoda
(arbovirus) lainnya yang menyebabkan penyakit mirip dengue (Endah,
2009).
22
4. Patogenesis
Penyakit DBD ini ditularkan oleh nyamuk A. aegypti betina.
Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu menggigit dan menghisap
darah penderita DBD, baik orang yang sakit atau tidak sakit yang di dalam
darahnya teradapat virus dengue. Seseorang yang di dalam darahnya
mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam
berdarah (Siregar, 2004). Virus yang terhisap oleh nyamuk tadi akan
masuk ke lambung nyamuk dan virus akan memperbanyak diri dalam
tubuh nyamuk dan tersebar di berbagai jaringan tubuh termasuk dalam
kelenjar air liur nyamuk selama periode 8-12 hari. Setelah masa inkubasi,
nyamuk siap untuk menularkan kepada orang lain atau anak lain dan
nyamuk tersebut tetap infektif seumur hidupnya (WHO, 2009)
Penularan penyakit terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit
(menusuk), alat tusuknya yang disebut proboscis akan mencari kapiler
darah. Setelah diperoleh, maka dikeluarkan liur yang mengandung zat anti
pembekuan darah (antikoagulan), agar darah mudah dihisap melalui
saluran proboscis yang sangat sempit. Bersama liurnya inilah virus
dipindahkan kepada orang lain. Transmisi virus dengue dari manusia ke
manusia yang lain berlangsung melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi oleh arbovirus. Itulah sebabnya virus dengue disebut sebagai
arthropod-borne viruses. Sekali nyamuk terinfeksi oleh karbovirus, maka
23
5. Pencegahan
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat antara lain dengan menguras
bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu,
mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan air, mengubur kaleng-
kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas disekitar rumah, dan perbaikan
desain rumah (Kristina, 2004).
Secara biologis, vektor nyamuk pembawa virus dengue dapat
dikontrol dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri. Secara
kimiawi, pengasapan (fogging) dapat digunakan sebagai cara untuk
membunuh nyamuk dewasa, sedangkan pemberian bubuk Abate pada
tempat-tempat penampungan air dapat membunuh jentik-jentik nyamuk
(Kristina, 2004)
Selain itu karena nyamuk Aedes aktif pada siang hari beberapa
tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah penggunakan senyawa
anti nyamuk yang mengandung DEET yang biasanya dijual dalam bentuk
repellen, pikaridin, atau minyak eucalyptus, serta gunakan pakaian tertutup
untuk dapat melindungi tubuh dari gigitan nyamuk bila sedang beraktivitas
diluar rumah. Selain itu, segeralah berobat ketika mulai muncul gejala-
gejala penyakit demam berdarah sebelum berkembang menjadi semakin
parah (Gubler, 2006).
D. Insektisida
1. Bentuk-Bentuk Insektisida
Insektisida dapat berbentuk padat yaitu berupa serbuk, butiran
(granules), pellets, bentuk larutan, yang berupa aerosol yang memiliki
diameter 0,1-50 , mist yang memiliki diameter 50-100 , dan spray yang
24
b. Metophrene
Bekerja menyerupai hormon pertumbuhan pada serangga dan
mencegah maturasi normal dari larva. Digunakan di air untuk membunuh
larva nyamuk.
c. Temephos (Abate)
Abate merupakan nama dagang dari temephos (Tetramethyl-
thiodi-phenylenephosphorothioate), merupakan pestisida golongan organo
fosfat. Penggunaannya pada tempat penampungan air minum telah
dinyatakan aman oleh WHO dan Depkes RI. Dengan formula molekuler
Abate merupakan pestisida yang digunakan secara umum, mengandung
produk yang sedikit beracun (EPA toxicity class III) (Nugroho, 2010).
Temephos adalah insektisida organofosfat non sistemik yang
digunakan untuk mengontrol nyamuk, larva blackfly (Simulidae), dan lain-
lain biasa digunakan di kolam, danau, dan rawa-rawa dan juga biasa
digunakan untuk membasmi kutu pada anjing dan kucing dan membasmi
kutu pada manusia. Temephos tersedia dalam sediaan mencapai 50%
emulsi konsentrat, 50% serbuk basah, dan bentuk granuler yang mencapai
5% (Nugroho, 2010).
E. Destilasi
1. Definisi
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan
kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap
(volatilitas) bahan. Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-
senyawa yang memiliki titik didih mencapai 200C atau lebih. Destilasi
uap dapat menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati
100C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air
mendidih (Syukri, 1999). Destilasi uap adalah metode ekstraksi untuk
senyawa dengan kandungan menguap seperti minyak atsiri, berdasarkan
tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air secara
kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap
campuran (Puryanto, 2009).
2. Jenis Destilasi
Pembuatan minyak atsiri dengan penyulingan dipengaruhi oleh 3
faktor, yaitu: besarnya tekanan uap yang digunakan, bobot molekul
masing-masing komponen dalam minyak, dan kecepatan keluarnya
minyak atsiri dari simplisia. Namun demikian, pembuatan minyak atisiri
dengan cara penyulingan mempunyai beberapa kelemahan:
a. tidak baik terhadap beberapa jenis minyak yang mengalami kerusakan
oleh adanya panas dan air.
b. Minyak atisiri yang mengandung fraksi ester akan terhidrolisis karena
adanya air dan panas.
c. Komponen minyak yang larut dalam air tidak dapat tersuling.
29
diperoleh cukup baik. Kerugian cara ini, hanya minyak dengan titik didih
lebih rendah dari air yang dapat tersuling sehingga hasil penyulingan tidak
sempurna (masih banyak minyak yang tertinggal di ampas) (Sofiadi et al.,
2010).
c. Destilasi uap
Minyak atsiri biasanya didapatkan dengan penyulingan uap pada
bagian tanaman yang mengandung minyak. Metode penyulingan ini
tergantung pada kondisi bahan tanaman. Penyulingan dengan uap
memerlukan air, uap panas yang biasanya bertekanan lebih dari 1 atmosfer
dialirkan melalui suatu pipa uap. Peralatan yang dipakai tidak berbeda
dengan penyulingan air dan uap, hanya diperlukan alat tambahan untuk
memeriksa suhu dan tekanan. Bila pemeriksaan telah dilakukan dengan air
dan uap, hanya diperlukan alat tambahan untuk memeriksa suhu dan
tekanan. Bila pemeriksaan telah dilakukan dengan baik, dengan cara ini
akan diperoleh minyak yang lebih banyak. Cara ini bisa juga digunakan
untuk membuat minyak atisiri dari biji, akar, kayu, yang umumnya
mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi. Penyulingan ini
dapat digunakan untuk membuat minyak cengkeh, minyak kayumanis,
minyak akar wangi, minyak sereh, minyak kayu putih, dll. Keuntungan
dari cara ini adalah: kualitas minyak yang dihasilkan cukup baik, tekanan
dan suhu dapat diatur, waktu penyulingan pendek, hidrolisis tidak terjadi.
Kerugian metode ini yaitu: peralatan yang mahal dan memerlukan tenaga
ahli (Sofiadi et al., 2010).