Anda di halaman 1dari 18

61

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pemanfaatan Klinik VCT


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dari 35 responden hanya

sebanyak 10 orang (28,6%) yang memanfaatkan klinik VCT dan sebanyak 25

orang (71,4%) yang tidak memanfaatkan klinik VCT. WPS tidak memanfaatkan

klinik VCT. WPS yang memanfaatkan klinik VCT hanya untuk melakukan

konseling dan test HIV namun tidak ada yang melakukan pengobatan dengan

alasan takut dengan hasil yang positif HIV, malu, takut dicela, takut pelanggan

hilang dan harga jual turun, kurangnya dukungan mucikari dan tenaga kesehatan.

Stigma dan diskriminasi membuat mereka tidak mau dan menolak melakukan

pemeriksaan di klinik VCT.


VCT Villa Garden II ini letaknya sangat strategis. Hal ini merupakan

kebijakan pemerintah daerah membuka klinik VCT ditengah-tengah lokalisasi

agar mempermudah WPS dalam menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan

khusunya untuk masyarakat yang mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi

penyakit IMS, HIV dan AIDS. Pemerintah daerah tidak menutup daerah lokalisasi

ini karena merupakan salah satu sumber tak langsung dalam peningkatan PAD

(Pendapatan Anggaran Daerah). Dengan kunjungan wisata asing terutama setiap

hari sabtu dan minggu serta bertempat tinggalnya para wisatawan asing di

Kabupaten Karimun akan menambah pendapatan daerah. Wisata asing tersebut

datang ke Karimun ada yang tujuan untuk urusan pekerjaan dan tinggal beberapa

bulan di penginapan atau hotel. Karena banyaknya perusahan-perusahaan seperti

galangan kapal, oil tangking, pertambangan dan lainnya.Setiap sabtu dan minggu

mereka tidak bekerja dan memanfaatkan waktu untuk bersenang-senang dengan


62

WPS. Ada juga wisata asing seperti dari Negara Malaysia, Singapura, Thailand

dan Filipina yang sengaja berkunjung setiap hari sabtu dan minggu untuk

menghabiskan waktu liburan dengan menikmati pelayanan yang disediakan oleh

para WPS. Terutama ini akan meningkatan pendapatan dalam transportasi, tempat

makan, hotel, tempat wisata dan hiburan, hal ini otomatis meningkatkan

pendapatan daerah dalam penyetoran kedaerah. Walaupun yang mereka lakukan

diluar dari kewajaran norma yang ada seperti tujuan untuk pemenuhan hasrat

seksualitas, dan lain sebagainya.


VCT merupakan upaya penanggulangan HIV dan AIDS secara dini untuk

mengetahui status seseorang terhadap virus HIV melalui kegiatan konseling, test

HIV serat pengobatan jika hasil positif. Pemanfaatan klinik VCT merupakan

faktor utama untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat HIV dan

AIDS. Namun letak klinik VCT yang strategis tersebut tidak membuat WPS mau

memanfaatkannya. Mereka tidak mau datang ke klinik VCT karena takut ketahuan

dengan WPS lain. JIka ada orang lain yang mengetahui kedatangannya ke klinik

VCT maka ia dianggap sudah terinfeksi HIV. Hal ini akan membuat ia dikucilkan

dan kehilangan pekerjaannya.


Semestinya status HIV yang diketahui lebih dini memungkinkan

pemanfaatan layanan-layanan terkait dengan pencegahan, perawatan, dukungan,

dan pengobatan. Hal tersebutlah yang menjadikan pentingnya pemanfaatan klinik

VCT.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Efran yang mengungkap

rendahnya pemanfaatan klinik VCT.37 Begitu juga dengan penelitian lain yang

mengungkap bahwa pemanfaatan klinik VCT masih rendah.38 Maulin dan Irfan

yang menyatakan rendahnya pemanfaatan klinik.39


63

Penelitian ini berbanding terbalik dengan studi di Tanzania, Zimbabwe dan

Thailand yang menunjukan bahwa proporsi klien VCT yang datang ke klinik VCT

berbasis masyarakat (Community-based VCT) ternyata lebih tinggi dibanding ke

klinik VCT yang sengaja disediakan di fasilitas kesehatan (standard clinic-based

VCT).38
VCT merupakan upaya penanggulangan HIV dan AIDS secara dini. Oleh

karena itu perlu dilakukan kegiatan-kegiatan dalam peningkatan pemanfaatan

klinik VCT serta merubah deskriminasi dan stigma terhadap HIV dan AIDS serta

pandangan negatif terhadap klinik VCT.

5.2 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan Klinik VCT


Berdasarkan hasil penelitian variabel pengetahuan tidak memilki syarat

untuk dilakukan analisis multivariat. Hasil uji statistik dengan chi square

diperoleh nilai p sebesar 0,238>0,05 artinya tidak ada hubungan pengetahuan

dengan pemanfaatan Klinik VCT Villa Garden II di Kabupaten Karimun tahun

2016.
Berdasarkan wawancara diketahui bahwa responden sangat memahami

mekanisme biologis yang menyebabkan seseorang terinfeksi HIV sehingga

responden tahu bahwa dirinya merupakan orang yang berisiko terinfeksi HIV.
Hasil penelitian berdasarkan indikator pengetahuan diketahui bahwa masih

ada responden yang tidak tahu tentang HIV dan AIDS, hal ini terlihat dari masih

banyak responden yang tidak mengetahui bahwa virus HIV membutuhkan waktu

yang lama hingga menunjukkan gejala-gejalanya, yaitu 10-13 tahun dan gejala

jika tubuh sudah terinfeksi HIV adalah penurunan berat badan lebih dari 10%

dalam waktu singkat dan demam hingga 1 bulan lebih. Hal ini membuat

responden tidak menyadari bahwa HIV dan AIDS mempunyai perjalanan penyakit
64

yang panjang. Berdasarkan hasil wawancara diketahui banyak WPS yang

mengalami penurunan berat badan secara drastis dalam waktu singkat. Namun

karena ketidaktahuan maka mereka menganggap hal itu biasa saja bukan

merupakan gejala penyakit HIV.


Secara keseluruhan pengetahuan WPS tentang HIV dan AIDS baik,

mereka mengetahui HIV dapat ditularkan melalui seks bebas tanpa pengaman.

Namun kenyataannya dengan pengetahuan yang baik tidak diikuti dengan perilaku

yang benar. Mereka tetap melakukan hubungan seks bebas tanpa menggunakan

pengaman. Menurut WPS pelanggan tidak puas bila melakukan hubungan seks

dengan menggunakan pengaman. Karena takut kehilangan pelanggan WPS mau

tidak mau menuruti keinginan pelanggan walaupun mereka tahu risiko terkena

HIV dan AIDS.


Di sisi lain mereka juga tahu tentang keberadaan klinik VCT. Mereka

dapat melakukan konseling, tes HIV dan pengobatan di klinik tersebut. Serta

pelayanan yang diterima tidak dipungut biaya atau gratis. Mereka juga tau kalau

mereka merupakan kelompok risiko tinggi terhadap penularan HIV dan AIDS.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik belum cukup

memengaruhi responden untuk dapat memanfaatkan klinik VCT.


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. 27

Variabel pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan responden

berkaitan dengan defenisi, penularan, gejala klinis HIV dan AIDS serta manfaat

dari klinik VCT.


65

Tidak adanya hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan klinik VCT ini

sejalan dengan penelitian Efran yang mengungkap bahwa variabel pengetahuan

tidak memiliki pengaruh kepada responden dalam memanfaatkan klinik VCT.37

Begitu juga dengan penelitian lain yang mengungkap bahwa variabel pengetahuan

tidak ada pengaruh terhadap pemanfaatan klinik VCT.38


Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian Maulin dan Irfan

yang menyatakan ada hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan klinik.39

Pernyataan Rogers yang menyatakan bahwa pengetahuan/kognitif merupakan

domain yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku, dan perilaku yang

didasari pengetahuan akan bertahan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari pengetahuan.40
Pengetahuan HIV dan AIDS selama ini banyak diperoleh dari tenaga

kesehatan melalui penyuluhan, brosur dan media elektronik, sehingga orang

berisiko dapat mengakses informasi tentang HIV dan AIDS serta klinik VCT.

Namun, pengetahuan yang baik tidak langsung dapat meningkatkan kepedulian

mereka untuk memanfaatkan pelayanan klinik VCT. Dibutuhkan kesadaran tinggi

agar lebih memerhatikan perkembangan kesehatan mereka dan mau

memanfaatkan klinik VCT.

5.3 Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan Klinik VCT


Berdasarkan hasil penelitian variabel sikap tidak memilki syarat untuk

dilakukan analisis multivariat. Hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai

p sebesar 0,668>0,05 artinya tidak ada hubungan sikap dengan pemanfaatan

Klinik VCT Villa Garden II di Kabupaten Karimun tahun 2016.


66

Meskipun sikap responden tergolong baik, tetapi ada satu indikator yang

menunjukkan tentang sikap responden yang tidak mau memanfaatkan klinik VCT

hal ini disebabkan karena WPS sudah memakai kondom dan merasa aman dari

penularan penyakit IMS maupun HIV dan AIDS. Karena pelanggan tidak mau

menggunakan kondom maka WPS menggunakan kondom tanpa sepengetahuan

pelanggan. Tindakan ini saja menurut WPS sudah sangat aman untuk menjauhkan

diri dari HIV dan AIDS sehingga bila hal tersebut dijaga maka responden merasa

aman dari HIV dan AIDS. Mereka tidak perlu lagi untuk memeriksakan diri ke

klinik VCT. Tetapi ada juga yang menyatakan lebih baik tidak mengetahui apabila

mereka terinfeksi HIV agar mereka bisa tetap beraktifitas dan menikmati hidup.

Alasan lain WPS yang berada di Villa Garden II tidak memanfaatkan VCT

adalah kekhawatiran akan dikucilkan oleh lingkungan sekitar, serta adanya stigma

dan diskriminasi jika mereka memanfaatkan klinik VCT, takut tidak ada

pelanggan, harga jual turun. WPS lebih memilih untuk membeli obat dan

mengobati sendiri dengan tujuan untuk menjaga kerahasiannya serta klinik VCT

berada dilokalisasi membuat WPS enggan untuk memanfaatkannya.

Kaitannya dengan hasil penelitian yang kontradiktif ini, mengemukakan

tiga postulat untuk mengindentifikasi tiga pandangan umum mengenai hubungan

sikap dan perilaku, yaitu: Postulat Konsistensi adalah sikap verbal merupakan

petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan perilakunya. Jadi postulat ini

mengasumsikan adanya hubungan langsung antara sikap dan perilaku. Postulat

Variasi Independen menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku berhubungan secara

konsisten. Sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam individu yang berdiri
67

sendiri, terpisah, dan berbeda. Mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi

perilaku. Postulat Konsistensi Tergantung menyatakan bahwa hubungan sikap dan

perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma, peranan,

keanggotaan kelompok, kebudayaan dan sebagainya merupakan kondisi

ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku.

Hasil penelitian ini mengacu pada ketiga postulat tersebut, nampaknya

Postulat Konsistensi Tergantung merupakan postulat yang paling tepat dalam

menjelaskan hubungan sikap dan perilaku. Sikap merupakan hasil pertimbangan

untung dan rugi dari suatu perilaku. Sikap mempengaruhi tindakan melalui proses

pengambilan keputusan dengan pertimbangan untung dan rugi, dan dampaknya

terbatas pada tiga hal, yaitu perilaku lebih banyak ditentukan oleh sikap spesifik

terhadap sesuatu, perilaku dipengaruhi juga oleh norma subyektif, dan sikap

terhadap suatu tindakan atau perilaku bersama-sama dengan norma subyektif

membentuk intensi atau niat untuk bertindak atau berperilaku tertentu.41

Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian Maulin dan Irfan

yang menyatakan ada hubungan sikap dengan pemanfaatan klinik.39


Jika dilihat dari sudut pandang Precede-Proceed Model, sikap seseorang

akan berhubungan dengan perilaku/tindakannya. Jika menganut teori tersebut,

sikap responden yang baik terhadap klinik VCT, seharusnya berhubungan dengan

pemanfaatan klinik VCT yang baik pula. Namun, temuan-temuan penelitian

mengenai hubungan sikap ternyata belum konklusif. Banyak penelitian yang

menyimpulkan adanya hubungan yang sangat lemah atau bahkan negatif,


68

sedangkan sebagian penelitian lain menemukan adanya hubungan yang

meyakinkan.42
Namun, sikap yang baik tidak langsung dapat meningkatkan kepedulian

mereka untuk memanfaatkan pelayanan klinik VCT. Dibutuhkan kesadaran tinggi

agar lebih memerhatikan perkembangan kesehatan mereka dan mau

memanfaatkan klinik VCT.

5.4 Pengaruh Dukungan Tenaga Kesehatan terhadap Pemanfaatan Klinik

VCT

Berdasarkan hasil uji multivariat variabel dukungan tenaga kesehatan

memiliki nilai p value sebesar 0,030 dan nilai koefisian regresi (B) 0,274.

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, diperoleh nilai Exp (B) atau Prevalence

Ratio (PR) sebesar 14,185 pada Confidence Interval 95% yaitu antara 1,042

sampai 193,070 sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan tenaga kesehatan

memiliki peluang sebanyak 14,185 kali memanfaatkan klinik VCT dibandingkan

dengan tidak mendapat dukungan tenaga kesehatan.

Berdasarkan data hasil wawancara dengan beberapa petugas Klinik VCT

Villa Garden II, ditemukan bahwa mereka tidak pernah mengikuti pelatihan

sebagai konselor dan memiliki sertifikat sebagai konselor yang diterbitkan oleh

Kementerian Kesehatan RI. Pendidikan mereka dari tingkat Diploma dan Sarjana.

Lama kerja di klinik VCT ada yang 2 tahun, 4 tahun dan 5 tahun. Dengan

pengalaman kerja sebagai dokter, analis, perawat dan apoteker harusnya dibekali

dengan pelatihan sebagai konselor untuk menunjang kemampuan mereka agar

bisa memberikan layanan VCT yang baik.


69

Berdasarkan indikator mengenai dukungan tenaga kesehatan, diketahui

bahwa dukungan tenaga kesehatan yang masih rendah tersebut terindikasi dari

beberapa pertanyaan yang dominan tidak diperoleh oleh responden. Diantaranya

dukungan tenaga kesehatan dengan cara mendatangi responden untuk

menanyakan dan memeriksa kondisi kesehatan, mayoritas responden masih belum

mendapatkan dukungan ini dari tenaga kesehatan. Hasil wawancara dengan tenaga

kesehatan menunjukkan bahwa tenaga kesehatan enggan berkunjung langsung ke

lokasi WPS karena merasa canggung berhadapan dengan WPS, serta mucikari dan

para pengawalnya yang kurang antusias, sehingga tenaga kesehatan beranggapan

bahwa WPS sudah tahu dari media dan penyuluhan yang mereka peroleh dari

tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan juga kurang mendengarkan dengan penuh perhatian

setiap keluhan masalah kesehatan yang dialami responden, wawancara dengan

tenaga kesehatan tidak jauh berbeda dengan alasan sebelumnya. Dalam konteks

ini keterampilan berkomunikasi tenaga kesehatan merupakan faktor yang sangat

besar memengaruhi kondisi ini terjadi. Bila tenaga kesehatan meningkatkan

kemampuan berkomunikasinya pasti akan lebih mudah dan tidak canggung

berhadapan dengan WPS, serta membangun kerjasama yang baik dengan mucikari

agar mucikari merekrutkan atau menghimbau para WPS untuk memanfaatkan

layanan klinik VCT.

Dukungan emosi oleh petugas kesehatan merupakan ketersediaan sumber

daya yang memberikan kenyamanan fisik maupun psikologis. Emosi yang sehat

tercermin dari kemampuan seseorang mengekspresikannya dan hal tersebut dapat


70

menjadi motivasi dan rasa nyaman seseorang bila ingin memanfaatkan sarana

pelayanan kesehatan, seperti klinik VCT.

Penelitian Syahrir menemukan bahwa keterampilan petugas kesehatan dan

dukungan petugas kesehatan faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan klinik

voluntary counseling and testing (VCT) di Puskesmas Kota Makasar.43 Hasil

penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Taegtmeyer et al. yang melaporkan

bahwa ada tiga hal kunci yang sangat penting dalam pemanfaatan klinik VCT di

Kenya, yaitu petugas laboratorium yang profesional, pendampingan konselor dan

petugas kesehatan lainnya.44


Perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh ada tidaknya

informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessability of information)

yang dapat diperoleh masyarakat dari petugas kesehatan. Maka, pemberian

informasi tersebut merupakan wujud dukungan yang diberikan oleh petugas

kesehatan kepada masyarakat.27 Dukungan tenaga kesehatan dapat dilihat dari

lima dimensi dukungan yang dikutip dari Cutrona dan Orford bahwa dukungan

materi, emosi, penghargaan, informasi dan integritas sosial merupakan bentuk

dukungan yang dapat mendorong pemanfaatan VCT.38 Dukungan tenaga

kesehatan dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan dalam bentuk informasi

tentang HIV dan AIDS serta layanan dan manfaat klinik VCT, serta dukungan

emosional yang diberikan oleh tenaga kesehatan.


Hal ini sesuai dengan hasil penelitian lain yang menyimpulkan bahwa

persepsi ODHA terhadap tenaga kesehatan berhubungan langsung dengan

keputusan untuk memanfaatkan pelayanan VCT. Hasil sama juga dikemukakan

Muhartini, dkk. dimana hasil uji diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05) sehingga ho
71

ditolak berarti secara signifikan ada pengaruh perilaku konselor dengan

pemanfaatan pelayanan VCT pada orang dengan HIV dan AIDS di Kabupaten

Bulukumba.45
Begitu pula hasil penelitian Legiati yang menyatakan bahwa variabel yang

berpengaruh terhadap perilaku ibu hamil untuk tes HIV diantaranya adalah

variabel dukungan bidan dan dukungan kader.46 Hasil penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Paribungin, A. yang meneliti tentang pemanfaatan klinik VCT

(Voluntary Conselling And Testing) di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar

Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang diperoleh hasil bahwa

dengan uji regresi logistik ditemukan yang sangat berpengaruh adalah dukungan

petugas kesehatan.47
Perlu diadakan pelatihan sebagai konselor bagi petugas klinik VCT. Dalam

memberikan pembinaan dan bimbingan petugas kesehatan harus melakukan

dengan pendekatan yang lebih bersahabat, agar WPS mau mendengar arahan dan

bimbingan yang diberikan. Petugas kesehatan harus lebih aktif mengunjungi para

WPS dengan mengoptimalkan pelaksanaan mobile VCT.

5.5 Pengaruh Dukungan Mucikari terhadap Pemanfaatan Klinik VCT

Berdasrkan hasil uji multivariat variabel dukungan mucikari memiliki nilai

p value sebesar 0,009 dan nilai koefisian regresi (B) 0,327. Berdasarkan hasil

analisis regresi logistik, diperoleh nilai Exp (B) atau Prevalence Ratio (PR)

sebesar 26,375 pada Confidence Interval 95% yaitu antara 1,442 sampai 482,309

sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan tenaga kesehatan memiliki peluang

sebanyak26,375 kali memanfaatkan klinik VCT dibandingkan dengan tidak

mendapat dukungan mucikari.


72

Dukungan mucikari dalam penelitian ini adalah dukungan dalam bentuk

informasi tentang HIV dan AIDS serta layanan dan manfaat klinik VCT, serta

dukungan emosional dalam bentuk dorongan untuk mengikuti pemeriksaan di

klinik VCT, maupun perhatian dan pendampingan serta motivasi dari mucikari

untuk berkunjung memanfaatkan pelayanan di klinik VCT.

Mucikari adalah orang yang mempekerjakan WPS di lokalisasi. Mereka

sering dipanggil Papi/Mami oleh para WPS. Dukungan mucikari berpengaruh

terhadap perilaku WPS dalam memanfaatkan klinik VCT. Bentuk dukungan

mucikari adalah seperti mucikari bersedia menemani anak-anak asuhnya untuk

memeriksakan diri ke klinik VCT tetapi itu tidak di dapat oleh WPS yang berada

di lokalisasi Villa Garden II.

Mucikari tidak menganjurkan WPS untuk memanfaatkan pelayanan klinik

VCT karena mucikari takut orang-orang yang berada disekitar lokasi Villa Garden

II beranggapan bahwasanya WPS tersebut menderita penyakit HIV serta

kurangnya perhatian mucikari terhadap masalah kesehatan yang dialami oleh

WPS walaupun WPS tersebut telah menceritakan pada mucikari tentang keluhan

masalah kesehatan yang dialaminya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan WPS menyatakan mami dan papi

menyarankan tidak datang ke klinik VCT karena pertimbangan tertentu serta

hanya keuntungan semata yang mereka pikirkan sehingga kesehatan bukanlah hal

utama serta setiap pekerjaan sudah ada risikonya masing-masing. Keberadaan

klinik VCT dilokalisasi juga merupakan gangguan bagi mucikari hal ini
73

dikarenakan mereka tidak suka karena masyarakat menganggap mereka kena virus

HIV dan wabah penyakit.

Salah satu WPS mengatakan tidak datang ke klinik VCT karena tidak

ditemani mucikari. Disisi lain mucikari menyarankan WPS untuk ke klinik VCT

namun tidak mau menemani dengan alasan malu dan takut jika ada WPS lain yang

mengetahui bahwa anak buahnya datang ke klinik VCT. Persepsi mereka jika

datang ke VCT berarti sudah terkena HIV. Hal ini bisa membuat reputasi sang

mucikari jelek yang berimbas kurangnya pelanggan dan mengakibatkan

pendapatan menjadi menurun. Disamping itu sang mucikari sudah mempunyai

pengalaman tentang gejala-gejala IMS dan jika anak buah ada keluhan di daerah

kelamin seperti gatal-gatal ataupun keputihan sang mucikari menyarankan datang

ke dokter langganannya untuk berobat dan segala pembiayaannya ditanggung

sang mucikari.

Dukungan merupakan keadaan yang bermanfaat bagi seseorang yang dapat

diperoleh dari orang lain yang dipercaya, sehingga seseorang tersebut tahu bahwa

orang lain memperhatikan, menghargai dan mencintainya. Dukungan menurut

Friedman terdiri atas empat jenis, yaitu dukungan informasional, emosional,

instrumental dan penilaian.43

Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yaitu Maulin dan Irfan yang

menyatakan ada hubungan dukungan mucikari dengan perilaku memanfaatkan

Klinik IMS di Puskesmas Batangan Kabupaten Pati. 39 Keadaan ini sesuai dengan

teori bahwa ada dua hal yang menyebabkan perbedaan perilaku seseorang dengan

orang yang lain dengan stimulus yang sama. Hal ini disebut dengan determinan
74

perilaku, salah satunya adalah determinan eksternal yaitu merupakan lingkungan

individu, baik lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik.

Dilakukan pembinaan dan bimbingan bagi mucikari mengenai informasi

HIV dan AIDS serta pelayanan di klinik VCT. Dalam memberikan pembinaan dan

bimbingan petugas kesehatan harus melakukan dengan pendekatan yang lebih

bersahabat, agar mucikari mau mendengar arahan dan bimbingan yang diberikan.

Supaya mucikari mau memberikan dukungan kepada anggota WPSnya, baik

dukungan informasi, emosional maupun dukungan nyata kepada para WPSnya

untuk memanfaatkan pelayanan di klinik VCT.

5.6 Pengaruh Kebutuhan yang Dirasakan terhadap Pemanfaatan Klinik

VCT

Berdasarkan hasil uji multivariat variabel kebutuhan yang dirasakan

memiliki nilai p value sebesar 0,007 dan nilai koefisian regresi (B) 0,373.

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, diperoleh nilai Exp (B) atau Prevalence

Ratio (PR) sebesar 22,164 pada Confidence Interval 95% yaitu antara 1,466

sampai 335,115 sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan tenaga kesehatan

memiliki peluang sebanyak 22,164 kali memanfaatkan klinik VCT dibandingkan

dengan rendahnya kebutuhan yang dirasakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kontradiksi kebutuhan yang

dirasakan dengan pemanfaatan klinik VCT. Para WPS merasa butuh untuk

konseling mengenai HIV dan AIDS di klinik VCT sebanyak 28 orang (80,0%),

yang merasa tidak butuh untuk melakukan tes HIV sebanyak 23 orang (65,7%).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para WPS hal ini disebabkan mereka takut
75

hasilnya positif dan mereka belum sepenuhnya percaya bahwa petugas kesehatan

akan merahasiakan hasil pemeriksaan test HIV tersebut. Jika hasil test tersebut

positif mereka takut petugas tidak dapat merahasiakan kepada orang lain.

Mengingat letak klinik VCT ini berada di tengah-tengah lokalisasi maka sangat

mudah informasi menyebar ke lingkungan sekitarnya. Mereka melakukan tes HIV

ke pelayanan kesehatan lain agar lingkungan sekitar tidak mengetahui tentang

keadaannya sehingga mereka bebas bekerja sebagai pekerja seks. Berdasarkan

hasil penelitian tidak ada seorangpun dari WPS tersebut melakukan pengobatan di

klinik VCT.

Menurut penuturan salah seorang WPS yang mengaku positif HIV dia

tetap melayani pelanggan. Tidak ada seorangpun yang tahu dia terinfeksi HIV

karena tes dan pengobatan dilakukan di pelayanan kesehatan lain yang jauh dari

tempat tinggalnya/lokalisasi. Walaupun sudah terinfeksi HIV, WPS tersebut tetap

membiarkan pelanggan yang dilayaninya tidak memakai pengaman ketika

melakukan hubungan seks dan tidak memberitahu penyakitnya tersebut.

Hal ini akan menyebabkan kehilangan pekerjaan dan diasingkan serta

dikucilkan. Mereka juga mangatakan apabila merasa ada keluhan tentang

kesehatan lebih memilih membeli obat diluar supaya WPS yang lain tidak

mengetahuinya.

Kebutuhan yang dirasakan berkaitan dengan suatu tindakan yang

dilakukan dan ditentukan oleh pandangan orang itu terhadap bahaya penyakit

tertentu dan pandangan terhadap kemungkinan dampak atau akibat (fisik sosial

dan ekonomi) bila terkena penyakit tersebut dalam hal ini HIV dan AIDS.
76

Semakin individu percaya bahwa suatu konsekuensi yang terjadi akan semakin

memburuk, maka mereka akan merasakan hal tersebut sebagai ancaman dan

mengambil tindakan preventif. Hal ini berkaitan dengan evaluasi terhadap

pemanfaatan pelayanan apakah menerima konsekuen terhadap pelayanan klinik

VCT.

Kerentanan dirasakan setiap individu tergantung risiko yang dihadapi

individu pada suatu keadaan tertentu. Merasa dirinya rentan terhadap penyakit

HIV berkaitan dengan profesinya sebagai WPS yang merupakan kelompok kunci

dan berisiko tertular HIV dan AIDS karena penyakit tersebut dapat menular

melalui hubungan seksual dengan bergonti-ganti pasangan tanpa menggunakan

alat pengaman (kondom).

WPS akan mempertimbangkan apakah alternatif ini, misalnya layanan

VCT memang bermanfaat dapat mengurangi ancaman penyakit atau tidak.

Merasakan bahwa program VCT sangat bermanfaat dalam pencegahan dan

penanggulangan HIV dan AIDS karena dapat mendeteksi secara dini.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwaningsih bahwa kebutuhan

yang dirasakan berpengaruh terhadap pemanfaatan Klinik VCT.48 Penelitian Suci

menyatakan manfaat yang dirasakan berpengaruh terhadap pemanfaatan klinik

VCT.38 Penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya. Suatu tindakan akan

dipengaruhi oleh keyakinan tentang efektivitas relatif dari alternatif yang tersedia

yang dikenal dapat mengurangi ancaman penyakit yang dirasakan individu.

Kebutuhan yang dirasakan oleh WPS hanya didasari oleh anggapan bahwa

mereka rentan untuk terkena penyakit HIV dan AIDS. Stigma dan diskriminasi
77

tentang HIV dan AIDS merupakan salah satu hambatan untuk memanfaatkan

pelayanan di klinik VCT.

5.7 Implikasi Penelitian


Penelitian ini membuktikan bahwa pemanfaatan Klinik VCT Villa Garden

II oleh WPS di lokalisasi Villa Garden II Kabupaten Karimun dipengaruhi oleh

dukungan tenaga kesehatan, dukungan mucikari dan kebutuhan yang dirasakan.

Apabila faktor-faktor tersebut tidak di implikasikan terhadap kemungkinan

intervensi, maka menyebabkan rendahnya kunjungan WPS ke Klinik VCT Villa

Garden II. Intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kunjungan WPS

ke Klinik VCT Villa Garden II adalah:


1. Bagi pemerintah daerah menyusun kebijakan di daerah yang mendukung

pelaksanaan Permenkes RI No. 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV

dan AIDS. Permenkes RI No. 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelayanan

Konselimg dan Tes HIV.


2. Mengoptimalkan pelaksanaan mobile VCT, melalui kunjungan langsung

ketempat tinggal WPS untuk memberikan informasi secara lengkap kepada

WPS tentang penyakit HIV dan AIDS serta prinsip pelayanan di klinik VCT,

terutama informasi bahwa konselor di klinik VCT bekerja secara profesional,

artinya mereka akan menjaga kerahasiaan informasi klien yang dilayani dan

wajib berkala dengan skrining HIV.


3. Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun melaksanakan pelatihan teknis untuk

meningkatkan tenaga kesehatan yang berkompeten melaksanakan konseling

dan tes HIV yaitu melalui pelatihan konselor.


4. Pembinaan dan bimbingan oleh tenaga kesehatan kepada para mucikari.

Supaya mucikari bersedia memberikan dukungan kepada anggota WPSnya,


78

baik dukungan informasi, emosional maupun dukungan nyata kepada para

WPSnya untuk memanfaatkan pelayanan di klinik VCT.

5.8 Keterbatasan Penelitian


Penulis menyadari bahwa banyak keterbatasan dalam penelitian ini,

adapun keterbatasan peneliti antara lain:


1) Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif sehingga sangat terbatas

dalam mengeksplorasi secara mendalam hubungan lain yang memiliki kaitan

dalam pemanfaatan klinik VCT.


2) Penelitian ini masih menggunakan metode pengumpulan data melalui

kuesioner, data yang diambil pada penelitian ini diperoleh dengan pernyataan

ataupun kuesioner yang diisi oleh responden, hal ini akan menyebabkan

responden akan memberi jawaban yang cendrung positif, Oleh karena itu,

perlu menjelaskan secara rinci tentang maksud dari tujuan pertanyaan

Anda mungkin juga menyukai