Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. T

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 45 tahun

Agama : Islam

Alamat : Legok Cau Waringin Mancak Serang

Tanggal Pemeriksaan : 24 Agustus 2017

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan dengan cara autoanamnesis dan alloanamnesis pada 24 Agustus


2017.

Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak kanan

Keluhan Tambahan : berbicara pelo, nyeri kepala hebat

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RS dr. Drajat Prawiranegara dengan keluhan terdapat


kelemahan anggota gerak kanan secara mendadak sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit.
Pasien sebelumnya mengalami nyeri kepala hebat yang dirasakan baru pertama kali saat se-
dang beraktivitas di kamar mandi setelah itu pasien berbicara pelo, pasien sulit berbicara tetapi
masih dapat mengerti pembicaraan dan disertai anggota gerak sisi kanan terasa lemah untuk
digerakkan, pasien masih dapat mengangkat tangan dan kaki kanannya tetapi tidak maksimal,
riwayat trauma disangkal. Pasien tidak mengeluh adanya muntah dan pingsan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak tahun 2010, rata - rata TD 150/90, tertinggi
160/100, pasien tidak rutin kontrol untuk pengobatan hipertensinya.

- Riwayat keluhan serupa (-)


Riwayat Penyakit Keluarga :

- Hipertensi (-)
- Riwayat keluhan serupa (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : terlihat sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 21x/menit
Suhu : 36,7C
Status generalis
Kepala : Normocephal,
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
THT : Membran timpani intak
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP normal
Thorax
Inspeksi : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
Palpasi : NT (-), massa (-)
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ 1 & 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut simetris
Palpasi : NT (-), batas hepar normal, massa (-)
Perkusi : Timpani (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, udem kaki (-/-)

Status Neurologis
GCS : E4M6V515

Pupil

Kanan Kiri

Bentuk Bulat Bulat

Diameter 3 mm 3 mm

Refleks cahaya langsung + +

Refleks cahaya tidak langsung + +

Tanda Rangsang Meningeal


Kanan Kiri

Kaku kuduk - -

Brudzinski I - -

Laseque 70 70

Kernig 135 135

Brudzinski II - -

Pemeriksaan Saraf Kranial

Kanan Kiri

N.I Baik Baik

N. II

Visus Baik Baik

Lapang Pandang Baik Baik

Warna Baik Baik

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.III. IV dan VI
M. Rektus Medius Baik Baik

M. Rektus Inferior Baik Baik

M. Rektus Superior Baik Baik

M. Obliqus Inferior Baik Baik

M. Levator Palpebra Baik Baik

N. V

Sensorik
V1 Refleks Kornea + Refleks Kornea +
Sensasi raba V1, V2 & Sensasi raba V1, V2
V2
V3 Baik & V3 Baik
V3

N. VII

Sensorik Ageusi N.VII dextra Baik

Motorik Parese N. VII dextra sentral

N. VIII
Vestibularis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Cochlearis
Menggesekan jari Baik Baik
Garpu tala Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

N. IX & N. X

Arkus Faring Baik Baik

Gag Refleks + +

Pengecapan (1/3 posterior


Baik Baik
lidah)

N. XI

M. Sternocleidomastoideus Baik Baik

M. Trapezius Baik Baik

N. XII Parese N.XII dextra central


Motorik

Kanan Kiri

Kekuatan

Ekstremitas atas 4 5

Ekstremitas bawah 4 5

Tonus

Ekstremitas atas Normal Normal

Ekstremitas bawah Normal Normal

Trofi

Ekstremitas atas Normal Normal

Ekstremitas bawah Normal Normal

Refleks

Fisiologis
Biseps
Triseps ++ Baik
Patella
Achilles

Patologis
Hoffmann- Tromner (-) (-)
Babinski& Babinski Group

0 = Sama sekali tidak dapat bergerak


1 = Hanya mengahasilkan sedikit sekali gerakan
2 = Tidak dapat melawan gaya berat ekstremitas hanya bisa digeser
3 = Masih dapat melawan gaya berat
4 = Dapat melawan tahanan kita
5 = Normal
Sensorik

Kanan kiri

Raba halus

Ekstremitas atas Hemihipestesia +

Ekstremitas bawah Hemihipestesia +

Nyeri

Ekstremitas atas Hemihipestesia +

Ekstremitas bawah Hemihipestesia +

Suhu

Ekstremitas atas Thermoanesthesia +

Ekstremitas bawah Thermoanesthesia +

Getar

Ekstremitas atas Hemihipestesia +

Ekstremitas bawah Hemihipestesia +

Otonom

- Alvi : Baik

- Uri : Baik

- Hidrosis : Baik

Gait dan koordinasi

Tidak dilakukan karena pasien hemiparesis

Siriraj Score

(2,5x0)+(2x0)+(2x1)+(0,1x120)-(3x0)-12 = 2

Kesimpulan :
Skor >1 : Stroke Hemoragik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboraturium

- Darah Lengkap : Hemoglobin, leukosit, hemetokrit, trombosit

- Gula Darah : GDP dan G2PP

- Elektrolit : Na-, K+, Cl-

- Profil Lipid : kolesterol total, trigliseride, HDL, LDL

- Faal Ginjal : Ureum, Kreatinin

2. CT-Scan kepala non kontras

3. EKG

4. Foto thoraks

V. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Afasia Motorik + hemiparesis dekstra + parase N.VII dan N.XII

dekstra

Diagnosis Topis : Arteri carotis sinistra

Diagnosis Etiologi : Stroke Hemoragic

VI. PENATALAKSANAAN

- AIRWAY

Bebaskan jalan nafas, jika diperlukan pasang gudel : kepala dan tubuh dalam posisi 30
dengan bahu pada sisi lemah diganjal dengan bantal.
- BREATHING

Periksa kadar oksigen, bila hipoksia (saturasi oksigen <95%) berikan oksigen 2-4 li-
ter/menit.

- CIRCULATION

Pasang infus pada sisi yang sehat : NaCl 0,9 %


- Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial, bed rest bed head elevation 30 derajat.
FARMAKOTERAPI

O2 2-3 liter/menit

NaCL 0,9% + Neurosanbe 1 amp

Citicholin 1gr 2x1 IV

Vit K 3x1 amp IV

Manitol 20% 125 cc dalam 20 menit

Asam Traneksamat 2x250 mg IV

Nicardipin 1 amp dalam 50 cc > 12 cc/jam

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsional : dubia ad bonam


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Stroke adalah suatu kelainan neurologis fokal ataupunh global secara tiba-tiba, dengan gejala yang
berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan diakibatkan oleh gangguan vaskuler (WHO,
2005).

Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam jaringan otak
(intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak, piamater
dan arachnoidea (WHO, 2005).

Klasifikasi

Stroke dapat disebabkan baik iskemik (80%) maupun hemoragik (20%). Stroke hemoragik sendiri
diklasifikasikan lagi menjadi pendarahan intraserebral (PIS) sebanyak 15% dan perdarahan subar-
aknoid (PSA) sebanyak 5% (Warlow, 2008).

Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama kecacatan. Angka
morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke hemoragik dibandingkan dengan
stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas
dalam bulan pertama pada stroke hemoragik mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48
jam pertama (Nassisi, 2009)

Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai 20 kasus per
100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria
disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan juga pada populasi tertentu seperti
pada orang kulit hitam dan orang jepang (Qureshi, 2001).

Etiologi
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh (Qureshi, 2001):

1. Hipertensi

Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif akibat hipertensi yang tidak
terkontrol; resiko tahunan perdarahan rekuren adalah 2%, dapat dikurangi dengan pengobatan
hipertensi; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.

2. Amyloid Angiopathy

Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah, dengan deposisi protein -amyloid; dapat berupa
perdarahan lobar pada orang berusia diatas 70 tahun; risiko tahunan perdarahan rekuren ada-
lah 10,5%; diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan juga imaging seperti CT Scan, MRI, dan
juga Angiography.

3. Arteriovenous Malformation

Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan ena; resiko tahunan
perdarahan rekuren adalah 18%; dapat dikurangi dengan eksisi bedah, embolisasi, dan radio-
surgery; diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan angiografi konvensional.

4. Aneurisma intracranial

Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya berhubungan dengan
perdarahan subarachnoid; Resiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam 6 bulan pertama, di-
mana berkurang 3% tiap tahunnya, surgical clipping atau pemasangan endovascular coils
dapat secara signifikan mengurangi resiko perdarahan rekuren; diagnosis berdasarkan imag-
ing sperti MRI dan angiografi.

5. Angioma Kavernosum

Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang dikelilingi oleh jaringan ikat; resiko
perdarahan rekuren adalah 4,5%, dapat dikurangi dengan eksisi bedah atau radiosurgery; di-
agnosis berdasarkan gambaran MRI.

6. Venous Angioma

Pecahnya pelebaran venula abnormal; resiko perdarahan ulangan sangat kecil (0,15%); diag-
nosis berdasarkan gambaran MRI dan angiografi konvensional.

7. Dural venous sinus thrombosis

Perdarahan diakibatkan oleh infark venosus hemorhagik; antikoagulan dan agen trombolitik
transvenosus dapat memperbaiki outcome; resiko perdarahan rekuren adalah 10% dalam 12
bulan pertama dan kurang dari 1% setelahnya; diagnosis berdasarkan gambaran MRI dan an-
giografi.
8. Neoplasma intracranial

Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular; outcome jangka
panjang ditentukan oleh karakterisitik dari neoplasma tersebut; diagnosis berdasrkan gam-
baran MRI.

9. Koagulopathy

Paling banyak disebabkan oleh penggunaan antikoagulan dan agen trombolitik; koreksi cepat
abnormalitas bersangkutan penting untuk menghentikan perdarahan; diagnosis berdasarkan
riwayat klinis.

10. Penggunaan kokain dan alcohol

Perdarahan terjadi jika memang sudah terdapat abnormalitas vascular yang mendasari; diag-
nosis berdasarkan riwayat klinis.

Manifestasi Klinis

Dari semua penyakit serebrovaskular, stroke hemoragik merupakan yang paling dramatis. Stroke
hemoragik mempunyai morbiditas yang lebih parah dibanding dengan stroke iskemik, begitu juga
tingkat mortalitas yang lebih tinggi. Pasien dengan stroke hemoragik mempunyai defisit neurologis
yang sama dengan stroke iskemik namun cenderung lebih parah (Nassisi, 2008). Beberapa gejala
khas terjadinya perdarahan intraserebral (Ropper, 2005) yaitu:

Hipertensi reaktif akut

Tekanan darah tinggi yang jauh melampaui level hipertensi kronik yang dialami pasien, meru-
pakan suatu sangkaan kuat terjadinya pendarahan.

Muntah

Muntah pada saat onset pendarahan intraserebral jauh lebih sering terjadi dibandingkan pada
infark serebral.

Nyeri kepala

Nyeri kepala hebat secara umum terjadi pada perdarahan serebral akibat peninggian tekanan
intrakranial, namun pada 50% kasus sakit kepala absen ataupun ringan.

Kaku kuduk

Kaku kuduk juga sering ditemukan pada perdarahan intraserebral, namun hal ini pun sering
absen ataupun ringan, terutama jika terjadi penurunan kesadaran yang dalam.

Kejang
Kejang yang terjadi biasanya fokal, terjadi pada beberapa hari pertama dari 10% kasus
perdarahan supratentorial. Kejang sering terjadi belakangan, beberapa bulan bahkan tahun
setelah kejadian

Adapun sindroma utama yang menyertai stroke hemorhagik menurut Smith (2005) dapat dibagi
menurut tempat perdarahannya yaitu:

1. Putaminal Hemorrhages

Putamen merupakan tempat yang paling sering terjadi perdarahan, juga dapat meluas ke kapsula in-
terna. Hemiparesis kontralateral merupakan gejala utama yang terjadi. Pada perdarahan yang ringan,
gejala diawali dengan paresis wajah ke satu sisi, bicara jadi melantur, dan diikutii melemahnya lengan
dan tungkai serta terjadi penyimpangan bola mata. Pada perdarahan berat dapat terjadi penurunan
kesadaran ke stupor ataupun koma akibat kompresi batang otak.

2. Thalamic Hemorrhages

Gejala utama di sini adalah terjadi kehilangan sensorik berat pada seluruh sisi kontralateral tubuh.
Hemiplegia atau hemiparesis juga dapat terjadi pada perdarahan yang sedang sampai berat akibat
kompresi ataupun dekstruksi dari kapsula interna di dekatnya. Afasia dapat terjadi pada lesi hemisfer
dominan, dan neglect kontralateral pada lesi hemisfer non-dominan. Hemianopia homonim juga
dapat terjadi tetapi hanya sementara.

3. Pontine Hemorrhages

Koma dalam dengan kuadriplegia biasanya dapat terjadi dalam hitungan menit. Sering juga terjadi
rigiditas deserebrasi serta pupil "pin-point" (1 mm). Terdapat kelainan refleks gerakan mata horizon-
tal pada manuver okulosefalik (doll's head) ataupun tes kalorik. Kematian juga sering terjadi dalam
beberapa jam.

4. Cerebellar Hemorrhages

Perdarahan serebellar biasanya ditandai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala oksipital, muntah
berulang, serta ataksia gait. Dapat juga terjadi paresis gerakan mata lateral ke arah lesi, serta paresis
saraf kranialis VII. Seiring dengan berjalannya waktu pasien dapat menjadi stupor ataupun koma
akibat kompresi batang otak.

5. Lobar Hemorrhages

Sebagian besar perdarahan lobar adalah kecil dan gejala yang terjadi terbatas menyerupai gejala-
gejala pada stroke iskemik.

Diagnosis dan Pemeriksaan Tambahan


Sebelum dikenal adanya CT scan, pemeriksaan CSF merupakan metode yang paling sering dipakai
untuk menegakkan diagnosis dari stroke hemorhagik. Adanya darah atau CSF yang xanthokromik
mengindikasikan adanya komunikasi adantara hematom dengan rongga ventrikular namun jarang
pada hematoma lobar atau yang kecil. Secara umum, pungsi lumbal tidak direkomendasikan, karena
hal ini dapat menyebabkan atau memperparah terjadinya herniasi. Selain itu dapat terjadi kenaikan
leukosit serta LED pada beberapa pasien.

Computerized tomography (CT) serta kemudian magnetic resonance imaging (MRI) memberikan
visualisasi langsung dari darah serta produknya di ekstravaskuler. Komponen protein dari hemoglo-
bin bertanggung jawab lebih dari 90% hiperdensitas gambaran CT pada kasus perdarahan, sedangkan
paramagnetic properties dari hemoglobin bertanggung jawab atas perubahan sinyal pada MRI. CT
scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3 minggu
dan kemudian membentuk suatu posthemorrhagic pseudocyst. Perbedaan antara posthemorrhagic
pseudocyst dari kontusio lama, lesi iskemik atau bahkan astrositoma mungkin dapat menjadi sulit.
MRI dapat membedakan 5 stage dari perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut, akut, suba-
kut stage I, subakut stage II, dan kronik.

Penggunaan angiography pada diagnosis dari PIS menurun setelah adanya CT dan MRI. Peranan
utama dari angiografi adalah sebagai alat diagnosis etiologi dari PIS non-hipertensif seperti AVM,
aneurysm, tumor dll, PIS multipel, dan juga PIS pada tempat-tempat atipikal (hemispheric white mat-
ter, head of caudate nucleus). Walaupun demikian penggunaannya tetap terbatas oleh karena perkem-
bangan imaging otak yang non-invasif (El Mitwalli, 2000)

Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007):

Penatalaksanaan Umum Stroke Akut

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus cepat. Eval-
uasi gejala dan tanda klinik meliputi:

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.

4. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi
ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen.
2. Terapi Umum

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.

Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen

b. Stabilisasi hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)

Optimalisasi tekanan darah

Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan obat-
obat vasopressor.

Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.

Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.

c. Pemeriksaan awal fisik umum

Tekanan darah

Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan neurologi umum awal

o Derajat kesadaran

o Pemeriksaaan pupil dan okulomotor

o Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK

Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan memperhatikan per-
burukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang mengalami
penurunan kesadaran

Sasaran terapi TIK < 20 mmHg

Elevasi kepala 20-30.

Hindari penekanan vena jugulare

Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

Hindari hipertermia

Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6
jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.

Intubasi untuk menjaga normoventilasi.

Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar

e. Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading dose
15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.

Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1
bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.

f. Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.

Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5C

g. Pemeriksaan penunjang

EKG

Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD, analisa urin,
AGDA dan elektrolit.

Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal

Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap

1. Cairan

Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.

Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.

Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah pengeluaran
cairan yanng tidak dirasakan.

Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan diganti bila
terjadi kekuranngan.

Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.

Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.

Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun.

Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneu-
monia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan fraktur)

Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman.

Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

4. Penatalaksanaan medik yang lain

Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.

Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.

Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi

Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.

Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.

Rehabilitasi

Edukasi keluarga.

Discharge planning.

Penatalaksanaan stroke perdarahan intra serebral (PIS)

Terapi Medik pada PIS Akut

a. Terapi hemostatik

- Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat hemostasis yang dianjur-
kan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap pengobatan factor VII replacement dan juga
bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.

- Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek yang menguntungkan.

- Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi tidak ada
perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.

b. Reversal of Anticoagulation

- Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan fresh frozen plasma
atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
- Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K dependent coagulation fac-
tor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume
lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.

- Dosis tunggal intravena rFVIIa 10/kg- 90 /kg pada pasien PIS yang memakai warfarin dapat
menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tepat diikuti dengan coag-
ulation factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.

- Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight heparin diberikan Prota-
mine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat
diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet atau keduanya.

- Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat dim-
ulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan.

Tindakan Bedah pada PIS berdasarkan EBM

Tidak dioperasi bila (non-surgical candidate)

- Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis minimal

- Pasien dengan GCS 4. Meskipun pasien GCS 4 dengan perdarahan serebelar disertai kom-
presi batang otak masih mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila (surgical candidate)

- Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak
dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.

- PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma cavernosa dibedah
jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.

- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.

- Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan perdarahan lo-
bar yang luas ( 50)

Prognosis

Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan. Semakin ren-
dah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi. Semakin besar vol-
ume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan
dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian
sebanyak 2 kali lipat (Nassisi, 2009). Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus
atau efek massa langsung dari darah ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana berhub-
ungan dengan hipoperfusi global korteks yang didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu
fungsi normal dari CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal (Qureshi, 2001).
DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association, 2009. Heart Disease and Stroke Statistic 2009 Update: A Report
From the American Hearth Association Statistic Committee and Stroke Statistics Subcommit-
tee. Circulation, 119: 21-181.

2. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. : Division for
Heart Disease and Stroke Prevention. Available from: http://www.cdc.gov/stroke/statisti-
cal_reports.html

3. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,. 2000. Intracerebral Hemorrhage . The Internet Journal of
Advanced Nursing Practice. 4 : 2.

4. Nassisi D., 2008. Stroke, Hemorrhagic. Departement of Emergency Medicine, Mount Sinai
Medical Center. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta: PER-
DOSSI.

6. Ropper, A.H., Brown, R.H., 2005. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th Ed. New
York: McGraw-Hill.

7. Smith, W.S., Johnston, S.C., Easton, J.D., 2005. Cerebrovascular Diseases. In: Kasper, D.L.
et all, ed. 16th Edition Harrison's Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill,
2372-2392.

8. Qureshi, Adnan I., Tuhrim, Stanley., Broderick, Joseph P., Batjer, H Hunt., Hondo, Hiteki.,
Hanley, Daniel F.,. 2001. Spontaneous Intracebral Hemorrhage. N Engl J Med , 344: 19

9. Warlow, C., van Gijn, J., Dennis, M., Wardlaw, J., Bamford, J., Hankey, G., 2008. Stroke:
Practical Management 3rd edition. Massachusetts: Blackwell Publishing.

10. World Health Organization, 2004. The Atlas of Heart Disease and Stroke. World Health Or-
ganization.

11. World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEPwise Ap-
proach to Stroke Surveillance. World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai